Anda di halaman 1dari 17

Nama : Erlina rosida

NIM : PO.71.20.4.16.007

ANALISIS JURNAL
a. JUDUL JURNAL
Cedera Medulla Spinalis Akibat Fraktur Vertebra Cervical 5 – 6 Spinal Cord Injury Cause
By Vertebra Cervical 5-6 Fracture
b. Kata Kunci
Key words: spinal cord, injury
c. Penulis Jurnal
1. Syafruddin Gaus
2. Tatang Bisri
d. Latar Belakang Masalah
Cedera medulla spinalis akut merupakan penyebab yang paling sering dari kecacatan
dan kelemahan setelah trauma, oleh karena alasan ini maka evaluasi dan pengobatan pada
cedera tulang belakang, medulla spinalis dan akar saraf memerlukan pendekatan yang
terintegritas.Diagnosa dini, preservasi fungsi medulla spinalis dan pemeliharaan aligment
serta stabilitas merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaannya. Penyebab utama cedera
medulla spinalis adalahtrauma oleh karena kecelakaan bermotor, jatuh, trauma olahraga, luka
tembus sekunder seperti luka tusuk atau luka tembak. Kecelakaan merupakan penyebab
kematian ke empat, setelah penyakit jantung, kanker dan stroke. Tercatat terjadi peningkatan
± 50 kasus per 100.000 populasi tiap tahun, dimana 3% penyebab kematian ini karena trauma
langsung pada medula spinalis, dan 2% karena trauma ganda. Insidensi trauma medulla
spinalis pada laki-laki 5 kali lebih besar daripada perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan
40% cedera medulla spinalis disebabkan kecelakaan lalulintas, 20% karena jatuh,40% karena
luka tembak, trauma olahraga, dan kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi
cervical paling sering pada vertebra C2 diikuti dengan C5 dan C6.

e. Tujuan Penelitian
Tujuan penanganan medis pada cedera medulla spinalis adalah keselamatan hidup serta
meminimalkan kerusakan neurologis akibat cedera maupun komplikasinya.
f. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional.
g. Hasil Penelitian
Fraktur atlas dapat sembuh dan memberikan prognosis yang baik jika tidak disertai
cedera medulla spinalis. Prognosis untuk fraktur odontoid tidak sebaik fraktur atlas,
karena segmen fraktur dapat menyebaban pergeseran, yang menyebabkan cedera medulla
spinalis lebih dari 10%. Kurang dari 5% pasien dengan cedera medulla spinalis yang
komplit dapat sembuh. Jika paralisis komplit bertahan sampai 72 jam setelah cedera,
kemungkinan pulih adalah 0%. Prognosis lebih baik pada cedera medulla spinalis yang
tidak komplit. Jika masih terdapat beberapa fungsi sensorik,peluang untuk bisa berjalan
kembali adalah lebih dari 50%. Sembilan puluh persen pasien cedera medulla spinalis
dapat kembali ke rumah dan mandiri.1,5,16 Perbaikan fungsi motorik, sensorik dan
otonom dapat kembali dalam 1 minggu sampai 6 bulan pasca cedera. Kemungkinan
pemulihan spontan menurun setelah 6 bulan. Bila terjadi pergerakan penderita pada cedera
yang tidak stabil maka akan mempengaruhi medulla spinalis sehingga memperberat
kerusakan.1,5,16 Ditinjau dari cedera medulla spinalisnya, prognosis pasien ini adalah
baik, karena terjadi cedera yang inkomplit.

h. Kesimpulan
Penanganan cedera medulla spinalis, dimulai pada saat evaluasi awal, dimana terjaminnya
jalan nafas menjadi prioritas utama, oksigenasi dan ventilasi yang adekuat, dan dilanjutkan
dengan terapi untuk mencegah ataupun mengatasi komplikasi yang terjadi. Tujuan
penanganan medis pada cedera medulla spinalis adalah keselamatan hidup serta
meminimalkan kerusakan neurologis akibat cedera maupun komplikasinya.
Nama : Lilis Wulandari
NIM : PO.71.20.4.16.019

