Pembimbing:
Oleh:
Rosfi F. Huzaima
DIVISI DIGESTIF
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2020
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 2
2.1 Anatomi ................................................................................ 2
2.2 Definisi................................................................................... 6
2.3 Epidemiologi.......................................................................... 7
2.4 Etiopatogenesis...................................................................... 8
2.5 Gejala Klinis ......................................................................... 10
2.6 Diagnosis................................................................................ 13
2.7 Penatalaksanaan..................................................................... 20
2.8 Komplikasi............................................................................. 29
2.9 Prognosis................................................................................ 30
BAB 3. KESIMPULAN............................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 32
ii
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Kolitis ulseratif terjadi pada 8-15 per 100.000 orang pada amerika serikat
dan eropa utara. Angka kejadian penyakit chron lebih rendah yaitu 1-5 per
100.000 orang. Tidak ada data khusus tentang inflammatory bowel disease di
indonesia secara keseluruhan. Data endoskopi di Sub-bagian Gastroenterologi
RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2002, terdapat 5.2% kasus pada semua
tindakan kolonoskopi (Firmansyah, 2013).
2.1. ANATOMI
2.1.1. Colon
a. Katup Ileosekal
Adalah katup yang menjadi perbatasan antara Ileum dan Kolon. Fungsi
utama katup ileosekal adalah untuk mencegah kembalinya isi fekal dari kolon ke
dalam usus halus.
b. Colon Asendens
Struktur :
Panjang : 5 inchi (13 cm)
Letak : kuadran kanan bawah, membentang ke atas dari caecum sampai
permukaan inferior lobus hepatis dextra lalu membelok ke kiri,
membentuk flexura coli dextra.
Vaskularisasi :
Arteriae : a.ileocolica dan a.colica dextra (cabang a.mesenterika superior)
Venae : mengikuti vena yang sesuai, bermuara ke vena mesenterika superior.
Innervasi :
Berasal dari cabang saraf simpatis dan parasimpatis dari pleksus mienterikus
superior.
c. Colon Transversum
Struktur :
Panjang : 15 inchi ( 38 cm )
Menyilang abdomen, menempati regio umbilikalis
Mulai dari flexura coli dextra (di bawah lobus hepatis dextra) → menggantung
ke bawah oleh karena adanya mesocolon transversum → berjalan ke atas
sampai flexura coli sinistra (di bawah lien).
Vaskularisasi :
Arteriae :
3
d. Colon Descendens
Struktur :
Panjang : 10 inchi ( 25 cm )
Letak : kuadran kiri atas dan bawah, berjalan ke bawah flexura coli sinistra
sampai pinggir pelvis → di sini colon descendens melanjutkan diri jadi colon
sigmoideum.
Vaskularisasi :
Arteriae : a.colica sinistra dan a.sigmoidea (cabang a.mesenterica inferior)
Venae : bermuara ke vena mesenterica inferior.
Innervasi :
Saraf simpatis dan parasimpatis n.splanchnici pelvici,melalui pleksus
mientericus inferior.
2.1.2. Rectum
2.1.3. Anus
2.2. DEFINISI
Kolitis ulseratif adalah suatu proses yang melibatkan mukosa, dimana sel-
sel radang menginfiltrasi lapisan mukosa dan submokosa kolon. Pada endoskopi,
terlihat mukosa rapuh dan bisa terdapat pseudopolip akibat inflamasi. Pada kasus
kronis mukosa dapat digantikan oleh jaringan parut, sedangkan pada fase awal
gambaran mukosa kolon akan tampak normal. Kolitis ulseratif dapat mengenai
rektum (proctitis), rektum dan sigmoid (proctosigmoiditis), rektum dan kolon kiri
(left sided colitis), atau rektum dan seluruh kolon (pancolitis). Kolitis ulseratif
tidak mengenai usus halus, namun akan terdapat gambaran “backwash ileitis”
yaitu perubahan akibat peradangan pada ileum terminalis. Kunci dari kolitis
ulseratif adalah lesi yang bersifat kontinyu. Gejala berkaitan dengan tingkat
keparahan inflamasi mukosa, dan luasnya area yang terkena. Pasien biasanya
mengeluh diare berdarah dan nyeri abdomen (crampy abdominal pain). Proctitis
dapat menyebabkan tenesmus. Apabila nyeri abdomen hebat dan demam, maka
harus dipikirkan adanya fulminant colitis atau toxic megacolon. Penemuan pada
pemeriksaan fisik tidak spesifik mulai dari nyeri abdomen ringan, sampai distensi
dan tanda-tanda peritonitis yang jelas. Pada kasus non emergensi, diagnosis
biasanya ditegakkan dengan kolonoskopi dan biopsi (Kelli et al, 2015).
