Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil penilaian wawancara kerja antara
kandidat yang diwawancarai dengan teknik situational dengan behavioral. Penelitian ini
menggunakan desain between subject yang mana terdapat dua kelompok dan mendapatkan
perlakuan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan kepada 110 partisipan mahasiswa psikologi
Universitas Brawijaya yang telah lulus mata kuliah Psikodiagnostik III (Wawancara).
Partisipan dalam eksperimen ini mendapat dua perlakuan, yaitu diberi tontonan video
wawancara dengan kandidat yang diwawancarai menggunakan teknik wawancara situational
dan video wawancara dengan kandidat yang diwawancarai menggunakan teknik wawancara
behavioral. Setelah menonton video, partisipan diminta untuk memberi penilaian terhadap
kandidat tersebut. Hasil analisis statistik menggunakan teknik independent sample t-test
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil penilaian wawancara
kandidat yang diwawancarai dengan teknik wawancara situational dan behavioral, di mana
kandidat yang diwawancara dengan teknik situational memperoleh penilaian lebih rendah
secara signifikan daripada kandidat yang diwawancarai dengan teknik behavioral (F=0.001,
P<0.05).
Kata kunci: bias wawancara; penilaian wawancara; teknik wawancara
17
BIAS WAWANCARA
dengan standar yang telah ditetapkan (Barrick, teknik wawancara behavioral (Klehee,
Shaffer, & Degrassi, 2009). Latham, Saari, Pursell, & Campion, 1980).
Teknik wawancara situational dan wawancara
Penilaian atau rating interviu dalam
behavioral telah muncul sebagai format utama
wawancara kerja mempunyai beberapa faktor
untuk melakukan wawancara terstruktur
kendala baik dari pewawancara maupun
modern (Arvey & Campion, 1982).
terwawancara. Eder dan Harris (2006)
menyatakan bahwa terdapat kelebihan dan Masing-masing teknik wawancara
kekurangan dalam melakukan penilaian memiliki tujuan tersendiri. Tujuan utama dari
wawancara kerja, di antaranya adanya bias teknik wawancara behavioral menurut Arvey
penilaian yang dilakukan tim penilai. Bias dan Campion (1982) adalah untuk
terjadi ketika seseorang mengungkapkan mengumpulkan informasi dari calon pelamar
gambaran yang salah atau keliru tentang tentang perilaku mereka yang sebenarnya
keadaan sebenarnya (Wirawan, 2012). Bias selama pengalaman masa lalu. Sementara
dalam wawancara bisa dilakukan oleh kedua menurut Campion, Campion dan Palmer
belah pihak, yaitu pihak terwawancara dan (1997), pertanyaan-pertanyaan dalam teknik
pewawancara. Bias yang bisa terjadi pada wawancara situational didasarkan pada
terwawancara adalah responden tidak perilaku yang berorientasi pada masa depan.
menjawab pertanyaan yang diberikan Tujuan dari teknik pertanyaan wawancara
pewawancara dengan jujur. Selain itu, situational adalah untuk memberikan
responden yang sebenarnya tidak memahami pertanyaan kepada individu ketika berada
isi pertanyaan tetapi enggan bertanya atau dalam situasi-situasi tertentu.
melakukan klarifikasi juga dapat Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari
menghasilkan bias pada suatu wawancara penelitian ini adalah ingin mengetahui
(Leary & Kowalski, 1990). perbedaan penilaian hasil kandidat yang
Bias wawancara yang timbul selain diwawancarai menggunakan teknik
karena faktor pewawancara dan terwawancara wawancara situational dengan behavioral.
dapat terjadi karena pengaruh faktor Peneliti berhipotesis bahwa ada perbedaan
situasional. Faktor situasional mencakup aspek hasil penilaian kandidat yang diwawancarai
tempat, waktu, dan teknik wawancara yang menggunakan teknik situational dengan
digunakan (Zajonc, 1984). Terkait aspek- behavioral.
aspek dalam faktor situasional tersebut,
Metode
peneliti akan menggunakan teknik wawancara
sebagai fokus dalam penelitian ini. Hal ini Desain penelitian
diperkuat oleh Huffcutt, Roth, Conway, dan Metode penelitian yang digunakan
Klehe (2004) yang menyatakan bahwa teknik dalam penelitian ini adalah metode penelitian
wawancara sangat berpengaruh dalam faktor eksperimen. Adapun jenis desain
situaional karena dapat melihat sikap dan eksperimental yang digunakan dalam
jawaban dari calon pelamar serta tidak jarang penelitian ini adalah desain between-subjects,
dapat menimbulkan bias (Hadi, 2004). Adapun di mana terdapat dua kelompok partisipan
teknik wawancara tersebut dibagi menjadi dua yang akan mendapatkan perlakuan yang
jenis, yaitu teknik wawancara situational dan berbeda.
