ACUTE SCROTUM
Oleh:
ROSFI F. HUZAIMA
Pembimbing:
Dr Eka Yudha Rahman M.kes Sp.U
PENDAHULUAN
Hernia inguinalis inkarserata sebagai salah satu diagnosa banding dari nyeri akut pada
skrotum banyak dikeluhkan oleh laki-laki. Hernia inguinalis yang sering mengalami
inkarserta adalah hernia inguinalis lateralis dan 75% lebih sering terjadi pada laki-laki.6
Berdasarkan penyebab terjadinya akut skrotum, maka perlu diketahui lebih lanjut
mengenai hal-hal yang berbeda dari setiap penyebab sehingga lebih mudah dalam
menegakkan diagnosis. Menentukan diagnosis akut skrotum bukanlah suatu hal yang mudah
karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab dan area pemeriksaan
yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Akut skrotum merupakan suatu gejala nyeri dan bengkak pada skrotum beserta isinya
yang bersifat mendadak serta menimbulkan gejala lokal dan sistemik.1
2.2 Etiologi
A. Tumor testis
B. Hernia inguinalis inkarserata
C. Kerusakan Nervus Pudendus (bicycle seat neuropathy), akibat lomba balap sepeda, lomba
pacu kuda, konstipasi berkepanjangan, dll
D. Tindakan Pembedahan, seperti pada post operasi hernia, post operasi vasektomi
E. Batu Ginjal
F. Benjolan yang disertai dengan rasa tidak nyaman, berupa hidrokel, varikokel,
spermatokel, dll.
2.3 Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis dari akut skrotum dilakukan melalui :7
1. Anamnesa
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah :
Usia pasien
Torsio testis lebih banyak terjadi pada bayi dan anak laki-laki post pubertas.
Henoch-scchonlein purpura dan torsio appendiks testis terjadi pada anak laki-laki
prepubertas dan epididimitis dapat dijumpai pada anak laki-laki postpubertas.
Henoch-schonlein purpura sebagai bagian dari proses infeksi sistemik yang
menimbulkan vaskulitis sering menyebabkan epididimitis dimana 38% anak-anak
yang menderita Henoch-scchonlein purpura juga mengalami nyeri pada skrotumnya.
Onset dan durasi nyeri
Torsio testis biasanya dimulai dengan nyeri yang mendadak seolah-olah ada tombol
yang terlempar dimana hal ini disebabkan oleh puntiran pada funikulus spermatikus
yang terjadi tiba-tiba sehingga membuat testis terangkat mendadak, nyeri semakin
memberat dan pasien merasa sangat tidak nyaman. Bila terdapat nyeri yang tidak
terlalu berat dan tidak terlalu ringan (menengah) dan terjadi dalam beberapa hari
cenderung mengarahkan kepada epididimitis ataupun torsio appendiks testis.
Riwayat trauma
Adanya riwayat trauma tidak mengesampingkan diagnosis torsio testis. Terjadinya
trauma pada skrotum saat berolahraga sering menimbulkan nyeri dalam waktu
singkat. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut bila didapatkan adanya nyeri
menetap setelah satu jam dari terjadinya trauma untuk mengesampingkan diagnosis
ruptur testis dan torsio akut.
Adanya riwayat hidrokel saat lahir serta undescensus testis dapat menjadi
predisposisi terjadinya hernia inguinalis ataupun torsio testis.
Adanya gejala pada infeksi pada traktus urinarius lebih mengarahkan diagnosa
kepada epididimitis ataupun orkhitis. Gejala ini juga diikuti oleh gejala sistemik
seperti demam, nyeri perut, mual atau muntah serta adanya riwayat pernah menderita
infeksi pada traktus urinarius, pemasangan alat pada saluran kemih, trauma maupun
tindakan pembedahan. Kebanyakan proses inflamasi yang terjadi pada anak-anak
tidak hanya berhubungan dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tapi juga
disebabkan oleh virus, trauma, atau adanya refluks urin.
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan terhadap abdomen untuk mencari adanya nyeri pada regio
flank dan distensi vesika urinaria.
Pemeriksaan pada region inguinal dilakukan untuk menentukan secara jelas adanya
hernia inguinalis, bengkak maupun eritema.
Pemeriksaan pada genitalia dimulai dengan melakukan inspeksi pada skrotum.