ANALISIS JURNAL

1. Judul Jurnal
“TELEMONITORING PADA CEDERA MEDULA SPINALIS”
2. Kata Kunci
 spinal cord injury
 telemonitoring
 telehealth
 telehomecare
3. Penulis Jurnal
Monica Saptiningsih
4. Latar Belakang Masalah
Cedera medula spinalis merupakan salah satu penyebab utama disabilitas
neurologis akibat trauma. Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National
Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru
cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis
komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka
tetraplegia 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan
penyebab utama cedera medula spinalis (York, 2000 dalam Pinzon, 2007). Wyndaele
dan Wyndaele (2006) melaporkan bahwa insiden cedera medula spinalis secara global
bervariasi dengan kisaran 10.4–83 kasus per juta populasi setiap tahun (Furlan and
Fehlings, 2009).
Telemonitoring sebagai bagian telemedicine berperan penting dalam
memperbaiki kontinuitas pelayanan keperawatan mulai dari unit perawatan neurologi
hingga di rumah pasien (Phillips et al, 2001 dalam Dallolio et al, 2008).
Telemonitoring yang menggambarkan pelayanan telehomecare sudah teruji dan
berbagai penelitian melaporkan bahwa telehomecare memiliki benefit dalam
pengelolaan pasien dengan penyakit kronis, seperti diabetes mellitus, heart failure,
hipertensi, cedera medula spinalis, chronic obstructive pulmonary disease (COPD),
luka kronik, dan berkembang pada kasus kanker dan stroke (Bowles and Baugh,
2007).
Stachura (2010) menyatakan bahwa telemonitoring bertujuan mendukung
manajemen tepat waktu pada perawatan pasien di rumah melalui berbagai transmisi
fisiologis, klinik, dan data perilaku yang dievaluasi secara professional, dimana hal itu
sebagai umpan balik yang dapat segera diterima sebelum terjadi komplikasi.
5. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan dampak dan evaluasi manfaat
telemonitoring pada pasien penyakit kronis yang membutuhkan perawatan jangka
panjang
6. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan cara: Mengdentifikasi
pasien yang akan memperoleh manfaat atau membutuhkan pelayanan telemonitoring yang
perlu dirujuk atau melalui analisis seperti tingkatan resiko, mengkaji kebutuhan setiap
pasien melalui pengkajian formal kondisi pasien dan menghasilkan rencana asuhan
keperawatan, menyesuaikan teknologi yang tepat sesuai kebutuhan pasien dan tipe
telemonitoring, seperti home hub atau mobile application, mencapai kesepakatan dari
pasien untuk menggunakan telemonitoring dan pemasangan peralatannya, menginstalasi
peralatan telemonitoring dan pelatihan pasien dalam penggunaan alat, memberikan
penjelasan pada pasien mengenai hal–hal atau parameter yang muncul dari alat
telemonitoring, misal gambaran kondisi normal, membaca hasil monitoring oleh tenaga
kesehatan profesional melalui portal klinikal, membuat suatu peringatan yang otomatis
melalui software monitoring yang dapat membaca indikasi-indikasi suatu masalah,
melakukan pemilihan (triage) respon secara tepat untuk memberi peringatan (alert) dari
sistem telemonitoring atau dari pasien, dan berespon terhadap peringatan tersebut dan
memberikan pelayanan pada pasien sesuai prioritas, mana yang perlu dikunjungi dan
mana yang diberi saran melalui telfon untuk mengatur kondisi pasien atau menyesuaikan
pengobatan yang diberikan (Rice, 2011).
7. Hasil
Hasil dalam penelitian tersebut memiliki keuntungan dan kerugian, yaitu:
Keuntungan menggunakan telemonitoring secara umum :
1) Adanya pemilihan pasien memungkinkan pencapaian perubahan perilaku yang
diharapkan
2) Adanya peluang untuk mengidentifikasi secara langsung sebab dan akibat pasien
mengalami rehospitalisasi ataupun jika tidak dirawat.
3) Perubahan–perubahan penting yang harus terjadi dalam proses asuhan dan alur kerja
untuk memberikan pelayanan yang bermanfaat dari aspek kualitas, efisiensi,
pengeluaran biaya dan pengalaman pasien.
Penelitian mengenai telemonitoring sudah banyak dilakukan dan manfaat yang didapat
terutama pada kondisi kronis seperti COPD, CHD dan diabetes ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1 Ringkasan Manfaat Telemonitoring Pada Kasus COPD, CHD, Diabetes

