Anda di halaman 1dari 9

1.

Patobiologi virus corona


Virus corona adalah virus yang diselimuti dengan genom RNA beruntai tunggal
(26-32 kb). Empat gen coronavirus (α, β, γ, δ) telah diidentifikasi sejauh ini,
dengan human coronavirus (HCoVs) terdeteksi dalam α coronavirus (HCoV-229E
dan NL63) dan β coronavirus (MERS-CoV, SARS-CoV, HCoV- Genera OC43 dan
HCoV-HKU1). Pada tahun 2019 muncul virus baru di Wuhan yang kemudian
disebut SARS-CoV2 dikarenakan virus baru ini menunjukkan kesamaan 88%
pada urutan DNA dua virus corona yang ditularkan kelelawar (SARS) seperti, bat-
SL-CoVZC45 dan bat-SL-CoVZXC21, dan sekitar kemiripan 50% pada urutan
DNA MERS-CoV.1 Primer dan target probe pada amplop gen CoV digunakan dan
urutannya adalah sebagai berikut: forward primer 5′-
ACTTCTTTTTCTTGCTTTCGTGGT-3 ′; reverse primer 5′-
GCAGCAGTACGCACACAATC-3′; dan probe 5′CY5-
2
CTAGTTACACTAGCCATCCTTACTGC-3′BHQ1.
Beberapa ilmuwan di Cina telah menemukan bahwa SARS-CoV-2, seperti
halnya SARS-CoV, membutuhkan enzim pengonversi angiotensin 2 (ACE2)
sebagai reseptor untuk memasuki sel. Pengikatan virus dengan reseptor sel inang
adalah penentu yang signifikan untuk patogenesis infeksi. SARS-CoV
kemungkinan besar berasal dari kelelawar dan disesuaikan dengan varian ACE2
non-kelelawar saat melintasi spesies untuk menginfeksi manusia.1
Protein S virus corona sebagai penentu dari masuknya virus ke dalam sel
inang. Bagian amplop dari virus menyebabkan glikoprotein berikatan dengan
reseptor selulernya, ACE2 untuk SARS-CoV dan SARS-CoV-2, CD209L (lektin
tipe-C, juga disebut L-SIGN) untuk SARS-CoV, DPP4 untuk MERS-CoV.
Masuknya SARS-CoV ke dalam sel awalnya dilakukan dengan fusi membran
langsung antara virus dan membran plasma. Selain fusi membran, endositosis
yang bergantung dan tidak bergantung pada clathrin juga memediasi masuknya
SARS-CoV. Setelah virus memasuki sel, genom RNA virus dilepaskan ke dalam
sitoplasma dan diterjemahkan menjadi dua poliprotein dan protein struktural,
setelah itu genom virus mulai mereplikasi. Glikoprotein amplop yang baru
dibentuk dimasukkan ke dalam membran retikulum endoplasma atau badan golgi,
dan nukleokapsid dibentuk oleh kombinasi RNA genom dan protein nukleokapsid.
Kemudian, partikel virus mulai tumbuh di dalam retikulum endoplasma-
kompartemen Golgi (ERGIC). Akhirnya, vesikel yang mengandung partikel virus
kemudian bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan virus.1
Ketika virus memasuki sel, antigennya akan dipaparkan ke APC, yang
merupakan bagian sentral dari kekebalan anti-virus tubuh. Peptida antigenik
disajikan oleh kompleks histokompatibilitas mayor (MHC; atau human leukocyte
antigen (HLA)) pada manusia) dan kemudian dikenali oleh limfosit T sitotoksik
spesifik-virus (CTL). Presentasi antigen dari SARS-CoV terutama tergantung
pada molekul MHC I, tetapi MHC II juga berkontribusi pada presentasi. Banyak
polimorfisme HLA berkorelasi dengan kerentanan SARS-CoV, seperti HLA-
B∗4601, HLA-B∗0703, HLA-DR B1∗1202 dan HLA-Cw∗ 0801, sedangkan Alel
HLA-DR0301, HLA-Cw1502 dan HLA-A∗0201 terkait dengan perlindungan dari
infeksi SARS. Pada infeksi MERS-CoV, molekul MHC II, seperti HLA-DRB1∗11:01
dan HLA-DQB1∗02:0, dikaitkan dengan kerentanan terhadap infeksi MERS-CoV.
Selain itu, polimorfisme gen MBL (lektin pengikat mannose) terkait dengan
presentasi antigen terkait dengan risiko infeksi SARS-CoV. 1
Presentasi antigen selanjutnya merangsang imunitas humoral dan seluler