Kedua sisi diperiksa untuk melihat adanya perbedaan ukuran yang nyata, derajat
bengkak, eritema, perbedaan ketebalan kulit dan posisi testis. Terdapatnya bengkak
yang unilateral tanpa diikuti perubahan warna kulit menandakan adanya hernia atau
hidrokel. Bila kulit skrotum terlihat mengkilat, gambaran blue dot sign dari testis
ataupun appendiks epididimis yang infark akan terlihat. Palpasi dimulai dari daerah
inguinal untuk menyingkirkan hernia inguinalis inkarserata. Kemudian dilanjutkan
dengan mempalpasi di daerah funikulus. Adanya funikulus spermatikus yang
menebal dan teraba lembut mendukung torsio testis, sedangkan bila teraba lembut
saja mengindikasikan epididimitis. Anak laki-laki diperiksa sambil berdiri sehingga
dapat dilihat posisi testis. Adanya peninggian dari salah satu testis menandakan
adanya torsio testis.
Pemeriksaan refleks kremaster. Refleks kremaster negatif pada torsio testis dan tetap
positif pada torsio appendiks epididimis.
Pemeriksaan transiluminasi untuk membedakan hidrokel dengan hernia.
3. Pemeriksaan Laboratorium
4. Pemeriksaan Radiologis
Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :11,12
• Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.
2. Nuclear Scintigraphy
• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
• Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum merupakan
tanda patognomonik terjadinya torsio.
2.4 Penatalaksanaan
EPIDIDIMITIS
1. Definisi
Epididimitis adalah suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi
inflamassi ini dapat terjadi secara akut atau kronis.4
2. Patogenesis
Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam buli-buli,
prostat, atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididmis. Dapat pula terjadi refluks
urin melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke
epididimitis seperti pada penyebaran kuman tuberculosis.
Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda (< 35 tahun) yang tersering adalah
Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae,sedangkan pada anak-anak dan orang tua
yang tersering adalah E.coli atau Ureaplasma ureaitycum.4
3. Gambaran Klinis
Epididmis akut adlah salah satu keadaan akut skrotum yang sulit dibedakan dengan
torsio testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan bengkak
pada kauda hingga kaput epididimis. Tidak jarang disertai demam, malese, dan nyeri
dirasakan hingga ke pinggang.4
4. Tanda Klinis
Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik
adalah:8,9,10
Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis
sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis
membengkak di permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari,
epididimis dan testis tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi
testis. Kulit skrotum teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan
infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.
Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke
atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun
pemeriksaan ini kurang spesifik.
Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.
Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya
pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.
Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dll.
5. Pemeriksaan Laboratorium
6. Pemeriksaan Radiologis
• Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih
banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum
lainnya.
• Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti
ukuran bayi berbeda dengan dewasa)
• Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis.
• Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang
disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan
gambaran echoyang heterogen pada ultrasonografi.
= 2. Nuclear Scintigraphy
• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat
infeksi.
• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu
• Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan
interpretasi
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali kongenital pada pasien
anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.
7. Diagnosis
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium
8. Penatalaksanaan
Pemilihan antibiotika tergantung pada kuman penyebab infeksi. Pada passion yang
berusia dibawah 35 tahun dengan perkiraan kuman penyebabnya adalah Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, antibiotik yang dipilih adalah:4
b. Penatalaksanaan Bedah
Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan
intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.
Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.
Epididymotomy
Gambar 2: Orchitis
3. Klasifikasi
Menurut Price, 2005 infeksi testis diklasifikasikan sebagai:
1. Orchitis viral
2. Orchitis bacterial piogenik atau orchitis granulomatosa
4. Etiologi14
Virus adalah penyebab orchitis yang paling sering. Orchitis parotiditis adalah infeksi
virus yang paling sering terlihat, walaupun imunisasi untuk mencegah parotiditis pada
masa anak-anak telah menurunkan insiden. 20-30% kasus parotiditis pada orang dewasa
terjadi bersamaan dengan orchitis, terjadi bilateral pada sekitar 15% pria dengan orkitis
parotiditis. Pada laki-laki pubertas atau dewasa, biasanya terdapat kerusakan tubulus
seminiferus dengan resiko infertilitas, dan pada beberapa kasus, terdapat kerusakan sel-sel
leydig yang mengakibatkan hipogonadisme difesiensi testosterone. Orchitis paroditisis
jarang terjadi pada laki-laki prapubertas, namun bila ada, dapat diharapkan kesembuhan
yang sempurna tanpa disfungsi testiskular sesudahnya. Virus lain yang dapat
menyababkan orchitis dan memberikan gambaran klinis yang sama adalah : virus
Coxsakie B, Varisela, dan mononukleosis.
