Anda di halaman 1dari 89

KMB I

PPOK
https://drive.google.com/file/d/1r552dYdM9bWFyCDtX3XDhqhZQsFQXd3L/view

hTerminologi
Dispnea Sesak Nafas
Anoreksia Mual
Letarghi Penurunan Kesadaran (sadar tp ga sadar)
Bronkhitis Peradangan pd Bronkus
Apendiks Usus Buntu
RISKESDAS Punya data 5 tahun, yg terakhir thn 2018
 Sekumpulan penyakit paru
 Penyakit paru yg sifatnya x terasa,
PPOK
nanti ujung"nya menjadi PPOK
 Penyakit Paru Obstruksi

hPrevalensi
 15-53 % pada pria paruh umur
 8-22% pada wanita
 Menurut WHO pada 2020 dari urutan ke-12 menjadi urutan ke-5 sebagai
penyebab penyakit.
 Sebagai penyebab kematian dari ke-6 menjadi ke-3.

hPengertian
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan suatu keadaan penyakit
yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang tidak bersifat reversible
sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan berkaitan dengan
respons inflamasi abnormal pada paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(Patricia, 2011).

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang


disebabkan karena adanya obstruksi atau penyumbatan aliran udara pada saluran
pernapasan yang ditandai dengan adanya gejala sesak napas dan dalam waktu yang
lama akan semakin memburuk yang disebut dengan eksaserbasi.

hKlasifikasi PPOK
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter
Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam:

g PPOK Ringan
1. Pasien dengan / tanpa batuk.
2. Pasien dengan / tanpa produksi sputum
3. Sesak nafas derajat 0 – 1
4. Pemeriksaan spirometrinya VEP ≥ 80% prediksi (normal) dan VEP/KVP < 70 %

G PPOK Sedang

1. Dengan / tanpa batuk


2. Dengan / tanpa produksi sputum
3. Sesak nafas derajat 2
4. Pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP ≥ 70% dan VEP/KVP < 80%
prediksi

G PPOK Berat

1. Sesak nafas derajat 3/4


2. Gagal nafas kronik
3. Eksaserbasi lebih sering terjadi + komplikasi kor pulmonum / gagal jantung
kanan
4. Spirometri menunjukkan VEP/KVP < 70 %, VEP< 30 % prediksi atau VEP> 30%
dengan gagal napas kronik
5. Hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan
normokapnia atau hipoksemia dengan hiperkapnia.

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung


Disease (GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat
berikut:

G Derajat 0 (berisiko)

1. Punya 1 / lebih gejala batuk kronik


2. Produksi sputum
3. Dispnea
4. Ada paparan terhadap faktor resiko
5. Spirometri : Normal
6. Ada paparan terhadap faktor risiko (rokok, polusi)

G Derajat 1 (PPOK Ringan)

1. Dengan / tanpa batuk


2. Dengan / tanpa produksi sputum
3. Spirometri: FEV/FVC < 70%, FEV ≥ 80%.
4. Pd tahap ini biasanya pasien belum sadar paru"nya bermasalah

G Derajat II (PPOK sedang)

1. Dengan / tanpa batuk


2. Dengan / tanpa produksi sputum
3. Sesak nafas derajat 2 (sesak timbul pd saat aktivitas)
4. Spirometri : FEV/FVC < 70%; 50% < FEV < 80%.
5. Gejalanya biasanya mulai progresif / memburuk
6. Nafas pendek"

G Derajat III (PPOK Berat)

1. Sesak nafas ketika berjalan dan berpakaian


2. Eksaserbasi lebih sering terjadi
3. Spirometri : FEV/FVC < 70%; 30% < FEV < 50% .
4. Pasien mulai mencari pengobatan

G Derajat IV (PPOK Sangat Berat)

1. Pasien derajat III + gagal nafas kronik


2. Komplikasi korpulmonalis / gagal jantung kanan
3. Spirometri:FEV/FVC < 70%; FEV < 30% atau < 50%.
4. Kualitas hidup sangat terganggu dan serangan mungkin mengancam jiwa

Menurut Jackson (2014), klasifikasi penyakit paru obstruktif


kronik yaitu:

F Asma
Ialah penyakit infalamasi (radang) kronik saluran nafas yg menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada
malam hari menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi, dan sering kali bersifat reversible
dengan / tanpa pengobatan.

F Bronkitis Kronik
Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam
setahun dalam 2 tahun berturut-turut. Kondisi ini berkaitan dengan perokok sigaret
atau pemajan terhadap polutan. Pasien mengalami peningkatan kerentanan
terhadap terjadinya infeksi saluran pernafasan bawah.

F Emfisema
Adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara pada
asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini terjadi karena adanya kerusakan
dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus terminalis
distal.

hEtiologi
 Progresivitas yg lambat, diselingi dengan fase eksaserbasi akut yang timbul
secara periodik.
 Pada fase eksaserbasi akut terjadi perburukan yang mendadak dari
perjalanan penyakitnya yang disebabkan oleh suatu faktor pencetus dan
ditandai dengan suatu manifestasi klinis yang memberat.
 Secara umum risiko terjadinya PPOK terkait dengan jumlah partikel gas yang
dihirup oleh seorang individu selama hidupnya serta berbagai faktor dalam
individu itu sendiri.

hFaktor Risiko
1. Asap Rokok
2. Paparan Pekerjaan
3. Polusi Udara
4. Infeksi berulang saluran respirasi
5. Kepekaan jalan nafas & PPOK
6. Defisiensi a1 Antitrypsin

hPathway
Prinsip terjadinya penyakit paru obstruksi kronik yaitu :
 Adanya keterbatasan jalan napas yang tidak sepernuhnya reversible .
 Secara progresif terjadinya penyempitan jalan napas dan kehilangan daya
elastisitas paru yang berakibat pada terjadinya penurunan FEV (Forced
Expiratory Volume)
 Ketidakadekuatan dalam pengosongan paru dan hiperinflasi (Decramer, 2012).
hTanda & Gejala
1. Batuk berdahak yang tak kunjung sembuh
Karena infeksi = hipersekresi mukus
2. Sesak napas dan tersengal-sengal
Karena sputum ++ = O2 masuk dikit
Rokok = mengandung CO – ikat O2 –
kadar O2 dlm darah dikit & pertukaran
gas nya susah
3. Mengi
4. Lemas
5. Penurunan berat badan
6. Demam
7. Sering berkeringat
8. Letarghi
9. Bibir dan kuku berwarna kebiruan

hKomplikasi PPOK
P Infeksi Pernafasan
Paru paru menjadi rentan terhadap virus yang masuk. Virus yang paling sering
menyerang yaitu influenza atau pneumonia.

P Kanker Paru
Paru-paru kehilangan fungsinya dan dirusak oleh sel kanker yang akan tumbuh
pada paru-paru yang sudah terinfeksi.

P Gangguan Jantung
Kebiasaan merokok dapat menjadi sebab utama mengalami gangguan kerja
jantung.

P Depresi
Depresi timbul karena penderita berusaha bernapas menghirup oksigen dengan
paru-paru yang tidak berfungsi.

hPemeriksaan Penunjang
1. Radiologi (foto toraks)
2. Spirometri
3. Laboratorium darah rutin
4. Analisa Gas Darah
5. Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi)
g Pemeriksaan Fungsi Paru
 Utk menentukan tingkat keparahan PPOK
 Memperlihatkan secara objektif adanya abstruksi saluran nafas dlm
berbagai tingkat
Klasifikasi berdasarkan GOLD :
a. Stage I : Ringan
Pemeriksaan spirometri post-bronchodilator menunjukan hasil rasio
FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai prediksi.
b. Stage II : Sedang
Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50-80% dari nilai
prediksi.
c. Stage III : Berat
Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-50% dari nilai
prediksi.
d. Stage IV : Sangat Berat
Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30% ataupun
kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik

g Pemeriksaan Radiologi
 Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit paru lain.
 Pemeriksaan CT scan toraks dapat membantu dalam mendiagnosis
berbagai tipe dari PPOK.
 CT Scan lebih spesifik dalam mendiagnosa emfisema jika dibandingkan
foto thoraks polos
a. Pada penderita Emfisema
Dominan didapatkan gambaran hiperinflasi, yaitu diafragma rendah
dan rata, hiperlusensi, ruang retrosternal melebar, diafragma
mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler (memanjang tipis
vertikal).
b. Pada penderita Bronkitis Kronik
Dominan hasil foto thoraks dapat menunjukkan hasil yang normal
ataupun dapat terlihat corakan bronkovaskuler yang meningkat
disertai sebagian bagian yang hiperlusen.

g Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)
Pada PPOK tingkat lanjut wajib dilakukan AGD apabila nilai FEV1 pada
penderita menunjukkan nilai < 40% dari nilai dan prediksi secara klinis
tampak tanda-tanda kegagalan respirasi dan gagal jantung kanan seperti
sianosis sentral, pembengkakan ekstermitas, dan peningkatan jugular
venous pressure.
Bisa terlihat :

 Nilai pH

 Nilai PaCO2
 Nilai PaO2
 Saturasi O2
b. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan bakteriologi Gram pada sputum diperlukan untuk mengetahui
pola kuman dan memilih antibiotik yang tepat.
Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.
c. Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya faktor pencetus
seperti leukositosis akibat infeksi pada eksaserbasi akut, polisitemia pada
hipoksemia kronik.

hPenatalaksanaan Medis
‰ Tujuan : utk me – risiko gejala dan eksaserbasi akut.
‰ Indikator penurunan gejala : gejala membaik, memperbaiki toleransi terhadap
aktivitas, dan memperbaiki status kesehatan.
‰ Indikator penurunan risiko : mencegah perburukan penyakit, mencegah dan
mengobati eksaserbasi, menurunkan mortalitas

s Pengobatan PPOK :
1. Bronkodilator
G Dapat meningkatkan FEV1 (Forced Expiratory Volume in one second
(FEV1 )) dan atau mengubah variabel spirometri.
G Obat ini bekerja dengan mengubah tonus otot polos pada saluran
pernafasan dan meningkatkan refleks bronkodilatasi pada aliran ekspirasi
dibandingkan dengan mengubah elastisitas paru.
G Bekerja dengan menurunkan hiperventilasi dinamis saat istirahat dan
beraktivitas, serta memperbaiki toleransi terhadap akivitas.
G PPOK ketegori berat atau sangat sangat berat sulit untuk memprediksi
perbaikan FEV1 yang diukur saat istirahat.
G Bronkodilator pada PPOK diberikan sebagai dasar untuk mencegah atau
menurunkan gejala.
G Tidak direkomendasikan penggunaan bronkodilator dengan kerja pendek.
Macam " Bronkodilator :
 Golongan Antiklinergik
 Golongan β2 Agonist
 Kombinasi antikolinergik dan β2 Agonist

 Golongan xantin

2. Anti Inflamasi < Demam >


G Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena
G Berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison.
G Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid + yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat
> 20% dan minimal 250 mg.

3. Antibiotik
G Untuk mengobati infeksi bakterial yang mencetuskan eksaserbasi.
G Azithromycin (250 mg/hari atau 500 mg 3 kali per minggu) / eritromycin
(500 mg 2 kali per hari) dalam satu tahun dapat menurunkan risiko
eksaserbasi.
G Azithromycin berhubungan dengan peningkatan insiden resistensi bakteri
dan gangguan pendengaran.

hPenatalaksanaan pada Eksaserbasi Akut


Prinsip : Mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal
napas.

Gejala Eksaserbasi :

 Sesak ber++
 Produksi sputum meningkat
 Perubahan udara sputum

a Tipe I (eksaserbasi berat) : Memilki 3 gejala di atas. Harus segera hospitalisasi &
berhubungan dgn gagal nafas akut.

a Tipe II (eksaserbasi sedang) : Memiliki 2 gejala di atas. Terapi dengan SABDs dan
antibiotik dan/atau oral kortikosteroid

a Tipe III (eksaserbasi ringan) : Memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
pernapasan atas lebih dari 5 hari, demam tanpa
sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi
atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline. Terapi
dengan bronkodilator kerja pendek.

hTerapi Farmakologi
1. Bronkodilator (Memperlebar Bronkus)
G Beta2 - agonist kerja pendek dengan atau tanpa antikolinergik kerja pendek
merupakan terapi bronkodilator utama pada pasien PPOK dengan eksaserbasi.
2. Glukokortikoid
G Sistemik glukokortikoid pada pasien PPOK dapat menurunkan waktu
eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru. Selain itu juga memperbaiki oksigenasi,
risiko kejadian berulang, kegagalan terapi dan lamanya dirawat di rumah sakit.
3. Antibiotik
G Pemberian antibiotik berdasarkan gejala klinis infeksi bakteri seperti
peningkatan produksi dan konsistensi sputum.

+ Pemberian Mukolitik dan Bronkodilator (kombinasi) melalui nebulaizer / inhalasi.


+ Terapi inhalasi (yg di uap) obat yg diberikan tergantung kondisi pasien.
+ Mukus = tambahan nya Mukolitik
+ Spasme = Kombinasi Bronkus dan Mukolitik.
4. Terapi Oksigen
G Merupakan hal pertama dan utama pada eksaserbasi akut.
G Utk memperbaiki hipoksemi & mencegah keadaan yg mengancam jiwa.
G Terapi yang diberikan dengan memberikan gas oksigen (O2) lebih dari 21% pada
tekanan 1 atmosfer sehingga konsentrasi oksigen dalam tubuh meningkat
G Dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU.
G Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat
hiperkapnia.
G Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%,
28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing,
tergantung kadar Paco2 dan Pao2.
G Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus
digunakan ventilasi mekanik
+ Kadar fraksi O2 semakin  di Ventury masks
+ Kadar farksi O2 semakin  di nasal kanul
 Pasien gagal napas : Berikan O2 yg max. (10-12 liter).

5. Terapi Ventilasi
G Secara : Noninvasive (nasal atau facial mask
Invasive (oro-tracheal tube atau tracheostomy)
G Ventilasi mekanik noninvasive diberikan pada pasien gagal nafas akut yang sudah
hospitalisasi dan mengalami PPOK eksaserbasi.
G Beberapa penelitian menunjukkan terdapat perbaikan oksigenasi dan asidosis
respirasi akut, peningkatan pH dan penurunan PaCO2, penurunan laju
pernafasan, dan sesak.
G Namun, memiliki komplikasi berupa pneumonia yang berhubungan dengan
ventilator dan lamanya hospitalisasi.
+ Pasien x bisa bernafas lewat mulut karena banyak mukus dan slime. Jadi harus
dilakukan Trakeostomi. Dgn melubangi bagian trakeanya, lalu O2 lgsg diberikan via
trakea.

hKasus & AsKep Pasien dengan Kasus PPOK


Seorang pasien laki-laki , 49 th, datang ke IGD dengan keluhan Utama
Dispneu, Demam dan batuk-batuk disertai pengeluaran sputum sekurang-
kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit 2
tahun. Saat dianamnesa pasien sering berkeringat, anoreksia dan Letarghi.
pasien juga mempunyai kebiasaan merokok sudah 6 tahun dan pasien
profesinya sehari-hari adalah seorang kondektur metro mini (angkutan bus
Jakarta). Riwayat penyakit sebelumnya pasien menderita Bronkitis tetapi
pasien tidak pernah meminum obatnya saat dilakukan pemeriksaan fisik :
TTV: TD 140/90 mmHg, Nadi 100x/. Suhu 38.5ºC, RR: 28 x/mnt. Pemeriksaan
penunjang: Foto Rontgen: kesan :Tubular shadow berupa bayangan garis-
garis yang parallel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan paru
yang bertambah. Lalu Dokter mendiagnosis pasien menderita PPOK jenis
Bronkhitis Kronis. Pasien bertanya kenapa bisa terkena penyakit tersebut.
Lalu Dokter memberikan O2 dan Terapi Eksaserbasi akut: Kontrimoksazol.
Perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang terkait, melakukan
perawatan secara integrasi untuk menghindari / mengurangi resiko
komplikasi lebih lanjut.