2.3. EPIDEMIOLOGI
Kolitis ulseratif terjadi pada 8-15 per 100.000 orang pada amerika serikat
dan eropa utara. Angka kejadian ini lebih rendah pada asia, afrika dan amerika
8
selatan, juga pada populasi nonwhite pada amerika serikat. Puncak insidensi
kolitis ulseratif yaitu pada usia dekade ke 3 atau ke 7. Angka kejadian penyakit
chron lebih rendah yaitu 1-5 per 100.000 orang. Lebih sering pada orang amerika
dan eropa utara. Juga memiliki insidensi bimodal, yaitu 15-30 tahun dan 55-60
tahun (Kelli et al, 2015).
2.4. ETIOPATOGENESIS
Hingga saat ini, etiologi pasti IBD belum sepenuhnya dimengerti. Banyak
teori diajukan namun belum ada kausa tunggal yang diketahui sebagai penyebab
IBD. Salah satu teori yang diyakini adalah peranan mediasi imunologi pada
individu yang memang rentan secara genetis. Pada IBD, kaskade inflamasi
muncul karena predisposisi genetik yang berkaitan dengan respon imun dan
respon epitelial yang tidak wajar terhadap bakteri komensal. Respon tidak wajar
tersebut menghasilkan mediator inflamasi dengan regulasi yang tidak wajar juga,
mengaktifkan sel CD4 dan CD8 T cells pada epitel dan lamina propria, sehingga
menghasilkan sitokin proinflamasi yang relatif banyak, dibadingkan dengan
sitokin antiinflamasi. Sitokin ini mengaktifkan sel-sel inflamasi lain seperti
makrofag, sel B, limfosit lain, untuk bergabung dan melanjutkan proses inflamasi
(Friedman et al, 2015).
Ada 3 tipe CD4 T Helper (TH) berkaitan dengan kolitis pada studi hewan
dan diharapkan juga hal ini sama pada manusia. TH1 mensekresikan INF gamma
9
dan nyeri perut. Selain itu, kerap dijumpai manifestasi di luar saluran cerna
sebagai dampak keadaan patologis yang ada seperti anemi, demam, gangguan
nutrisi. Satu hal yang penting diingat adalah pola perjalanan klinis IBD bersifat
kronik-eksaserbasi-remisi atau secara umum ditandai oleh fase aktif dan fase
remisi (Bernstein et al, 2010).
Perbedaan gambaran klinis dan patologis antara KU dan PC disajikan
dalam tabel 1. Namun perlu diingat bahwa terkadang sulit membedakan gambaran
IBD dengan penyakit lain yang kerap ditemukan di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia yakni kolitis infeksi dan tuberkulosis usus (Firmansyah,
2013).
Pada Kolitis Ulseratif, setidaknya terdapat 3 bentuk gejala dan tanda klinis
yang berhubungan dengan derajat peradangan mukosa dan gangguan sistemik.
2.5.3. Ekstraintestinal
Sepertiga pasien IBD minimal disertai satu manifestasi penyakit
ekstraintestinal. Gejala Klinis ekstraintestinal yang sering terjadi berupa:
Tempat Manifestasi
Kulit Eritema nodusum, pioderma gangrenosum
Hati Infiltrasi lemak, sclerosing cholangitis, hepatitis kronis,
kolelitiasis
Tulang Osteopenia, aseptik nekrosis
Sendi Artritis, ankylosing spondilitis, sakro-ilitis
Mata Uveitis, episkleritis, kerastitis
Ginjal/urologi Nefrolitiasis, hidronefrosis obstruktif, fistula enterovesikal,
glomerulonefritis
Hematologi Anemia (defisiensi zat besi, folat, vitamin B12)
13
2.6. DIAGNOSIS
Untuk membantu menegakkan diagnosis KU atau PC, dibutuhkan
beberapa pemeriksaan penunjang. Diagnosis Kolitis Ulseratif dan penyakit Crohn
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi,
gambaran mukosa dengan endoskopi, dan patologi.
2.6.1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis yang lengkap tentang gejala gastrointestinal, gejala sistemik,
riwayat keluarga, gagal tumbuh, adanya keterlambatan perkembangan dan
kematangan seksual serta manifestasi ekstraintestinal. Pemeriksaan fisik tanda-
tanda dehidrasi, status nutrisi dan gejala ekstraintestinal. Adanya hipotensi
14
2.6.5. Patologi
Pada Kolitis Ulseratif, proses inflamasi terbatas pada lapisan mukosa
rektum dan kolon. Inflamasi terbatas pada mukosa dan dan secara kontinyu
sepanjang kolon dengan berbagai macam derajat ulserasi, perdarahan, edema, dan
regenerasi epitel. Selain itu pada Kolitis Ulseratif, terjadi kriptitis, abses kripta,
dan terjadi distorsi kripta serta hilangnya sel goblet. Kelainan pada rektum hampir
terjadi pada seluruh penderita Kolitis Ulseratif. Inflamsai dapat terjadi sampai
daerah sekum dan mungkin terjadi pada ileum terminal (backwash ileitis).