Orchitis bakterial piogenik disebabkan oleh bakteri (Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Pseudmonas aeruginosa) dan infeksi parasitik (malaria, filariasis,
skistosomiasis, amebiasis) atau kadang-kadang infeksi riketsia yang ditularkan pada
epididimitis. Seseorang dengan orchitis parotiditis terlihat sakit akut dengan demam
tinggi, edema, peradangan hidrokel akut, dan terdapat nyeri skrotum yang menyebar ke
kanalisis inguinalis. Komplikasinya termasuk infark testis, abses, dan terdapatnya pus
dalam skrotum.
Orchitis granulomaktosa dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit mikrobakterial,
aktinomikosis, penyakit jamur, mycobacterium tuberculosis, dan mycobacterium leprae.
Infeksi dapat menyebar melalui funikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran
selanjutnya melibatkan epididimis dan testis, kandung kemih, dan ginjal.
5. Patofisiologi
Kebanyakan penyebab orchitis pada laki-laki yang sudah puber adalah gondongan
(mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak dalam 3 sampai 4 hari
setelah pembengkakan kelenjar parotis. Virus parotitis juga dapat mengakibatkan orchitis
sekitar 15 % – 20% pria menderita orchitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-
laki pra pubertas dengan orchitis parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa disertai
disfungsi testis. Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulus
seminiferus dan pada beberapa kasus merusak sel-sel leydig, sehingga terjadi
hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada resiko infertilitas yang bermakna pada
pria dewasa dengan orchitis parotitika. Tuberkukosis genitalia yang menyebar melalui
darah biasanya berawal unilateral pada kutub bawah epididimis. Dapat terbentuk nodula-
nodula yang kemudian mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat menyebar melalui
fenikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran lebih lanjut terjadi pada epididimis dan
testis kontralateral, kandung kemih, dan ginjal.14
7. Komplikasi 14
Komplikasi dari orchitis dapat berupa:
i. Testis yang mengecil (Atrofi)
ii. Abses (Nanah) pada kantong testis
iii. Infertilitas (Sulit memiliki keturunan), terutama jika orkhitis terjadi pada kedua testis.
8. Diagnosis
1. Anamnesis
Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
Kelelahan / mialgia
Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
Demam dan menggigil
Mual
Sakit kepala
2. Pemeriksaan Fisik
Pembesaran testis dan skrotum
Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
Pembengkakan KGB inguinal
Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis
3. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis orchitis lebih dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Pemeriksaan darah tidak dapat membantu menegakkan diagnosis orchitis.
USG dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan torsio testis.
9. Tatalaksana14
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada
obat yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus. Pada pasien dengan
kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik
untuk menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin,
atau azitromisin. Antibiotik golongan Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena
sudah resisten.
Contoh antibiotik:
1. Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif;
efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-positif. Menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih penicillin-binding
proteins. Dewasa
IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
2. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat
30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi
dengan ceftriaxone untuk pengobatan gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7
hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg
/ hari
3. Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan
mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada
saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk
infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10 mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250
mg / hari
4. Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam
dihydrofolic. Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan
TMP, PO tid / qid selama 14 hari
5. Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S
epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada
aktivitas terhadap anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya
pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak
tidak dianjurkan
TORSIO TESTIS
1. Definisi
2. Anantomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albugenia. Pada permukaan anterior dan lateral,
testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan
viseralis yang langsung menempel ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis
yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum. Pada masa janin dan neonatus
lapisan parietal yang menempel pada muskulus darto masih belum banyak jaringan
penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan
memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada
keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.4
3. Etiologi
Ketakutan, batuk
Celana yang terlalu ketat
4. Patogenesis
5. Gejala Klinis
Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembengkakan pada testis. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah
sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi
gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui.4
6. Tanda Klinis
Pada permulaan testis teraba agak bengkak dengan nyeri tekan dan terletak agak
tinggi di skrotum, testis letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal dari testis kontra lateral.,
pada torsi yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus
spermatikus. Kulit skrotum menjadi udem, berwarna merah sehingga menyulitkan palpasi
serta hilangnya refleks kremaster, dan Phren sign positif.9
Torsio testis yang terjadi pada masa prenatal memiliki tanda berupa massa di skrotum
yang berbentuk bulat dan keras dan pemeriksaan transiluminasi bernilai negatif.15
7. Pemeriksaan Laboratorium16
Hasil pemeriksaan urinalisis biasanya normal, namun pada 30% kasus, ditemukan
adanya leukosit pada urin.