Data Fokus

DS DO Pemeriksaan Penunjang
1. Pasien mengatakan 1. Pasien terlihat 1. Foto Rontgen :
mengalami dispnea dispnea Kesan : Tubular shadow
2. Pasien mengatakan 2. Saat di anamnesa berupa bayangan garis
mengalami demam pasien terlihat – garis yg parallel
3. Pasien mengatakan berkeringat keluar dari hillus
mengalami batuk" 3. Saat di anamnesa menuju apex paru dan
disertai pengeluaran pasien terlihat corakan paru yg
sputum setahun anoreksia bertambah
terakhir dlm frek. 4. Saat di anamnesa
waktu 3 bulan pasien terlihat
berturut-turut lethargi (penurunan
4. Pasien mengatakan kesadaran)
punya kebiasaan 5. TTV :
merokok selama 6  TD : 140/90
tahun terakhir  Nadi : 100x/mnt
5. Pasien mengatakan  Suhu : 38.5
punya riwayat  RR : 28x/mnt
bronkhitis
6. Pasien mengatakan
bekerja sebagai
kondektur metromini
Analisa Data

NO Masalah Etiologi
1. DS : Gangguan Penurunan
 Pasien mengatakan mengalami pertukaran gas ventilasi /
dispnea sumbatan mukus
 Pasien mengatakan mengalami
batuk" disertai pengeluaran
sputum setahun terakhir dlm
frek. waktu 3 bulan berturut-
turut
 Pasien mengatakan bekerja
sebagai kondektur metromini
DO :
Pasien terlihat dispnea
TTV :
 TD : 140/90
 Nadi : 100x/mnt
 Suhu : 38.5
 RR : 28x/mnt
2. DS : Bersihan jalan Sekresi berlebihan
 Pasien mengatakan punya nafas tidak efektif dan batuk tidak
riwayat bronkhitis efektif
 Pasien mengatakan punya
kebiasaan merokok selama 6
tahun terakhir
 Pasien mengatakan mengalami
batuk" disertai pengeluaran
sputum setahun terakhir dlm
frek. waktu 3 bulan berturut-
turut
DO :
TTV :
 TD : 140/90
 Nadi : 100x/mnt
 Suhu : 38.5
 RR : 28x/mnt
3. DS : Kecemasan Kesulitan nafas
 Pasien mengatakan mengalami akut dan
dispnea ketakutan tidak
DO : bisa bernafas
 Saat di anamnesa pasien
terlihat berkeringat
 Saat di anamnesa pasien
terlihat anoreksia

4. DS : Gangguan pola Dispnea dan


 Pasien mengatakan mengalami tidur stimulus eksternal
dispnea
 Pasien mengatakan mengalami
demam
 Pasien mengatakan mengalami
batuk" disertai pengeluaran
sputum setahun terakhir dlm
frek. waktu 3 bulan berturut-
turut
DO :
TTV :
 TD : 140/90
 Nadi : 100x/mnt
 Suhu : 38.5
 RR : 28x/mnt
Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan & Kriteria Rencana Tindakan


NO. Diagnosa
Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor laju dan 1. Pengenalan yg
pertukaran gas tindakan pola respirasi segera dari
b.d ventilasi atau keperawatan klien, oksimetri fungsi nafas yg
sumbatan selama 1x24 jam nadi, hasil AGD. menurun dapat
mukus klien akan Serta manifestasi mengurangi
memiliki hipoksia dan tingkat
pertukaran gas hiperapnia. kematian
yang adekuat Laporkan segera 2. Oksigen
perubahan yg memperbaiki
signifikan atau adanya
jika klien tidak hipoksemia
merespon. 3. Posisi tegak
2. Berikan terapi memungkinkan
oksigen aliran pengembangan
rendah (1-3 paru" penuh
L/mnt) sesuai dan
kebutuha dgn meningkatkan
nasal kanul atau pertukaran
masker fenturi udara
aliran tinggi 4. Bronkodilator
3. Bantu klien ke akan
posisi fowler merifleksasi
tinggi otot polos
4. Berikan bronkus,
bronkodilator membantu
sesuai perintah. aliran udara.
Monitor efek Efek samping
sampingnya yang umum
5. Berhati" ketika adalah tremor,
memberikan takikardia, dan
opioid sedative distritmia
dan penenang jantung lainnya
2. Bersihan Setelah dilakukan 1. Monitor suara 1. Ronki pada jalan
jalan nafas tidak tindakan paru tiap 4 – 5 nafas besar
efektif b.d keperawatan jam dan sebelum dapat
sekresi selama 1x24 jam serta setelah mengganggu
berlebihan dan klien episode batuk kepatenan jalan
batuk tidak mendapatkan 2. Anjurkan klien nafas
efektif bersihan jalan untuk menjaga 2. Hidrasi akan
nafas yang lebih hidrasi yang membantu
baik yang cukup dengan menipiskan
ditunjukkan minum paling sekresi
dengan Teknik tidak 8 – 10 3. Teknik batuk
batuk efektif dan gelas / hari (jika yang tepat akan
jalan nafas yang tidak ada kontra menghemat
paten indikasi) dan energi,
meningkatkan mengurangi
kelembapan kolapsnya jalan
udara sekitar. nafas, dan
3. Ajari dan awasi mengurangi
teknik batuk yang frustasi klien.
efektif 4. Spirometer
4. Ajari dan awasi insentif
teknik spirometer merupakan
insentif 10x/jam pengukuran
ketika klien objektif
bangun mengenai
5. Lakukan terapi kedalaman
fisik dan jika inhalasi unuk
diperlukan, serta membantu
instruksikan klien ekspansi paru
dan orang
terdekatnya
tentang teknik ini
3. Kecemasan b.d Setelah dilakukan 1. Tetap bersama 1. Pastikan klien
kesulitan nafas tindakan klien saat episode bahwa bantuan
akut dan keperawatan kesulitan napas yg kompeten
ketakutan tidak selama 1x24 jam akut, serta tersedia jika
bisa bernafas. klien berikan diperlukan.
menunjukkan perawatan Kecemasan
peningkatan dengan cara yang dapat menular,
kenyamanan tenang dan sehingga
psikologis meyakinkan usahakan tetap
menunjukkan 2.Berikan tenang
penggunaan lingkungan yg 2. Pengurangan
mekanisme tenang dan kalem stimulus
adaptasi yang 3.Selama episode eksternal
efektif. akut, buka pintu membantu
dan jendela serta relaksasi
batasi jumlah 3. Perubahan
orang dan lingkungan
peralatan yang dapat
tidak penting di mengurangi
ruangan presepsi
4.Dorong kehabisan
penggunaan nafas dari klien
latihan nafas dan 4. Perasaan
teknik relaksasi control diri dan
kemampuan
memfasilitasi
nafas dapat
mengurangi
kecemasan
4. Gangguan pola Setelah dilakukan 1. Dorong relaksasi 1. Lingkungan
tidur b.d dispnea tindakan dengan rumah sakit
dan stimulus keperawatan memberikan dapat
eksternal selama 1x24 jam lingkungan yang mengganggu
klien akan sedikit gelap dan relaksasi dan
melaporkan dapat tenang : pastikan tidur
beristirahat ventilasi 2. Kebanyakan
dengan baik lingkungan cukup orang
dan ikuti jadwal mendapatkan 4
tidur – 5 siklus tidur
2. Jadwalkan lengkap (60 – 90
aktivitas menit) tiap
perawatan malam akan
sehingga menciptakan
memungkinkan perasaan telah
klien tidur tanpa beristirahat
terganggu dengan baik
3. Instruksikan a. aktivitas akan
klien tindakan- meningkatkan
tindakan untuk kebutuhan
tidur berkualitas tidur dan
a. Rencanakan berperan
aktivitas fisik pada rasa
untuk siang lelah
hari berupa b. stimulan
aktivitas pasif meningkatkan
dan tidak metabolisme
terlalu dan
menstimulasi menghambat
pada sore hari relaksasi
b. Hindari c. oencernaan
stimulan protein
seperti kafein menghasilkan
makan triptofan dan
makanan asam amino
tinggi protein yang memiliki
sebelum tidur efek sedative
c. Gunakan d. tidur akan
teknik sulit, kecuali
relaksasi klien santai
(meditasi, e. posisi tegak
mandi air memfasilitasi
hangat, ventilasi
pijatan dan
minum air
hangat)
d. Jika dispnea
parah, kursi
malas/ranjang
rumah sakit
lebih nyaman
dari pada
ranjang biasa

hEdukasi pada Pasien PPOK


Edukasi yang diberikan adalah untuk memberikan pengetahuan mengenai
1. Perjalanan penyakit PPOK
2. Pengobatan PPOK : Jenis obat yg dikonsumsi
Cara penggunaan
Waktu dan dosis pemakaian obat yg tepat
3. Modifikasi gaya hidup : u Bahaya rokok
u Berhenti merokok
u Peningkatan harapan hidup dan kualitas hidup
setelah berhenti merokok
Menghindari faktor risiko
O Merokok, asap berbahaya dan debu
Pendidikan manajemen diri
Efektif untuk meningkatkan pemberdayaan pasien (patient empowerment) yang
terdiri atas pengetahuan, sikap, tindakan, kemampuan mengambil keputusan
seperti pasien diminta untuk segera datang ke fasilitas kesehatan apabila terjadi
kekambuhan.

Beberapa edukasi untuk pasien PPOK diantaranya yaitu :


a. Pengaturan posisi yang bertujuan untuk memperoleh rileksasi dari seluruh
tubuh terutama pada thorak juga mengontrol pernafasan diafragma pasien
agar dapat mencapai gerakan respirasi penuh, yaitu :
P Pasien dianjurkan untuk melakukan aktifitas ringan dan tidak memaksa
P Pasien diminta untuk menghindari asap rokok dan polusi udara dengan
menggunakan masker.
P Pasien diminta untuk banyak minum air putih.
b. Ajarkan aktivitas/latihan menggunakan teknik pernapasan bibir mengerucut
dan pernapasan diagframa selama aktifitas dengan latihan bernapas
memastikan penggunaan optimal dari fungsi respirasi yang ada. Pernapasan
bibir mengerucut akan menciptakan tekanan akhir eskpirasi yang positif di
paru-paru yang membantu jalan napas tetap terbuka.
c. Sarankan untuk menghindari makanan pembentuk gas seperti buncis dan
kubis karena makanan pembentuk gas dapat menyebabkan perut kembung,
distensi, dan mengganggu ventilasi

hKuis PPOK
1. Seorang laki-laki usia 55 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan
diagnosis PPOK. Pasien mengeluh sesak, batuk berdahak dan cepat lelah saat
beraktifitas. Riwayat penurunan BB 6 kg dalam waktu 1 bulan. Riwayat merokok
selama 20 tahun (habis 4 bungkus dalam sehari). Hasil pengkajian: konjungtiva
anemis, terdengar ronkhi di basal paru kanan. TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi
100x/menit, frekuensi napas: 36x/menit, Suhu 38,2ºC. Apakah penyebab berat
badan pasien menurun? Peningkatan metabolisme (gluconeogenesis)
2. Seorang perempuan (45 tahun) dirawat di bangsal paru dengan PPOK. Hasil
pengkajian:pasien tampak sesak napas dengan frekuensi napas 35x/menit,
terdengan wheezing dan tampak retraksi dinding dada. Hasil AGD: Ph 7,34;
PCO2 = 48 mmHg; PO2 = 75 mmHg; HCO = 26 mEq/L. Apakah masalah
keperawatan yang tepat ?
3. Seorang laki-laki usia 55 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan
diagnosis PPOK. Pasien mengeluh sesak, batuk berdahak dan cepat lelah saat
beraktifitas. Riwayat penurunan BB 6 kg dalam waktu 1 bulan. Riwayat merokok
selama 20 tahun (habis 4 bungkus dalam sehari). Hasil pengkajian: konjungtiva
anemis, terdengar ronkhi di basal paru kanan. TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi
100x/menit, frekuensi napas: 36x/menit, Suhu 38,2ºC. Apakah masalah
keperawatan prioritas pada pasien tersebut? Bersihan jalan napas tidak efektif
4. Seorang pasien usia 67 tahun, di rawat dengan keluhan sesak nafas, batuk-
batuk sudah 10 hari dengan jumlah secret yang banyak dan terus-menerus.
Pasien riwayat merokok lama sejak 20 tahun yang lalu hingga saatini. Pasien
senang mengkonsumsi gorengan dan rajin bersepeda. Dokter mendiagnosa
pasien PPOK. Apakah Faktor resiko terjadinya PPOK pada pasien tersebut?
Merokok selama 20 tahun lebih
5. Seorang laki laki usia 60 tahun dengan diagnosis PPOK dirawat di ruang dalam
dengan keluhan sesak napas berat, batuk-batuk. Hasil pengkajian : tampak
lemah, konjungtiva anemis, sianosis, letargi, napas cuping hidung, ronkhi di
seluruh lapang paru. TTV : TD : 150/100 mmHg, RR : 38x/m, Nadi : 122x/m. Pasien
diberikan terapi oksigen. Sebelum diberikan terapi oksigen, pemeriksaan
penunjang apakah yang perlu dilakukan untuk menentukan dosis dan jenis
terapi pemberian oksigen? Saturasi O2 dan AGD

TB PARU
https://drive.google.com/file/d/1S1_BMnUMYlJLh5EsLVoV5POpnieB8JZ9/view

oTerminologi
Hemapto Batuk berdarah
Dispnea Sesak nafas
Anoreksia Mual, x nafsu makan
Malaise Perasaan x nyaman, pegal", dan lelah tanpa sebab yg jelas
Cairan atau cipratan liur yang dikeluarkan seseorang dari
Droplet
hidung atau mulut saat bersin, batuk, bahkan berbicara
LDE Laju Endap Darah
AGD Analisa Gas Darah
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau
Tes Tuberkulin
tidaknya kuman penyebab penyakit tuberkulosis pada tubuh
Saluran yang membawa udara menuju paru-paru sehingga
pada gambaran rontgen akan terlihat samar, jika hasil rontgen
Hilus menunjukkan ada penebalan terdapat kemungkinan adanya
cairan berlebihan di dalam saluran pernapasan sehingga pada
gambaran rontgen terlihat ada penebalan.
OAT Obat Anti Tuberkulosis

oPengertian
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) (DepKes, 2007).

oKlasifikasi TB Paru
TOrgan Tubuh yang Terkena
Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkolosis yang menyerang Tuberkulosis yang menyerang organ
jaringan parenkim paru titik tidak tubuh lain selain paru, misalnya
termasuk pleura selaput paru dan pleura (selaput otak), selaput jantung
kelenjar pada hilus. (perikardium), Kelenjar limfa, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin dan lain-lain.
THasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Tuberkulosis Paru BTA + Tuberkulosis Paru BTA -
 Apabila sekurang-kurangnya 2 dari  Apabila hasil pemeriksaan dahak 3
3 spesimen dahak menunjukkan kali menunjukkan hasil negatif,
hasil BTA positif namun gambaran klinis dan
 Apabila hasil 1 pemeriksaan radiologis menunjukkan TB paru
spesimen dahak menunjukkan BTA aktif, dan tatalaksana dengan
positif dan pemeriksaan radiologik antibiotik spektrum luas tidak
menunjukkan gambaran berespon.
tuberkulosis aktif  Apabila hasil pemeriksaan dahak 3
 Apabila hasil pemeriksaan 1 kali negatif namun bilangan positif.
spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan hasil biakan positif.
TTingkat Keparahan Penyakit
TB Paru BTA (-) foto toraks Tuberkulosis Paru BTA -
(+)
 Bentuk berat : gambaran foto  TB ekstra paru ringan : TB Kelenjar
toraks memperlihatkan gambar limfa, tulang (kecuali tulang
kerusakan paru yang luas. belakang)
 Bentuk ringan  TB ekstra paru berat : meningitis,
TB tulang belakang, TB usus, TB
alat kelamin.

T Riwayat Pengobatan Sebelumnya


1. Kasus baru
2. Kasus kambuh (Relaps)
3. Kasus setelah putus berobat (default)
4. Kasus setelah gagal (failure)
5. Kasus pindahan (transfer in)
6. Kasus lain

oPathway
oTanda & Gejala
Tanda dan gejala yang serng teradi pada tuberkuoss adaah batuk yang tidak spesifik
tetapi progresif. Penyakt Tuberkulosis paru biasanya tidak tampak adanya tanda
dan gejala yang khas. Biasanya keluhan yang muncul adalah :

1. Demam & Berkeringat


Terjadi lebih dari satu bulan, biasanya pada pagi hari.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Mengeluarkan produksi radang,
dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent (menghasilkan sputum)
3. Sesak nafas
Terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru
4. Nyeri dada
Nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5. Malaise
Ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot
dan keringat di waktu di malam hari  
6. BB menurun
Penurunan nafsu makan dan berat badan

oKomplikasi
o Komplikasi Dini
1. Pleuritis
 Peradangan pada selaput pembungkus organ paru-paru atau pleura.
 Pleuritis terjadi ketika pleura iritasi dan meradang.
 Peradangan ini membuat pleura membengkak dan cairan pleura menjadi
lengket.
 Menimbulkan nyeri dada setiap kali kedua lapisan pleura bergesekan, yaitu
saat paru-paru mengembang (menarik napas).
 Salah satu penyebab pleuritis adalah infeksi, baik infeksi virus, bakteri,
maupun jamur, misalnya virus influenza atau bakteri TB.
2. Efusi Pleura
Efusi adalah penumpukan cairan di ronga pleura. Terbagi menjadi 2:
 Efusi pleura Transudative disebabkan oleh cairan yang bocor ke rongga
pleura. Hal ini disebabkan oleh tekanan tinggi, atau rendah kandungan
protein dalam, pembuluh darah. (gagal jantung)
 Efusi pelura eksudatif disebabkan oleh peradangan, cedera pada paru-
paru, tumor, dan penyumbatan pembuluh darah atau pembuluh getah
bening. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat,
asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa
menyebabkan efusi pleura eksudatif.Empiema & Hematoraks
3. Empiema & Hematoraks
 Empiema : penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura.
 Proses penumpukan cairan pleura karena proses peradangan. Bila
peradangan karena bakteri piogenik akan membentuk pus/ nanah sehingga
terjadi empiema.
 Bila mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks
4. Laringitis
 Akibat dari tuberkulosis paru. Sering kali setelah diberikan pengobatan,
tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis tuberkulosanya menetap.
 Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat lekat pada
kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila infeksi
sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama.

 Infeksi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum


yang mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe.

o Komplikasi Lanjut
1. Hemoptisis masif (batuk berdarah)
 Pada tuberkulosis paru (TB Paru) terjadi inflamasi lokal yang menyebabkan
destruksi sehingga terjadi kerusakan susunan parenkim paru dan
pembuluh darah.
 Timbulnya kavitas dan pneumonitis TB akut menyebabkan ulserasi bronkus,
nekrosis pembuluh darah di sekitarnya dan alveoli bagian distal hingga
pembuluh darah pecah dan terjadi hemoptisis.
2. Bronkietasis
 Dapat terjadi pada pasien yang mengalami penyakit paru primer (tumor
paru, benda asing, TB paru) sehingga mengakibatkan obstruksi pada
saluran pernapasan.
 Kerusakan ini dapat menyebabkan ateletaksis, penyerapan udara di
parenkim dan sekitarnya menjadi tersumbat hal ini menyebabkan
ketidakefektifan pola nafas serta menjadikan tekanan intra pleura lebih
negative dari tekanan atmosfer.
 Dengan demikian bronkus akan mengalami dilatasi, secret akan terkumpul
menyebabkan infeksi sekunder. Secret yang terkumpul dapat menyebabkan
mudah terjadinya infeksi sehingga akan mengalami bronkietaksis yang
menetap dan resiko infeksi.
3. Pneumothoraks
 Adalah istilah medis untuk terkumpulnya udara pada rongga pleura, yaitu
rongga tipis yang dibatasi dua selaput pleura di antara paru-paru dan
dinding dada.
 Dapat terjadi akibat adanya celah yang terbentuk akibat cedera pada
dinding dada atau robekan pada jaringan paru-paru.
 Akibatnya, udara tersebut dapat menekan paru-paru dan membuat paru-
paru menjadi mengempis (kolaps).
4. Limfangitis
Adalah peradangan pada pembuluh limfatik yang menyebabkan
pembengkakan. Kondisi ini adalah komplikasi umum dari infeksi bakteri.
5. Limfadentis
Peradangan pada kelenjar getah bening, terjadi karena infeksi bakteri.
Kelenjar ini merupakan bagian dari sistem limfatik yang memiliki peran
penting dalam menjaga sistem kekebalan tubuh agar berfungsi dengan baik.

oPemeriksaan Penunjang
r Pemeriksaan Sputum
1. Dilakukan jika terdapat dugaan penyakit paru
2. Pemeriksaan dahak dilakukan 3x (dahak sewaktu datang, dahak pagi dan
dahak sewaktu kunjungan kedua.)
3. Sangat penting karena jika terdapat kuman BTA maka sudah dipastikan
diagnosis tuberculosis.
 Bila didapatkan hasil : 2x (+), 1x (-) = mikroskopik BTA positif
 Bila 1x (+), 2x (-) = pemeriksaan perlu diulang kembali
 Kemudian bila hasil 1x (+), dan 2x (-) = BTA positif.
 Namun apabila 3x (-) maka dianggap BTA negative.

