Anda di halaman 1dari 34

REFERAT IGD

ACUTE SCROTUM

Oleh:
ROSFI F. HUZAIMA

Pembimbing:
Dr Eka Yudha Rahman M.kes Sp.U

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


PROGRAM STUDI ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
RSUD ULIN BANJARMASIN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada
skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik. 1 Gejala
nyeri ini dapat semakin menghebat atau malah hilang perlahan-lahan seiring dengan
berjalannya waktu. Gejala nyeri pada skrotum yang menetap, semakin menghebat, dan
disertai dengan mual dan muntah merupakan keadaan darurat yang memerlukan penanganan
medis secepatnya.2
Timbulnya nyeri pada salah satu ataupun kedua skrotum merupakan hal yang
memerlukan perhatian secara serius serta penanganan medis karena skrotum dan testis
merupakan glandula reproduksi dari seorang pria yang menghasilkan sperma sehingga
kesalahan penanganan akan menimbulkan ketidaknyamanan sepanjang hidup seorang lelaki.
Bila keadaan ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti infertilitas,
disfungsi ereksi, bahkan kematian jaringan testis yang mengakibatkan testis tersebut harus
dibuang untuk selamanya.2
Beberapa hal yang dapat menimbulkan akut skrotum seperti proses infeksi, non
infeksi, trauma, dan berbagai macam benjolan yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan.2 Proses infeksi yang sering menimbulkan keluhan akut skrotum adalah
epididimitis. Menurut laporan jurnal di Amerika, epididimitis merupakan keluhan kelima
terbanyak di bidang urologi yang dikeluhkan oleh laki-laki berusia 18-50 tahun dan 70%
menjadi penyebab keluhan nyeri akut pada skrotum. Sekitar 40% epididimitis terbanyak
terjadi pada laki-laki usia 20-39 tahun dan sekitar 29% terjadi pada laki-laki usia 40-59 tahun.
Epididimitis jarang terjadi pada anak-anak prepubertas.3
Proses non infeksi yang sering menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah
torsio testis. Torsio testis merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang urologi karena
torsio testis menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia,
edema testis dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis. Keadaan ini diderita
1 diantara 4000npria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh
anak pada masa pubertas (12-20 tahun).4
Faktor lain yang dapat menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum adalah trauma.
Jumlah trauma pada skrotum yang murni berdiri sendiri yang terjadi di Amerika hanya
sekitar 1%. Rentang usia berkisar antara 10-30 tahun. Testis kanan lebih sering terkena
trauma dibandingkan dengan testis kiri karena kemungkinan besar dapat terbentur saat
mengenai os pubis.5

Hernia inguinalis inkarserata sebagai salah satu diagnosa banding dari nyeri akut pada
skrotum banyak dikeluhkan oleh laki-laki. Hernia inguinalis yang sering mengalami
inkarserta adalah hernia inguinalis lateralis dan 75% lebih sering terjadi pada laki-laki.6
Berdasarkan penyebab terjadinya akut skrotum, maka perlu diketahui lebih lanjut
mengenai hal-hal yang berbeda dari setiap penyebab sehingga lebih mudah dalam
menegakkan diagnosis. Menentukan diagnosis akut skrotum bukanlah suatu hal yang mudah
karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab dan area pemeriksaan
yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Akut skrotum merupakan suatu gejala nyeri dan bengkak pada skrotum beserta isinya
yang bersifat mendadak serta menimbulkan gejala lokal dan sistemik.1

2.2 Etiologi

Penyebab tersering dari timbulnya akut skrotum adalah :2

A. Infeksi, seperti epididimitis, epididimoorchitis, orchitis


B. Trauma, seperti saat berolahraga, bersepeda
C. Torsio, seperti torsio testis, torsio appendiks testikularis

Penyebab lain yang jarang menimbulkan akut skrotum adalah :2

A. Tumor testis
B. Hernia inguinalis inkarserata
C. Kerusakan Nervus Pudendus (bicycle seat neuropathy), akibat lomba balap sepeda, lomba
pacu kuda, konstipasi berkepanjangan, dll
D. Tindakan Pembedahan, seperti pada post operasi hernia, post operasi vasektomi
E. Batu Ginjal
F. Benjolan yang disertai dengan rasa tidak nyaman, berupa hidrokel, varikokel,
spermatokel, dll.
2.3 Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis dari akut skrotum dilakukan melalui :7
1. Anamnesa
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah :
 Usia pasien
Torsio testis lebih banyak terjadi pada bayi dan anak laki-laki post pubertas.
Henoch-scchonlein purpura dan torsio appendiks testis terjadi pada anak laki-laki
prepubertas dan epididimitis dapat dijumpai pada anak laki-laki postpubertas.
Henoch-schonlein purpura sebagai bagian dari proses infeksi sistemik yang
menimbulkan vaskulitis sering menyebabkan epididimitis dimana 38% anak-anak
yang menderita Henoch-scchonlein purpura juga mengalami nyeri pada skrotumnya.
 Onset dan durasi nyeri
Torsio testis biasanya dimulai dengan nyeri yang mendadak seolah-olah ada tombol
yang terlempar dimana hal ini disebabkan oleh puntiran pada funikulus spermatikus
yang terjadi tiba-tiba sehingga membuat testis terangkat mendadak, nyeri semakin
memberat dan pasien merasa sangat tidak nyaman. Bila terdapat nyeri yang tidak
terlalu berat dan tidak terlalu ringan (menengah) dan terjadi dalam beberapa hari
cenderung mengarahkan kepada epididimitis ataupun torsio appendiks testis.
 Riwayat trauma
Adanya riwayat trauma tidak mengesampingkan diagnosis torsio testis. Terjadinya
trauma pada skrotum saat berolahraga sering menimbulkan nyeri dalam waktu
singkat. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut bila didapatkan adanya nyeri
menetap setelah satu jam dari terjadinya trauma untuk mengesampingkan diagnosis
ruptur testis dan torsio akut.
 Adanya riwayat hidrokel saat lahir serta undescensus testis dapat menjadi
predisposisi terjadinya hernia inguinalis ataupun torsio testis.
 Adanya gejala pada infeksi pada traktus urinarius lebih mengarahkan diagnosa
kepada epididimitis ataupun orkhitis. Gejala ini juga diikuti oleh gejala sistemik
seperti demam, nyeri perut, mual atau muntah serta adanya riwayat pernah menderita
infeksi pada traktus urinarius, pemasangan alat pada saluran kemih, trauma maupun
tindakan pembedahan. Kebanyakan proses inflamasi yang terjadi pada anak-anak
tidak hanya berhubungan dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri tapi juga
disebabkan oleh virus, trauma, atau adanya refluks urin.

