Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PENGELOLAAN AYAM BROILER

i
KELOMPOK 3 :
1. BHENIE DWIE RAHMAWATIE (18021017 )
2. YUDA PRASETYA SANTOSO (18021024)
3. SUHENDI
4. DANIEL DWI WIBOWO
5. JODI MARCELLIANO (18021029)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2021

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “
PENGELOLAAN AYAM BROILER KANDANG CLOSED HOUSE “ ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
mata kuliah Praktikum Instrumentasi Peternakan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pengelolaan Ayam Broiler kandang
Closed House bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Sundari selaku dosen mata
kuliah Praktikum Instrumentasi Peternakan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Cover........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I 1PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Tujuan...........................................................................................................2

C. Rumusan Masalah.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Sistem Kandang Closed House.....................................................................3

B. Biosecurity....................................................................................................5

C. Tempat pakan dan minum...........................................................................12

D. Proses Pemanenan Ayam Broiler................................................................13

E. System Pemotongan Ayam Broiler di RPA................................................14

F. Sistem Transportasi.....................................................................................19

G. Rumah potong Ayam ( RPA)......................................................................21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak


pada peningkatan konsumsi produk peternakan (daging, telur, susu).
Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan
gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka perminataan
produk peternakan. Daging banyak dimanfaatkan olehmasyarakat karena
mempunyai rasayang enak dan kandungan zat gizi yangtinggi.Salah satu sumber
daging yangpaling banyak dimanfaatkan olehmasyarakat Indonesia adalah
ayam.Daging ayam yang sering dikonsumsi oleh masyarakat diperoleh dari
pemotongan ayam broiler, petelur afkir, dan ayam kampung.
Ayam broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar protein hewani
asal ternak dan merupakan komoditas unggulan.Industri ayam broiler berkembang
pesat karena daging ayam menjadi sumber utama menu konsumen.Daging ayam
broiler mudah didapatkan baik di pasar modern maupun tradisional.Produksi
daging ayam broiler lebih besar dilakukan oleh rumah potong ayam modern dan
tradisional.Proses penanganan di RPA merupakan kunci yang menentukan
kelayakan daging untuk dikonsumsi. Perusahaan rumah potong ayam (RPA) atau
tempat pendistribusian umumnya sudah memiliki sarana penyimpanan yang
memadai, namun tidak dapat dihindari adanyakontaminasi dan kerusakan selama
prosesing dan distribusi.
Mengingat tingginya kewaspadaan masyarakat terhadap keamanan
pangan, menuntut produsen bahan pangan termasuk pengusaha peternakan untuk
meningkatkan kualitas produknya.Walaupun kualitas karkas tergantung pada
preferensi konsumen namun ada standar khusus yang dijadikan acuan.Karkas
yang layak konsumsi harus sesuai dengan standar SNI mulai dari cara
penanganan, cara pemotongan karkas, ukuran dan mutu, persyaratan yang

1
meliputi bahan asal, penyiapan karkas, penglolahan pascapanen, bahan pembantu,
bahan tambahan, mutu produk akhir hingga pengemasan.Untuk itu perlu ada
penerapan manajemen yang baik sejak masih di sektor hulu sampai ke sektor hilir.
B. Tujuan

1. Mengetahui kandang closed house ayam broiler


2. Mengetahui biosecurity pada pengelolaan ayam broiler
3. Mengetahui system pemberian pakan dan minum otomatis ayam
broiler
4. Mengetahui cara pemanenan pada pengelolaan ayam broiler
5. Mengetahui system pemotongan di RPA
C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengelolaan ayam broiler kandang closed house ?