r Foto Rontgen Dada


Pemeriksaan radiologi foto thorax merupakan cara praktis dalam
menemukan lesi tuberculosis.
r Tuberculin Skin Test (TST)
 Tes untuk menentukan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis
 Pembacaan hasil TST dilakukan antara 48 dan 72 jam setelah dimasukkan
0,1 ml suntikan tuberkulin PPD secara intradermal
 Suntikan yang benar akan menimbulkan gelembung kulit kecil pucat
berdiameter 6-10 mm
 Reaksi terhadap suntikan akan teraba mengeras, atau membengkak,
disebut sebagai indurasi yang diukur diameternya

r T es Resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


 TBC yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah
mengalami kekebalan terhadap OAT.
 Dilakukan pada pasien yang dicurigai terdapat MDR-TB.
 Tuberculosis (MDR-TB) adalah TBC resistan Obat terhadap minimal 2
(dua) obat anti TBC yang paling efektif yaitu INH dan Rifampisin
 Dilakukan dengan menggunakan tes cepat dengan metode PCR ,
pemeriksaan biakan, serta uji kepekaan kuman terhadap obat TBC
(dibutuhkan waktu sekitar 3-8 minggu).

r Analisa Gas Darah


 Untuk menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke
dalam sirkulasi darah dan mengambil karbondioksida dalam darah.
 Analisa gas darah meliputi PO2, Ph, HCO3, dan seturasi O2.
 Analisa Gas Darah pada pasien TB paru mungkin abnormal tergantung
dari lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.

r Interferon-Gamma Release Assay (IGRA)


Pemeriksaan darah yang digunakan untuk menentukan tuberkulosis
laten dengan mengukur respon imun individu yang sebelumnya pernah
terkena tuberkulosis aktif
r Gene Xpert MTB/ RIF Assay
● Tes diagnostic yang cepat untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis
kompleks
● Tes ini mampu mendeteksi MTBC dan kepekaannya terhadap rifampisin
(RIF) dalam waktu kurang dari dua jam.
● Tes ini juga mudah digunakan, sehingga hanya membutuhkan pelatihan
teknis yang singkat pada petugas laboratorium.
r Biopsi Jaringan
 Melibatkan penggunaan alat khusus bernama bronkoskop melalui hidung
atau mulut hingga mencapai paru-paru.
 Bertujuan mengangkat jaringan atau sel dari dalam tubuh agar dapat
diperiksa di bawah mikroskop
 Hasil biopsi TB paru menampakkan adanya sel-sel yang besar yang
mengindikasikan terjadinya nekrosis.

oPenatalaksanaan Medis
1 Tujuan nya untuk :
1. Menyembuhkan pasien
2. Mencegah kematian,
3. Mencegah kekambuhan,
4. Memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.
1 Jenis OAT :
1. OAT lini pertama terdiri dari empat macam obat yang merupakan pengobatan
utama dan mendasar bagi pasien TB, diperuntukkan bagi pasien TB yang
belum pernah mendapat pengobatan TB sebelumnya.
2. OAT lini kedua merupakan OAT yang diberikan pada pasien TB yang sudah
resistan terhadap OAT lini pertama (pasien TB Resistan Obat).

a) Isoniazid
 Salah satu obat pilihan untuk obat lini pertama tuberkulosis.
 Fungsinya : untuk menghambat produksi dari asam mikolat, komponen
dinding sel penting pada bakteri.
 Diminum oral
 Waktu paruh isoniazid bervariasi dari 1-4 jam pada orang normal, dan
memanjang pada gagal ginjal atau gagal hati.
b) Rifampisin
 Salah satu OAT yang paling efektif, bersama dengan isoniazid, = regimen
dasar dari pengobatan tuberkulosis
 Aktif melawan bakteri yang tumbuh dengan cepat maupun yang tumbuh
dengan lambat.
c) Pirazinamid
 Analog nikotamid yang penting diberikan sebagai OAT lini pertama bersama
isoniazid dan rifampisin untuk pengobatan tuberkulosis.
 Membunuh 95% populasi dari mikroorganisme semi dormant yang hanya
aktif pada suasana asam.
d) Etambutol
 Agen antimycobacterial yang termasuk dalam ethylaminobutan.
 Efektif bekerja melawan Mycobacterium tuberculosis tetapi tidak efektif
melawan jamur, virus, dan bakteri lain.
e) Streptomisin
 Merupakan antibiotik pertama yang sukses digunakan melawan tuberkulosis.
 Penggunaan streptomisin seringkali diganti dengan penggunaan etambutol,
sebab absorbsi oral dan toksisitas streptomisin lebih buruk daripada
etambutol.

oPrinsip Pengobatan
1. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT -Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
a) Tahap awal (intensif)
› Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
› Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
› Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negative (konversi)
dalam 2 bulan
b) Tahap Lanjutan
› Pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama.
› Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.

oKasus & Askep TB Paru


Seorang pasien berusia 45 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan
keluhan utama hemapto, dispneu dan demam. Saat dilakukan anamnesa pasien
setiap malam sering berkeringat, anoreksia, TTV: TD: 130/90 Mmhg, HR: 95x/mnt,
Sh: 38 0 C, RR: 26x/mnt, BB menurun BB sebelumnya: 70 kg BB saat ini: 55 kg,
malaise dan nyeri dada. Pasien mengatakan ada keluarga yang mengalami
penyakit TBC dan pasien bekerja sebagai buruh pabrik. Maka Dokter mencurigai
penularannya melalui droplet, kemudian dokter melakukan pemeriksaan Lab:
LED meningkat, Leukosit khususnya limfosit meningkat, Allen Test/AGD: asidosis
respiratori, Foto Rontgen kesan:adanya pembesaran hilus bilateral dan bercak
awan putih, Tes Tuberkulin (+) dan Tes BTA I (+).dan Dokter mendiagnosis suspect
TB Paru.Lalu dokter melakukan tes BTA yang terakhir (+). Maka Diagnosis
terakhir yaitu TB paru. Maka dokter memberikan Oksigen/nasal canul dan Terapi
OAT dan manganjurkan kepada pasien untuk tidak boleh putus OATnya. Pasien
bertanya kenapa bisa terkena penyakit tersebut.
Data Fokus
N Data Subjektif Data Objektif
o

1. Pasien mengeluh batuk berdarah 1. BB turun dari 70 kg menjadi 55 kg


(haemapto), dispneu, demam, 2. Pasien terlihat nyeri di bagian dada
anoreksia dan setiap malam 3. Pasien terlihat lemas: Malaise
sering berkeringat serta 4. Pemeriksaan TTV:
mengatakan bekerja sebagai  TD : 130/90 mmHg
buruh pabrik dan ada keluarga  HR : 95x/menit
yang mengalami TBC  Suhu : 38 C
 RR : 26x/menit
5. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan lab : LED
meningkat, Leukosit khususnya
limfosit meningkat
 Allen test/AGD : Asidosis
Respiratori
 Foto Rontgen: Adanya
pembesaran hillus bilateral dan
bercak awan putih
 Tes Tuberkulin : +
 Tes BTA 1 : +
 Tes BTA terakhir : +

Analisa Data
NO Masalah Etiologi
1. DS :
 Pasien mengeluh batuk darah:
Haemaptoe, sesak napas:
Ketidakefektifan
Dispneu dan ada keluarga
bersihan jalan
yang mengalami TBC
napas Mukus berlebih:
DO :
D.11, K.2, KD.00031 eksudat di dalam
1. Foto Rontgen: Adanya
(Nanda, 2018-2020: alveoli
pembesaran hillus bilateral
384)
dan bercak awan putih
2. RR : 26x/menit
3. Tes Tuberkulin : +
4. Tes BTA 1 : +
2. DS :
 Pasien mengeluh sesak
napas: Dispneu dan
mengatakan bekerja sebagai Hambatan
Ketidakseimbangan
buruh pabrik pertukaran gas
ventilasi-perfusi,
DO : D.3, K.4, KD.00030
perubahan
 Allen test/AGD : Asidosis (Nanda, 2018-2020:
membran alveolar-
207)
Respiratori kapiler
 Foto Rontgen: Adanya
pembesaran hillus bilateral
dan bercak awan putih
3. DS : Hipertermia Proses infeksi
 Pasien mengeluh demam, D.11, K.6, KD.00007
setiap malam sering (Nanda, 2018-2020:
berkeringat dan mengatakan 434)
ada keluarga yang mengalami
TBC
DO :
1. Suhu: 38 C
2. Tes Tuberkulin : +
3. Tes BTA 1 : +
4. Pemeriksaan lab: LED
meningkat dan Leukosit
khususnya limfosit meningkat
4. DS : Ketidakseimbangan
Asupan diet
 Pasien mengeluh anoreksia nutrisi: kurang dari
kurang:
kebutuhan tubuh
DO : Peningkatan
D.2, K.1, KD.00002
BB turun dari 70 kg menjadi 55 (Nanda, 2018-2020: kebutuhan
kg metabolisme
153)

5. DS : Nyeri akut
Agens cidera
DO : D.12, K.1, KD.00132
biologis:
Pasien terlihat nyeri di bagian (Nanda, 2018-2020:
peradangan
dada 445)
selaput pleura
6. DS : Intoleran aktivitas
Ketidakseimbangan
DO : D.4, K.4, KD.00092
antara suplai dan
Pasien terlihat lemas : Malaise (Nanda, 2018-2020:
kebutuhan oksigen
226)

Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan & Kriteria
NO. Diagnosa Rencana Tindakan & Rasional
Hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Ketidakefektifan bersihan jalan
bersihan jalan tindakan napas
napas b/d Mukus keperawatan selama 1. Manajemen Jalan Nafas
berlebih: eksudat di 1x24 masalah (NIC,2018:185)
dalam alveoli d/d ketidakefektifan  Posisikan pasien untuk
pasien mengatakan bersihan jalan napas memaksimalkan ventilasi.
batuk berdarah, teratasi dengan  Buang sekret dengan cara
dispneu dan RR : kriteria hasil: memotivasi pasien untuk
26x/menit
melakukan batuk atau
D.11, K.2, KD.00031
1. Status menyedot lendir
(Nanda, 2018-2020 :
pernapasan  Instruksikan bagaimana
384)
(NOC,2018: 634) agar bisa melakukan batuk
- Kepatenan efektif.
jalan napas  Posisikan untuk
dipertahankan meringankan sesak nafas.
pada skala 3  Monitor status pernapasan
(sedang) dan oksigenasi,
ditingkatkan ke sebagaimana mestinya.
5 (normal) Kolaboratif
- Frekuensi  Terapi oksigen seperti
pernapasan nebulizer
dipertahankan  Kelola udara atau oksigen
pada skala 3 yang dilembabkan.
(sedang)  Bantu dengan dorongan
ditingkatkan ke spirometer
5 (normal)
2. Monitor tanda tanda vital
(NIC,2018: 237)
 Monitor tekanan darah,
nadi , suhu, dan status
pernafasan dengan tepat
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suara paru paru
2. Hambatan Setelah dilakukan Hambatan pertukaran gas
pertukaran gas b.d tindakan Monitor pernapasan (NIC,2018:
ketidakseimbangan keperawatan selama 236)
ventilasi-perfusi, 2x24 masalah  Monitor kecepatan, irama,
perubahan hambatan kedalaman dan kesulitan
membran alveolar- pertukaran gas bernafas.
kapiler d.d pasien teratasi dengan  Monitor suara nafas tambahan
mengeluh dispneu kriteria hasil: seperti ngorok atau mengi.
dan hasil AGD : 1. Status  Monitor pola napas (misalnya,
Asidosis pernapasan: bradipneu, takipneu,
Respiratori. pertukaran gas hiperventilasi, pernapasam
D.3, K.4, KD.00030 (NOC,2018: 636) kusmaul, pernapasam 1:1,
(Nanda, 2018-2020 : - PCO2 apneustik, respirasi biot, dan
207) dipertahankan pola ataxic)
pada skala 2  Auskultasi suara nafas, catat
(cukup berat) area dimana terjadi penurunan
ditingkatkan atau tidak adanya ventilasi dan
ke 5 keberadaan suara nafas
(normal) tambahan.
- Keseimbangan  Monitor kemampuan batuk
ventilasi dan efektif pasien
perfusi  Monitor sekresi pernafasan
2(cukup berat) pasien.
ditingkatkan  Monitor keluhan sesak napas
ke 5 pasien, termasuk kegiatan
(normal) yang meningkatkan atau
- Hasil rontgen memperburuk sesak napas
dada tersebut.
dipertahankan Kolaboratif
pada skala 2 1. Berikan bantuan terapi nafas
(cukup berat) (misalnya masker NRB)
ditingkatkan 2. Catat perubahan pada saturasi
ke 5
(normal) O2, volume tidal akhir CO2 dan
- Dispnea nilai AGD dengan tepat
dipertahankan 5. Pantau hasil foto thoraks
pada skala 3
(cukup)
ditingkatkan
ke 5 (tidak
ada)

3. Hipertermia b.d Setelah dilakukan Hipertermia


Proses infeksi d.d tindakan 1.Perawatan hipertermia
suhu 38 C, hasil keperawatan selama (NIC,2018: 364)
Tes Tuberkulin : + 1x24 masalah  Pantau suhu dan tanda- tanda
danTes BTA 1 : + hipertermia teratasi vitalnya.
dan leukosit dengan kriteria hasil:  Pastikan kepatenan jalan
meningkat 1. Termoregulasi nafas
D.11, K.6, KD.00007 (NOC,2018: 641)  Berikan oksigen sesuai
(Nanda, 2018-2020 : - Hipertermia kebutuhan
434) dipertahankan  Monitor output urine
dari 4 (ringan)  Monitor adanya komplikasi
ditingkatkan ke 5
(tidak ada) 2.Kolaboratif
- Berkeringat saat Beri obat atau cairan IV
panas
dipertahankan
pada skala 3
(cukup
terganggu)
ditingkatkan ke
skala 5 (tidak
terganggu)

4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Ketidakseimbangan nutrisi


nutrisi: kurang dari tindakan 1. Manajemen Nutrisi
kebutuhan tubuh keperawatan selama (NIC,2018:197)
b.d asupan diet 2x24 defisit nutrisi  Tentukan status gizi pasien
kurang d.d BB teratasi dengan dan kemampuan pasien
Menurun dari 70 kg kriteria hasil : untuk memenuhi
menjadi 55 kg 1. Status Nutrisi: kebutuhan gizi.
D.2, K.1, KD.00002 Asupan Nutrisi  Tentukan jumlah kalori dan
(Nanda, 2018-2020 : (hal 631)
jenis nutrisi yang
153) - Asupan kalori
dibutuhkan untuk
dipertahankan
memenuhi persyaratan
pada skala 3
gizi.
(cukup)
 Lakukan atau bantu pasien
ditingkatkan
terkait dengan perawatan
ke skala 5
mulut sebelum makan.
(tidak ada)  Monitor kalori dan asupan
- Asupan makanan
protein  Monitor kecenderungan
dipertahankan terjadinya penurunan dan
pada skala 3 kenaikan berat badan
(cukup) Kolaboratif
ditingkatkan  Rujuk ke ahli gizi untuk
ke skala 5 penyesuaian dalam
(tidak ada) komposisi gizi pasien.
- Asupan lemak
dipertahankan
pada skala 3
(cukup)
ditingkatkan
ke skala 5
(tidak ada)
- Asupan
karbohidrat
dipertahankan
pada skala 3
(devisiasi
sedang dari
kisaran
normal)
ditingkatkan
ke skala 5
(tidak ada)
5. Nyeri akut b.d Agens Setelah dilakukan Nyeri akut
cidera biologis: tindakan 1. Manajemen nyeri: Akut
peradangan selaput keperawatan selama (NIC,2018:180)
pleura d.d Pasien 1x24 masalah nyeri  Lakukan pengkajian
terlihat nyeri di akut teratasi dengan PQRST
bagian dada kriteria hasil :  Identifikasi intensitas nyeri
D.12, K.1, KD.00132 1. Tingkat nyeri selama pergerakan
(Nanda, 2018-2020: (NOC,2018: 654) misalnya yang diperlukan
445) - Nyeri yang
untuk pemulihan (batuk
dilaporkan
dan nafas dalam, ambulasi
dipertahankan
dan tranfer ke kursi)
pada skala 3
 Cegah dan kelola efek
(sedang)
ditingkatkan samping pengobatan
ke skala 5 Kolaboratif
(tidak ada) Beritahukan dokter jika tindakan
2. Perfusi jaringan: kontrol nyeri tidak berhasil
pulmonari
(NOC,2018: 521)
- Nyeri dada
dipertahankan
pada skala 3
(sedang)
ditingkatkan
ke skala 5
(tidak ada)

6. Intoleran aktivitas Setelah dilakukan Intoleransi Aktivitas


b.d tindakan 1. Manajemen Energi
ketidakseimbangan keperawatan selama (NIC,2018:170)
antara suplai dan 1x24 intoleran
kebutuhan oksigen d.d aktivitas teratasi  Anjurkan pasien
Pasien terlihat lemas: dengan kriteria mengungkapkan perasaan
Malaise hasil : secara verbalmengenai
D.4, K.4, KD.00092 1. Toleransi keterbatasan yang dialami
(Nanda, 2018-2020 : terhadap aktivitas  Monitor lokasi dan sumber
226) (NOC,2018: 660) ketidaknyamanan yang
- Kemudahan dialami selama aktivitas
bernapas ketika  Lakukan ROM aktif/pasif
beraktivitas untuk menghilangkan
dipertahankan ketegangan otot
pada skala 3  Secara bertahap tingkatan
(cukup aktivitas harian klien sesuai
terganggu) peningkatan toleransi.
ditingkatkan ke 2. Monitor tanda tanda vital
skala 5 (tidak  Monitor tekanan darah,
terganggu)
nadi , suhu, dan status
pernafasan dengan tepat
 Monitor pola pernapasan
abnormal

oEdukasi Pencegahan TB Paru


1. Melakukan penyuluhan untuk emvaksinasi BCG bayi berumur 0-2 bulan
2. Edukasi dan promosikan pada pasien, keluarganya secara keseluruhan akan
kepatuhan berobat, dan menerapkan pola hidup sehat
3. Melakukan skrining dan manajemen kontak pada orang yang mengalami
paparan pasien TB BTA positif
4. Memberikan obat isoniazid (INH) pada orang yang tinggal dengan pasien TB
paru dengan BTA positif.
5. Bila ada anggota keluarga yang menderita batuk lebih dari 3 minggu, yang
tidak sembuh dengan pengobatan biasa, segera periksakan ke dokter

oEdukasi Penanggulangan TB Paru


1. Edukasi untuk tinggal dirumah saja selama beberapa minggu pertama
pengobatan untuk TBC aktif
2. Anjurkan pasien untuk memakan makanan bergizi dan minum obat teratur
3. Edukasi pasien agar memiliki ventilasi yang baik
4. Edukasi pasien untuk selalu mengenakan masker
5. Edukasi pasien untuk tidak meludah sembarangan
6. Mengusahakan agar sinar matahari dan udara segar masuk ke dalam
ruangan
7. Edukasi kepada pasien dan keluarga agar tidak menggunakan barang secara
bersamaan
8. Anjurkan untuk sering menjemur kasur, bantal dan guling terutama di pagi
hari.