Pada pemeriksaan darah, didapatkan hasil yang normal, namun pada 60% kasus torsio
terdapat peningkatan leukosit yang menandakan telah terjadi proses infeksi
8. Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah arteri yang menuju
testis sehingga dapat diketahu kelainan yang terjadi pada testis dan pembuluh darahnya.
- Gambaran dari terganggunya aliran darah testis saat terjadi torsio testis tergantung dari
durasi terjadinya torsio.
- Pada torsio yang terjadi kurang dari 6 jam, testis yang terkena akan menunjukkan
gambaran berupa sedikit pembesaran testis dengan sedikit penurunan echogenicity.
Setelah 24 jam, gambaran echogenicity menjadi lebih heterogen, dan hilangnya tanda-
tanda viabilitas dari testis.
- Kaput epididimis menjadi membesar karena terjadi kekusutan pada arteri yang berbeda
serta terdapat gambaran spiral yang berliku-liku pada funikulus spermatikus.
- Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah sangat sulit dilakukan pada anak-anak
walaupun testis mereka dalam keadaan normal.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 86%, spesifitas 100%, dan ketepatan 97%
dalam mendiagnosis torsio testis.
Nuclear Scintigraphy
- Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat keragu-raguan dalam melihat aliran darah testis
sehingga tidak salah dalam membedakan torsio testis dengan kondisi lainnya.
- Gambaran scan dapat dikatakan abnormal bila terdapat penurunan penangkapan proton pada
testis yang terkena. Gambaran ini menunjukkan tidak adanya aliran darah pada daerah
tersebut.
- Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 90-100% dalam melihat aliran darah testis.
9. Diagnosis
Diagnosis torsio testis dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik saja
namun bila terdapat keragu-raguan dapat dilakukan konfirmasi diagnosis dengan
menggunakan pemeriksaan penunjang lainnya.16
10. Diagnosis Banding
Diagnosis banding torsio testis adalah semua keadaan darurat dan akut di dalam
skrotum seperti hernia inguinalis inkarserata, epididimitis akut, hidrokel terinfeksi, tumor
testis, dan edema skrotum.4
11. Penatalaksanaan
Terapi konservatif berupa Detorsi manual yaitu mengembalikan testis ke posisi awalnya
dengan memutar ke arah beralawanan dengan arah torsi. Tindakan ini cukup menyakitkan
dan memerlukan tindakan bedah definitif lanjutan untuk memfiksasi testis. Hilangnya
nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil.
Tindakan Operasi
Tindakan operasi dilakukan tergantung dari usia pasien dilakukan orchidopeksi bila testis
masih dapat diselamatkan dan orchidektomi bila testis sudah nekrosis.
12. Komplikasi
Terdapat banyak kemungkinan yang dapat terjadi akibat komplikasi dari torsio testis.
Komplikasi tersebut dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan fertilitas, dan
gangguan kosmetik. Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga mengalami penurunan
sebagai akibat dari torsio testis. Penurunan fungsi ini diukur dari adanya abnormalitas analisa
semen yang dapat dipicu oleh karena adanya injuri yang berulang, keadaan patologi yang
terjadi di funikulus spermatikus karena torsio testis, atau dapat juga karena perubahan
patologi di kontralteral testis akibat retensi dari testis yang mengalami torsio. Gangguan
fertilitas sebagai akibat dari komplikasi selain diakibatkan oleh karena kematian sel dan
jaringan testis juga diduga dikarenakan oleh mekanisme autoimun yang menyerang tubulus
seminiferous. Manifestasi dari proses ini akan menurunkan fertilitas dari testis
TRAUMA TESTIS
1. Definisi
Trauma testis didefinisikan sebagai trauma (dapat berupa tumpul dan tajam) yang
menimbulkan pembengkakan pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan
intratestikular dan berbagai macam derajat ekimosis pada dinding skrotum.6
2. Etiologi
- Aktivitas berolahraga
3. Patofisiologi
Adanya trauma tumpul maupun trauma tajam pada daerah skrotum menimbulkan
cedera pada skrotum.6
4. Gejala Klinis
Pada ananmnesis didapatkan riwayat terjadinya trauma, tidak ada demam, dan segera
setelah terjadinya trauma timbul rasa nyeri hebat, disertai mual, muntah dan kadang
sinkop.6,10
5. Tanda Klinis
Pada inspeksi tampak ekimosis, hematom, pembesaran skrotum, luka, dan hilangnya
sebagian kulit (skin avulsi). Pada palpasi, testis dapat tidak teraba atau testis membesar dan
nyeri, didapatkan adanya cairan atau darah di dalam skrotum.6,10
6. Pemeriksaan Laboratorium
7. Pemeriksaan Radiologis5.6
- Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui organ-organ yang terkena saat trauma
tumpul terjadi, dilihat dari anatomi organ intraskrotum yang abnormal dan aliran
darah testis.