MEDIAPSI 18
PRIMAGITTA DKK.
MEDIAPSI 19
BIAS WAWANCARA
MEDIAPSI 20
PRIMAGITTA DKK.
MEDIAPSI 21
BIAS WAWANCARA
Berdasarkan analisis perbandingan pada antara kedua teknik wawancara tersebut tidak
masing-masing kompetensi untuk HRD terpaut jauh. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
supervisor, terdapat perbedaan yang signifikan partisipan pada kedua teknik ini sama-sama
(p<0.05) antara hasil penilaian wawancara mampu untuk diajukan sebagai kandidat yang
teknik situational dan teknik wawancara “disarankan” berdasarkan hasil analisis
behavioral dalam kaitannya dengan menggunakan uji Chi-square yang menyatakan
kompetensi conceptual thinking, continuous bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
improvement, team work, leadership skill, antara rekomendasi aksi kandidat yang
integrity, dan drive for excellent. Sementara diwawancarai menggunakan teknik
itu, pada dua kompetensi lainnya, yaitu wawancara situational dengan teknik
managing quality dan communication, hasil wawancara behavioral.
yang ditunjukkan menyatakan bahwa tidak Teknik wawancara behavioral menurut
terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) Janz (Huffcut, dkk., 2001) merupakan jenis
antara hasil penilaian wawancara teknik teknik wawancara di mana pewawancara
situational dan teknik wawancara behavioral. berusaha untuk mencari informasi mengenai
Diskusi pengalaman di masa lalu (actual incidents)
dari kandidat. Berbeda dengan teknik
Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa
wawancara behavioral, Latham, dkk. (1980)
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
menjelaskan bahwa pada teknik wawancara
penilaian wawancara pada teknik wawancara
situational, pewawancara memberikan
situational dan teknik wawancara behavioral.
pertanyaan yang bersifat prediksi (Huffcut,
Hal ini berarti bahwa kandidat yang
dkk., 2001). Perbedaan tersebut tentunya dapat
diwawancara menggunakan teknik situational
menyebabkan lebih tingginya penilaian pada
mendapatkan nilai lebih rendah daripada
teknik wawancara behavioral karena
kandidat yang diwawancarai menggunakan
pewawancara lebih mempercayai kejadian
teknik behavioral. Hal ini dapat terjadi karena
yang sebenarnya (actual incidents) daripada
teknik wawancara behavioral memiliki
jawaban yang bersifat prediksi pada teknik
efektivitas yang lebih dalam mengungkap
wawancara situational. Hal ini bisa terlihat
kandidat dibandingkan teknik wawancara
bahwa adanya bias yang muncul pada teknik
situational (Huffcut, dkk., 2001). Pernyataan
behavioral lebih tinggi (Klehe & Latham,
tersebut didukung pula oleh hasil rekomendasi
2006).
aksi, di mana teknik wawancara behavioral
memang mendapat rekomendasi “disarankan” Tingginya bias pada teknik behavioral
lebih banyak daripada teknik wawancara ini terjadi karena teknik wawancara tersebut
situational. dapat menggali pengalaman masa lalu
kandidat sehinggga apa yang diceritakan
Berdasarkan hasil rekomendasi aksi,
tersebut merupakan apa yang pernah
diketahui bahwa pada partisipan yang
dialaminya (Klehe & Latham, 2006). Ketika
diwawancarai dengan teknik wawancara
seorang pewawancara dapat mengumpulkan
behavioral mendapatkan rekomendasi
informasi lebih banyak tentang pengalaman
“disarankan” lebih banyak daripada partisipan
masa lalu, maka tidak menutup kemungkinan
yang diwawancarai dengan teknik wawancara
akan terjadi keloggaran dalam memberikan
situational, namun selisih hasil penilaian
MEDIAPSI 22
PRIMAGITTA DKK.