oKuis TB Paru
1. Hasil rontgen toraks seorang perempuan (21 tahun) adalah tampak bercak
infiltrat di infiltrat di perihilar bilateral dan paracardial kanan titik pasien telah
dirawat 1 hari sebelumnya dan tampak batuk produktif terus-menerus tanpa
mengeluarkan dahak titik Apakah pemeriksaan indikator spesifik lainnya yang
perlu di kolaborasikan oleh perawat? Sputum BTA
2. Seorang pasien datang dengan keluhan, sesak nafas dan rasa nyeri dada titik
badan lemah, nafsu makan menurun, batuk darah dan keringat pada malam hari
titik pasien dilakukan pemeriksaan diagnostik yang dapat membantu menegakkan
diagnosa pasti TBC Apakah jenis pemeriksaan yang tidak sesuai untuk dilakukan?
EEC
3. Seorang pasien datang dengan keluhan hak-hak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas dan rasa nyeri dada titik badan lemah, nafsu makan menurun berat
badan turun, rasa kurang enak badan (Malaise ), berkeringat malam walaupun
tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan titik diagnosa medis. 2 TB paru
titik Apakah kuman penyebab penyakit pasien tersebut? Mycrobacterium
tuberculosis
4. Seorang laki-laki 40 tahun dirawat di rumah sakit dengan TB paru titik hasil
pengkajian: pasien mengeluh nyeri dada tidak nafsu makan dan sesak nafas
dengan frekuensi 32 kali permenit serta tampak adanya retraksi intercosta.
pasien tampak lemah, gelisah, frekuensi nadi 90 kali per menit dan berat badan
turun 5 kg semenjak sakit. saturasi oksigen 89% Apakah tindakan prioritas yang
dilakukan perawat? Pemberian terapi oksigen
5. Seorang pasien datang dengan keluhan dahak bercampur darah, batuk darah
sesak nafas dan rasa nyeri dada titik badan lemah, nafsu makan menurun batuk
darah dan keringat pada malam hari titik pasien di diagnosa atau berkuasa
separuh BTA positif. apakah yang tidak termasuk kriteria dari tuberkulosis paru
BTA positif? Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
CHF
(Congestive Heart Failure) /
Gagal Jantung
https://drive.google.com/file/d/1Q6ylVjjonbW_uuwPZTNZ6kYc-XnwnmXi/view

j Terminologi
(Brain Natriuretic Peptide) : tes yang mengukur jumlah
BNP hormon BNP dalam darah. Dihasilkan oleh jantung dan
menunjukkan seberapa baik jantung Anda bekerja.
(Paroxismal noctural dyspnea) : sesak yang terjadi secara
tiba-tiba selama tidur. Umumnya terjadi 2 hingga 4 jam
PND
setelah tidur dan disertai dengan diaforesis, batuk,
kadang-kadang wheezing.
Kondisi ketika jantung mengalami pembesaran akibat
Kardiomegali penyakit tertentu, misalnya hipertensi, dan dapat terlihat
melalui tes pencitraan, seperti foto Rontgen.
Cekungan atau lekukan yang timbul setelah bagian kulit
Pitting Edema
yang bengkak ditekan menggunakan ujung jari.
SMRS Sebelum Masuk Rumah Sakit
Sebuah metode pemeriksaan dengan menggunakan
Ekokardiografi (USG
gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap
Jantung)
gambar struktur organ Jantung
Tes darah yang diambil melalui pembuluh darah arteri
AGD (Analisa Gas
untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan
Darah)
tingkat asam basa (pH) di dalam darah.

j Pengertian
Gagal jantung kongesif secara garis besar adalah suatu kondisi
dimana jantung mengalami kegagalan memompa darah untuk mencukupi
sel-sel tubuh akan nutrisi dan oksigen secara adekuat.
Faktor yang mempengaruhi peran jantung:

Preload (pengisian di ventrikel, pd saat vol darah terisi ke dlm ventrikel)


Afterload (tekanan, vol darah yg ada di ventrikel akan di keluarkan, vent kanan ke paru paru,
vent kiri ke seluruh tubuh)
Kontraktilitas (kemampuan otot jantung untuk berkontraksi tanpa tergantung kepada
preload maupun afterload)

j Klasifikasi
Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013),
klasifikasi dari gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut:

STAGE A STAGE B STAGE C STAGE D


Pasien risiko
tinggi, belum Telah terjadi Pasien yang
Ditemukan adanya
ditemukan kerusakan membutuhkan
kerusakan
kerusakan structural pada penangan ataupun
structural
structural pada jantung intervensi khusus
jantung
Munculnya gejala
sesaat setelah
terjadi kerusakan
atau saat terjadi
kerusakan Gejala dapat
Tidak ada tanda Tidak ada tanda
timbul bahkan saat
dan gejala dan gejala
Gejala yang timbul istirahat
nafas pendek,
lemah, tidak dapat
melakukan
aktivitas berat
Pasien dengan
Pasien hipertensi,
infark miokard
jantung coroner,
(penyumbatan
diabetes mellitus,
aliran darah ke
pasien yg
otot jantung),
mengalami
disfungsi sistolik
kerucunan pd
pada ventrikel kiri,
jantungnya
penyakit valvular
(cardiotoxins)
asimptomatik
The New York Heart Association (Yanci et al., 2013) mengklasifikasikan
gagal jantung dalam empat kelas, meliputi :
KELAS 1 KELAS 2 KELAS 3 KELAS 4
Aktivitas fisik tidak Aktvitas fisik sedikit Aktivitas fisik sangat Tidak boleh
melakukan aktivitas
dibatasi dibatasi dibatasi
fisik apapun
Aktivitas fisik normal Melakukan aktivitas Bahkan dalam
Aktivitas fisik normal menyebabkan fisik sedikit saja keadaan istirahat
tidak menyebabkan kelelahan, dyspnea, mampu mampu
dyspnea, kelelahan, palpitasi, serta menimbulkan gejala menimbulkan gejala
atau palpitasi angina pektoris (mild yang berat yang berat (severe
CHF). (moderate CHF). CHF).

j Pathway
j Etiologi
Gagal jantung terjadi saat jantung tidak mampu memompa darah
secara efisien untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung
adalah kondisi yang terjadi ketika otot jantung rusak karena beberapa
alasan. Biasanya, perlemahan ini pada dasarnya disebabkan oleh jantung,
atau keadaan pembuluh darah, atau campuran dari keadaan berikut :

1. Penyakit Arteri Koroner (CAD) : kondisi dimana arteri yang membawa darah
yang kaya oksigen tersumbat atau menyempit = Arteri tersumbat/menyempit
Aterosclerosis (menumpuknya lemak atau kolesterol di dalam dan di dinding
arteri) >>> jika pecah gumpalan plak akan menyebabkan oklusi akut arteri >>>
disfungsi miokardium (oto jantung tidak mampu berkontraksi sempurna) >>>
curah jantung menurun.
Penumpukan plak >>> penimbunan asam laktat >>> nyeri pada otot,
meningkatkan detak jantung dan membuat asidosis >>> infark miokard akut
(serangan jantung, aliran darah ke arteri coroner jantung mengalami
penyempitan) >>> GAGAL JANTUNG.
1. Serangan jantung= akibat adanya hambatan pd aliran tsb. : Ketika arteri
koronaria benar-benar tersumbat, darah yang mengalir ke otot jantung juga
berhenti, menyebabkan kerusakan fisik pada otot jantung
2. Kardiomiopati : Sejenis kerusakan pada otot jantung yang diakibatkan oleh
infeksi, obat-obatan, penyalahgunaan alkohol, atau penyebab lain yang tidak
berhubungan dengan aliran darah.
Kelainan pada otot jantung >>> hipertrofi otot dinding jantung, otot dinding
jantung jadi lebih besar, tebal, kaku >>> menurunnya elastisitas otot jantung,
darah x terpompa secara efektif >>> kontraktlitas jantung menurun >>> GAGAL
JANTUNG
3. Kerja jantung berlebihan : karena ada yg menghalangi maka beban/kerja
jantung pun berlebih. Seperti pd Kondisi jantung thdp masalah tiroid, penyakit
ginjal, atau diabetes yang mengakibatkan jantung bekerja berlebihan dan pada
akhirnya berakibat pada gagal jantung.
4. Tekanan darah tinggi : Hipertensi (tekanan darah tinggi) meningkatkan jumlah
kerja jantung. Dalam waktu lama dapat merusak dan melemahkan otot jantung,
yang akan barakibat pada CHF penyakit jantung kongestif atau beberapa
penyakit genetic, Artimia serius berkepanjangan. Tekanan sistolik >140mmHg,
diastole 90 mmHg >>> beban kerja jantung meningkat >>> hipertrofi otot jantung
>>> penurunan fungsi jantung dalam memompa darah >>> GAGAL JANTUNG.
Terdapat daftar panjang dari penyebab yang tidak umum bagi kegagalan
jantung, termasuk paparan radiasi, kelainan endokrin, kecenderungan genetik,
dan komplikasi dari penyakit yang tidak berhubungan dengan jantung.
5. Iskemia atau infark miokard kimia = Serangan Jantung menyebabkan disfungsi
miokardium akibat hipoksia dan asidosis akibat akumulasi asam laktat
sedangkan infark miokard menyebabkan nekrosis atau kematian sel otot
jantung. Hal ini menyebabkan otot jantung kehilangan kontraktilitas Nya
sehingga menurunkan daya pemompaan jantung luasnya daerah infak
berhubungan langsung dengan berat ringannya gagal jantung.
6. Penyakit katup jantung : Katup jantung berfungsi untuk memastikan bahwa
darah mengalir dalam suatu arah dan mencegah terjadinya aliran balik.
Gangguan pd katup jantung >>> membuat aliran darah ke arah depan terhambat
>>> meningkatnya tekanan dalam ruang jantung >>> dan meningkatnya beban
jantung beberapa kondisi tersebut menuju >>> terjadinya gagal jantung
diastolic.

j Faktor Risiko
1. Kebiasaan yang tidak sehat : Merokok dan konsumsi alkohol berlebihan
Merokok : Nikotin >>> konstriksi arteri >>> dinding arteri menebal >>>
menghambat aliran darah >>> serangan jantung
Minum Beralkohol : Peningkatan HDL/kolesterol/kadar trigliserida yang >200
mg/dl >>> arteriosclerosis
Alkohol >>> meningkatkan tek darah >>> risiko gagal jantung
2. Kurang olah raga/obesitas (yang menyertai berbagai penyakit koroner)
3. Proses pengobatan : Ketidakpatuhan pada pengobatan atau terapi bagi masalah
jantung ringan
Riwayat penyakit jantung >>> tidak menjalani terapi pengobatan >>> komplikasi
4. Hipoksia : tidak adanya cukup oksigen dalam jaringan untuk mempertahankan
fungsi tubuh.
5. Anemia : Kadar hematokrit <25%
6. Konsumsi garam berlebih
7. Usia menyebabkan jantung dan pembuluh darah menjadi kaku. Denyut jantung
yang menurun karena perubahan kemampuan jantung untuk memompa, diiringi
fungsi dan mobilitas yang berkurang membuat otot para lansia melemah.
Apalagi bila di usia mudanya tidak membiasakan diri untuk hidup sehat melalui
pola makan dan olahraga.
fungsi organ menurun >>> penurunan sekuncup dan curah jantung

j Tanda & Gejala


1. Dispnea (Sesak Nafas)
› Perasaan sulit bernafas pd saat beraktivitas.
› Diakibatkan karena terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida
dalam alveoli serta meningkatnya tahanan aliran udara.
› Edema Paru >>> paru-paru terisi cairan >>> gangguan pertukaran O2 dan CO2
>>> sesak nafas.
2. Ortopnea
› Kesulitan bernafas saat baring telentang.
› Dpt membaik jika merubah posisi dari baring ke duduk
› Perasaan sulit bernafas pd saat beraktivitas.
› Edema paru >>> saat berbaring posisi cairan lebih rata untuk memenuhi paru
- paru >>> ORTOPNEA
3. Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND)
› Dyspnea yg timbul tiba" saat tidur
› Jika pada kondisi orthopnea keadaan dapat membaik jika pasien berubah
posisi dari berbaring ke duduk, pada PND batuk dan mengi menetap
meskipun pasien melakukan perubahan posisi.
› Terjadi karena akumulasi cairan dlm paru ketika tidur dan merupakan
manifestasi spesifik dari gagal jantung kiri.
› Peningkatan tekanan pada arteri bronkial >>> kompresi saluran napas,
disertai dengan edema interstisial paru >>> resistensi saluran pernapasan
pada pasien.
4. Batuk
› Terjadi pd malam hari, biasanya batuk kering & pendek
› Diakibatkan bendungan mukosa bronkial dan berhubungan dengan adanya
peningkatan produksi mukus.
› Edema paru >>> kompensasi paru untuk mengeluarkan cairan >>> rangsangan
bronki untuk mengeluarkan cairan >>> BATUK
5. Rasa mudah lelah
› Disebabkan kurangnya perfusi pada otot rangka karena menurunya curah
jantung
› Kurangnya oksigen membuat produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai
sumber energi untuk kontaksi otot berkurang.
› Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga dapat disertai kegelisahan dan kebingungan.
› Edema paru >>> oksigenasi menurun pada otak dan otot >>> MUDAH LELAH
6. Gangguan Pencernaan
› Terjadi penurunan nafsu makan (anoreksia), perut kembung, mual dan nyeri
abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada hati dan usus.
› Gejala ini bisa diperburuk oleh edema organ intestinal, yang bisa menyertai
peningkatan menahun dalam tekanan vena sistemik.
7. Edema (Pembengkakan)
› Biasanya ditemukan di kaki
› Kalo edema kaki = mengalmi kegagalan ventrikel kanan
› Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler
lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan
› Gagal jantung kiri >>> vent kiri tidak mampu mengosongkan vol yang
meningkat> tek dan vol atrium meningkat >>> darah kembali ke pulmonal dan
terjadi bendungan >>> cairan intravascular pindah ke intersisial paru >>>
EDEMA PARU
› Gagal jantung kanan >>> sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan vol
darah dengan adekuat >>> akumulatif darah di vent dan atrium kanan >>>
Kurang aliran darah >>> fungsi ginjal terganggu >>> mengeluarkan hormone
renin >>> sekresi aldosteron >>> retensi natrium dan H2O (fungsi natrium
menarik cairan) >>> berikatan dengan banyak cairan >>> rongga terbuka >>>
ekstravasasi (cairan merembes ke intersisial) >>> EDEMA EKSTERMITAS
8. RR Meningkat
› RR Meningkat >>> Edema paru >>> dyspnea >>> paru paru bekerja lebih cepat
agar kebutuhan O2 terpenuhi >>> RR MENINGKAT
9. Akral dingin
› CHF >>> pemompaan darah menurun >>> sistem saraf >>> sekresi
norepinefrin >>> vasokontriksi perifer (saraf tepi) >>> tekanan perifer
meningkat >>> peningkatan afterload (tahanan yang diakibatkan oleh pompa
ventrikel kiri, untuk membuka katup aorta selama sistol dan pada saat
memompa darah) >>> curah jantung menurun >>> AKRAL DINGIN,
BERKERINGAT.
10. Takikardi
› Sekresi epinefrin >>> laju dan kontraksi jantung meningkat >>> TAKIKARDI
11. Hipertensi
› Kurang aliran darah >>> fungsi ginjal terganggu >>> mengeluarkan hormone
renin >>> sekresi aldosterone >>> mengaktifkan sistem reninangiotensin 1
menjadi reninangiotensin 2 >>> angiotensin merupakan vasokonstriktor kuat
>>> pembuluh darah mengecil >>> meningkatkan tekanan darah >>>
HIPERTENSI
12. Asites
13. Distensi vena jugularis
› Adanya pertemuan cairan yang mau masuk dan mau balik lagi ke jantung
sehingga vena jugularis mengalami distensi
Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan
(Left – Sided Heart Failure) (Right-Sided Heart Failure)
1. Edema Paru 1. Hepatomegali atau pembesaran
2. Sesak napas saat berbaring & pada hati
beraktivitas 2. Asites (cairan menumpuk di
3. Batuk rongga perut)
4. Mudah lelah 3. Sering kencing di malam hari
5. Bengkak pada kaki 4. Kelemahan
6. Perut membuncit 5. Tidak nafsu makan dan mual
7. Kegelisahan atau kecemasan 6. Pembengkakan pergelangan kaki
8. Penurunan kapasitas aktifitas 7. Dispnea
9. Dipsnea 8. Penurunan kapasitas aktivitas
10. Batuk ( hemoptisis ) 9. Nyeri dada
11. Letargi dan kelelahan 10. Denyut nadi ( aritmia takikardia )
12. Penurunan nafsu makan dan 11. Peningkatan JVP
berat badan 12. Edema
13. Kulit lembab
14. Tekanan darah ( tinggi, rendah,
atau normal )
15. Denyut nadi ( volume normal
atau rendah )
(alternans/takikardia/aritmia )
16. Pergeseran apeks
17. Regurgitasi mitral fungsional
18. Krepitasi paru

j Patofisiologi
Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka
jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang mengakibatkan
terjadinya gagal jantung. Pada kebanyakan penderita gagal jantung disfungsi sistolik
dan disfungsi diastolik ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik kekuatan kontraksi
ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung
berkurang. Pada disfungsi diastolik relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga
pengisian darah berkurang menyebabkan curah jantung berkurang.
Gangguan kemampuan jantung sebagai pompa tergantung pada bermacam-macam faktor
yang saling terkait. Menurunnya kontraktilitas miokard memegang peran utama pada
gagal jantung. Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard atau beban
hemodinamik berlebih diberikan pada ventrikel normal, maka jantung akan
mengadakan sejumlah mekanisme untuk meningkatkan kemampuan kerjannya
sehingga curah jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan. Adapun
mekanisme kompensasi jantung yaitu:
1. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
2. Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron
3. Hipertropi Miokardium dan Dilatasi Ventrikel
Patofisiologi Gagal Jantung Dibagi Menjadi :
w Berdasarkan bagian jantung yg mengalami kegagalan
(failure)
Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan
(Left – Sided Heart Failure) (Right-Sided Heart Failure)
 Ventrikel kiri jantung x dpt  Setelah terjadinya infark miokard /
memompa dgn baik, sehingga dpt tertundanya komplikasi yg
menurunkan aliran dri jantung ditimbulkan akibat adanya
sebelah kiri ke seluruh tubuh. progresifitas pd bagian jantung
 Akibatnya, darah akan mengalir balik sebelah kiri
ke dalam vaskulator pulmonal  Terjadi penumpukan cairan di hati dan
 Keadaan ini akan menyebabkan seluruh tubuh terutama di
perpindahan cairan intravaskular ke ekstermitas bawah
dalam interstitium paru dan
menginisiasi edema
w Mekanisme Neorohormonal.
Renin merupakan salah satu neurohormonal yang diproduksi atau
dihasilkan sebagai respon dari penurunan curah jantung dan peningkatan
aktivasi sistem syaraf simpatik
w Aktivasi Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS).
Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan mengaktivasi
RAAS. Nah, horomon Aldosteron inilah yang dapat meningkatkan retensi garam
dan air di ginjal, akibatnya cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang
mendasari timbulnya edema cairan pada gagal jantung kongestif
w Cardiac Remodeling.
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan pada ukuran, bentuk dan
fungsi jantung setelah adanya stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan
molekuler, seluler serta interstitial