2. Pemeriksaan Fisik

 Dilakukan pemeriksaan terhadap abdomen untuk mencari adanya nyeri pada regio
flank dan distensi vesika urinaria.
 Pemeriksaan pada region inguinal dilakukan untuk menentukan secara jelas adanya
hernia inguinalis, bengkak maupun eritema.
 Pemeriksaan pada genitalia dimulai dengan melakukan inspeksi pada skrotum.
Kedua sisi diperiksa untuk melihat adanya perbedaan ukuran yang nyata, derajat
bengkak, eritema, perbedaan ketebalan kulit dan posisi testis. Terdapatnya bengkak
yang unilateral tanpa diikuti perubahan warna kulit menandakan adanya hernia atau
hidrokel. Bila kulit skrotum terlihat mengkilat, gambaran blue dot sign dari testis
ataupun appendiks epididimis yang infark akan terlihat. Palpasi dimulai dari daerah
inguinal untuk menyingkirkan hernia inguinalis inkarserata. Kemudian dilanjutkan
dengan mempalpasi di daerah funikulus. Adanya funikulus spermatikus yang
menebal dan teraba lembut mendukung torsio testis, sedangkan bila teraba lembut
saja mengindikasikan epididimitis. Anak laki-laki diperiksa sambil berdiri sehingga
dapat dilihat posisi testis. Adanya peninggian dari salah satu testis menandakan
adanya torsio testis.
 Pemeriksaan refleks kremaster. Refleks kremaster negatif pada torsio testis dan tetap
positif pada torsio appendiks epididimis.
 Pemeriksaan transiluminasi untuk membedakan hidrokel dengan hernia.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan urin dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa infeksi traktus urinarius


pada pasien dengan nyeri akut pada skrotum. Pyuria dengan atau tanpa bakteri
mengindikasikan adanya suatu proses infeksi dan mungkin mengarah kepada epididimitis.
Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan darah dan sediment urin.11,12

4. Pemeriksaan Radiologis

Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :11,12

1. Color Doppler Ultrasonography

• Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis.

• Merupakan Gold Standar untuk pemeriksaan torsio testis dengan sensitivitas 82-


90% dan spesifitas 100%.

• Pemeriksaan ini menyediakan informasi mengenai jaringan di sekitar testis


yang echotexture

• Ultrasonografi dapat menemukan abnormalitas yang terjadi pada skrotum seperti


hematom, torsio appendiks dan hidrokel.
• Pada torsio testis, akan timbul keadaan echotexture selama 24-48 jam dan adanya
perubahan yang semakin heterogen menandakan proses nekrosis sudah mulai terjadi.

2. Nuclear Scintigraphy

• Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk melihat


aliran darah testis.

• Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah


yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.

• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia


akibat infeksi.

• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu

• Adanya daerah yang mengandung sedikit proton pada salah satu skrotum merupakan
tanda patognomonik terjadinya torsio.

2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan akut skrotum tergantung dari diagnosis yang ditegakkan. Penyebab


terbanyak yang menimbulkan keluhan nyeri akut pada skrotum dijabarkan sebagai berikut :

EPIDIDIMITIS

1. Definisi

Epididimitis adalah suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada epididimis. Reaksi
inflamassi ini dapat terjadi secara akut atau kronis.4

2. Patogenesis

Diduga reaksi inflamasi ini berasal dari bakteri yang berada di dalam buli-buli,
prostat, atau uretra yang secara ascending menjalar ke epididmis. Dapat pula terjadi refluks
urin melalui duktus ejakulatorius atau penyebaran bakteri secara hematogen atau langsung ke
epididimitis seperti pada penyebaran kuman tuberculosis.
Mikroba penyebab infeksi pada pria dewasa muda (< 35 tahun) yang tersering adalah
Chlamydia trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae,sedangkan pada anak-anak dan orang tua
yang tersering adalah E.coli atau Ureaplasma ureaitycum.4

3. Gambaran Klinis

Epididmis akut adlah salah satu keadaan akut skrotum yang sulit dibedakan dengan
torsio testis. Pasien mengeluh nyeri mendadak pada daerah skrotum, diikuti dengan bengkak
pada kauda hingga kaput epididimis. Tidak jarang disertai demam, malese, dan nyeri
dirasakan hingga ke pinggang.4

4. Tanda Klinis

Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik
adalah:8,9,10

 Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis
sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis
membengkak di permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari,
epididimis dan testis tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi
testis. Kulit skrotum teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan
infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.
 Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal
 Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke
atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun
pemeriksaan ini kurang spesifik.
 Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.
 Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya
pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.
 Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan
 Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus
urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dll.
5. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu


infeksi adalah:9,10

 Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the


left (10.000-30.000/µl)
 Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi
 Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
 Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae
 Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita

6. Pemeriksaan Radiologis

Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :9

1.  Color Doppler Ultrasonography

• Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih
banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum
lainnya.

• Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti
ukuran bayi berbeda dengan dewasa)

• Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada


arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung
meningkat.

• Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai
komplikasi dari epididimitis.

• Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang
disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan
gambaran echoyang heterogen pada ultrasonografi.
= 2.   Nuclear Scintigraphy

• Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk


mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai
ultrasonografi.

• Pada epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras

• Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat
infeksi.

• Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu

• Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan
interpretasi

3. Vesicouretrogram (VCUG), cystourethroscopy, dan USG abdomen

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali kongenital pada pasien
anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

7. Diagnosis

Diagnosis epididimitis dapat ditegakkan melalui :

a. Anamnesa

b. Pemeriksaan fisik

c. Pemeriksaan Laboratorium

d. Pemeriksaan penunjang lainnya

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan


bedah, berupa :
a. Penatalaksanaan Medis

Pemilihan antibiotika tergantung pada kuman penyebab infeksi. Pada passion yang
berusia dibawah 35 tahun dengan perkiraan kuman penyebabnya adalah Chlamydia
trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae, antibiotik yang dipilih adalah:4

 Amoksisilin dengan disertai probenesid


 Atau ceftriaxone yang diberikan secara intravena
 Selanjutnya diteruskan dengan doksisiklin atau eritromisin per oral selama 10 hari.
 Terapi simtomatis untuk menghilangkan nyeri: memakai celana ketat agar testis
terangkat (terletak lebih tinggi), mengurangi aktivitas, atau pemberian anastesi lokal/
topikal. Untuk mengurangi pembengkakan dapat dikompres dengan es.

b. Penatalaksanaan Bedah

Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :11

Scrotal exploration

Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan
intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.

 Epididymectomy

Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.

 Epididymotomy

Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.


ORCHITIS
1. Anatomi Dan Fisiologi Testis
Testis merupakan organ kelamin pria, terletak dalam scrotum. Testis akan turun
sekitar umur janin 7 bulan menuju scrotum melalui canalis inguinalis dibawah pengaruh
hormon testosterone dari testis.12
Testis sinistra biasanya terletak lebih rendah daripada testis dextra. Masing-masing
testis dikelilingi capsula fibrosa yang kuat disebut tunica albuginea. Dari permukaan
dalam capsula terbentang banyak septa fibrosa yang membagi bagian dalam testis
menjadi lobules-lobulus testis. Didalam setiap lobules terdapat 1-3 tubuli seminiferi yang
berkelok-kelok. Tubuli seminiferi bermuara ke rete testis, ductuli efferentes, dan
epididimis.12
Pengaturan suhu testis didalam scrotum dilakukan oleh kontraksi musculus dartos
dan cremaster yang apabila berkontraksi akan mengangkat testis mendekat ke tubuh.
Temperatur testis dalam scrotum selalu dipertahankan dibawah temperature suhu tubuh
2-3 ⁰C untuk kelangsungan spermatogenesis. Molekul besar tidak dapat menembus ke
lumen (bagian dalam tubulus) melalui darah, karenaadanya ikatan yang kuat antar sel
sertoli yang disebut sawar darah testis. Fungsi dari sawar darah testis adalah untuk
mencegah reaksi auto-imun. Tubuh dapat membuat antibodi melawan spermanya sendiri,
maka hal ini dicegah dengan sawar.12
Selama masa pubertas, testis berkembang untuk memulai spermatogenesis. Testis
berperan pada sistem reproduksi dan sistem endokrin. Fungsi testis:
-          Spermatogenesis terjadi dalam tubulus seminiferus, diatur FSH
-          Sekresi testosterone oleh sel leydig, diatur oleh LH

Gambar 1: Anatomi Testis


2. Definisi
Orchitis adalah suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasanya disebabkan oleh
faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta, parasit, traumatis, kimia atau faktor yag tidak
diketahui.13
Orchitis adalah peradangan testis yang jika bersama dengan epididimitis menjadi
epididimoorkitis dan merupakan komplikasi yang serius dari epididimitis.14

Gambar 2: Orchitis

3. Klasifikasi
Menurut Price, 2005 infeksi testis diklasifikasikan sebagai:
1. Orchitis viral
2. Orchitis bacterial piogenik atau orchitis granulomatosa

4. Etiologi14
Virus adalah penyebab orchitis yang paling sering. Orchitis parotiditis adalah infeksi
virus yang paling sering terlihat, walaupun imunisasi untuk mencegah parotiditis pada
masa anak-anak telah menurunkan insiden. 20-30% kasus parotiditis pada orang dewasa
terjadi bersamaan dengan orchitis, terjadi bilateral pada sekitar 15% pria dengan orkitis
parotiditis. Pada laki-laki pubertas atau dewasa, biasanya terdapat kerusakan tubulus
seminiferus dengan resiko infertilitas, dan pada beberapa kasus, terdapat kerusakan sel-sel
leydig yang mengakibatkan hipogonadisme difesiensi testosterone. Orchitis paroditisis
jarang terjadi pada laki-laki prapubertas, namun bila ada, dapat diharapkan kesembuhan
yang sempurna tanpa disfungsi testiskular sesudahnya. Virus lain yang dapat
menyababkan orchitis dan memberikan gambaran klinis yang sama adalah : virus
Coxsakie B, Varisela, dan mononukleosis.
Orchitis bakterial piogenik disebabkan oleh bakteri (Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Pseudmonas aeruginosa) dan infeksi parasitik (malaria, filariasis,
skistosomiasis, amebiasis) atau kadang-kadang infeksi riketsia yang ditularkan pada
epididimitis. Seseorang dengan orchitis parotiditis terlihat sakit akut dengan demam
tinggi, edema, peradangan hidrokel akut, dan terdapat nyeri skrotum yang menyebar ke
kanalisis inguinalis. Komplikasinya termasuk infark testis, abses, dan terdapatnya pus
dalam skrotum.
Orchitis granulomaktosa dapat disebabkan oleh sifilis, penyakit mikrobakterial,
aktinomikosis, penyakit jamur, mycobacterium tuberculosis, dan mycobacterium leprae.
Infeksi dapat menyebar melalui funikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran
selanjutnya melibatkan epididimis dan testis, kandung kemih, dan ginjal.