penilaian. Hal ini dapat pula dikaitkan dengan kandidat didasarkan pada informasi yang
teori trustworthiness (Myers & Hansen, 2006) terbatas untuk dapat menilai pelamar kerja
yang mengatakan bahwa terdapat karakteristik yang merupakan orang asing, serta menuntut
penting untuk memahami kepercayaan terkait pengambilan keputusan yang cepat dalam
penggambaran atau pengambilan informasi waktu yang relatif singkat (Bendick & Nunes,
dari pengalaman sebelumnya. Pengalaman dan 2012). Pada pengambilan keputusan ini,
kinerja sebelumnya tersebut membuat penilai penilai biasanya akan mempertimbangkan
cenderung memberikan evaluasi yang lebih karakteristik seperti gender, etnis, jenis
positif atau lebih tinggi terhadap kompetensi kelamin, atau pengalaman masa lalu.
kandidat. Hal ini selaras dengan pernyataan Karakteristik tersebut digunakan untuk
Alarcon, Lyons, & Christensen (2016) bahwa mengambil informasi yang tersimpan di
adanya kepercayaan tersebut ditandai dengan memori otak manusia untuk
kecenderungan untuk melihat individu dari menyambungkannya dengan kemungkinan
segi kemampuan dan integritas, yang berkaitan perilaku yang sama terhadap orang asing atau
dengan menghadapi situasi atau tugas yang kandidat tersebut (MacGarty, Yzerbyt, &
diberikan sehingga dapat menimbulkan Spears, 2002).
kepercayaan dan kebenaran pada penilai dalam Penelitian selanjutnya diharapkan
individu tersebut. mampu untuk lebih mempertimbangkan
Perbandingan rerata penilaian SKK faktor-faktor lain terutama dari segi partisipan
(Standar Kompetensi Kunci) dengan kedua (yang bertindak seolah-olah menjadi
teknik wawancara menunjukkan bahwa pewawancara). Partisipan pada penelitian ini
keduanya memiliki perbedaan yang signifikan. memiliki rentang usia antara 19-23 tahun.
Hal ini berarti bahwa rerata nilai teknik Partisipan seharusnya diberikan pembekalan
wawancara behavioral dan teknik wawancara metode atau pelatihan mengenai materi
situational memiliki selisih yang lebih besar wawancara dan kompetensi yang akan
dengan SKK (Standar Kompetensi Kunci), di digunakan dalam formulir penilaian
mana hasil penilaian terhadap kandidat dengan wawancara. Hal tersebut berguna agar
teknik wawancara behavioral memiliki selisih mahasiswa yang akan menjadi partisipan dapat
yang lebih tinggi dibanding hasil penilaian memiliki pemahaman dan kemampuan
terhadap kandidat dengan teknik wawancara wawancara yang lebih baik. Jika pada
situational. Teknik wawancara behavioral penelitian ini digunakan kategori partisipan
memiliki bias yang lebih besar jika yang sama, maka pada penelitian selanjutnya
dibandingkan dengan teknik wawancara sebaiknya mempertimbangkan karakteristik
situational, sehingga dari hasil penelitian ini partisipan semisal usia, jenis kelamin,
maka teknik wawancara yang rendah akan bias angkatan, dan nilai mata kuliah
dan baik digunakan dalam manfaat praktis Psikodiagnostik III (wawancara). Selain itu,
adalah teknik wawancara situational. akan lebih pula baik jika pada penelitian-
penelitian selanjutnya dilakukan analisis
Wawancara sendiri merupakan salah
terhadap faktor-faktor yang dapat
satu metode perekrutan yang memang sangat
mempengaruhi hasil penilaian wawancara dari
rentan terhadap bias. Hal tersebut dikarenakan
proses pengambilan keputusan untuk merekrut sisi situasi yaitu, informasi pekerjaan,
informasi pelamar, serta waktu pengambilan
MEDIAPSI 23
BIAS WAWANCARA
MEDIAPSI 24
PRIMAGITTA DKK.
MEDIAPSI 25