tubuh, yang dimediasi oleh sel B dan T spesifik virus. Mirip dengan infeksi virus
akut pada umumnya, profil antibodi terhadap virus SARS-CoV memiliki pola khas
produksi IgM dan IgG. Antibodi IgM spesifik SARS menghilang pada akhir minggu
12, sedangkan antibodi IgG dapat bertahan lama, yang menunjukkan antibodi IgG
terutama dapat memainkan peran pelindung, dan antibodi IgG spesifik SARS
terutama adalah antibodi spesifik S dan spesifik N. Jumlah sel T CD4+ dan CD8+
dalam darah tepi pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 secara signifikan berkurang,
sedangkan statusnya aktivasi yang berlebihan, dibuktikan dengan proporsi tinggi
HLA-DR (CD4 3,47%) dan CD38 (CD8 39,4%) fraksi ganda-positif. Respons fase
akut pada pasien dengan SARS-CoV dikaitkan dengan penurunan CD4+T dan
CD8+T yang parah. Bahkan jika tidak ada antigen, sel T memori CD4+ dan CD8+
dapat bertahan selama empat tahun di bagian individu yang pulih SARS-CoV dan
dapat melakukan proliferasi sel T, respons DTH dan produksi IFN-γ. Enam tahun
setelah infeksi SARS-CoV, respons memori sel-T spesifik ke peptida SARS-CoV
masih dapat diidentifikasi. Sel T CD8+ spesifik juga menunjukkan efek yang sama
pada pembersihan MERS-CoV pada tikus.1
ARDS adalah penyebab utama kematian COVID-19. ARDS adalah peristiwa
imunopatologis yang umum untuk infeksi SARS-CoV-2, SARS-CoV, dan MERS-
CoV. Salah satu mekanisme utama untuk ARDS adalah sitokin storm, respons
inflamasi sistemik mematikan yang tidak terkendali yang dihasilkan dari
pelepasan sejumlah besar sitokin pro-inflamasi (IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-6, IL-12 ,
IL-18, IL-33, TNF-α, TGFβ, dll.) Dan kemokin (CCL2, CCL3, CCL5, CXCL8,
CXCL9, CXCL10, dll.) Oleh sel-sel efektor imun pada infeksi SARS-CoV. Mirip
dengan orang-orang dengan SARS-CoV, orang-orang dengan infeksi MERS-CoV
yang parah menunjukkan peningkatan kadar IL-6, IFN-α, dan CCL5, CXCL8,
CXCL-10 dalam serum dibandingkan dengan mereka yang memiliki penyakit
ringan-sedang. Sitokin storm akan memicu serangan oleh sistem kekebalan
tubuh, menyebabkan ARDS dan kegagalan banyak organ, dan akhirnya
menyebabkan kematian pada kasus infeksi SARS-CoV-2 yang parah, seperti
yang terjadi pada SARS-CoV dan MERS- Infeksi CoV. 1 Pada fase akut SARS-
CoV2 didapatkan sitokin dan kemokin yaitu IL1B, IL1RA, IL2, IL4, IL5, IL6, IL7,
IL8 (also known as CXCL8), IL9, IL10, IL12p70, IL13, IL15, IL17A, Eotaxin (also
known as CCL11), basic FGF2, GCSF (CSF3), GMCSF (CSF2), IFNγ, IP10
(CXCL10), MCP1 (CCL2), MIP1A (CCL3), MIP1B (CCL4), PDGFB, RANTES
(CCL5), TNFα, and VEGFA.2
Untuk bertahan hidup lebih baik dalam sel inang, SARS-CoV dan MERS-CoV
menggunakan beberapa strategi untuk menghindari respons imun. Struktur
mikroba yang disebut pola molekul terkait-patogen (PAMP) dapat dikenali oleh
reseptor pengenalan pola (PRR). Namun, SARS-CoV dan MERS-CoV dapat
menginduksi produksi vesikel double-membran yang kekurangan PRR dan
kemudian mereplikasi dalam vesikel ini, sehingga menghindari deteksi host
dsRNA mereka. IFN-I (IFN-α dan IFN-β) memiliki efek perlindungan pada infeksi
SARS-CoV dan MERS-CoV, tetapi jalur IFN-I terhambat pada tikus yang
terinfeksi. Protein aksesori 4a dari MERS-CoV dapat memblokir induksi IFN pada
tingkat aktivasi MDA5 melalui interaksi langsung dengan RNA untai ganda. Selain
itu, ORF4a, ORF4b, ORF5, dan protein membran MERS-CoV menghambat
transpor nuklir dari faktor pengatur IFN 3 (IRF3) dan aktivasi promotor β IFN.1