5. Patofisiologi
Kebanyakan penyebab orchitis pada laki-laki yang sudah puber adalah gondongan
(mumps), dimana manifestasinya biasanya muncul mendadak dalam 3 sampai 4 hari
setelah pembengkakan kelenjar parotis. Virus parotitis juga dapat mengakibatkan orchitis
sekitar 15 % – 20% pria  menderita orchitis akut bersamaan dengan parotitis. Anak laki-
laki pra pubertas dengan orchitis parotitika dapat diharapkan untuk sembuh tanpa disertai
disfungsi testis. Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulus
seminiferus dan pada beberapa kasus merusak sel-sel leydig, sehingga terjadi
hipogonadisme akibat defisiensi testosteron. Ada resiko infertilitas yang bermakna pada
pria dewasa dengan orchitis parotitika. Tuberkukosis genitalia yang menyebar melalui
darah biasanya berawal unilateral pada kutub bawah epididimis. Dapat terbentuk nodula-
nodula yang kemudian mengalami ulserasi melalui kulit. Infeksi dapat menyebar melalui
fenikulus spermatikus menuju testis. Penyebaran lebih lanjut terjadi pada epididimis dan
testis kontralateral, kandung kemih, dan ginjal.14

6. Tanda dan gejala14


Tanda dan gejala orchitis berkisar dari ketidaknyamanan ringan pada testikular dan
edema hingga nyeri testicular yang parah dan terbentuknya edema dalam waktu sekitar 4
hingga 6 hari setelah awitan penyakit dengan demam tinggi, mual, dan muntah.
Gejala yang dirasakan meliputi nyeri pada testis hingga ke pangkal paha,
pembengkakan dan kemerahan pada testis, menggigil, dan demam yang dapat bilateral
atau unilateral, mual, muntah, nyeri saat buang air kecil dan nyeri saat hubungan seksual,
darah pada semen. Keadaan ini dapat berakibat steril atau impotensi. Terapi terhadap
inflamasi ini dengan istirahat di tempat tidur, kompres panas atau hangat, dan antibiotik
(bila perlu).

7. Komplikasi 14
Komplikasi dari orchitis dapat berupa:
i. Testis yang mengecil (Atrofi)
ii. Abses (Nanah) pada kantong testis
iii. Infertilitas (Sulit memiliki keturunan), terutama jika orkhitis terjadi pada kedua testis.

8. Diagnosis
1. Anamnesis
 Orchitis ditandai dengan nyeri testis dan pembengkakan.
 Nyeri berkisar dari ketidaknyamanan ringan sampai nyeri yang hebat.
 Kelelahan / mialgia
 Kadang-kadang pasien sebelumnya mengeluh gondongan
 Demam dan menggigil
 Mual
 Sakit kepala

2. Pemeriksaan Fisik
 Pembesaran testis dan skrotum
 Erythematous kulit skrotum dan lebih hangat.
 Pembengkakan KGB inguinal
 Pembesaran epididimis yang terkait dengan epididymo-orchitis
3. Pemeriksaan Penunjang
 Diagnosis orchitis lebih dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
 Pemeriksaan darah tidak dapat membantu menegakkan diagnosis orchitis.
 USG dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan torsio testis.

9. Tatalaksana14
Pengobatan suportif: Bed rest, analgetik, elevasi skrotum. Yang paling penting adalah
membedakan orchitis dengan torsio testis karena gejala klinisnya hampir mirip. Tidak ada
obat yang diindikasikan untuk pengobatan orchitis karena virus. Pada pasien dengan
kecurigaan bakteri, dimana penderita aktif secara seksual, dapat diberikan antibiotik
untuk menular seksual (terutama gonore dan klamidia) dengan ceftriaxone, doksisiklin,
atau azitromisin. Antibiotik golongan  Fluoroquinolon tidak lagi direkomendasikan oleh
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) untuk pengobatan gonorrhea karena
sudah resisten.   
Contoh antibiotik:
1. Ceftriaxone
Sefalosporin generasi ketiga dengan spektrum luas, aktivitas gram-negatif;
efikasi lebih rendah terhadap organisme gram-positif.  Menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat satu atau lebih penicillin-binding
proteins. Dewasa
 IM 125-250 mg sekali, anak : 25-50 mg / kg / hari IV; tidak melebihi 125 mg / d
2. Doxycycline
 Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat
30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri. Digunakan dalam kombinasi
dengan ceftriaxone untuk pengobatan gonore. Dewasa cap 100 mg selama 7
hari, Anak: 2-5 mg / kg / hari PO dalam 1-2 dosis terbagi, tidak melebihi 200 mg
/ hari
3. Azitromisin
Mengobati infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh strain rentan
mikroorganisme. Diindikasikan untuk klamidia dan infeksi gonorrheal pada
saluran kelamin. Dewasa 1 g sekali untuk infeksi klamidia, 2 g sekali untuk
infeksi klamidia dan gonokokus. Anak: 10 mg / kg PO sekali, tidak melebihi 250
mg / hari
4. Trimetoprim-sulfametoksazol
Menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis asam
dihydrofolic.  Umumnya digunakan pada pasien > 35 tahun dengan orchitis.
Dewasa 960 mg q12h untuk 14 hari. Anak 15-20 mg / kg / hari, berdasarkan
TMP, PO tid / qid selama 14 hari
5. Ciprofloxacin
Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonas, streptococci, MRSA, S
epidermidis, dan gram negatif sebagian besar organisme, namun tidak ada
aktivitas terhadap anaerob.  Menghambat sintesis DNA bakteri dan akibatnya
pertumbuhan bakteri terhambat. Dewasa tab 500 mg PO selama 14 hari. Anak
tidak dianjurkan