COPD CHD Diabetes

Berkurangnya Mortalitas per tahun Pengaturan kadar glukosa darah


kekambuhan menurun meningkat
Pengaturan diri Hospitalisasi berkurang Perbaikan kadar kolesterol &
meningkat Lama hari rawat memendek tekanan darah
Koping terhadap gejala Kepatuhan terhadap Kepatuhan untuk memonitor
lebih baik pengobatan meningkat glukosa darah, obat, retina dan
Berkurangnya Pengaturan diri meningkat kaki
hospitalisasi Berkurangnya konsultasi Berkurangnya penggunaan fasilitas
Kunjungan ke unit dengan tenaga kesehatan layanan rumah sakit
gawat darurat sedikit Berkurangnya kunjungan Biaya pengobatan menurun
Berkurangnya perawat
konsultasi dengan
tenaga kesehatan
Berkurangnya
kunjungan perawat
Nama : Putri Agesti

NIM : PO.71.20.4.16.022

ANALISIS JURNAL
1. Judul Jurnal
Analisis Tingkat Risiko Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Dengan The Rapid Upper
Limbs Assessment (Rula) Dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan MSDs
2. Kata Kunci
Musculoskeletal disorders, RULA, perawat, sikap kerja tidak alamiah
3. Penulis Jurnal
1. Binarfi ka Maghfi roh Nuryaningtyas
2. Tri Martiana
4. Latar Belakang Masalah
Indonesia mempunyai masyarakat pekerja yang mengalami peningkatan terus-
menerus dari tahun ke tahun. WHO (2002) melaporkan risiko pekerjaan sebagai tingkat
kesepuluh penyebab kematian dan kesakitan. WHO melaporkan bahwa faktor risiko
secara global untuk sejumlah kesakitan dan kematian termasuk 37% back pain, 16%
hearing loss, 13% chronic obstructive lung disease, 11% asma, 10% cedera, 9% kanker
paru dan 2% leukimia (Riyadina, dkk, 2008). Berdasarkan laporan The Bureau of Labour
Statistics menunjukkan bahwa hampir 20% dari semua kasus sakit akibat kerja disebabkan
karena adanya keluhan/sakit pinggang. Sementara itu, National Safety Council
melaporkan bahwa sakit akibat yang besar frekuensinya adalah sakit punggung yaitu 22%
dari 1.700.000 kasus (Waters, et al, 1996a dalam Tarwaka 2010).
Menurut OSH Academy course, 2000 dalam Nurliah (2012) dari seluruh laporan
tentang kejadian MSDs, 30–50%nya berkaitan dengan ergonomi. Dalam OSHA 3125,
2000 dalam Nurliah (2012) masalah ergonomi lebih banyak terjadi pada kondisi
pekerjaan; mengulangi gerakan yang sama di seluruh hari kerja bekerja di posisi janggal
atau statis, mengangkat barang berat, menggunakan kekuatan berlebihan untuk
melakukan tugas, dan terkena getaran yang berlebihan atau bekerja pada suhu ekstrim.
Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin, yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hukum
alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau menurut anatomi, fi siologi, psikologi, engineering, manajemen
dan desain. Ergonomi juga disebut sebagai Human Factors karena saling berinteraksi
dengan lingkungan dan fasilitas kerjanya. Menurut Nurmianto, dijelaskan bahwa
ergonomi dapat berperan dalam desain pekerjaan dan tempat kerja, seperti pengaturan
shift kerja, jumlah jam istirahat, dan meningkatkan variasi pekerjaan.
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit
(Tarwaka, 2010). Sebuah metode semi-kuantitatif yang mengevaluasi potensi terjadinya
lelah otot pada sebagian besar bagian tubuh melalui penilaian berdasarkan tingkat usaha
suatu pekerjaan, durasi usaha yang kontinu, dan frekuensi usaha. Bila terjadi kelelahan
otot, maka cedera akan lebih mudah terjadi. Bagian tubuh yang berpotensi mengalami
lelah otot dikelompokkan menjadi low, moderate, dan high sehingga dapat teridentifikasi
prioritas penanganan untuk menghindari cedera otot. Apabila otot menerima beban statis
secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa
kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon (Tarwaka, 2010).
Hidayat menyebutkan dalam Jurnal Psikologi (2011) bahwa perawat yang bertugas di
ruang rawat inap bekerja dibagi menjadi tiga shift, delapan jam untuk shift pagi, delapan
jam untuk shift siang dan delapan jam untuk shift malam. Dalam lokakarya 1983
disepakati bahwa tugas perawat didasarkan atas fungsi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan antara lain: mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan tindakan
