Anda di halaman 1dari 19

KEBIJAKAN BAKALAN SAPI

A.Pengertian Bakalan :

❑ Bakalan Ternak Ruminansia Pedaging yang


selanjutnya disebut Bakalan adalah ternak
ruminansia pedaging dewasa yang dipelihara selama
kurun waktu tertentu hanya untuk digemukkan
sampai mencapai bobot badan maksimal pada umur
optimal untuk dipotong (Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 49/Permentan/PK.440/10/2016)
PERATURAN MENTERI TENTANG
IMPOR BAKALAN :
❑ Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
49/PERMENTAN/PK.440/10/2016 tentang Pemasukan Ternak
Ruminansia Besar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
❑ Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
02/PERMENTAN/PK.440/2/2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
49/PERMENTAN/PK.440/10/2016 tentang Pemasukan Ternak
Ruminansia Besar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
PERMENTAN RI NO. 49/PERMENTAN/PK.440/10/2016
TENTANG PEMASUKAN TERNAK RUMINANSIA BESAR KE
DALAM WILAYAH NEGARA RI

• Bagian Keempat Persyaratan Spesifikasi Ternak Ruminansia Besar


Pasal 15 :
(1) Spesifikasi Ternak Ruminansia Besar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c untuk sapi Bakalan sebagai berikut:
a. berat badan rata-rata maksimal 350 kilogram berdasarkan
Pemberitahuan Impor Barang (PIB); dan
b.berumur maksimal 30 (tiga puluh) bulan yang dibuktikan dengan
surat keterangan dari Negara Asal.
LANJUTAN

(2) Spesifikasi Ternak Ruminansia Besar sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 huruf c untuk kerbau Bakalan sebagai berikut: - 12 - a. berat
badan rata-rata maksimal 400 kilogram berdasarkan Pemberitahuan
Impor Barang (PIB); dan b. berumur maksimal 30 (tiga puluh) bulan
yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Negara Asal.
(3) Bakalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
digemukkan dalam jangka waktu paling cepat 4 (empat) bulan sejak
selesai dilakukan tindakan karantina hewan yang dibuktikan dengan
sertifikat pelepasan.
B. IMPOR SAPI BAKALAN

❑ Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor


02/PERMENTAN/PK.440/2/2017 tenteng Perubahan Atas
Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor
49/PERMENTAN/PK.440/10/2016 tentang Pemasukan Ternak
Ruminansia Besar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
❑ Yang diubah dari Permentan No. 49/2016 antara lain :
1. Pasal 7
2. Pasal 15
PASAL 7

(1) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a
dan ayat (2) huruf a, harus mencantumkan jumlah Indukan dan Bakalan yang
akan dimasukkan dengan rasio perbandingan:
• a. jumlah Indukan dan Bakalan minimal 1:5 ekor, bagi Pelaku Usaha; dan
• b. jumlah Indukan dan Bakalan minimal 1:10 ekor, bagi Koperasi Peternak
dan Kelompok Peternak.
(2) Pemenuhan rasio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
bertahap paling lambat bulan Desember tahun 2018.
(3) Audit untuk pertama kali dilakukan pada bulan Desember tahun 2018 dan
untuk audit selanjutnya dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali.
PASAL 15

(1) Spesifikasi Ternak Ruminansia Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal


5 huruf c untuk sapi Bakalan dan kerbau Bakalan sebagai berikut:
a. berat badan rata-rata maksimal 450 kilogram berdasarkan
Pemberitahuan Impor Barang (PIB); dan
b. b. berumur maksimal 48 (empat puluh delapan) bulan yang dibuktikan
dengan surat keterangan dari Negara Asal.
(2) Bakalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib digemukkan dalam
jangka waktu paling cepat 4 (empat) bulan sejak selesai dilakukan tindakan
karantina hewan yang dibuktikan dengan sertifikat pelepasan.
❑ Penyediaan bakalan dilakukan
dengan mengutamakan produksi
dalam negeri dan kemampuan
ekonomi kerakyatan.
❑ Pengeluaran bakalan dari wilayah
Negara Kesatuan Republik
Indonesia keluar negeri dapat
dilakukan apabila kebutuhan dalam
negeri telah terpenuhi dan
kelestarian ternak lokal terjamin.
❑ Keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung pada
pemilihan bibit atau bakalan yang baik dan kecermatan selama
pemeliharaan.
❑ Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan
tambahan ,dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar
hewan atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya.
❑ Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang memiliki potensi dapat
tumbuh optimal setelah digemukkan
❑ Pada sisi pasar, kebutuhan daging sapi semakin
meningkat, baik sebagai akibat peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan perubahan pola
makan, maupun pertambahan populasi.
❑ Kondisi ini membuat termotivasi untuk
meningkatkan perdagangan sapi tanpa peningkatan
populasi ternak sapi.
❑ Tindakan tersebut secara langsung
mempengaruhi hubungan supply-demand daging
sapi.
❑ Di Indonesia permintaan sapi local siap
potong lebih tinggi dari ketersediaannya,
sehingga pemasok daging sapi termotivasi untuk
mengimpor sapi dari luar negeri.
Impor sapi dari Australia bukanlah solusi yang
tepat untuk mengatasi permasalahan
peternakan sapi potong, karena disinyalir
kualitas daging impor bermutu apkir.
❑Impor sapi maupun bakalan dari luar negeri terus
meningkat, karena kebutuhan daging sapi dalam negeri
belum dapat dipenuhi dengan pasokan sapi lokal.
❑Namun pertumbuhan populasi sapi potong local masih
lebih kecil dari pertumbuhan konsumsi daging sapi.
❑Populasi sapi pada sentra peternakan sapi potong
seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali,
Sulawesi Selatan dan pulau Jawa juga lebih kecil dari
kebutuhannya.
❑Gejala penurunan populasi sapi dapat ditinjau dari sisi
peternak dan sisi pasar.
❑Pada sisi peternak sapi, penurunan populasi
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan hidup
peternak, sehingga sapi betina yang masih
produktif sering dipotong dan diperjualbelikan
sebagai daging.