- Pemeriksaan ini sangat perlu dilakukan bila didapatkan adanya hematom intratestikular
dan ekstratestikular dengan tunika albuginea yang masih utuh.
- Tidak adanya aliran darah menuju testis mengindikasikan adanya torsio testis, vascular
avulsion, trombosis pada funiculus spermaticus sehingga perlu dilakukan penanganan
segera.
Retrograde urethrography
Pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya suatu trauma pada urethra yang dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda trauma pada urethra seperti hematuria dan prostat
yang melayang pada pemeriksaan colok dubur.
CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat lokasi testis yang abnormal, struktur
anatomi intratestikular, dan perfusi pada setiap organ. CT scan yang dilakukan adalah CT
scan abdominopelvik.
8. Diagnosis
Diagnosis definitif trauma testis ditentukan dengan melakukan eksplorasi.
Ultrasonografi skrotum dapat memberi gambaran akurat kerusakan testis sehingga dapat
dihindari eksplorasi yang tidak perlu.10
9. Diagnosis Banding
10. Penatalaksanaan
Konservatif
Terapi konservatif dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan
minimal, atau pada ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi konservatif
terdiri dari elevasi skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik. Antibiotik
diberikan terutama pada kasus skin avulsion dan luka tusuk pada daerah skrotum.6.10
Tindakan Bedah
Tindakan bedah yang dilakukan tergantung dari jenis trauma, seperti :15
Bila terjadi ruptur total pada pembuluh darah, dapat dilakukan reanastomosis
mikrovaskular, sedangkan bila terjadi trombosis pada funikulus spermatikus, maka perlu
dilakukan mikroreimplantasi.
- Skin avulsion
Pada keadaan ini yang perlu dilakukan pertama kali adalah debridement. Bila hanya
kehilangan sebagian besar, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah melakukan penutupan
dengan menjahitkan antar bagian luka dengan benang yang diserap dan menggunakan jarum
yang atraumatik. Bila kulit yang hilang hampir seluruhnya maka perlu dilakukan skin
grafting.
11. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat terjadinya trauma pada skrotum adalah :6
Fourniers’s gangren
Atrofi testis
12. Prognosis
Viabilitas dari skrotum sangat tergantung pada devaskularisasi jaringan yang baik.6
1. Definisi
Hernia inguinalis inkarserata adalah suatu hernia ireponibilis yang sudah mengalami
gangguan vaskularisasi, disertai tanda-tanda ileus obstruktif akibat terjepitnya usus di dalam
anulus inguinalis. Hernia ireponibilis keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah
lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis dan tidak dapat kembali ke cavum
abdominalis kecuali dengan bantuan operasi.. Kanalis inguinalis adalah saluran yang
berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis dari perut ke dalam skrotum
sesaat sebelum bayi dilahirkan.17
2. Anatomi
3. Etiologi
Terjadinya hernia inguinalis inkarserata disebabkan oleh terjepitnya usus pada kanalis
inguinalis sehingga menyebabkan timbulnya gangguan vaskularisasi dan tanda-tanda ileus
obstruktif.17
4. Patofisiologi
Terjepitnya isi hernia pada annulus inguinalis akan menyebabkan gangguan perfusi
jaringan isi hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ
atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah
jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa
cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.17
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran
obstruksi usus seperti perut kembung, muntah, obstipasi, dengan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi
terjadi gangguan toksik akibat gangrene, gambaran klinik menjadi komplek dan sangat serius.
Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia, nyeri akan menetap karena
rangsangan peritoneum, dan pasien menjadi lebih gelisah disertai demam dan menggigil.17
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tanda-tanda dehidrasi dan peningkatan suhu
tubuh. Pada inspeksi yang ditemukan adalah benjolan kemerahan yang tidak dapat
dimasukkan lagi, pada palpasi didapatkan nyeri tekan di daerah skrotum dan distensi
abdomen, pada perkusi abdomen didapatkan perut kembung dan hipertimpani, sedangkan
pada auskultasi didapatkan hiperperistaltik usus dan metallic sound. Dapat dijumpai tanda
peritonitis atau abses lokal bila telah terjadi komplikasi.17
7. Diagnosis
8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari hernia inguinalis inkarserata adalah keluhan akut skrotum
lainnya dan ileus obstruktif.17
9. Penatalaksanaan19,26
• Tidak ada terapi konservatif untuk hernia jenis ini. Yang harus dilakukan adalah operasi
secepatnya untuk menghilangkan ileus.
• Jenis operasi :
a. Herniotomi
b. Hernioplasti
• Pada hernia inkarserata dapat diperkirakan hal-hal yang akan terjadi pada isi hernia
berdasarkan perhitungan waktu, yaitu :
- kurang dari 24 jam setelah diagnosis, dapat dianggap isi hernia baru saja terjepit
• Selain dengan perhitungan waktu, keadaan isi hernia juga dapat dilihat dari :
- penilaian vaskularisasi
Untuk penilaian vaskularisasi berikan NaCl hangat selama 5 menit pada usus, bila
terjadi perubahan warna dari kebiruan menjadi kemerahan berarti usus masih baik (viable)
bila setelah pemberian NaCl hangat warna usus tetap biru berarti usus telah mengalami
nekrosis (non-viable), harus direseksi secara end to end
bila setelah pemberian NaCl hangat terjadi peristaltik berarti keadaan usus masih baik
(viable)
• Bila keadaan umum pasien baik tetapi ususnya non-viable, maka setelah herniotomi
dilakukan reseksi usus non-viable tadi lalu lubang hernia ditutup dengan hernioraphy dan
hernioplasty.
• Bila keadaan umum pasien jelek, usus non-viable, maka untuk tahap awal tetap dilakukan
herniotomy kemudian usus yang non-viable tadi dikeluarkan dan diletakkan di atas paha yang
dikenal dengan istilah VORLAGERUNG (letakkan di muka/ di luar). Dibuat lubang pada usus
untuk keluarnya feses. Setelah keadaan umum pasien membaik baru operasi dapat
dilanjutkan.
• Indikasi Vorlagerung :
- usus non-viable
- KU pasien jelek
Penatalaksanaan hernia inguinalis inkarserata pada anak dilakukan dengan pasien dipuasakan,
dipasang sonde lambung, infus rumatan dan disuntikkan sedatif sampai pasien tertidur dalam
posisi Tredelenberg. Dengan tertidur, diharapkan tekanan intraperitoneal akan normal
kembali dan diharapkan isi kantong hernia akan masuk kembali ke rongga peritoneal. Bila
dalam waktu 6 jam setelah pasien tertidur, hernia tidak berhasil direduksi, herniotomi harus
dilakukan dengan segera.27
Pada bayi dan anak yang mempunyai anatomi inguinal yang normal, tindakan herniotomi
hanya terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan annulus inguinalis ke
ukuran yang semestinya.27
10. Komplikasi
11. Prognosis
Prognosis hernia inguinalis inkarserata tergantung dari lamanya isi hernia terjepit dan
penanganan yang diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Perbaikan klasik
memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3% dalam jarak waktu 10 tahun kemudian.
Kekambuhan disebabkan oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang
kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang
sudah diperkirakan, lebih umum dalam pasien dengan hernia direk, khususnya hernia direk
bilateral. Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung
proksimal kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio
tuberkulum pubikum, dimana tegangazvcn garis jahitan adalah yang terbesar.17
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada
skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik yang
memerlukan penanganan yang segera tepat, dan adekuat. Menentukan diagnosis akut skrotum
bukanlah suatu hal yang mudah karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam
sebab dan area pemeriksaan yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit
sehingga perlu diketahui lebih banyak tentang ciri-ciri yang membedakan dari tiap faktor
penyebab.
DAFTAR PUSTAKA
3. Anonymous. Epididimitis. 2008. http://www.wikipedia.org
16. Francis X. Schneck, Mark F. Bellinger. Abnormalities of the testis and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh : Campbell’s Urology 8th ed. 2002.h267-77
17. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi. 1997, EGC Jakarta
24. Gerald H. Jordan. Scrotal Trauma in Glenn’s Urology Surgery 5th ed. 1998, h.222-31
25. Jack W. McAnich. Injuries to the scrotum in Smith’s General Urology 6 th ed. 2003.h222-
35