2. Invectiousity of corona virus on dead body


Sejauh ini tidak ada bukti penularan SARS-CoV-2 melalui penanganan mayat
orang yang meninggal. Risiko potensial penularan terkait dengan penanganan
jenazah orang yang dicurigai atau dikonfirmasi COVID-19 dianggap rendah dan
dapat dikaitkan dengan:
 kontak langsung dengan sisa-sisa manusia atau cairan tubuh di mana virus
hadir
 kontak langsung dengan fomites yang terkontaminasi.
Karena SARS-CoV-2 dapat bertahan di permukaan selama berhari-hari, ada
kemungkinan virus juga bertahan pada tubuh yang telah meninggal. Oleh karena
itu, kontak yang tidak perlu dengan tubuh harus diminimalkan oleh mereka yang
tidak mengenakan alat pelindung diri (APD). Mereka yang kontak langsung
dengan kasus COVID-19 yang telah meninggal (baik yang dicurigai atau
dikonfirmasi) harus dilindungi dari paparan cairan tubuh yang terinfeksi, benda
yang terkontaminasi, atau permukaan lingkungan yang terkontaminasi lainnya
melalui pemakaian APD yang tepat. Persyaratan minimum termasuk sarung
tangan dan gaun tahan air lengan panjang. Selama penanganan standar, risiko
yang terkait dengan penularan tetesan atau aerosol dari saluran udara orang
yang meninggal dianggap rendah. Sebaliknya, prosedur penghasil aerosol atau
prosedur yang dapat menyebabkan percikan droplet selama pemeriksaan post-
mortem membawa risiko yang lebih tinggi dan memerlukan APD yang tepat.3

Kecuali dalam kasus demam berdarah (seperti Ebola, Marburg) dan kolera,
jenazah adalah umumnya tidak menular. Hanya paru-paru pasien dengan
pandemi influenza, jika ditangani dengan tidak benar selama otopsi, bisa
menular. Jika tidak, mayat tidak menularkan penyakit. Itu adalah hal biasa mitos
bahwa orang yang telah meninggal karena menular penyakit harus dikremasi,
tetapi ini tidak benar. Kremasi adalah masalah pilihan budaya dan sumber daya
yang tersedia.4

3. Tatalaksana penanganan jenazah suspek corona


Penanganan jenazah yang dimaksudkan untuk mencegah penularan ke orang
lain tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut:5
 Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
 APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien
tersebut meninggal dalam masa penularan
 Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak
mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
 Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong
jenazah.
 Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.
 Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya
sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan
menggunakan APD
 Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus diperhatikan
ketika seorang pasien dengan penyakit menular meninggal dunia.
 Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
 Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan oleh
keluarga dan Direktur Rumah Sakit.
 Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
 Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
 Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di
pemulasaraan jenazah
 Di tempat pemakaman:
a. Setelah semua ketentuan penanganan jenazah di tempat
pemulasaraan jenazah dilaksanakan, keluarga dapat turut dalam
pemakaman jenazah.
b. Pemakaman dapat dilakukan di tempat pemakaman umum.