keperawatan, melaksanakan rencana keperawatan, mengevaluasi hasil asuhan
keperawatan, mendokumentasikan proses keperawatan. Sikap kerja yang dilakukan oleh
perawat dalam melakukan perawatan kepada pasien bervariasi antara lain mengangkat
pasien, memindahkan pasien, merawat luka dan lain-lain. Selain tindakan mandiri perawat
juga mempunyai tugas yang sifatnya kolaboratif seperti memberikan obat melalui
suntikan, memasang cateter dan lain-lain. Sikap kerja yang dilakukan perawat dalam
melakukan pekerjaanya tersebut banyak menggunakan gerakan membungkuk dan
memutar tubuh, khususnya di sekitar tulang bawah. Mengangkat benda berat dan
mentransfer pasien merupakan faktor risiko terbesar terkena low back pain (Cahyati,
2012).
Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada adalah salah satu Rumah Sakit yang aktif
memberikan pelayanan kesehatan. Salah satu rumah sakit rujukan sehingga jumlah pasien
yang dirawat menjadi lebih banyak, sehingga berdampak pada kelelahan pada petugas
perawat. Aktivitas kerja di rumah sakit cukup berat dan mempunyai potensi timbulnya
gangguan kesehatan bagi pekerja. Pekerjaan perawat banyak berhubungan langsung
dengan pasien. Pada pelayanan kesehatan pajanan ergonomi dapat dialami oleh perawat.
Kondisi posisi kerja di RSUD Bhakti Dharma Husada pada bagian rawat inap masih
banyak yang tidak alami. Posisi kerja perawat tersebut adalah membungkuk, berdiri, dan
duduk. Keluhan rasa sakit pada bagian tubuh sudah dirasakan oleh para perawat akibat
posisi kerja yang tidak alami, berupa rasa sakit pada punggung, pinggang, betis, dan kaki.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah memperbaiki
metode kerja yang tidak ergonomis.
Pada penelitian ini akan menggunakan metode RULA. RULA merupakan suatu
metode penilaian postur kerja untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan
bagian atas. Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan tiga tabel skor dalam
menetapkan evaluasi faktor risiko. Faktor risiko yang telah diinvestigasi oleh Mc Phee
sebagai faktor beban eksternal yaitu jumlah pergerakan, kerja otot statis, tenaga/kekuatan,
penentuan postur kerja oleh kondisi lingkungan kerja yang sehat yaitu kondisi di mana
pekerja dapat bekerja dengan rasa nyaman, aman, dan mampu berinteraksi dengan
fasilitas kerjanya.
5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan tingkat risiko dan karakteristik
individu terhadap keluhan muskuloskeletal disorders. Metode yang digunakan adalah
analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Alat ukur berupa lembar
observasi RULA dan Nordic Body Map.
6. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah posisi kerja perawat sedangkan variabel terikat adalah keluhan
muskuloskeletal disorders. Lokasi penelitian adalah RSUD Bhakti Dharma Husada
Surabaya dan waktu penelitian adalah pada bulan Juni hingga Juli 2014. Subjek dalam
penelitian ini adalah perawat RSUD Bhakti Dharma Husada di bagian rawat inap dan
bersedia menjadi responden.
Pengumpulan data posisi kerja, peneliti menggunakan metode RULA (sebuah metode
untuk menganalisis sikap gerak tubuh pekerja pada saat bekerja). Hasil dari metode
RULA dapat dikategorikan menjadi 4 kategori, di mana kategori 1 merupakan posisi kerja
yang ergonomis sedangkan kategori 2, 3, dan 4 merupakan indikator posisi kerja yang
tidak ergonomis. Perawat dikatakan memiliki posisi kerja yang berisiko apabila
tindakannya memiliki nilai RULA 2, 3, dan 4. Untuk pengumpulan data muskuloskeletal
peneliti menggunakan Nordic Body Map. Responden dikatakan mengalami keluhan
muskuloskeletal jika nilainya lebih dari 49 maka perlu dilakukan tindakan perbaikan
karena dirasa menghasilkan nyeri pada bagian tubuhnya. Untuk mengetahui apakah
terdapat hubungan antara karaketeristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin.
IMT dan masa kerja dengan keluhan muskuloskletal disorders dan hubungan antara
posisi kerja dengan keluhan muskuloskeletal disorders dilakukan uji korelasi Chi Square.
Seluruh data dianalisis dengan menggunakan program komputer.

7. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 25–35 tahun
(81,8%), wanita (84,8%) dengan masa kerja < 5 tahun sebesar (63,6%), yang tidak
mempunyai kebiasaan olahraga (45,5%), status gizi normal (63,6%), memiliki kebiasaan
merokok (6,1%) dan sikap kerja tidak alamiah (87,9%). Faktor risiko pekerjaan dengan
keluhan muskuloskeletal memiliki hubungan sangat lemah yang berarti tidak adanya
hubungan antara nilai posisi kerja terhadap keluhan Muskuloskeletal disorder. Kedua
variabel memiliki nilai korelasi sebesar 0,330.
8. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
umur responden di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya sebagian besar berumur 25–
35 tahun yaitu sebanyak 27 responden (81,8%) , jenis kelamin responden di RSUD Bhakti
Dharma Husada Surabaya sebagian besar perempuan sebanyak 28 responden (84,8%),
indeks massa tubuh (IMT) responden di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya sebagian
besar normal yaitu sebanyak 21 responden (63,6%), kebiasaan merokok responden di
RSUD Bhakti Dharma Husada yaitu tidak merokok sebanyak 31 responden (93,9%), masa
kerja responden di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya sebagian bekerja selama < 5
tahun yaitu sebanyak 21 responden (63,6%), sikap kerja tidak alamiah di RSUD Bhakti
Dharma Husada Surabaya yaitu sebanyak 29 responden (87,9%). Hasil penilaian
berdasarkan metode RULA didapatkan sebagian besar responden masuk dalam kategori
action level 2. Terdapat hubungan karakteristik pekerja yaitu masa kerja dan sikap kerja
dengan kejadian muskuloskeletal di RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya.
Nama : Siffa Nur Auliana

NIM : PO.71.20.4.16.032
Resume Jurnal

1. Nama Peneliti
 Benny
 Otman Siregar
2. Tempat Dan Waktu Penelitian
Waktu penelitian : Januari 2009-Desember 2010.
Tempat penelitian : RSUP Haji Adam Malik Medan
3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui ”Karakteristik Dari Penderita Cedera Medula Spinalis Traumatik
Di RSUP Haji Adam Malik Medan”
Mengidentifikasi variabel-variabel terkait dengan cedera medula spinalis traumatik
melalui studi epidemiologis komprehensif untuk menentukan tindakan preventif yang
sesuai.
4. Metode Penelitian
 Metode penelitian deskriptif retrospektif yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan penderita cedera medula spinalis traumatik berdasarkan
fakta-fakta yang telah terjadi dan tercatat di rekam medik pada pasien rawat
inap di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009-Desember 2010.
 Rekam medik penderita dengan diagnosis cedera medula spinalis traumatik
yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009-
Desember 2010 dikumpulkan dan ditelusuri. Data rekam medik penderita yang
tidak lengkap tidak diikutsertakan dalam penelitian.
 Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari pencatatan rekam
medik pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009-
Desember 2010. Data medis dan demografi yang terhimpun kemudian
ditabulasi dan disajikan dalam bentuk diagram atau tabel distribusi frekuensi
serta dianalisa secara deskriptif.
5. Hasil Penelitian
Dalam periode Januari 2009-Desember 2010, jumlah penderita cedera medula spinalis
traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 44 orang, pada umumnya laki-
laki (86.36%) pada usia produktif 21-40 tahun (45.4%) dengan penyebab paling sering
kecelakaan lalu lintas (45.5%). Penderita tiba di Instalasi Gawat Darurat RSUP Haji
Adam Malik Medan lebih dari 8 jam (93%). Derajat keparahan cedera medula spinalis
dengan grading Frankel terbanyak Frankel A (40.9%) dengan level cedera neurologis
paling banyak yaitu thorakal 12 (18%). Pada umumnya penderita cedera medula
spinalis traumatik tidak menjalani tindakan operatif selama masa perawatan. Lebih
dari separuh penderita (59%) dirawat selama kurang dari 10 hari di rumah sakit
dengan penderita yang pulang paksa sebanyak 19 orang (43.1%).