j Komplikasi
w Aritmia
TEKANAN SISTOLE ↑
↓mengakibatkan↓
Beban kerja jantung ↑
↓akibatnya terjadi↓
Hipertrofi otot jantung
↓sehingga, ↓
Jantung melemah = Kardiomiopati
↓ setelah itu, terjadi↓
Peregangan jaringan atrium dan ventrikel
↓membuat↓
Kelistrikan jantung terganggu
↓sehingga↓
Jantung berdetak dgn sangat cepat = Fibrilasi atrium
↓terjadilah↓
Aritmia
w Syok Kardiogenik
Gagal jantung kiri
↓membuat↓
Ventrikel kiri tidak mampu mengosongkan
Peningkatan volume yang adekuat
↓sehingga terjadi↓
Pembesaran ventrikel kiri
↓akibatnya,jantung mengalami↓
Pembesaran (Bendungan)
↓membuat jmlh darah yg di pompa keluar↓
= Curah jantung
↓sehingga terjadi↓
Perfusi jaringan perifer / terjadi penurunan o2
↓sehingga jantung mengalami↓
Gangguan secara mendadak = Syok kardiogenik

w Hematomegaly
w Gagal Ginjal
Sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan vol darah dengan
adekuat >>> akumulatif darah di vent dan atrium kanan >>> kurang aliran
darah >>> fungsi ginjal terganggu >>> tubuh menimbun air dan garam berlebih
>>> GAGAL GINJAL
w Efusi Pleura
Edema paru >>> peningkatan permeabilitas pemb darah >>> cairan
merembes ke pleura >>> EFUSI PLEURA >>> ekspansi paru terhambat.
w Distress Pernafasan
Akumulatif darah di vent dan atrium kanan >>> 2. Pembesaran vena
porta (vena dari hati) >>> cairan terdorong keluar rongga abdomen >>> asites
(penimbunan cairan dalam rongga perut) >>> tekanan diafragma meningkat
>>> DISTRESS PERNAFASAN.

j Pemeriksaan Penunjang
cBrain Peptide Natriuretik (BNP)
 Utk ukur jumlah hormon B-type Natriuretic Peptide (BNP) di dlm darah
 Sampel utk AGD adalah darah vena
 Kadar BNP di dalam darah cenderung meningkat karena kondisi gagal
jantung yang semakin parah, tetapi bisa juga meningkat seiring
bertambahnya usia.
› Kadar BNP < 100 pg/mL = tidak ada indikasi gagal jantung.
› Kadar BNP 100-300 pg/ML = adanya indikasi gagal jantung.
› Kadar BNP 300 pg/mL = indikasi gagal jantung ringan.
› Kadar BNP > 600 pg/ML = indikasi gagal jantung sedang.
› Kadar BNP > 900 pg/ML = indikasi gagal jantung parah.
cAnalisi Gas Darah (AGD)
 Ukur kadar O2, CO2, pH dlm darah
 Bertujuan untuk mengetahui status oksigenasi pasien, status keseimbangan
asam basa, fungsi paru dan status metabolisme pasien.
 Sampel utk AGD adalah darah arteri
 Secara umum, nilai normal analisa gas darah adalah sebagai berikut:
› pH darah normal (arteri): 7,38-7,42
› Bikarbonat (HCO3): 22-28 miliekuivalen per liter
› Tekanan parsial oksigen: 75 sampai 100 mm Hg
› Tekanan parsial karbon dioksida (pCO2): 38-42 mm Hg
› Saturasi oksigen: 94 sampai 100 persen.

cPemeriksaan Foto Rontgen


 Tujuan nya utk melihat ukuran dan bentuk jantung yang
bisa berubah menjadi pertanda dari penyakit gagal
jantung, masalah katup jantung, ataupun cairan di sekitar
jantung (efusi perikardial).

cPemeriksaan Echokardiografi
 Menggunakan gelombang ultrasound
 Menunjukan pergerakan, ukuran dan bentuk jantung, serta seberapa baik
bilik dan katup jantung bekerja
 Menunjukkan area otot jantung yang tidak berkontraksi adekuat karena
suplai darah yang buruk atau terdapat suatu cedera akibat infark miokard
sebelumnya.
cPemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan yang terkait
dengan pembesaran ventrikel dan mendeteksi disritmia, iskemia
miokardium, atau infark. Gelombang impuls yang tercatat mesin EKG pada
kertas grafik ditunjukkan dengan gelombang P, QRS, dan T.
 Gelombang P mewakili DEPOLARISASI ATRIUM
 Gelombang kompleks QRS mewakili DEPOLARISASI VENTRIKEL
 Gelombang T mewakili REPOLARISASI VENTRIKEL.

j Penatalaksanaan Medis
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:
› Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi
oksigen dengan pembatasan aktivitas.
› Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
› Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.

c Terapi Oksigen
Teknik non-rebreathing oxygen mask  (NRM) yang benar meliputi
pemasangan selang ke sumber oksigen, memastikan kantung reservoir
mengembang, dan memastikan terdapat katup satu arah yang berfungsi baik,
NRM mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan
kecepatan aliran 10-12 liter/menit.

c Pembatasan Aktivitas Fisik


Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas

c Glikosida Jantung (Digitalis)


Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung. Efek yang dihasilkan: peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena dan volume darah dan peningkatan diuresisi dan mengurangi edema.
Saat curah jantung meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal
untuk filtrasi dan ekskresi dan volume intravaskuler menurun.
Dosis digitalis
o Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
o Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
o Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.

c Diet Rendah Garam


Pada pasien yang mengalami CHF, aktivitas renin-angiotensi-aldosteron
mengalami peningkatan. Hal tersebut akan merangsang ginjal untuk
menahan natrium dan air sehingga ekskresi natrium dan air akan berkurang.
Bila ditambah pakan yang mengandung natrium tinggi maka retensi air dan
peningkatan volume darah akan semakin parah, dan pada gilirannya akan
menimbulkan kongesti dan edema. (Kandungan 140 mg/ penyajian)

c Diuretik
Adalah obat yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam dan air dari
dalam tubuh melalui urine. Diuretik umumnya digunakan untuk mengobati
penyakit yang menyebabkan terjadinya penumpukan cairan dalam tubuh
(edema).

c Vasodilator
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impedansi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

j Kasus & Askep


Seorang pasien berusia 63 tahun dirawat diruangan ICU dirumah sakit
pemerintah. Pasien dirawat dengan keluhan sesak nafas berat sejak 4 jam
SMRS disertai dengan batuk berdahak. Seorang perawat melakukan anamnesa,
didapatkan hasil sebagai berikut pasien mengatakan cepat capek bila
melakukan aktivitas yang ringan, pasien mempunyai riwayat hipertensi tidak
terkontrol sejak 4 tahun yang lalu, pasien terlihat gelisah, terdapat edema
ektremitas (+), pitting edema (+), akral dingin, PND (+).TTV : TD 155/100 mmHg,
HR : 120x/menit, RR : 32 x/menit. Hasil Pemeriksaan lab diperoleh BNP150g/ml,
AGD : pH : 7, 50, PO2 : 85 %, PCO2 : 30 %, HCO3 : 26. Hasil Rongten thorax
menandakan terjadinya overload dan kardiomegali. Hasil Echokardiografi
menunjukan fraksi ejeksi : 30 % dengan status volume berlebih. Pasien
mendapatkan diuretik dan terapi oksigen dengan menggunakan NRM
10liter/menit. Pasien mendapatkan terapi cairan asering10 tetes/menit. Pasien
dan keluarga bertanya kenapa bisa terkena penyakit ini. Diagnosa medis pasien
CHF, perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang terkait melakukan
perawatan secara integrasi untuk menghindari /Mengurangi resiko komplikasi
lebih lanjut.
Nilai AGD
ROME (Resp Opposite Metab Equal)
Ph meningkat = Alkalosis
Ph menurun = Asidosis
Cont, Ph meningkat HCO3 meningkat > alkalosis metabolik
Ph meningkat HCO3 menurun > alkalosis respiratorik
Analisa Data dan Diagnosa
Ds: Pasien mengeluh cepat lelah bila Penurunan Curah Jantung b.d
melakukan aktivitas ringan Perubahan Kontraktilitas, Perubahan
Do: Fraksi ejeksi 30% Frekuensi Jantung, Perubahan
TD; 155/100 Volume Sekuncup.
HR 120
RR 32
Ds: Pasien mengeluh sesak nafas Ketidakefektifan Pola Nafas b.d
berat sejak 4 jam SMRS dan batuk Hiperventilasi
berdahak
Do:
RR
PND (+)
Ds: Gangguan Pertukaran Gas
Do: Hasil AGD
Intervensi : Terapi oksigen NRM untuk
mempertahankan PCO2
Ds: Kelebihan Volume Cairan b.d
Do: Pitting edema ekstermitas(+) Gangguan Mekanisme Regulasi
Dt: Diuresis menurun
Pemeriksaan CRT >3dt
Akral dingin
Hasil rontgen thorax menandakan
overload
Ds : Pasien mengeluh cepat lelah Intoleransi Aktivitas b.d
Do: Saturasi oksigen 90% Ketidakadekuatan Supply Oksigen

Intervensi dan Kriteria Hasil


No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 1. Ketidakefektifan Pompa 1. Perawatan Jantung
Jantung  Monitor EKG
 Sistol 2 ke 4  Lakukan penilaian
 Diastole 2 ke 4 komprehensif pada
 Fraksi ejeksi 3 ke 5 sirkulasi perifer
 Uk jantung 3 ke 5 (CRT)
 Catat tanda dan
gejala penurunan
curah jantung
2 1. Status Pernafasan 1. Terapi Oksigen
Kepatenan Jalan Nafas  Monitor adanya
 Frek pernafasan tanda gejala
 Gangguan perdarahan internal
kesadaran dan eksternal
 Kemampuan  Catat nilai Hb dan
mengeluarkan Ht sebelum dan
secret sesudah
perdarahan
 Pelihara intake dan
output cairan
2. Monitor Pernafasan
 Monitor adanya
perdarahan
 Monitor status
cairan
 Instruksikan
pembatasan
aktivitas
 Monitor hasil lab
khususnya
trombosit
3. Bantuan Ventilasi
 Posisikan untuk
meminimalkan
upaya bernafas
 Mulai dan
pertahankan
oksigen tambahan
 Beri obat (misal
bronkodilator dan
inhaler) yang
meningkatkan
patensi jalan nafas
dan pertukaran gas.
3 1. Status Jantung Paru 1. Manajemen
 Pergerakan sputum Hipervolemia
3 ke 4  Monitor status
 Somnolen 3 ke 5 hemodinamik spt
2. Keparahan Cairan denyut nadi, MAP
Berlebihan (Man Arterial
 Edema tangan 2 ke Pressure, untuk
4 mengetahui apakah
 Edema kaki 2 ke 4 tek arteri cukup
untuk distribusi ke
organ-organ lain,
S+2D:3, normal 70-
100), CVP (Infus ke
jantung)
 Monitor edema
perifer
 Berikan obat yang
diresepkan untuk
mengurangi preload
misal morphine
 Berikan obat-
obatan diuretic
1. Toleransi Terhadap 1. Manajemen Energi
Aktivitas  Monitor sistem
 Frek nadi ketika kardio respirasi
aktivitas 3 ke 5 pasien selama
 Frek nafas ketika kegiatan (misal
aktivitas 3 ke 5 takikardi, dispneu)
 Frek sistol ketika  Bantu pasien
beraktivitas 3 ke 5 memprioritaskan
kegiatan untuk
mengakomodasi
energy yang
diperlukan
 Evaluasi berkala.

j Kuis
1. Seorang wanita usia 30 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan
diagnosis CHF. Hasil pengkajian, pasien mengeluh fatigue, sesak nafas, tidur
dengan minimal 2 bantal, sering terbangun di malam hari karena tiba" sesak,
distensi vena jugularis, edema ekstermitas.
Manakah yg merupakan tanda gagal jantung kanan pd kasus tersebut?
Distensi vena jugularis, Edema ekstermitas
2. Seorang perempuan berusia 56 tahun, dirawat di ruang rawat penyakit dalam
dengan CHF mengeluh sesak nafas dan cepat lelah, hasil pemeriksaan fisik
tampak odem tungkai, peningkatan DVJ, terlihat pucat, dan CTR 3 detik. Hasil
radiologi menunjukkan adanya cardiomegali dan odem paru. Apakah
penyebab klien terlihat pucat ada kasus tersebut? Tidak adekuat curah
jantung
3. Seorang perempuan berusian 52 tahun dirawat dengan keluhan sesak nafas,
berdebar-debar dan mudah lelah. Hasil pemeriksaan : tampak edema +2
pada ekstrimitas bawah, JVP 5+3 cm, terdengar bunyi jantung S4, TD 150/110
mmHg, frekuensi nadi 102x/menit, frekuensi nafas 30x/menit, suhu 37,5.
Apakah masalah keperawatan utama pada kasus tersebut? Penurunan curah
jantung
4. Seorang perempuan berusia 56 tahun, dengan keluhan sesak saat
beraktifitas, pada pengkajian didapatkan data takikardia, ronkhi paru,
peningkatan tekanan vena jugularis, kardiomegali, dan terdengar bunyi
gallop pada auskulturasi dokter dan edema ekstermitas. Manakan data yang
masuk kedalam kriteria mayor, untuk mendiagnosis gagal jantung?
Kardiomegali
5. Seorang pasien 65 tahun, di rawat di ruang jantung dengan gagal jantung,
pasien mengalami keluhan sesak nafas yang timbul tiba-tiba pada saat tidur.
Disebut apakah keluhan pasien yang mengalami sesak pada saat tidur
malam hari saat berbaring dan terjadi secara tiba-tiba? Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea

ACS
(Acute Coronary
Syndrom)
fPengertian
› Arteri coroner adalah pembuluh darah yang menyuplai darah dan oksigen ke
otot jantung.
› Sindrom Koroner Akut adalah kejadian kegawatan yang diakibatkan oleh
gangguan pada pembuluh darah coroner yang bersifat progresif, terjadi
perubahan secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil.
› SKA sering disebut serangan jantung, manifestasi klinis berupa perasaan tdk
enak di dada atau gejala lainnya akibat dr iskemia miokard
› Aterosklerosis adalah kondisi inflamasi kronis yang diikuti dengan
terbentuknya plak yang mengakibatkan terjadinya penyempitan dan
pengerasan pemb darah arteri akibat penumpukan plak.

fKlasifikasi
UAP (Unstable Angina
STEMI Non STEMI
Pectoris)
Pemb darah coroner
tertentu yang
Adanya penyempitan arteri
tersumbat tidak total,
koroneria oleh plak
nekrosis miokard yg Perasaan tidak enak di dada
atheroma dan thrombus yg
disebanakna oleh akibat iskemia miokard.
terbentuk akibat rupturnya
tidak adekuatnya
plak atheroma
pasokan darah akibat
sumbatan akut arteri.
Pada pemeriksaan
Pada pemeriksaan
biokimia biomarka Tidak ada peningkatan
biokimia biomarka adanya
adanya peningkatan troponin
peningkatan troponin
troponin
Tidak ada ST elevasi
Adanya ST elevasi pada EKG normal
pada EKG, terjadi ST-
EKG
depresi
Terjadi angina pectorisa Terjadi angina
tidak stabil pectorisa tidak stabil.

f Pathway

f Diagnosis ACS
Nyeri dada iskemik yang khas (nyeri di dada kiri dan menjalar sampai ke
bahu, rahang kiri)
Terasa seperti tertekan
Mual
Evolusi EKG (perubahan dr yang normal ke tidak normal)
Peningkatan enzim jantung (ambil darah)

fEtiologi
Arteri coroner mendapat suplai darah yang mengandung banyak lemak dan
O2 > penimbunan lipid dan jaringan fibrosa arteri coroner > lumen pemb
darah menyempit > resistensi (hambatan) aliran darah meningkat >
penurunan kemampuan pemb darah untuk melebar > ketidakseimbangan
antara supply dan demand O2 di miokardium > infark miokard

fFaktor Risiko
Faktor risiko utama (merokok, hipertensi, dyslipidemia, diabetes
mellitus, stress)
o Asap rokok > kadar CO meningkat> kemampuan mengikat O2 menurun
> O2 ke jantung menurun> beban kerja jantung meningkat> lesi pemb
darah> inflamasi
o Nikotin > merangsang produksi katekolamin > peningkatan HR dan TD
> beban kerja jantung meningkat.
o Nikotin > katekolamin> LDL meningkat (mengangkut 60-80%
kolesterol) > HDL (mencegah terjadinya penimbunan plak pada arteri)
menurun > lemak tertimbun di arteri > menghasilkan plak di arteri >
inflamasi
o Hipertensi > peningkatan TD> beban kerja jantung meningkat> fungsi
jantung menurun> afterload(tahanan yang harus dilawan janting saat
memompa darah) meningkat > ventrikel melemah> dinding jantung
menebal dan kaku> adhesi platelet (pelekatan trombosit dgn
permukaan bukan trombosit spt sel endotel) > reaksi thrombus >
thrombosis
o Dyslipidemia (meningkatnya kadar kolesterol) > makanan yg tinggi
kolesterol > peningkatan kadar kolesterol> LDL meningkat dan HDL
menurun> kolesterol yang tersisa menempel pada pemb darah>
penimbunan lemak> plak> inflamasi
o Dyslipidemia krn makanan tinggi garam , tinggi kalsium, tinggi kalium>
mengikat cairan tubuh lbh tinggi> beban preload dan afterload
meningkat> beban kerja jantung meningkat> lesi> inflamasi
o Diabetes mellitus > hiperglikemi > kelainan metabolisme > merusak
endotel pemb darah coroner > sebagian jaringan jantung tdk dapat
berfungsi dgn baik > jaringan yg lainnya bekerja lbh keras > lesi>
inflamasi
o Diabetes mellitus > mikroangiopati diabetic > triopati diabetic > infark
tersembunyi
o Stress > saraf simpatik terpacu setiap waktu > adrenalin meningkat>
TD dan kolesterol meningkat > beban jantung meningkat> pemb darah
coroner rusak > lesi> inflamasi
Faktor yang tidak dapat diubah (umur dan jenis kelamin,
genetik)
o Umur > semakin bertambahnya umur semakin berisiko
o Jenis kelamin> wanita yang menopause memiliki kadar esterogen
yang rendah> LDL naik dan HDL turun> penimbunan lemak>
pembentukan plak> aterosklerosis
o Genetik> riwayat keluarga memilki risiko 2-3x untuk mendapatkan
SKA.
Faktor risiko predisposisi (obesitas, inaktivitas fisik)
o Obesitas> hiperkolesterol> aterosklerosis
o Obesitas > peningkatan aktivitas metabolic yang tinggi> peningkatan
volume darah dan cuah jantung> perubahan hemodinamik> left vent
remodeling> peningkatan stress dinding miokard
o Inaktivitas fisik> tidak ada stimulasi pembentukan pemb darah
kolateral yang berperan protektid tdhp infark miokard.