TORSIO TESTIS

1. Definisi

Torsio testis adalah terpuntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya


gangguan aliran darah pada testis.4

2. Anantomi
Testis normal dibungkus oleh tunika albugenia. Pada permukaan anterior dan lateral,
testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan
viseralis yang langsung menempel ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis
yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum. Pada masa janin dan neonatus
lapisan parietal yang menempel pada muskulus darto masih belum banyak jaringan
penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan
memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada
keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.4

Gambar . Torsio Testis

3. Etiologi

Etiologi terjadinya torsio testis adalah :9

 Anomali kongenital : kriptorkidismus, Undesensus Testis

 Aktivitas seksual dan aktivitas yang berlebihan

 Trauma tumpul yang mengenai skrotum

 Perubahan suhu yang mendadak

 Ketakutan, batuk
 Celana yang terlalu ketat

4. Patogenesis

Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan


menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya
kelainan system penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika
bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan itu antara lqain adalah perubahan susu yang mendadak (seperti saat berenang),
ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma
yang mengenai skrotum.

Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis


sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan
mengalami nekrosis.4

5. Gejala Klinis

Pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti
pembengkakan pada testis. Nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah bawah
sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Pada bayi
gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui.4

6. Tanda Klinis

Pada permulaan testis teraba agak bengkak dengan nyeri tekan dan terletak agak
tinggi di skrotum, testis letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal dari testis kontra lateral.,
pada torsi yang baru terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus
spermatikus. Kulit skrotum menjadi udem, berwarna merah sehingga menyulitkan palpasi
serta hilangnya refleks kremaster, dan Phren sign positif.9

Torsio testis yang terjadi pada masa prenatal memiliki tanda berupa massa di skrotum
yang berbentuk bulat dan keras dan pemeriksaan transiluminasi bernilai negatif.15

7. Pemeriksaan Laboratorium16
 Hasil pemeriksaan urinalisis biasanya normal, namun pada 30% kasus, ditemukan
adanya leukosit pada urin.

 Pada pemeriksaan darah, didapatkan hasil yang normal, namun pada 60% kasus torsio
terdapat peningkatan leukosit yang menandakan telah terjadi proses infeksi

 Pemeriksaan C-Reactive Protein (protein fase akut) dapat digunakan untuk membantu


membedakan inflamasi yang disebabkan oleh epididimitis dan proses noninflamasi
yang disebabkan oleh torsio testis. Peningkatan nilai CRP menunjukkan adanya suatu
proses peradangan akut.

8. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologist yang dapat digunakan untuk membantu menegakkan


diagnosa torsio testis adalah :9

 Color Doppler Ultrasonography

- Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah arteri yang menuju
testis sehingga dapat diketahu kelainan yang terjadi pada testis dan pembuluh darahnya.

- Gambaran dari terganggunya aliran darah testis saat terjadi torsio testis tergantung dari
durasi terjadinya torsio.

- Pada torsio yang terjadi kurang dari 6 jam, testis yang terkena akan menunjukkan
gambaran berupa sedikit pembesaran testis dengan sedikit penurunan echogenicity.
Setelah 24 jam, gambaran echogenicity menjadi lebih heterogen, dan hilangnya tanda-
tanda viabilitas dari testis.

- Kaput epididimis menjadi membesar karena terjadi kekusutan pada arteri yang berbeda
serta terdapat gambaran spiral yang berliku-liku pada funikulus spermatikus.

- Viabilitas dari testis dapat ditentukan dari echogenicity yang normal, tidak adanya


penebalan dinding skrotum dan ada atau tidaknya hidrokel.

- Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah sangat sulit dilakukan pada anak-anak
walaupun testis mereka dalam keadaan normal.
 Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 86%, spesifitas 100%, dan ketepatan 97%
dalam mendiagnosis torsio testis.

 Nuclear Scintigraphy

- Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat keragu-raguan dalam melihat aliran darah testis
sehingga tidak salah dalam membedakan torsio testis dengan kondisi lainnya.

- Gambaran scan dapat dikatakan abnormal bila terdapat penurunan penangkapan proton pada
testis yang terkena. Gambaran ini menunjukkan tidak adanya aliran darah pada daerah
tersebut.

- Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 90-100% dalam melihat aliran darah testis.

9. Diagnosis

Diagnosis torsio testis dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik saja
namun bila terdapat keragu-raguan dapat dilakukan konfirmasi diagnosis dengan
menggunakan pemeriksaan penunjang lainnya.16

10. Diagnosis Banding

Diagnosis banding torsio testis adalah semua keadaan darurat dan akut di dalam
skrotum seperti hernia inguinalis inkarserata, epididimitis akut, hidrokel terinfeksi, tumor
testis, dan edema skrotum.4

11. Penatalaksanaan

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi torsio testis adalah:4

 Terapi konservatif berupa Detorsi manual yaitu mengembalikan testis ke posisi awalnya
dengan memutar ke arah beralawanan dengan arah torsi. Tindakan ini cukup menyakitkan
dan memerlukan tindakan bedah definitif lanjutan untuk memfiksasi testis. Hilangnya
nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil.

 Tindakan Operasi
Tindakan operasi dilakukan tergantung dari usia pasien dilakukan orchidopeksi bila testis
masih dapat diselamatkan dan orchidektomi bila testis sudah nekrosis.