❑Penyebab lain adalah bahwa usaha penggemukan


tradisional sapi potong oleh masyarakat semakin
tidak menarik/menguntungkan, sebaliknya usaha
penggemukan intensif sapi memerlukan modal
besar. Hal ini menyebabkan ketersediaan bakalan
turun.
❑ Akibatnya, ada adu kekuatan antara peternak sapi lokal yang
umumnya berskala kecil dan importir yang didukung oleh
peternak negara eksportir.
❑ Pemerintah Indonesia berada di antara peternak dan
importir.
❑ Ada empat perusahaan yang mendapatkan jatah impor sapi
bakalan terbanyak pada tahun depan.
❑ Keempat perusahaan itu adalah PT Great Giant Livestock,
PT Santosa Agrindo, PT Austasia Stockfeed, dan PT Agro
Giri Perkasa.
❑ Setiap perusahaan tadi berhak mengimpor sapi bakalan
sebanyak 10.000 ekor-14.000 ekor.
❑ Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementerian Pertanian mengatakan, tingginya harga daging
disebabkan harga sapi bakalan impor tinggi.
C. KERUGIAN IMPOR BAKALAN :

1. Jika stok bakalan tidak mencukupi seperti saat ini akan terjadi
peningkatan harga.
2. Apabila terjadi impor yang berlebihan terus menerus Negara
mengalami ketergantungan pada bakalan dari Negara lain.
3. Peternak tidak bisa meningkatnkan populasi ternaknya.
4. Impor bakalan yang terus menerus akan membuat devisa
Negara menurun.
5. Negara lain bisa saja mengirim sapi dengan kualitas yang
buruk.
D. PELANGGARAN YANG TERJADI

❑ Indonesia menganut system country base atau impor produk ternak hanya
diperbolehkan dari negara yang sudah terbebas oleh penyakit hewan bukan
zona base dan India merupakan Negara terlarang untuk memasok sapi
karena ndia merupakan negara yang salah satu daerahnya terjangkit penyakit
hewan.
❑Tetapi Malaysia melakukan impor dari India dan kemudian dijual kembali ke
Indonesia, padahal Malaysia belum melakukan perjanjian bilateral dengan
Indonesia dalam impor barang, dan apabila Malaysia ingin mengirim ke
Indonesia harus mendapat izin dari kementrian teknis, apabila mendapat izin
baru Malaysia boleh mengirim barang ke Indonesia.
❑Tetapi banyak oknum tertentu yang mengizinkan pengiriman dari Malaysia
sehingga Malaysia dapat bebas mengirimkan barang.
E. TINDAK LANJUT PEMERINTAH

1. Seperti yang sudah diatur dalam pada Undang-undang No18


tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan hanya
memungkinkan Indonesia hanya mengimpor sapi bakalan dari
negara yang terbebas dari penyakit hewan maka Indonesia
akan memperluas larangan hingga ke level produk.
2. Pemerintah membatasi impor bakalan dari Negara lain
F. UNDANG-UNDANG YANG
MENGATUR IMPOR BAKALAN

1. Undang-undang Republik Indonesia


nomor 12 tahun 1995.
2. Undang-undang krisis impor tahun
1993.
3. Undang-undang nomor 18 tahun 2009.
❑ Dalam pemilihan bibit/bakalan bisa berasal dari sapi lokal atau impor,
tergantung jenis sapi dan bebas dari penyakit menular.
❑ Penyediaan bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri
dan kemampuan ekonomi kerakyatan.
❑ Keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung pada pemilihan
bibit atau bakalan yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan.
❑ Pertumbuhan dan lama penggemukan ditentukan oleh faktor individu, ras
(bangsa) sapi, jenis kelamin, dan usia ternak bakalan.

Anda mungkin juga menyukai