Pada Kolitis Ulserati yang berat, setelah epitel mukosa dihancurkan,
proses inflamasi melibatkan daerah submukosa selanjutnya ke bawah menuju
daerah muskularis daerah yang terlibat akan membentuk jaringan pulau-pulau
yang dinamakan Pseudopolyps. Penebalan dan fibrosis dari dinding usus besar
sangat jarang terjadi, namun dapat terjadi pemendekan kolon dan striktur fokal
18
TERAPI OPERATIF
19
Gambar 10. Gambaran kolonoskopi pada (a) usus normal, (b) penyakit Crohn
dengan gambaran “Cobblestoning”, (c) gambaran pseudopolyps, (d) kolitis
ulseratif berat. (Robert et al, 2012)
20
2.7. PENATALAKSANAAN
2.7.1. Terapi Medikamentosa
Prinsip tatalaksana medikamentosa pada IBD yaitu: (1) Mengobati
kedarangan aktif IBD dengan cepat sampai tercapai remisi; (2) Mencegah radang
berulang dengan mempertahankan remisi selama mungkin; (3) Mengobati serta
mencegah terjadinya komplikasi. Tidak semua lini kesehatan memiliki fasilitas
endoskopi sehingga diperlukan suatu alogaritma penatalaksanaan terutama pada
lini kesehatan primer. Tindakan bedah dipertimbangkan pada tahap akhir jika
medikamentosa gagal atau jika terjadi komplikasi yang tidak teratasi (Tamboli,
2007).
dapat menginduksi remisi pada 77% dari 118 pasien dengan penyakit ringan
sampai sedang dalam 2 minggu, bila dibandingkan 48% diterapi 8gr/hari dari
sulfasalazine. Glukokortikoid parental dpat diberikan sebagai hidrokortison
intravena, 300mg/hari, atau metilprednisolon 40-60 mg/ha
c. Antibiotik
Antibiotik tidak memiliki peranan dalam pengobatan KU aktif maupun
tenang. Namun, pouchitis yang muncul pada sepertiga pasien KU setelah
kolektomi, umumnya respon terhadap pengobatan metronidazole ataupun
ciprofloxacin. Metronidazole efektif pada inflamasi aktif, fistula, dan PC perianal
dan dapat mencegah kekambuhan setelah reseksi ileum. Dosis paling efektif
adalah 15-20 mg/kg/hari dibagi dalam tiga dosis; biasanya dilanjutkan sampai
beberapa bulan. Coprofloxacin (500 mg 2x/hari) juga bermanfaat untuk PC
inflamasi, perianal, dan fistula. Kedua antibiotic ini sebaiknya digunakan sebagai
obat lini pertama pada PC perianal dan fistula,dan sebagai obat lini kedua untuk
PC aktif setelah agen 5-ASA (Friedman et al, 2015).
2.8. KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi: (1) Perforasi usus yang
terlibat, (2) Terjadinya stenosis usus akibat proses fibrosis, (3) Megakolon toksik
30
(terutama pada KU), (4) Perdarahan, (5) Degenerasi maligna. Diperkirakan resiko
terjadinya kanker pada IBD lebih kurang 13% (Kelli et al, 2015).
2.9. PROGNOSIS
Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi
dan eksaserbasi. Cukup banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan
dan dalam jangka waktu yang lama. Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada
tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan konservatif.
Sebagian besar (70%) dengan Kolitis Ulseratif mengalami remisi dalam
3 bulan setelah terapi inisial dan kurang lebih 50% remisi dalam 2 tahun.
Kolektomi dalam 5 tahun setelah diagnosis terjadi pada 26% kasus derajat berat
dibanding 10% kasus derajat ringan. Hanya 1% pasien dengan penyakit Crohn
tidak mengalami relaps setelah didiagnosis dan terapi inisial. Pasien dengan
ileokolitis cenderung untuk mengalami respon buruk terhadap terapi
31
Skoring Mayo
33
BAB 3. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Robert D, Fry. Najjia, Mahmoud. David, Maron J. 2012. Colon and Rectum.
52:1294-1380
Education:29:1175-1240
Bernstein CN, Fried M, Krabshuis JH, Cohen H, Eliakim R, Fedail S, et al. 2010
35
Tamboli CP. 2007. Current medical therapy for chronic inflammatory bowel
disease. Surg Clin N Am; 87: 697 – 725.
Putz R. dan Pabst. 2007. Jilid I Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 22. Jakarta:
EGC
Putz R. dan Pabst. 2007. Jilid II Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 22. Jakarta:
EGC
Faiz, Omar & David Moffat. 2004. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga
Snell S. 2000. Anatomi Klinik . Jakarta : EGC