Analisa Jurnal

1. Judul Jurnal
”Karakteristik Dari Penderita Cedera Medula Spinalis Traumatik Di RSUP Haji Adam
Malik Medan”
2. Kata Kunci
Cedera; Medula Spinalis; Traumatik; Karakteristik
3. Penulis Jurnal
 Benny
 Otman Siregar
4. Latar Belakang Masalah
Cedera medula spinalis traumatik berupa lesi traumatik pada medula spinalis dengan
beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Cedera medula spinalis dikaitkan
dengan mortalitas yang tinggi, ketidak berdayaan, rehabilitasi dan perawatan yang
berkepanjangan, dan beban ekonomi yang tinggi.
5. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui ”Karakteristik Dari Penderita Cedera Medula Spinalis Traumatik
Di RSUP Haji Adam Malik Medan”
Mengidentifikasi variabel-variabel terkait dengan cedera medula spinalis traumatik
melalui studi epidemiologis komprehensif untuk menentukan tindakan preventif yang
sesuai.
6. Metodelogi Penelitian
 Metode penelitian deskriptif retrospektif yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan penderita cedera medula spinalis traumatik berdasarkan
fakta-fakta yang telah terjadi dan tercatat di rekam medik pada pasien rawat
inap di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009-Desember 2010.
 Rekam medik penderita dengan diagnosis cedera medula spinalis traumatik
yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009-
Desember 2010 dikumpulkan dan ditelusuri. Data rekam medik penderita yang
tidak lengkap tidak diikutsertakan dalam penelitian.
 Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari pencatatan rekam
medik pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009-
Desember 2010. Data medis dan demografi yang terhimpun kemudian
ditabulasi dan disajikan dalam bentuk diagram atau tabel distribusi frekuensi
serta dianalisa secara deskriptif.
7. Hasil Penelitian
Dalam periode Januari 2009-Desember 2010, jumlah penderita cedera medula spinalis
traumatik di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 44 orang, pada umumnya laki-
laki (86.36%) pada usia produktif 21-40 tahun (45.4%) dengan penyebab paling sering
kecelakaan lalu lintas (45.5%). Penderita tiba di Instalasi Gawat Darurat RSUP Haji
Adam Malik Medan lebih dari 8 jam (93%). Derajat keparahan cedera medula spinalis
dengan grading Frankel terbanyak Frankel A (40.9%) dengan level cedera neurologis
paling banyak yaitu thorakal 12 (18%). Pada umumnya penderita cedera medula
spinalis traumatik tidak menjalani tindakan operatif selama masa perawatan. Lebih
dari separuh penderita (59%) dirawat selama kurang dari 10 hari di rumah sakit
dengan penderita yang pulang paksa sebanyak 19 orang (43.1%).
8. Kelemahan Penelitian yang Didapat Pada Jurnal
1. Design penelitian hanya menggunakan metode cross sectional sehingga data
hanya di ambil dalam satu waktu.
9. Kelebihan yang Didapat Pada Jurnal
1. Peneliti dapat menggambarkan atau memberikan data resonden secara jelas
dimulai dari umur, jenis kelamin, serta peneliti juga mampu menjelaskan
bagaimana kejadian pada tiap respondennya.
2. Peneliti menjelaskan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
penelitian, peneliti juga menjelaskan berapa lama intervensi yang diberikan serta
hasil intervensi pada tiap harinya.
10. Manfaat Penelitian
1. Dapat dijadikan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi rumah sakit, dapat dijadikan sebagai salah satu cara/metode mengetahui
karakteristik Dari Penderita Cedera Medula Spinalis Traumatik”.
3. Untuk mengetahui ”Karakteristik Dari Penderita Cedera Medula Spinalis
Traumatik Di RSUP Haji Adam Malik Medan”
Nama : Suci Maudy Aulia
NIM : PO.71.20.4.16.034