Pemindahan dan penjemputan jenazah6


 Tindakan swab nasofaring atau pengambilan sampel lainnya dilakukan oleh
petugas yang ditunjuk di ruang perawatan sebelum jenazah dijemput oleh
petugas kamar jenazah.
 Jenazah ditutup disumpal lubang hidung dan mulut menggunakan kapas,
hingga dipastikan tidak ada cairan yang keluar.
 Bila ada luka akibat tindakan medis, maka dilakukan penutupan dengan
plester kedap air.
 Petugas kamar jenazah yang akan menjemput jenazah, membawa:
a. APD berupa: masker surgikal, goggle/kaca mata pelindung. apron
plastik, dan sarung tangan/hand schoen non steril.
b. Kantong jenazah. Bila tidak tersedia kantang jenazah, disiapkan plastik
pembungkus.
c. Brankar jenazah dengan tutup yang dapat dikunci.
 Sebelum petugas memindahkan jenazah dari tempat tidur perawatan ke
brankar jenazah, dipastikan bahwa lubang hidung dan mulut sudah tertutup
serta luka-luka akibat tindakan medis sudah tertutup plester kedap air, lalu
dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan plastik
pembungkus. Kantong jenazah harus tertutup sempurna.
 Setelah itu jenazah dapat dipindahkan ke brankar jenazah, lalu brankar
ditutup dan dikunci rapat
 Semua APD yang digunakan selama proses pemindahan jenazah dibuka
dan dibuang di ruang perawatan.
 Jenazah dipindahkan ke kamar jenazah. Selama perjalanan, petugas tetap
menggunakan masker surgikal.
 Surat Keterangan Kematian atau Sertifikat Medis Penyebab Kematian
dibuat oleh dokter yang merawat dengan melingkari jenis penyakit
penyebab kematian sebagai penyakit menular.
 Jenazah hanya dipindahkan dari brankar jenazah ke meja pemulasaraan
jenazah di kamar jenazah oleh petugas yang menggunakan APD lengkap.

Disinfeksi jenazah di kamar jenazah6


 Petugas kamar jenazah harus memberikan penjelasan kepada keluarga
mengenai tata laksana pada jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular.
 Pemulasaraan jenazah dengan penyakit menular atau sepatutnya diduga
meninggal karena penyakit menular harus dilakukan desinfeksi terlebih
dahulu.
 Desinfeksi jenazah dilakukan oleh tenaga yang memiliki kompetensi untuk itu,
yaitu: dokter spesialis forensik dan medikolegal dan teknisi forensik dengan
menggunakan APD lengkap:
a. Shoe cover atau sepatu boots
b. Apron. Apron gaun lebih diutamakan
c. Masker N-95
d. Penutup kepala atau head cap
e. Goggle atau face shield
f. Hand schoen non steril
 Bahan desinfeksi jenazah dengan penyakit menular menggunakan larutan
formaldehyde 10% atau lebih dengan paparan minimal 30 menit dengan
teknik intraarterial (bila memungkinkan), intrakavitas dan permukaan saluran
pernapasan. Setelah dilakukan tindakan desinfeksi, dipastikan tidak ada
cairan yang menetes atau keluar dari lubang- lubang tubuh. Bila terdapat
penolakan penggunaan formaldehyde, maka dapat dipertimbangkan
penggunaan klorin dengan pengenceran 1:9 atau 1:10 untuk teknik
intrakavitas dan permukaan saluran napas.
 Semua lubang hidung dan mulut ditutup disumpal dengan kapas hingga
dipastikan tidak ada cairan yang keluar.
 Pada jenazah yang masuk dalam kriteria mati tidak wajar, maka desinfeksi
jenazah dilakukan setelah prosedur forensik selesai dilaksanakan.