12. Komplikasi

Terdapat banyak kemungkinan yang dapat terjadi akibat komplikasi dari torsio testis.
Komplikasi tersebut dapat berupa kematian jaringan testis, infeksi, gangguan fertilitas, dan
gangguan kosmetik. Fungsi dari sistem eksokrin dan endokrin juga mengalami penurunan
sebagai akibat dari torsio testis. Penurunan fungsi ini diukur dari adanya abnormalitas analisa
semen yang dapat dipicu oleh karena adanya injuri yang berulang, keadaan patologi yang
terjadi di funikulus spermatikus karena torsio testis, atau dapat juga karena perubahan
patologi di kontralteral testis akibat retensi dari testis yang mengalami torsio. Gangguan
fertilitas sebagai akibat dari komplikasi selain diakibatkan oleh karena kematian sel dan
jaringan testis juga diduga dikarenakan oleh mekanisme autoimun yang menyerang tubulus
seminiferous. Manifestasi dari proses ini akan menurunkan fertilitas dari testis

Pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis


(orkidektomi) kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateralnya. Testis yang
mengalami nekrosis jika dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya
antibody antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari. 4

TRAUMA TESTIS

1. Definisi

Trauma testis didefinisikan sebagai trauma (dapat berupa tumpul dan tajam) yang
menimbulkan pembengkakan pada skrotum disertai hematom pada skrotum dan
intratestikular dan berbagai macam derajat ekimosis pada dinding skrotum.6

2. Etiologi

Berbagai macam jenis trauma yang terjadi pada skrotum berupa :5

Avulsi, dapat disebabkan oleh :


- Serangan binatang dan orang lain

- Kecelakaan kendaraan bermotor

- Mutilasi diri sendiri

Trauma tumpul, dapat disebabkan oleh :

- Aktivitas berolahraga

- Kecelakaan kendaraan bermotor

- Diserang oleh orang lain.

Trauma tajam (tembus), dapat disebabkan oleh :

- Diserang oleh orang lain dan binatang

- Kecelakaan kendaraan bermotor

- Memutilasi diri sendiri

3. Patofisiologi

Adanya trauma tumpul maupun trauma tajam pada daerah skrotum menimbulkan
cedera pada skrotum.6

4. Gejala Klinis

Pada ananmnesis didapatkan riwayat terjadinya trauma, tidak ada demam, dan segera
setelah terjadinya trauma timbul rasa nyeri hebat, disertai mual, muntah dan kadang
sinkop.6,10

5. Tanda Klinis

Pada inspeksi tampak ekimosis, hematom, pembesaran skrotum, luka, dan hilangnya
sebagian kulit (skin avulsi). Pada palpasi, testis dapat tidak teraba atau testis membesar dan
nyeri, didapatkan adanya cairan atau darah di dalam skrotum.6,10
6. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan urin penting untuk membedakan dengan penyebab pembesaran


intraskrotal lainnya, dan membantu mengetahui ada atau tidaknya hematuria sehingga dapat
diketahui adanya trauma pada urethra dan traktus urinarius. Kultur urin dan cairan luka
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya infeksi dan kuman penyebab infeksi.
Pemeriksaan ini penting terutama pada luka tusuk.6,10

7. Pemeriksaan Radiologis5.6

Color Doppler Ultrasonografi dengan atau tanpa kontras

- Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui organ-organ yang terkena saat trauma
tumpul terjadi, dilihat dari anatomi organ intraskrotum yang abnormal dan aliran
darah testis.

- Pemeriksaan ini sangat perlu dilakukan bila didapatkan adanya hematom intratestikular
dan ekstratestikular dengan tunika albuginea yang masih utuh.

- Tidak adanya aliran darah menuju testis mengindikasikan adanya torsio testis, vascular
avulsion, trombosis pada funiculus spermaticus sehingga perlu dilakukan penanganan
segera.

Retrograde urethrography

Pemeriksaan ini dilakukan bila dicurigai adanya suatu trauma pada urethra yang dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda trauma pada urethra seperti hematuria dan prostat
yang melayang pada pemeriksaan colok dubur.

CT Scan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat lokasi testis yang abnormal, struktur
anatomi intratestikular, dan perfusi pada setiap organ. CT scan yang dilakukan adalah CT
scan abdominopelvik.

8. Diagnosis
Diagnosis definitif trauma testis ditentukan dengan melakukan eksplorasi.
Ultrasonografi skrotum dapat memberi gambaran akurat kerusakan testis sehingga dapat
dihindari eksplorasi yang tidak perlu.10

9. Diagnosis Banding

Dengan ananmnesis yang baik mengenai riwayat trauma, pemeriksaan fisik,


laboratorium dan ultrasonografi, trauma testis dapat dibedakan dengan torsio testis, tumor
testis, epididimitis, maupun hidrokel.10

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan trauma testis dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

Konservatif

Terapi konservatif dilakukan bila hanya terjadi pembengkakan dan nyeri tekan
minimal, atau pada ultrasonografi tidak terbukti terdapat ruptur testis. Terapi konservatif
terdiri dari elevasi skrotum, aplikasi kantong es, dan pemberian antibiotik. Antibiotik
diberikan terutama pada kasus skin avulsion dan luka tusuk pada daerah skrotum.6.10

Tindakan Bedah

Tindakan bedah yang dilakukan tergantung dari jenis trauma, seperti :15

- Trauma tumpul pada skrotum

Eksplorasi skrotum dilakukan untuk menyelamatkan testis, mencegah infeksi,


mengontrol perdarahan, dan mempercepat pemulihan. Bila terjadi ruptur epididimis, maka
tindakan yang dilakukan adalah epididimektomi sedangkan bila terjadi torsio testis maka
tindakan yang dilakukan adalah orchidopexy.