fTanda & Gejala


Nyeri = penimbunan asam laktat karena respirasi anaerob disebabkan oleh
kekurangan oksigen
Sesak nafas (dyspeneu)
Mudah lelah
Denyut nadi (HR) meningkat
Berkeringat dingin
Mual & muntah pada pasien ACS

fKomplikasi
c Gangguan Hemodinamik
Ketika aliran darah jantung terganggu - serangan jantung - otot jantung
tidak menerima oksigen - layu dan mati - jaringan parut (fibrin) - jaringan
parut tidak bisa kontraksi - bengkak - darah yang dipomp berkurang
c Cardiac Arrhythmia
1. Jantung membesar, berdetak lebih kuat
2. Impuls listrik jantung terganggu
3. Beberapa bagian jantung menerima aliran darah sedikit sehingga
menyebabkan takikardi ventrikel
c Komplikasi Mekanik
1. Katup mitral tidak berfungsi
2. Dinding ventrikel pecah
3. Aneurisma ventrikel kiri
c Myocardial Rupture
Septum pecah - banyak darah dialirkan ke paru - edema paru

fPemeriksaan Penunjang
› Pemeriksaan Lab (enzim jantung spt troponin)
› Radiografi Thoraks (mendeteksi adanya kardiomegali dan edema pulmonal)
› Ekokardiografi (mengidentifikasi abnormalitas pergerakan dinding miokard,
menentukan luasnya infark dan keseluruhan fungsi vent kiri dan kanan)
› Angiografi (pemeriksaan keadaan dan tingkat keparahan PJK)
› Pemeriksaan biomarka jantung (CK MB atau troponin merupakan biomarka
nekrosis miosit jantung dan menjadi biomarka untuk diagnosis infark
miokard)

fPenatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan 10 menit awal = kaji ABCD, tirah baring dan beri O2, TTV,
saturasi, dan EKG, pasang IV 2 jalur, aspirin 160 mg kunyah, nitrogloserin
ISDN (isosorbid dinitrat)
Untuk mengatasi nyeri dada (angina) pada penyakit jantung coroner.
Nitrogen tersedia dalam bentuk tablet sublingual dalam dosis yang berbeda
beda, topical (oisment, patch transdermal), dan bentuk IV
Terapi Reperfusi
Manajemen farmakologis
Oksigen (memaksimalkan suplai oksigen ke miokard, nasal kanul 2-6 L
smabil dilihat saturasi oksigen)
Aspirin (menurunkan okulusi
Nitrogliserin (vasodilatasi arteri coroner, 0,4 mg sublingual dapat
diulangsampai 3x tiap 5 mnt)
Morfin (vasodilator untuk menurunkan preload dan konsumsi oksigen)
Penatalaksanaan khusus NSTEMI
o Primary PCI pada kelompok risiko tinggi,
o Pasang ring jantung untuk melebarkan jalan
o Heparin
o Aspirin
o Nitrat

fKasus & Askep


Seorang klien datang ke EMG Rumah Sakit Swasta dengan keluhan nyeri
dada sebelah kiri, menjalar ke lengan kiri, leher, dan punggung disertai dengan
keringat dingin. Nyeri dada dirasakan sejak 4 jam SMRS, klien mengeluh mual
dan muntah, serta terlihat meringis kesakitan. Seorang perawat melakukan
anamnesa, didapatkan hasil sebagai berikut: klien memiliki riwayat merokok
sejak 15 tahun lalu dengan 1 bungkus per hari. Klien mempunyai riwayat
keturunan terkena penyakit jantung. Hasil TTV menunjukan : TD : 130/90 mmHg,
HR : 108 x/menit, RR : 24 x/menit. Hasil pemeriksaan lab menunjukan CKMB 100
gr/dl, troponin T positif, leukosit 15.000 gr/dl. Hasil perekaman EKG menunjukan
ST elevasi di lead II, III, aVF. Klien diberikan therapy ISDN 5 mg SL, dan klien
direncanakan untuk dilakukan tindakan Primary PCI, dan pemberian obat
pengencer darah. Klien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini. Diagnosa
medis klien Akut Inferior MCI, perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang
terkait, melakukan perawatan secara integrasi untuk menghindari / mengurangi
resiko komplikasi lebih lanjut.

Analisa Data dan Diagnosa


Ds: Pasien mengeluh demam Defisien Volume Cairan b.d Kehilangan
Do: Hematokrit meningkat Cairan Aktif d.d Hematokrit meningkat
Takikardi HR (108x/mnt)
Tek darah menurun/hipotensi (100/90
mmHg)
Nadi lemah
Ds: Risiko Perdarahan b.d Gangguan
Do: Trombosit menurun Koagulasi (Trombositopenia)
Ditemukan petekie
Ds: Risiko Syok b.d Hipovolemia
Do: Takikardi
Hipotensi
Dt: Diuresis menurun
Pemeriksaan CRT >3dt
Akral dingin
Ds : Pasien mengeluh demam Hipertermi
Do: Suhu tinggi
Takikardi
Ds: Pasien mengatakan tidak nafsu Nutrisi (Jika ingin ditambahkan)
makan
Do: IMT pasien
Dt: Antropometri
Pemeriksaaan HB, Albumin
Klinis
Diet (tidak nafsu makan)

Intervensi dan Kriteria Hasil


No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 1. Keseimbangan Cairan 1. Manajemen Cairan
 TD, nadi, dan suhu  Monitor TTV
tubuh  Pantau adanya
dipertahankan 1 ke tanda gejala
5 dehidrasi
 Hematokrit  Tingkatkan intake
dipertahankan 2 ke cairan per oral
5  Monitor hasil lab
 (hematocrit)
 Monitor kehilangan
cairan
 Pemberian cairan
intravena RL
2 1. Pencegahan
Perdarahan
 Monitor adanya
tanda gejala
perdarahan
internal dan
eksternal
 Catat nilai Hb dan
Ht sebelum dan
sesudah
perdarahan
 Pelihara intake dan
output cairan
2. Pengurangan
Perdarahan
 Monitor adanya
perdarahan
 Monitor status
cairan
 Instruksikan
pembatasan
aktivitas
 Monitor hasil lab
khususnya
trombosit
3 1. Status Jantung Paru 1. Pencegahan Syok
 TD, nadi, dan suhu  Monitor adanya
dipertahankan 3 ke respon kompensasi
5 awal syok spt TD,
 Irama jantung, hipotensi, CRT,
tingkat pernafasan takipneu, akral
irama dingin
dipertahankan 3 ke  Monitor hasil lab
5 terutama HB, HT,
AGD
 Beri cairan melalui
IV dan oral

Diagnosa
● Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard akibat sumbatan arteri
koroner.
● Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas.
● Resiko penurunan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan sumbatan
aliran darah koroner.

Intervensi
No.
Tanggal NOC NIC Paraf
Dx
24/11/20 1 Setelah perawat 1. Manajemen Nyeri
melakukan (NIC hal. 198)
tindakan 1x24 Intervensi :
jam, masalah a) Lakukan
keperawatan nyeri pengkajian nyeri
akut dapat teratasi. komprehensif yang
Indikator : meliputi lokasi,
1. Kontrol Nyeri (NOC karakteristik,
hal. 247) onset/durasi,
a) Mengenali kapan frekuensi, kualitas,
nyeri terjadi intesitas atau
dipertahankan pada beratnya nyeri dan
skla 2 ditingkatkan ke faktor pencetus
skala 4. b) Berikan
b) Menggunakan informasi mengenai
tindakan pencegahan nyeri, seperti
dipertahankan pada penyebab nyeri,
skala 2 ditingkatkan ke berapa lama nyeri
skala 4. akan dirasakan, dan
c) Menggunakan antisipasi dari
analgesik yang ketidaknyamanan
direkomendasikan akibat prosedur
dipertahankan pada c) Dukung
skala 2 ditingkatkan ke istirahat/tidur yang
skala 4. adekuat untuk
d) Melaporkan membantu
perubahan terhadap penurunan nyeri
gejala nyeri pada d) Gali
psofesional kesehatan pengetahuan dan
dipertahankan pada kepercayaan pasien
skala 2 ditingkatkan ke mengenai nyeri
skala 4. e) Dorong pasien
e) Melaporkan nyeri untuk memonitor
yang terkontrol nyeri dan menangani
dipertahankan pada nyeri nya dengan
skala 2 ditingkatkan tepat.
menjadi skala 4.
2. Pemberian
Analgesik
2. Perfusi jaringan : a) Tentukan lokasi,
karakteristik,
Kardiak
kualitas, dan
a) Denyut jantung keparahan nyeri
sebelum mengobati
apikal
pasien.
dipertahankan
b) Cek perintah
pada skala 2
pengobatan
ditingkatkan ke meliputi obat dosis,
dan frekuensi obat
skala 2.
analgesik yang
b) Demyut nadi diresepkan.
radial
c) Berikan
dipertahankan
kebutuhan
pada skala 2
kenyamanan dan
ditingkatkan ke
aktivitas lain
skala 2.
yang dapat
c) Tekanan darah
membantu
sistolik
relaksasi untuk
dipertahankan
memfasilitasi
pada skala 2
penurunan nyeri.
ditingkatkan ke
skala 2. 1. Menejemen
d) Tekanan darah Lingkungan
diastolik :
dipertahankan Kenyamanan
pada skala 2 a) Ciptakan
ditingkatkan ke lingkungan yang
skala 2. tenang dan
mendukung.
b) Sediakan
lingkungan
aman dan
bersih,
c) Cepat bertindak
jika terdapat
panggilan bel,
yang harus
selalu dalam
jangkauan.
d) Posisikan pasien
untuk
memfasilitasi
kenyamanan
(misalnya,
gunakan prinsip-
prinsip
keselarasann
tubuh, sokong
depan bantal,
sokong sendi
selama
pergerakan,
belat sayatan
dan
immobilisasi
bagian tubuh
yang nyeri).
2. Terapi
Oksigen
a) Bersihkan
mulut, hidung,
dan sekresi
trakea dengan
tepat.
b) Siapkan
peralatan
oksigen dan
berikan
melalui sistem
humidifer.
c) Monitor aliran
oksigen.
d) Periksan
perangkat
(alat)
pemberian
oksigen secara
berkala untuk
memastikan
bawha
konsentrasi
(yang telah)
ditentukan
sedang
diberikan.
e) Monitor
efektifitas
terapi oksigen
(misalnya
tekanan
oksimetri,
ABGs) dengan
tepat.
2 Setelah perawat 1. Perawatan Jantung:
melakukan Rehabilitasi
tindakan 1x24 Intervensi :
jam, masalah a) Monitor
keperawatan toleransi pasien
penurunan curah terhadap aktivitas
jantung dapat b) Berikan
teratasi. dukungan harapan
Indikator : yang realistis pada
1. Status Sirkulasi pasien dan keluarga
(NOC hal. 561) c) Instruksikan
a) Tekanan darah kepada pasien
sistol mengenai resep yang
dipertahankankan pada tepat dan pengobatan
skala 2 ditingkatkan ke yang tepat
skala 4. d) Instruksikan
b) Tekanan darah pasien dan keluarga
diastol dipertahankan mengenai aturan
pada skala 2 berolahraga,
ditingkatkan ke skala termasuk
4. pemanasan,
c) Tekanan nadi peregangan dan
dipertahankan pada pendinginan,
skala 2 ditingkatkan ke sebagaimana
skala 4. mestinya
d) Tekanan darah
rata-rata dipertahankan 2. Monitor TTV
pada skala 2 a) Monitor tekanan
ditingkatkan ke skala darah, nadi, suhu
4. dan status
pernafasan dengan
cepat.
b) Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
bernafasan
sebelum, selama
dan sesudah
beraktifitas degan
cepat.
c) Monitor
keberadaan dan
kualitas nadi.
d) Monitor tekanan
nadi yang melebar
atau menyempit.
e) Monitor irama dan
tekanan jantung.
f) Monitor nada
jantung.
3 Setelah perawat 1. Manajemen
melakukan Risiko Jantung (NIC
tindakan 1x24 hal. 205)
jam, masalah Intervensi :
keperawatan a) Identifikasi
perfusi jaringan kesiapan pasien
jantung, resiko untuk mempelajari
penurunan dapat gaya hidup yang
teratasi. dimodifikasi (diet,
Indikator : merokok, minuman
1. Perfusi Jaringan beralkohol, dsb)
(NOC hal. 445) b) Instruksikan
a) Denyut jantung pasien dan keluarga
apikal dipertahankan mengenai tanda dan
pada skala 2 gejala penyakit
ditingkatkan ke skala jantung,
4. sebagaimana
b) Denyut jantung mestinya
radial dipertahankan c) monitor tekanan
pada skala 2 darah dan denyut
ditingkatkan ke skala jntung secara rutin
4. sebagaimana
c) Nilai rata-rata mestinya
tekanan darah
dipertahankan pada 2. Manajemen Cairan
skala 2 ditingkatkan ke a) Monitor status
skala 4. hemodinamik,
d) Banyak termasuk CVP,
berkeringat MAP, PAP, dan
dipertahankan pada PCWP, jika ada
skala 2 ditingkatkan ke b) Berikan terapi IV,
skala 4. seperti yang
e) Mual ditentukan
dipertahankan pada c) Monitor tanda-
skala 2 ditingkatkan ke tanda vital pasien
skala 4. d) Monitor indikasi
Muntah dipertahankan pada retensi cairan
skala 2 ditingkatkan ke skala (misalnya,
4. crackles, elevasi
CVP atau tekanan
2. Manajemen diri : kapiler paru yang
hipertensi tergankal, edema,
a) Memantau tekanan darah distensi vena leher,
dipertahankan pada dan asites.
skala 2 ditingkatkan ke
skala 4 3. Terapi oksigen
b) Mempertahankan target a) Pertahankan
tekanan darah kepatenan jalan napas
dipertahankan pada b) Siapkan peralatan
skala 2 ditingkatkan ke oksigen dan berikan
skala 4 melalui sistem
c) Menyingkirkan rokok humidifier
dipertahankan pada c) Berikan
skala 2 ditingkatkan ke oksigen
skala 4 tambahan
d) Memantau komplikasi seperti yang
hipertensi diperintahkan
dipertahankan pada d) Monitor aliran
skala 2 ditingkatkan ke oksigen
skala 4 e) Monitor peralatan
oksigen untuk
3. Perilaku berhenti memastikan bahwa
merokok alat tersebut tidak
a) Mengekspresikan mengganggu upaya
keinginan untuk pasien untuk bernapas
berhenti merokok
dipertahankan pada 4. Perawatan
skala 2 ditingkatkan penggunaan zat
ke skala 4 terlarang : rokok
b) Mengekspresikan a) Tingkatkan hubungan
kepercayaan terhadap saling percaya dengan
kemampuan untuk membuat batasan yang
berhenti merokok jelas (misalnya,
dipertahankan pada memberikan dengan
skala 2 ditingkatkan hati-hati mengenai
ke skala 4 fakta yang jelas
c) Mengidentifikasi mengenai terjadinya
hambatan untuk disfungsi, tetap
berhenti merokok berfokus pada
dipertahankan pada ketergantungan, dan
skala 2 ditingkatkan penyalahgunaan zat
ke skala 4 dan tingkatkan harapan
b) Informasikan klien
4. Manajemen diri : bahwa frekuensi dan
penyakit arteri volume
koroner penyalahgunaan zat
a) Memantau denyut terlarang bisa
dan irama jantung mengakibatkan
dipertahankan pada disfungsi yang
skala 2 ditingkatkan bervariasi antara satu
ke skala 4 orang dengan orang
b) Memantau tekanan lain.
darah dipertahankan c) Bantu pasien dalam
pada skala 2 mengembangkan
ditingkatkan ke skala mekanisme koping
4 yang efektif dan tepat
c) Memantau nyeri
ditingkatkan pada 5. Monitor tanda-tanda
skala 2 ditingkatkan vital
ke skala 4 a) Monitor tekanan
d) Memantau pemicu darah, nadi, suhu,
gejala dipertahankan pernapasan, dengan
pada skala 2 tepat
ditingkatkan ke skala b) Monitor tekanan darah
4 saat pasien berbaring,
e) Memantau beratnya duduk, berdiri sebelum
gejala dipertahankan dan setelah perubahan
pada skala 2 posisi
ditingkatkan ke skala
4

fEdukasi
1. Penatalaksanaan diet pada penyakit jantung
Tujuan diet : mengurangi  beban kerja jantung, menormalkan berat badan,
memenuhi kebutuhan gizi pasein, mencegah dan mengurangi cairan tubuh dan
mengurangi resiko penyumbatan pembuluh darah.
● Syarat diet : Energi cukup untuk mempertahankan BB normal, Protein 0,8
gr/kg BB Ideal/hari. Lemak 25-30 % dari kebutuhan Energi 7 % lemak jenuh 
dan  10-15 % lemak tidak jenuh. Kolesterol  rendah, terutama jika disertai
dengan Dislipedemia. Vitamin dan mineral cukup. Hindari penggunaan
suplemen Kalium , Kalsium dan Magnesium jika tidak dibutuhkan. Garam
Rendah 3-5 gr/hari ,jika disertai Hipertensi. Makanan mudah dicerna dan
tidak menimbulkan gas dan Serat cukup untuk menghindari Konstipasi
● Makanan yang dihindari : Daging yang berlemak , jeroan, sosis , daging
asap ,  gajih , otak , kepiting, kerang , keju, susu full crem. Kacang merah,
oncom , kacang mete. Sayuran yang dapat menimbulkan gas  seperti : Kol ,
Kembang kol, Lobak , Sawi, Nangka muda. Buah yang dapat menimbulkan
gas  seperti : durian , nangka , cempedak, nenas. Kopi, teh kental, minuman
mengandung soda dan beralkohol. Bumbu tajam ( pedas, asin , asam ) dan
Bumbu olahan  yang mengandung Natrium

● Cara memasak yang baik : Bila memasak daging, pilihlah daging yang kurus.
Keluarkan bagian – bagian yang berlemak. Memasak dengan cara merebus,
mengukus, mengungkep, menumis, memanggang atau membakar. Hindarkan
menggoreng sebanyak mungkin dan Sebagian dari sayur sebaiknya dimakan
mentah atau sebagai lalapan.