Pemandian jenazah6
 Jenazah sangat dianjurkan untuk dipulasara di kamar jenazah.
 Tindakan pemandian jenazah hanya dilakukan setelah tindakan desinfeksi.
 Petugas pemandi jenazah menggunakan APD lengkap.
 Petugas pemandi jenazah dibatasi hanya sebanyak dua orang, Keluarga
yang hendak membantu memandikan jenazah hendaknya juga dibatasi serta
menggunakan APD sebagaimana petugas pemandi jenazah.
 Jenazah dimandikan sesuai dengan agama dan kepercayaan yang
dianutnya.
 Setelah jenazah dimandikan dan dikafankan/diberi pakaian, jenazah
dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan-plastik dan
diikat rapat.
 Bila diperlukan pemetian, maka dilakukan cara berikut: jenazah dimasukkan
ke dalam peti jenazah dan ditutup rapat; pinggiran peti disegel dengan
sealant/silikon; dan dipaku/disekrup sebanyak 4-6 titik dengan jarak masing-
masing 20 cm. Peti jenazah yang terbuat dari kayu harus kuat, rapat, dan
ketebalan peti minimal 3 cm.

Disinfeksi lingkungan4,6
 Alat medis yang telah digunakan didesinfeksi sesuai prosedur desinfeksi di
rumah sakit.
 Langkah-langkah desinfeksi lingkungan, sebagai berikut:
a. Cairan yang digunakan untuk desinfeksi lingkungan yaitu: alkohol 70%.
Desinfektan juga dapat menggunakan konsentrasi minimum 0,1% (1000
ppm) natrium hipoklorit selama minimal 1 menit.
b. Petugas yang melakukan desinfeksi lingkungan menggunakan APD
lengkap.
c. Penyemprotan desinfektan dilakukan pada daerah-daerah yang terpapar
d. Desinfeksi ruangan dilakukan seminggu sekali.
e. Desinfeksi permukaan brankar, meja pemeriksaan, permukaan dalam
mobil jenazah dan seluruh permukaan yang berkontak dengan jenazah,
dilakukan setiap selesai digunakan.
f. Desinfeksi alat-alat yang tidak berkontak langsung dengan jenazah,
dilakukan satu kali sehari.
g. Barang-barang yang diklasifikasikan sebagai limbah klinis harus
ditangani dan dibuang dengan benar sesuai dengan persyaratan hukum.
 Desinfeksi mobil jenazah dilakukan dengan menyemprotkan cairan
desinfektan secara menyeluruh ke permukaan dalam mobil jenazah.
Transportasi jenazah6
 Jenazah dapat ditransportasikan keluar daerah dengan menggunakan jalur
darat maupun udara.
 Jenazah yang akan ditransportasikan dengan jalur darat harus menggunakan
mobil jenazah.
 Jenazah yang akan ditransportasikan sudah menjalani prosedur desinfeksi
dan telah dimasukkan ke dalam kantong jenazah atau dibungkus dengan
plastik yang dikat rapat, serta ditutup semua lubang-lubang tubuhnya.
 Persyaratan transportasi menggunakan jalur udara mengikuti peraturan kargo
udara yang telah ditetapkan

Daftar Pustaka

1. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and


diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal. 2020;10:1.

2. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y. Clinical features of patients


infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet.
2020;395(10223):497–506.
3. European Centre for Disease Prevention and Control. Considerations related to
the safe handling of bodies of deceased persons with suspected or confirmed
Scope of this document Considerations to reduce the risk of transmission when
handling dead bodies. 2020.

4. World Health Organization. Infection Prevention and Control for the safe
management of a dead body in the context of COVID-19. 2020.

5. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian


Penyakit (P2P). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease
(COVID-19). 2020.

6. Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Jenazah


Suspek COVID-19. 2020.

Anda mungkin juga menyukai