- Trauma tusuk (tembus) pada skrotum

Bila terjadi ruptur total pada pembuluh darah, dapat dilakukan reanastomosis
mikrovaskular, sedangkan bila terjadi trombosis pada funikulus spermatikus, maka perlu
dilakukan mikroreimplantasi.
- Skin avulsion

Pada keadaan ini yang perlu dilakukan pertama kali adalah debridement. Bila hanya
kehilangan sebagian besar, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah melakukan penutupan
dengan menjahitkan antar bagian luka dengan benang yang diserap dan menggunakan jarum
yang atraumatik. Bila kulit yang hilang hampir seluruhnya maka perlu dilakukan skin
grafting.

11. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin timbul akibat terjadinya trauma pada skrotum adalah :6

Infeksi dan timbulnya jaringan nekrotik

Fourniers’s gangren

Atrofi testis

12. Prognosis

Viabilitas dari skrotum sangat tergantung pada devaskularisasi jaringan yang baik.6

HERNIA INGUINALIS INKARSERATA

1. Definisi

Hernia inguinalis inkarserata adalah suatu hernia ireponibilis yang sudah mengalami
gangguan vaskularisasi, disertai tanda-tanda ileus obstruktif akibat terjepitnya usus di dalam
anulus inguinalis. Hernia ireponibilis keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah
lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis dan tidak dapat kembali ke cavum
abdominalis kecuali dengan bantuan operasi.. Kanalis inguinalis adalah saluran yang
berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis dari perut ke dalam skrotum
sesaat sebelum bayi dilahirkan.17

2. Anatomi

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang


merupakan bagian terbuka dari fasia tranversalis dan aponeurisis m.transversus abdominis, di
medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis
eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis m.oblikus eksternus, dan didasarnya terdapat
ligamentum inguinale. Kanal berisi funikulus spermatikus pada pria, dan ligamentum
rotundum pada wanita.17

Nervus ilioinguinalis dan iliofemoralis mempersarafi otot di regio inguinalis, sekitar


kanalis inguinalis, dan funikulus spermaticus, serta sensibilitas kulit di regio inguinalis,
skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.17

3. Etiologi

Terjadinya hernia inguinalis inkarserata disebabkan oleh terjepitnya usus pada kanalis
inguinalis sehingga menyebabkan timbulnya gangguan vaskularisasi dan tanda-tanda ileus
obstruktif.17

4. Patofisiologi

Terjepitnya isi hernia pada annulus inguinalis akan menyebabkan gangguan perfusi
jaringan isi hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ
atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem
menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah
jaringan terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa
cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya
dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga
perut.17

5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran
obstruksi usus seperti perut kembung, muntah, obstipasi, dengan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit, dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasi
terjadi gangguan toksik akibat gangrene, gambaran klinik menjadi komplek dan sangat serius.
Penderita mengeluh nyeri lebih hebat di tempat hernia, nyeri akan menetap karena
rangsangan peritoneum, dan pasien menjadi lebih gelisah disertai demam dan menggigil.17

6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tanda-tanda dehidrasi dan peningkatan suhu
tubuh. Pada inspeksi yang ditemukan adalah benjolan kemerahan yang tidak dapat
dimasukkan lagi, pada palpasi didapatkan nyeri tekan di daerah skrotum dan distensi
abdomen, pada perkusi abdomen didapatkan perut kembung dan hipertimpani, sedangkan
pada auskultasi didapatkan hiperperistaltik usus dan metallic sound. Dapat dijumpai tanda
peritonitis atau abses lokal bila telah terjadi komplikasi.17

7. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik.17

8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari hernia inguinalis inkarserata adalah keluhan akut skrotum
lainnya dan ileus obstruktif.17

9. Penatalaksanaan19,26

Penanganan Hernia Inkarserata

• Tidak ada terapi konservatif untuk hernia jenis ini. Yang harus dilakukan adalah operasi
secepatnya untuk menghilangkan ileus.

• Jenis operasi :

a. Herniotomi

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya. Kantong


dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia
dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong

b. Hernioplasti

Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan


memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam
mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode
hernioplastik seperti memperkecil anulus inguinalis internus dangan jahitan terputus,
menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus internus
abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke
ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m.
transversus abdominis, m.oblikus internus abdominis ke ligamentum cooper pada metode Mc
Vay. Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis
seperti mersilene, prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.

• Pada hernia inkarserata dapat diperkirakan hal-hal yang akan terjadi pada isi hernia
berdasarkan perhitungan waktu, yaitu :

- kurang dari 24 jam setelah diagnosis, dapat dianggap isi hernia baru saja terjepit

- 24-48 jam : isi hernia mulai mengalami iskemik

- 48-72 jam : mulai terjadi ganggren

- 3 hari : isi hernia nekrosis

• Selain dengan perhitungan waktu, keadaan isi hernia juga dapat dilihat dari :

- warna usus (membiru, iskemik atau nekrosis)

- penilaian vaskularisasi

Untuk penilaian vaskularisasi berikan NaCl hangat selama 5 menit pada usus, bila
terjadi perubahan warna dari kebiruan menjadi kemerahan berarti usus masih baik (viable)
bila setelah pemberian NaCl hangat warna usus tetap biru berarti usus telah mengalami
nekrosis (non-viable), harus direseksi secara end to end

- kemampuan peristaltik usus

bila setelah pemberian NaCl hangat terjadi peristaltik berarti keadaan usus masih baik
(viable)

• Bila keadaan umum pasien baik tetapi ususnya non-viable, maka setelah herniotomi
dilakukan reseksi usus non-viable tadi lalu lubang hernia ditutup dengan hernioraphy dan
hernioplasty.
• Bila keadaan umum pasien jelek, usus non-viable, maka untuk tahap awal tetap dilakukan
herniotomy kemudian usus yang non-viable tadi dikeluarkan dan diletakkan di atas paha yang
dikenal dengan istilah VORLAGERUNG (letakkan di muka/ di luar). Dibuat lubang pada usus
untuk keluarnya feses. Setelah keadaan umum pasien membaik baru operasi dapat
dilanjutkan.