a. Judul
Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra
b. Kata Kunci
Fraktur, ORIF, Traksi
c. Penulis
Rinaldi Aditya Asrizal
d. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang sendi, tulang rawan epifisis,
yang bersifat total maupun parsial. Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi
masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia.
Kasus. Nn. A, 14 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada tungkai kanan dan tidak
dapat digerakkan pasca kecelakaan motor 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Dari
pemeriksaan fisik pada regio femur dekstra didapatkan pemendekan, bengkak,
deformitas angulasi ke lateral, nyeri tekan, pulsasi distal teraba, sensibilitas normal,
nyeri gerak aktif, nyeri gerak pasif, dan luka terbuka tidak ada. Pada pemeriksaan
rontgen regio femur dextra AP lateral didapatkan hasil fraktur femur 1/3 tengah.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah asam mefenamat 500 mg 3x1 tablet,
amoxicillin 500 mg 3 x 1 tablet, dan direncanakan open reduction internal fixation
(ORIF). Telah dilakukan penjelasan terhadap keluarga penderita bahwa penderita
mengalami patah tulang paha kanan dan diperlukan tindakan operasi untuk
penanganan lebih lanjut. Simpulan. Fraktur bias ditangani secara konservatif dengan
traksi, tetapi memakan waktu yang lama, dan atau dengan tindakan operatif yang
relatif lebih cepat yaitu dengan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna.
[Medula Unila.2014;2(3):94-100]
e. Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami pengertian dari Frakur Tertutup.
2. Guna mengetahui faktor resiko terjadinya patah tulang dari berbagai penelitian di
Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa resiko terjadinya
patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa tulang melainkan juga
oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kerapuhan fisik (frailty) dan
meningkatkannya resiko untuk jatuh.
3. Untuk mengetahui penyebab dari frakur.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur tertutup.
5. Untuk mengetahui tindakan (implemetasi) yang perlu dilakukan pada fraktur
tertutup.
f. Metodelogi Penelitian
Kualitatif (Wawancara)