2. Program rehabilitasi jantung ( terapi latihan, edukasi gaya hidup sehat)


Merupakan salah satu penatalaksanaan non farmakologis pasien ACS.
Program rehabilitas jantung adalah program rawat inap, rawat jalan terkait
dengan edukasi dan aktivitas fisik yang dirancang untuk membantu pasien
meningkatkan kesehatan dan pulih dari penyakit jantung. Rehabilitasi jantung
meliputi terapi latihan , dukungan moral, dan edukasi tentang gaya hidup
sehat.
● Penderita ACS, disarankan agar mengikuti latihan fisik terarah dengan
pengawasan dan pemeriksaan mengkomunikasikan program rehabilitasi
jantung kepada semua lini yang terkait, yaitu dinas kesehatan, rumah sakit,
poli klinik jantung, dokter jantung, masyarakat, keluarga dan pasien itu
sendiri tentang tujuan dan manfaat frekuensi nadi secara intensif agar dapat
terpantau perkembangan kesehatan jantungnya.
Latihan fisik terarah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap fungsi otot
jantung berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah dan gambaran EKG.
Dimana signifi kansi yang paling besar adalah terhadap gambaran EKG
dibandingkan tekanan darah.

fKuis
1. Perempuan berusia 67 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan
dada terasa berat disertai sesak nafas.Hasil pengkajian: wajah tampak pucat,
akral dingin frekuensi napas 30 kali per menit frekuensi nadi 104 kali per menit
dan pada EKG tampak elevasi segmen ST. temuan Apakah yang mungkin
ditemukan perawat pada pemeriksaan darah pasien? peningkatan troponin
2. Seorang perempuan berusia 56 tahun dirawat di ruang rawat penyakit dalam
dengan keluhan nyeri dada dengan skala nyeri 6, nyeri menjalar ke punggung
belakang titik pasien terlihat pucat ctr3 detik. jari tidak bisa hilang dengan
istirahat titik dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD 150/110 mmhg
r24/menit suhu 36,6 titik Apakah masalah keperawatan yang paling sesuai pada
kasus diatas? Nyeri
3. Seorang pasien 47 tahun masuk ruang jantung dengan diagnosa akut  coronary
syndrome (ACS).  pasien mengeluh nyeri dada hebat sebelah kiri menjalar ke
punggung dan lengan kiri 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Apakah intervensi
yang diberikan pada pasien tersebut? kolaborasi pemberian oksigen
4. Seorang perempuan berusia 68 tahun dirawat dengan keluhan nyeri dada
seperti tertindih beban berat menyebar ke lengan kiri. hasil pengkajian
frekuensi nadi 98 kali/menit,  29 X/menit, TD 135/85 mmhg,  dan dampak depresi
segmen ST pada gambaran EKG. Apakah etiologi keluhan pasien tersebut?
iskemia otot jantung
5. Seorang pasien laki-laki 57 Tahun masuk rumah sakit it dengan keluhan nyeri
dada hebat menjalar ke bahu kiri 2 jam sebelum masuk rumah sakit disertai
keringat dingin titik dokter mendiagnosa pasien menderita serangan jantung
akut yaitu Aceh setelah dilakukan pemeriksaan EKG terdapat perubahan EKG
dengan adanya depresi segmen ST dan hasil pemeriksaan enzim jantung
troponin meningkat. Apakah jenis ACS pada pasien tersebut? NSTEMI
6. Seorang pasien 27 tahun masuk ruang jantung dengan diagnosa akut koroner
sindrom ACS. pasien mengeluh nyeri dada hebat sebelah kiri menjalar ke
punggung dan lengan kiri 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Apakah penyebab
timbulnya nyeri dada pada pasien tersebut? kurangnya suplai oksigen ke
miokard

DHF
(Dengue Hemmorage Fever)
a Pengertian
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti dan aedes albopictus yang
menyebabkan gangguan pada pembuluh kapiler dan pada sistim pembekuan
darah, shg mengakibatkan perdarahan yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian.

a Fase pada DBD


r Fase Demam : Viremia menyebaban demam tinggi.
Ditandai dengan:
 Demam tinggi
 Facial flush (wajah memerah)
 Nyeri kepala
 Nyeri otot dan sendi
 Nyeri perut
 Nyeri tenggorok
Manifestasi Perdarahan
 Uji bendung positif (> 10 peteki/inch)
 Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena
 Peteki pada ekstermitas, ketiak, muka
 Epistaksis (mimisan), perdarahan gusi

 Perdarahan saluran cerna

r Fase Kritis : (Pada saat sudah bebas demam, saat itu mulai terjadi
perembesan plasma misal edema, peningkatan permeabilitas kapiler, terjadi
perdarahan dan syok ; melihat pemeriksaan penjunjang lainnya spt
hematocrit)
Ditandai dengan :
 Peningkatan hematocrit 10-20%
 Terjadi perembesan plasma spt efusi pleura dan asites
 Penurunan kadar albumin >0,5g/dL dari nilai normal <3,5 g/dL yang
merupakan bukti tdk langsung dari tanda perembesan plasma
 Tanda tanda syok : penurunan kesaradaran, sianosis, CRT >2dtk, akral
dingin, hiportensi, diuresis menurun (urin outputnya menurun) hingga
anuria.
 Komplikasi berupa asidosis metabolic, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, perdarahan hebat, kegagalan multiple organ.
r Fase Penyembuhan : perembesan plasma mendadak berhenti disertai
reabsorbsi cairan dan ekstravasi plasma.
Ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali.

a Klasifikasi DBD
DD/DBD TANDA DAN GEJALA LABORATORIUM
DD Demam disertai minimal  Leukopenia (jumlah
dengan 2 gejala: leukosit kurleb
 Nyeri kepala 4000 sel/mm)
 Nyeri retro orbital  Trombositopenia
 Nyeri otot (jumlah trombosit
 Nyeri sendi atau tulang <100.000 sel/mm)
 Ruam kulit  Peningkatan
makulopapular hematocrit (5%-10%)
 Manifestasi  Tidak ada bukti
perdarahan perembesan
 Tidak ada tanda plasma.
perembesan plasma
DBD DERAJAT 1 Demam dan manifestasi  Trombositopenia
perdarahan (uji bendung (jumlah trombosit
positif) dan tanda <100.000 sel/mm)
perembesan plasma  Peningkatan
hematocrit >20%
DBD DERAJAT 2 Seperti derajat 1 ditambah  Trombositopenia
perdarahan spontan (jumlah trombosit
(mimisan, muntah darah, <100.000 sel/mm)
dll)  Peningkatan
hematocrit >20%
DBD DERAJAT 3 Seperti derajat 1 atau 2  Trombositopenia
ditambah kegagalan (jumlah trombosit
sirkulasi (nadi lemah, <100.000 sel/mm)
tekanan nadi kurang  Peningkatan
20mmHg, gelisah, hematocrit >20%
diuresis menurun
(monitoring urin output
pasien normal 0,5-1 cc/kg
BB/jam)
DBD DERAJAT 4 DSS, Syok hebat dengan  Trombositopenia
tek darah dan nadi yang (jumlah trombosit
tidak terdeteksi <100.000 sel/mm)
 Peningkatan
hematocrit >20%
a Pathway DBD

a Etiologi DBD
Virus Dengue = Virus yang menyebar melalui artrophoda > virus masuk ke
dalam nyamuk > nyamuk menggigit manusia dan menularkan virus > viremia
(masa diamna virus berada di aliran darah) > infeksi virus dengue

a Faktor Risiko DBD


Pendidikan = Kurang pengetahuan > kurangnya PHBS > kurang pencegahan
DBD > infeksi virus dengue
Lingkungan = Kurang kebersihan > lingkungan kumuh > menjadi sarang
nyamuk misal dalam botol, kaleng > infeksi virus dnegue
Usia = Sistem imun anak dibawah 15 thn belum optimal > nyamuk aedes lebih
aktif pada siang hari
Letak geografis = Indonesia iklim tropis > musim hujan > lingkungan lembab >
nyamuk berkembang biak dengan baik
Kebiasaan = suka menggantung pakaian yang akan menjadi sarang nyamuk
Status imun = nutrisi tidak mencukupi > antibody menurun > sistem
kekebalan tubuh menurun > mudah terserang penyakit

a Tanda & Gejala DBD


Demam > Imun bereaksi > sistem komplemen aktif > tubuh melepaskan
antifilatoksin (C3A dan C5A) > memicu pelepasan matosit dan fagosit (untuk
memakan) > respon inflamasi> leukosit meningkat > DEMAM.
Mual dan muntah = Respon inflamasi > histamin dilepaskan > menstimulasi
hipotalamus > MUAL DAN MUNTAH > Anoreksia
Petechi = Imun bereaksi > pelepasam histamine vasokatif > meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah (pemb darah menjadi lebih lbh lebar) >
trombosit mudah keluar shg jumlah trombosit menurun (trombosit dan
benang2 fibrin berkumpul untuk menutupi luka) > trombositopenia (jml
trombosit dibawah normal) > darah sulit membeku > koagulopati (gangguan
pada sist pembekuan darah khususnya benang2 fibrin sulit dibentuk) >
benang fibrin tidak ada shg tidak ada yang menutup luka > perdarahan >
pecahnya pemb darah di kulut > PETEKI
Mimisan = perdarahan > pecahnya pemb darah di kulut > MIMISAN
Tubuh Lemah = Meningkatkan permeablitas pemb darah > pemb darah bocor
> volume darah turun > menghambat aliran darah > supply oksigen menurun
> metabolisme anaerob > energy berkurnag > tubuh lemah

a Komplikasi DBD
Hemokonsentrasi (Kondisi dimana lebih sedikit plasma darah dan lbh banyak
sel darah merah) = Pelepasan histamine vasoaktif > meningkatkan
permeabilitas pemb darah > kebocoran plasma > HEMOKONSENTRASI
Efusi Pleura = Kebocoran plasma > cairan di rongga pleur > EFUSI
Perdarahan = Imun bereaksi > pelepasam histamine vasokatif >
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah (pemb darah menjadi lebih lbh
lebar) > trombosit mudah keluar shg jumlah trombosit menurun (trombosit
dan benang2 fibrin berkumpul untuk menutupi luka) > trombositopenia (jml
trombosit dibawah normal) > darah sulit membeku > koagulopati (gangguan
pada sist pembekuan darah khususnya benang2 fibrin sulit dibentuk) >
benang fibrin tidak ada shg tidak ada yang menutup luka > PERDARAHAN
DSS = kebocoran plasma > hipovolemi (kondisi saat kadar plasma terlalu
rendah) > syok hipovolemi > DSS
Kematian = syok hipovolemi > kematian.

a Pemeriksaan Penunjang DBD


1. Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Hemoglobin (mengukur jumlah Hb di dalam darah, Hb normal wanita
12-15,5/dl pria 13,5-17,5 dl)
b. Hematokrit (mengukur jumlah sel darah merah di dalam darah, Hem
normal wanita 38-46%, pria 40-54%, anak anak 30-40%. Peningatan
nilai hematocrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi yang
merupakan indicator terjadinya perembesnn plasma)
c. Trombosit (pada pasien DHF akan mengalami penurunan trombosit,
tromb normal 150.000-450.000 trombosit/ mL darah)
d. Uji NS1 (untuk mendeteksi dbd lebih cepat dan tepat)
2. Uji Serologi
a. Uji hemaglutinasi inhibasi (Haemagglutionation Inhibition Test = HI
test) = Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali
lipat dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
presumtive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru
terjadi (Recent dengue infection)
b. Uji neutralisasi = uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue
c. IgM Elisa = mengetahui kandungan igM dalam serum pasien pada
perjalanan penyakit 4-5 hari virus dengue, akan timbul IgM yang
diikuti oleh igG. Apabila jari ke 6 igM negative maka dilaporkan sbg
negative.
d. IgG Elisa = Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat
terdeteksi pada hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan
sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue
akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
e. Uji Komplement Fiksasi (CF test) = Uji serologi yang jarang digunakan
sebagai uji diagnostik secara rutin oleh karena selain cara
pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga memerluikan tenaga
periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI,
antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun
saja (2 – 3 tahun)

a Penatalaksanaan Medis DBD


Pengobatan
1. Pertolongan Pertama
Gejala awal : Panas tinggi, badan lemah lesu, nyeri ulu hati, peteki krn
pecahnya pemb darah kapiler di kulit.
 Tirah baring selama demam
 Antipiretik (parasetamol)
 Kompres dengan air hangat
 Minum banyak
 Bila terjadi kejang jaga lidah agar tidak tergigit, tidak memberikan
apapun lewat mulut selama kejang.
 Berobat ke puskesmas
2. Tatalaksana DD
 Tirah baring selama masih demam
 Obat antipiretik atau kompres hangat
 Pemberian parasetamol saat suhu >39 derajat
 Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, air putih, dll
 Monitor suhu, jml trombosit dan hematocrit
3. Tatalaksana DBD tanpa syok
 Fase demam >> pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi, jika
tidak bisa makan perlu cairan intravena, antipiretik.
 Fase kritis >> pasien diawasi ketat thdp kejadian syok yang mungkin
terjadi, pemeriksaan kadar hematocrit berkala, penggantian volume
plasma yang hilang, cairan intravena jika nilai hematocrit cenderung
terus meningkat.
Jenis cairan :
1. Kristaloid (larutan ringer laktat/RL, ringer asetat/RA, dekstrosa 5%
dlm RL (tdk boleh saat resusitasi syok)
2. Koloid (dekstran 40, plasma, albumin)
 Fase Penyembuhan
4. Tatalaksana DBD dengan syok
 Penggantian volume plasma (cairan resusitasi awal adalah kristaloid
20 ml/kgBB scr intravena dlm 30 mnt.
 Pemeriksaan hematocrit untuk memantau penggantian vol plasma
 Koreksi gangguan metabolik dan elektrolit >> hiponatremia dan
asidosis metabolic sering menyertai pasien DBD, maka AGD dan kadar
elektrilit harus selalu diperiksa pd DBD berat.
 Pemberian oksigen >> terapi oksigen 2 liter/mnt
 Transfuse darah
 Monitoring : nadi, kadar hematocrit, jml dan frekuensi diuresis
 Ruang gawat khusus untuk DBD/SSD
5. Kriteria memulangkan pasien
 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
 Nafsu makan membaik
 Hematokrit stabil
 Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis)

a Kasus & Askep DBD


Seorang pasien dirawat diruangan perawatan umum dirumah sakit
pemerintah. Pasien dirawat dengan keluhan demam, mimisan, tidak nafsu
makan. Seorang perawat melakukan anamnesa, didapatkan hasil sebagai
berikut: keluarga pasien mengatakan sakit sejak main kerumah saudara
yang banyak nyamuk, terdapat petekie di badan, nadi cepat dan lemah,
trombosit dan hematokrit abnormal. Hasil TTV menunjukan : TD : 100/90
mmHg, HR : 108 x/menit, RR : 22 x/menit. Pasien mendapatkan terapi
Antipiretik, antibiotik dan Infus RL. Keluarga pasien bertanya bagaimana
anaknya bisa terkena penyakit ini. Diagnosa medis klien DHF Stadium IV,
perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang terkait melakukan
perawatan secara integrasi untuk menghindari / mengurangi resiko
komplikasi lebih lanjut.