• Indikasi Vorlagerung :

- usus non-viable

- KU pasien jelek

- Narcose (pembiusan) yang lama

Penatalaksanaan hernia inguinalis inkarserata pada anak dilakukan dengan pasien dipuasakan,
dipasang sonde lambung, infus rumatan dan disuntikkan sedatif sampai pasien tertidur dalam
posisi Tredelenberg. Dengan tertidur, diharapkan tekanan intraperitoneal akan normal
kembali dan diharapkan isi kantong hernia akan masuk kembali ke rongga peritoneal. Bila
dalam waktu 6 jam setelah pasien tertidur, hernia tidak berhasil direduksi, herniotomi harus
dilakukan dengan segera.27

Pada bayi dan anak yang mempunyai anatomi inguinal yang normal, tindakan herniotomi
hanya terbatas pada ligasi tinggi, memisahkan sakus, dan mengecilkan annulus inguinalis ke
ukuran yang semestinya.27

10. Komplikasi

Komplikasi hernia inguinalis inkarserata adalah infeksi, hematom skrotalis, hidrokel,


hernia inguinalis rekurens, dan bila isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang
akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan
rongga perut.27

11. Prognosis

Prognosis hernia inguinalis inkarserata tergantung dari lamanya isi hernia terjepit dan
penanganan yang diberikan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Perbaikan klasik
memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3% dalam jarak waktu 10 tahun kemudian.
Kekambuhan disebabkan oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang
kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang
sudah diperkirakan, lebih umum dalam pasien dengan hernia direk, khususnya hernia direk
bilateral. Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung
proksimal kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio
tuberkulum pubikum, dimana tegangazvcn garis jahitan adalah yang terbesar.17

BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Akut skrotum merupakan suatu keadaan timbulnya gejala nyeri dan bengkak pada
skrotum beserta isinya yang bersifat mendadak dan disertai gejala lokal dan sistemik yang
memerlukan penanganan yang segera tepat, dan adekuat. Menentukan diagnosis akut skrotum
bukanlah suatu hal yang mudah karena akut skrotum dapat ditimbulkan oleh berbagai macam
sebab dan area pemeriksaan yang lunak membuat pemeriksaan klinis menjadi lebih sulit
sehingga perlu diketahui lebih banyak tentang ciri-ciri yang membedakan dari tiap faktor
penyebab.
DAFTAR PUSTAKA

1. Yusuf Hakan Çavusoglu. Acute scrotum : Etiology and Management. Ind J Pediatrics


2005;72(3):201-4

2. Stanley J. Swierzwieski. Testicular pain/Scrotal Pain.


2007. http://www.urologychannel.com

3. Anonymous. Epididimitis. 2008. http://www.wikipedia.org

4. Edmund S Sabanegh. Epididimitis. 2008. http://www.emedicine.com

5. Eugene Minevich. Testicular Torsion. 2007. http://www.emedicine.com

6. Anonymous. Epididimitis and Orchitis. 2008. American Urology


Association. http://www.urologyhealth.com

7. Timothy J Rupp. Testicular Torsion. 2006. http://www.emedicine.com

8. Corinne Deurdulian, et al. US Acute Scrotal Trauma: Optimal Technique, Imaging,


Findings and Management, Radiographics 2007;27:357-69

9. Robert A Mevorach, MD. Scrotal Trauma. 2007. http://www.emedicine.com

10. Anonymous. Hernia. 2007. http://www.wikipedia.org


11. Laris E. Galejs and Evan J. Kass. Diagnosis and Treatment of Acute Scrotum. AAFP J
1999;19(4)

12. Oren F. Miller. Acute Scrotum. Pediatric Urology of Oklahoma 2006

13. Anonymous. Evaluation of the Acute Scrotum. 1999. http://www.urologyweb.com

14. Anonymous. Acute Scrotal Pain. 2007. http://www.imagingpathways.health.wa.gov.au

15. John N. Krieger. Epididimitis. Dalam: Smith’s General Urology 6th ed. 2003.h189-95

16. Francis X. Schneck, Mark F. Bellinger. Abnormalities of the testis and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh : Campbell’s Urology 8th ed. 2002.h267-77

17. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi revisi. 1997, EGC Jakarta

18. Anonymous. Epididimitis and Orchitis. 2008. American Urology


Association. http://www.urologyhealth.com

19. G.A Luzz, T.S. O’Brein. Acute Epididymitis. BJU Int. 2001;87,747-755

20. Anonymous. Picture Torsio Testis. 2008. http://www.medicastore.com

21. Stanley J. Swierzwieski. Testicular pain/Scrotal Pain.


2007. http://www.urologychannel.com

22. Giovanni Grechi, Vincenzo Li Marzi. Testicular Torsion in Glenn’s Urology Surgery


5th ed. 1998, h.70-5

23. Anonymous. Testicular Torsion. 2007. http://www.wikipedia.org

24. Gerald H. Jordan. Scrotal Trauma in Glenn’s Urology Surgery 5th ed. 1998, h.222-31

25. Jack W. McAnich. Injuries to the scrotum in Smith’s General Urology 6 th ed. 2003.h222-
35

26. Valerie J. Halpin, L. Michael Brunt. Hernias in Washington Manual Surgery. 2002.h89-


95
27. Arif, Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. 2000, Media Aesculapius. Jakarta, h.313,383

Anda mungkin juga menyukai