g. Hasil Penelitian
Pembagian fraktur menurut tingkat kegawat daruratan atau tingkat kesakitannya
terdiri dari derajat I, II, dan III. Derajat Satu (Grade I) adalah luka laserasi lebih dari
1 cm atau tusukan-tusukan pada kulit dengan kerusakan optimal. Derajat Dua (Grade
II) adalah luka laserasi lebih dari 2 cm atau seperti derajat satu dengan kulit dan otot
mengalami luka memar. Derajat Tiga (Grade III) adalah luka lebar atau hebat atau
hilangnya jaringan sekitarnya, luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan sel-sel darah,
saraf, otot dan kulit (Jacobs, 1997).
Fraktur dibagi menjadi green stick, transverse, longitudinal, oblique, spiral dan
comminuted. Jenis garis patahan green stick adalah jenis garis patahan pada sebelah
sisi dari tulang (retak dibawah lapisan periosteum) atau tidak mengenai seluruh
korteks, sering terjadi pada anak-anak dengan tulang lembek. Transverse yaitu jenis
garis patahan melintang dan sering terjadi, Longitudinal yaitu jenis garis patahan
memanjang. Oblique yaitu jenis garis patahan miring. Spiral yaitu jenis garis patahan
melingkar. Comunited yaitu jenis garis patahan menjadi beberapa fragmen kecil
(Long, 1996).
Fraktur berdasarkan kedudukan fragmennya, yaitu dengan disertai dislokasai atau
tidak disertai dislokasi. Dislokasi terdiri dari beberapa jenis. Dislokasi at axim yaitu
membentuk sudut. Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh. Dislokasi at
longitudinal yaitu berjauhan memanjang. Dislokasi at lutuscum controltinicum yaitu
fragmen tulang menjauh dan overlap (memendek) (Black dan Matasarin, 1997).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan fraktur adalah Pemeriksaan
rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma. Scan tulang
(fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan fraktur dan juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak. Arteriogram, dilakukan bila
kerusakan vaskuler dicurigai. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemo
konsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multiple) Hb, leukosit, LED, golongan darah dan lain-lain (Tucker,
1998).
Penanganan pada tulang yang terlihat keluar atau fraktur terbuka terdiri dari,
debridemen untuk membersihkan kotoran atau benda asing, pemakaian toksoid
tetanus, kultur jaringan dan luka, kompres terbuka, pengobatan dengan antibiotik,
penutupan luka bila ada benda infeksi, imobilisasi fraktur (Long, 1996).
Imobilisasi fraktur adalah mengembalikan atau memperbaiki bagian tulang yang patah
kedalam bentuk yang mendekati semula (anatomis)nya, Cara-cara yang dilakukan
meliputi reduksi, traksi, dan imobilisasi. Reduksi terdiri dari dua jenis, yaitu tertutup
dan terbuka. Reduksi tertutup (Close reduction) adalah tindakan non bedah atau
manipulasi untuk mengembalikan posisi tulang yang patah, tindakan tetap
memerlukan lokal anestesi ataupun umum. Reduksi terbuka (Open reduction) adalah
tindakan pembedahan dengan tujuan perbaikan bentuk tulang. Sering dilakukan
dengan internal fiksasi yaitu dengan menggunakan kawat, screws, pins, plate,
intermedulari rods atau nail. Selanjutnya metode traksi dilakukan dengan cara
menarik tulang yang patah dengan tujuan meluruskan atau mereposisi bentuk dan
panjang tulang yang patah tersebut. Ada dua macam jenis traksi yaitu skin traksi dan
skeletal traksi (Handerson, 1997).
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang patah dengan menempelkan pleter
langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membentuk menimbulkan
spasme otot pada bagian yang cidera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek
(48 – 72 jam). Skeletal Traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cidera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan
pins atau kawat ke dalam tulang. Imobilisasi, setelah dilakukan reposisi secara reduksi
atau traksi pada fragmen tulang yang patah, dilakukan imobilisasi dan hendaknya
anggota badan yang mengalami fraktur tersebut diminimalisir gerakannya untuk
mencegah tulang berubah posisi kembali.(Handerson, 1997)
Tanda dan gejala pada pasien post ORIF yaitu edema, nyeri, pucat, otottegang dan
bengkak, menurunnya pergerakan, menolak bergerak, deformitas (perubahan bentuk),
eritema, parestesia atau kesemutan (Apley, 1995: 266).
h. Kelebihan Penelitian
1. Penulis mampu menulis secara rinci dan sistematis mengenai proses terjadinya
fraktur.
2. Penulis melakukan pemeriksaan fisik dan pengecekan laboratorium pada klien
fraktur.
3. Penulis dapat menjelaskan secara teoritis mengenai fraktur tertutup dari berbagai
sumber yang mumpuni.
4. Penggunaan bahasa dari penulis mudah dimengerti dan jelas.
i. Manfaat Penelitian
1. Pembaca memahami pengertian dari Frakur Tertutup.
2. Pembaca mengetahui faktor resiko terjadinya patah tulang dari berbagai penelitian
di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia menunjukkan bahwa resiko terjadinya
patah tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa tulang melainkan juga
oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kerapuhan fisik (frailty) dan
meningkatkannya resiko untuk jatuh.
3. Pembaca mengetahui penyebab dari frakur.
4. Pembaca mengetahui manifestasi klinis dari fraktur tertutup.
5. Pembaca mengetahui tindakan (implemetasi) yang perlu dilakukan pada fraktur
tertutup.

Anda mungkin juga menyukai