Analisa Data dan Diagnosa


Ds: Pasien mengeluh demam Defisien Volume Cairan b.d Kehilangan
Do: Hematokrit meningkat Cairan Aktif d.d Hematokrit meningkat
Takikardi HR (108x/mnt)
Tek darah menurun/hipotensi (100/90
mmHg)
Nadi lemah
Ds: Risiko Perdarahan b.d Gangguan
Do: Trombosit menurun Koagulasi (Trombositopenia)
Ditemukan petekie
Ds: Risiko Syok b.d Hipovolemia
Do: Takikardi
Hipotensi
Dt: Diuresis menurun
Pemeriksaan CRT >3dt
Akral dingin
Ds : Pasien mengeluh demam Hipertermi
Do: Suhu tinggi
Takikardi
Ds: Pasien mengatakan tidak nafsu Nutrisi (Jika ingin ditambahkan)
makan
Do: IMT pasien
Dt: Antropometri
Pemeriksaaan HB, Albumin
Klinis
Diet (tidak nafsu makan)

Intervensi dan Kriteria Hasil


No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 1. Keseimbangan Cairan 1. Manajemen Cairan
 TD, nadi, dan suhu  Monitor TTV
tubuh  Pantau adanya
dipertahankan 1 ke tanda gejala
5 dehidrasi
 Hematokrit  Tingkatkan intake
dipertahankan 2 ke cairan per oral
5  Monitor hasil lab
 (hematocrit)
 Monitor kehilangan
cairan
 Pemberian cairan
intravena RL

2 1. Pencegahan
Perdarahan
 Monitor adanya
tanda gejala
perdarahan
internal dan
eksternal
 Catat nilai Hb dan
Ht sebelum dan
sesudah
perdarahan
 Pelihara intake dan
output cairan

2. Pengurangan
Perdarahan
 Monitor adanya
perdarahan
 Monitor status
cairan
 Instruksikan
pembatasan
aktivitas
 Monitor hasil lab
khususnya
trombosit

3 1. Status Jantung Paru 1. Pencegahan Syok


 TD, nadi, dan suhu  Monitor adanya
dipertahankan 3 ke respon kompensasi
5 awal syok spt TD,
 Irama jantung, hipotensi, CRT,
tingkat pernafasan takipneu, akral
irama dingin
dipertahankan 3 ke  Monitor hasil lab
5 terutama HB, HT,
AGD
 Beri cairan melalui
IV dan oral

a Edukasi DBD
Pada pasien dan keluarga pasien:
1. Penuhi kebutuhan cairan yang adekuat
2. Istirahat yang cukup
3. Jaga suhu tubuh dibawah 39 derajat
4. Kontrol kadar Ht dan trombosit setiap 24 jam

a Kuis DBD
1. Seorang wanita 29 tahun dirawat dengan demam berdarah dengue, Panas hari
ke-6. Pada pengkajian mukosa bibir tampak kering kulit tidak elastis, pasien
mengeluh lemas terdapat petechie (+). Hasil pemeriksaan lab 56000 sel/detik.
Apakah yang menjadi penyebab dari masalah keperawatan utama pada pasien
tersebut? peningkatan permeabilitas pembuluh darah
2. Seorang pasien perempuan 27 tahun dirawat dengan keluhan demam sudah 3
hari disertai nyeri otot dan sendi. Pada pengkajian diperoleh data suhu 38
derajat Celcius terdapat petechie di tangan dan kaki, perdarahan spontan.
Hasil pemeriksaan laboratorium HB: 10 g/dl. Ht : 60%, trombosit 83000 sel/ul.
Dari data tersebut diatas, derajat berapakah demam berdarah yang dialami
pasien tersebut? derajat 3
3. Seorang perempuan usia 25 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan
DHF. Hasil pengkajian didapatkan demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien
dilakukan pemasangan infus. Saat ini Perawat sedang melakukan prosedur
pemasangan infus dengan jalur 2 Line. Trombosit 55.000, HB 10 g/DL. TD 80/60
mmHg, suhu 38,5 derajat Celcius, nadi 125x/menit, frekuensi napas 30x/menit.
akral  dingin, CRT > 2 detik.TB: 156 cm dengan BB: 50 kg pasien dilakukan
pemasangan kateter urin. Berapa target urine output yang diproduksi oleh
pasien untuk mengevaluasi kebutuhan cairan pasien? 25 sampai 50 cc per jam
Cara hitung = normal 0,5 sampai 1 cc/kg/jam >> 0,5 x 50 = 25 cc/jam - 1 x 50 =
50 cc/jam
4. Seorang perempuan berusia 30 tahun dirawat di unit medical dengan diagnosa
DHF. Pada pengkajian pasien mengeluh lemas, mual, tidak nafsu makan dan
badan menggigil. Hasil pemeriksaan fisik: mukosa bibir kering, turgor elastis,
CRT > 2 detik TD 100/ 60 mmhg,  frekuensi  nadi 102x/ menit, frekuensi nafas
21x/ menit,  suhu 39, 8 derajat Celcius.  Hasil laboratorium HB 14,3 gram/ dl, 
hematokrit 56%, 39000/ul,  trombosit 52000/ul. Apakah masalah keperawatan
prioritas pada kasus tersebut? kekurangan volume cairan
5. Seorang  yang pasien laki-laki di diagnosa demam berdarah dan mengalami
dengue shock syndrome. Apakah tanda dan gejala yang tidak menunjukkan
pasien demam berdarah mengalami penurunan kondisi pasien yaitu terjadinya
dengue shock syndrome? kesadaran compos mentis
ANEMIA
c Pengertian
Anemia merupakan suatu kondisii dimana jlm sel darah merah atau Hb, hematokrit,
dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal. Menyababkan kurangnya HB >
terganggungnya supply oksigen ke tubuh.

c Klasifikasi
Anemia Hipoproliferasi

Anemia Etiologi:
Aplastik/Hiporegeneratif  Penurunan sel prekusor (sel yg mengandung
inti seluler dalam eritrosit) sum-sum tulang
dan penggantian sum-sum tulang dengan
lemak
 Dapat terjadi secara kongenital atau idiopatik
(tanpa hal yg jelas)
 Obat-obatan yang menyebabkan aplasia
(penyakit yang jarang terjadi) sumsum tulang
Penatalaksanaan :
 Transplantasi sumsum tulang
 Transfusi
Anemia pada penyakit Eritropoetin (hormone yang dibuat oleh ginjal)
ginjal merangsang pembuatan sel darah merah > jika
ginjal rusak maka eritropetin menurun >
pembentukan sdm menurun.
Anemia defisiensi besi Besi yang diperlukan untuk sintesa Hb menurun.
Terapi preparat besi oral: sulfat ferosus, glukonat
ferosus
Anemia Megaloblastik Etiologi:
 Defisiensi vit B12 dan asam folat shg sintesis
DNA terganggu

Anemia Hemolitika

Anemia sel sabit Keadaan keturunan auotosom resesif, bentuk sel


seperti sabit , shg lebih mudah menempel di dinding
pembuluh darah dan menyumbat aliran darah yang
lain > iskemi (kurangnya supply darah ke jaringan)

Morfologi sel darah merah


Makrositik Ukuran sdm bertambah besar dan jml HB juga bertambah.
Terdapat 2 jenis:
 Anemia Megaloblastik= kekurangan vit B12, asam folat,
dan gangguan sintesis DNA
 Anemia non megaloblastik= eritropolesis yg dipercepat
dan peningkatan luas permukaan membran
Mikrositik Ukuran sdm mengecil, disebabkan oleh defisiensi besi,
gangguan sintesis globin (berhubungan dengan gangguan pd
zat besi)
Normositik Ukuran sdm normal. Disebabkan oleh perdarahan,
meningkatnya vol plasma, penyakit hemolitik, gangguan
endokrin, ginjal.

Presentasi Klinis
Anemia Akut Turunnya kadar HB scr cepat, misal perdarahan atau
hemolitik. Gejala yang muncul juga secara cepat.
Anemia Kronis Anemia yang terjadi dalam periode yang lama. Gejala muncul
perlahan dan memberat jika tidak diatasi.

c Pathway
c Etiologi
Defisiensi asam folat = fungsi asam folat adalah sbg salah satu unsur
pembentuk sel darah merah.
Defisiensi zat besi = fungsi zat besi adalah sbg salah satu unsur utama
pembentuk hemoglobin yg merupakan bagian dari sel darah merah.
Kerusakan ginjal = Eritropoetin (hormone yang dibuat oleh ginjal)
merangsang pembuatan sel darah merah > jika ginjal rusak maka eritropetin
menurun > pembentukan sdm menurun.
Paparan radasi (sinar rontgen, radioaktif, kemoterapi) = Merusak sel yang
sehat > tanda hypoplasia (perkembangan jaringan atau organ yang tidak
lengkap atau kurang) > depresi sumsum tulang hingga irreversible >
pembentukan sel punca hematopoetik menurun > produksi sel darah baru
menurun pansitopenia (menurunnya eritrosit, leukosit dan trombosit) >
ANEMIA apalastik.
Gen abnormal = Mutasi pada rantai globin beta di HB > kelainan eritrosit >
bentuk sel darah merah akan serupa dengan sabit (normal berbentuk pipih
atau konkaf) > sdm kaku dan mudah menempel pada dinding pembuluh darah
> aliran darah terhambat > kadar eritrosit menurun > ANEMIA
Hemolysis = hemolysis adalah kerusakan membran sel darah merah >
pelepasan Hb > jika rusak sel darah sr berlebihan > kekurangan sdm >
ANEMIA.
Makanan yang dikonsumsi = 3 unsur penting pembentuk sel darah yaitu
asam folat, zat besi, vit B12 > kekurangan 3 unsur tsb > masalah pada
penyusunan sdm > ANEMIA

c Faktor Risiko
Jenis Kelamin = Wanita memiliki kadar HB dan hematocrit lebih rendah,
menstruasi berat, hamil, proses persalinan dan nifas.
Usia = Bayi premature mengalami penurun HB krn tidak merasakan manfaat
trimester ketiga kehamilan penuh > berisiko kekurangan zat besi.
Bayi yang minum susu sapi lbh bersiko terkena anemia krn zat besi yg
berasal dari ASI lbh mudah diserap.
Semakin bertambah usia > penurunaan fungsi fisiologis pd sumsum tulang >
penurunan produksi sel darah merah > ANEMIA.
Trauma = Perdarahan tdk terkontrol > tubuh kehilangan banyak darah > kadar
HB menurun > ANEMIA.
Pajanan toksik (timbal), invasi tumor, dan kelainan kongenital = 3 faktor tsb
menyebabkan kegagalan STB > pembentukan sel hematopoetik menurun >
pansitopenia (menurunnya eritrosit, leukosit dan trombosit) > ANEMIA
aplastic.

c Tanda & Gejala


Lemah, letih= Transfer O2 terganggu > kurang pasokan O2 ke jaringan >
Hipoksia sel dan jaringan > penurunan aliran darah perifer > metabolisme
anaerob (2 ATP) meningkat >penumpukan asam laktat > LEMAH LETIH LESU
Sakit kepala dan pusing = Hipoksia > supply darah ke otak menurun >
hipoksia jaringan > iskemia > NYERI KEPALA.
Kulit pucat = Penurunan aliran darah perifer > transport O2 terganggu >
kebutuhan O2 tidak terpenuhi > PaO2 (tekanan parsial oksigen) menurun >
hipoksia > PUCAT.
Anoreksia = Hipoksia > merangsang sistem saraf simpatis > aliran darah
gastrointenstinal menurun > peristaltik usus menurun > regurgitasi (aliran
balik isi lambung ke esophagus) > mual/muntah > ANOREKSIA
Sesak = Penurunan aliran darah perifer > menstimulasi otak meningkatkan
laju pernafasan > RR meningkat > SESAK.
Takikardi = Hipoksia > Hb menurun > perfusi (distribusi darah ke jaringan)
tidak efektif > kompensasi jantung memompa lbh keras > beban kerja dan
curah jantung meningkat > TAKIKARDI.
Nyeri dada = = Hipoksia > Hb menurun > perfusi (distribusi darah ke jaringan)
tidak efektif > kompensasi jantung memompa lbh keras > iskemia miokard >
merusak otot jantung > ANGINA
Konjungtiva anemis

c Komplikasi
Gangguan Haid pada Wanita = Transfer oksigen terganggu > hipoksia sel dan
jaringan > aliran darah ke jar perifer menurun > penurunan tekanan parsial
oksigen > hiposia organ > GANGGUAN HAID
Gagal Jantung = perfusi jaringan tidak efektif > kompensasi jantung
memompa lebih keras > HR meningkat > beban dan kerja jantung meningkat
> hipertrofi vent kiri > kardiomegali > GAGAL JANTUNG
Konstipasi = Hipoksia > merangsang sistem saraf simpatis > aliran darah
gastrointensinal menurun > peristatik usus menurun > konstipasi.
Parestisia / kesemutan = Hipoksia > aliran darah ke organ vital menurun >
PARESTISIA.
Splenomegali dan Hepatomegaly = Hipoksia sel dan jaringan > eritrosit
menurun > reaksi kompenasasi organ hati dan limpa membentuk eritrosit >
beban dan kerja hati dan limpa meningkat > SPLENOMEGALI DAN
HEPATOMEGALI
Syok Hipovolemik = kondisi gawat darurat yang disebabkan oleh hilangnya
darah dan cairan tubuh dalam jumlah yang besar, sehingga jantung tidak
dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Anemia akibat trauma >
perdarahan > kehilangan komponen vaskuler > SYOK HIPOVOLEMIK

c Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Hb = Protein dalam sdm yang berfungsi untuk membawa oksigen ke
seluruh tubuh.
b. Hematokrit = Jumlah persentase perbandingan sel darah merah
terhadap volume darah.
c. Trombosit
d. Sel darah merah
e. Sel darah putih
2. Tes Sel Darah Merah :
a. Vol Eritrosit Rata Rata (VER) untuk mengukut besar rata rata sel
darah merah
o VER rendah : ukuran sdm lbh kecil dari ukuran normal,
biasanya krn defisiensi besi
o VER tinggi : ukuran sdm lbh besar dr normal, menunjukkan
adanya anemia megaloblastik, biasanya krn kekurangan asam
folat
b. RDC Distribution Width (RDW) untuk mengukur kisaran ukuran sdm.
Dalam beberapa kasus anemia, seperti anemia pernisiosa, variasi
dalam ukuran eritrosit (anisositosis) bersama dengan variasi dalam
bentuk (poikilositosis) menyebabkan peningkatan RDW.
c. Hemoglobin Eritrosis Rata Rata (HER) dan Konsentrasi Hemoglobin
Eritrosit Rata-Rata (KHER) untuk mengukur jumlah dan kepekatan Hb.
3. Tes Retikulosit = Retikulosit adalah sel eritrosit yang belum matang, dan
kadarnya dalam eritrosit manusia sekitar 1%. Manfaat pemeriksaan ini adalah
menghitung jumlah retikulosit untuk mengetahui apakah sumsum tulang
memberi respon adekuat pada kebutuhan tubuh terhadap sel darah merah.
4. Pemeriksaan Ferritin = Ferittin adl protein yang mengikat zat besi, banyak
ditemukan di hati, limpa, sumsum tulang. Tujuan pemeriksaan ini adalah
mengetahui seberapa banyak zat besi yang tersimpan di dalam tubuh.
5. Pemeriksaan Apus Darah Tepi = Tujuannya adalah menilai berbagai unsur sel
darah tepi seperti morfologi sel (eritrosit, leukosit, trombosit),
menentukan jumlah dan jenis leukosit, mengestimasi jumlah trombosit dan
mengidentifikasi adanya parasit.
6. Eritrosit Protoporfirin (EP) = EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi
eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi
7. Besi Serum = Untuk mendeteksi kadar zat besi
8. Serum Transferin = Transferin adalah protein tranport besi dan diukur
bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada
kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut,
infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan. 
9. Jenuh Transferin = Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan
kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari
suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10%
merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap
perkembangan eritrosit

c Penatalaksanaan Medis
1. Terapi Oksigen = untuk mencegah hipoksia dan mengurangi beban jantung
2. Injeksi eritropoetin = Injeksi eritropoetin subkutan diberikan kepada klien
anemia kronis karena obat ini akan meningkatkan produksi sel darah merah.
Agar terapi ini efektif, klien diharuskan memiliki sumsum tulang yang normal
dan asupan nutri yang memadai.
3. Penggantian Zat Besi = Pemberian zat besi per oral, obat yang digunakan
fero sulfat (feosol) atau fero glukanat (fergon), 200-325 mg dosis oral dan 3-
4x/hari. Konsumsi zat besi bersama vit C.
4. Terapi Komponen Darah (transfuse darah)
Penatalaksaan Medis berdasarkan jenis Anemia:
1. ADB= Pemberian preparat Fe
 Fero sulfat 3x3,25 mg scr oral
 Fero glukonat 3x200 mg scr oral
 Iron dextran 50-250 mg scr intramuscular atau 250-500mg scr
intravena
2. Anemia kronik= Transfusi darah merah, pemberian kobalt (untuk
meningkatkan vit B12), injeksi eritropoetin
3. Anemia Makrositik = pemberian vit B12 1000mg/hari selama 5-7 hari 1x/bln,
pemberian asam folat oral 1 mg/hari
4. Anemia karena perdarahan = mengatasi perdarahan, pemberian transfuse
utnuk anemia akut dan pemberian preparat Fe pada anemia kronik.
5. Anemia Hemolitik = Sesuai dengan penyebabnya, misal krn reaksi toksik
imunologik maka diberikan kortikosteroid.
6. Anemia Aplastik= Transfusi darah packed red cell, atasi infeksi dengan
antibiotic, kortikosteroid dosis rendah untuk trombositopenia berat,
transplantasi sumsum tulang.

c Kasus & Askep


Seorang pasien dirawat di ruangan perawatan umum di rumah sakit
pemerintah. Pasien dirawat degan keluhan sering lemah, letih, lesu. Seornag
perawat melakukan anamnesa, didapatkan hasil sbg berikut: pasien tidak
punya uang untuk membeli makan, anoreksia, konjungtiva anemis. Hasil lab:
Hb menurun, pansitopenia, mendapatkan terapisuplemen asam folat. Diagnosa
medis pasien Anemia Hipo proliferative, karena kekurangan zat besi dan vit
B12.

TERMINOLOGI

1. Hb normal= laki-laki 14-18, wanita 12-16


2. Pansitopenia = suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia,
dan trombositopenia, dengan segala manifestasinya.
3. Anemia hipo proliferative =

Askep Anemia
Pengkajian khusus: cek IMT atau lila tangan non dominan
Mengukur LILA = LILA pasien : LILA standar x 100%
standar LILA wanita 23,5
Analisa Data & Diagnosa
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
Ds:
dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan
IMT
ekonomi
Ds: Pasien mengeluh sering lemah, Keletihan b.d anemia d.d lemah, letih,
letih, lesu lesu, konjungtiva anemis
Do: TTV, konjungtiva anemis, Hb 10 g/dl
Dt : Saturasi oksigen
Ds: Pasien mengeluh sering lemah, Ketidakefektifan perfusi jaringan
letih, lesu, tidak memiliki uang untuk perifer b.d malnutrisi
membeli makan

Intervensi dan Kriteria Hasil


No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 1. Status nutrisi 1. Manajemen gangguan
 Asupan gizi 1 ke 5 makan
 Asupan makanan 1  Tentukan
ke 5 pencapaian bb
 Asupan cairan 1 ke harian
5  Timbang BB ruti
 Kolaborasi dgn ahli
gizi dalam
menentukan
asupan kalori
harian
2. Pemberian Makan
 Tawarkan mencium
makanan untuk
stimulasi nafsu
makan
 Tanya maknan
kesukaan
2 1. Kelelahan 1. Manajemen Energi
 Penurunan energy  Kaji status
3 ke 5 fisiologis pasien
 Perubahan status yang menyebabkan
nutrisi 4 ke 5 kelelahan sesuai
2. Tingkat Kelelahan usai dan
 Kelelahan 3 ke 5 perkembangan
 Kelesuan 3 ke 5  Monitor intake
nutrisi
 Konsulkan dengan
ahli gizi cara
meningkatkan
intake energy dari
makanan
2. Terapi Nutrisi
 Lengkapi
pengkajian nutrisi
sesuai kebutuhan
 Tentukan jml kalori
dan tipe nutrisi
yang diperlukan
untuk memenuhi
keb nutrisi
3 Tek darah sistolik 4 ke 5 1. Perawatan Sirkulasi
Tek diastolic Insufiensi Vena
Muka pucat  Lakukan penilaian
Kelemahan otot sirkulasi perifer scr
komperehensif (spt
mengecek nadi
perifer, udem,
waktu pengisian
perifer, warna,
suhu kulit)
 Pertahankan
hidrasi yg cukup
untuk menurunkan
viskositas darah.
2. Perfusi Jaringan
Perifer
 Monitor TTV

c Edukasi
1. Makan makanan yang mengandung zat besi
2. Makan makanan yang mengandung vit C untuk meningkatkan penyerapan zat
besi
3. Suplementasi besi pd remaja dan ibu hamil dosis 1 mg/kgBB/hari
4. Hindari susu, kopi, the untuk meningkatkan absorbs besi
5. Mencegah perdarahan

Anda mungkin juga menyukai