2. Bagaimana proses biosecurity pada ayam broiler ?
3. Bagaimana system pemberian pakan dan minum otomatis ?
4. Bagaimana cara pemanenan ayam broiler ?
5. Bagaimana system pemotongan ayam broiler di RPA ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Kandang Closed House

Menurut Rasyaf (2001), ada beberapa faktor yang harus diperhatikan


dalam menentukan letak kandang meliputi:
1. Letak kandang sebaiknya lebih tinggi dari tanah di sekitarny. Letak
kandang harus memungkinkan sinar matahari dapat leluasa masuk ke
dalam kandang
2. Jarak terdekat antara kandang dengan bangunan lainnya 25 m dan jarak
antarkandang minimum satu kali lebar kandang dihitung dari tepi atap
setiap kandang.

Sedangkan, kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti


Indonesia adalah 8-10 ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat
meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi
pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stres, pertumbuhan terhambat
dan mudah terserang penyakit. Arah penempatan kandang yang baik menghadap
ke timur atau ke arah matahari terbit  sedangkan dinding kandang menghadap  ke
arah utara dan selatan. Hal tersebut bertujuan agar sinar matahari pagi dapat
masuk ke dalam kandang, mengurangi kelembaban di dalam kandang, membantu
menghilangkan bau di dalam kandang dan pada siang hari sinar matahari tidak
bisa masuk langsung ke dalam kandang.

Sistem kandang Closed house  adalah sistem perkandangan ayam broiler


dengan ventilasi yang bisa diatur. Closed house system dibuat dengan tujuan agar
faktor lingkungan seperti panas, cuaca, angin hujan dan sinar matahari tidak
berpengaruh banyak saat pemeliharaan.

3
 Keuntungan closed house system :

 Meningkatkan kapasitas pemeliharaan.


 Ayam lebih sehat, nyaman, segar dan tenang.
 Sirkulasi udara lebih baik
 Mendukung produktivitas maksimal
  Efisiensi tenaga kerja.
 Temperatur dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan
pemeliharaan.
  faktor lingkungan tidak berperan banyak saat pemeliharaan

Hampir tidak ada kontak dengan faktor lingkungan selama pemeliharaan,


didalam sistem kandang tertutup ventilasi memiliki peranan yang sangat penting
untuk menjaga temperatur dan kelembapan udara di dalam kandang. fungsi
ventilasi pada closed house system :

 Menghilangkan panas.
 Menurunkan kelembapan udara.
 Mengurangi debu.
 Menurunkan kadar gas beracun di dalam kandang seperti gas
ammonia, karbondioksida maupun karbonmonoksida.
 Menyediakan oksigen.

Adapun struktur umum yang terdapat pada broiler closed house antara
lainbangunan  kandang,  ventilasi,  kipas  angin,  pendingin  kandang,  dinding 
kandang, filter cahaya, inlet udara, sistem pencahayaan, sistem kendali, dan
sumber tenaga listrik (Weaver 2001). Sistem ventilasi adalah sistem yang
mengatur udara dalam  kandang  dengan  cara  membuang  kelebihan  panas,  uap 
air,  dan gasberbahaya  yang  mungkin  dihasilkan.  Sistem  ventilasi  yang 
digunakan  industri peternakan  adalah  evavorating  cooling  dan  exhaust  fan.

4
Sistem  ventilasi  dirancang  berdasarkan  jumlah  ayam  broiler  dan  ukuran
kandang.  Umumnya,  sistem  ventilasi  mengatur  sirkulasi  udara  per menit  (60
per detik) atau lebih selama cuaca panas. Sistem juga perlu disesuaikan untuk
menjaga tingkat aliran udara  rendah, yaitu 1-5 sirkulasi udara per jam selama
cuaca dingin. Volume udara yang harus dipindahkan untuk menghasilkan  satu
sirkulasi udara, dihitung menggunakan rumus: panjang x lebar x tinggi (rata-rata)
(Scheideler and Stowell  2006).

Selama masa pertumbuhan, ayam broiler akan menghasilkan gas dan hasil
proses  metabolisme.  Produk  ini  akan  berakumulasi  sepanjang  waktu  dan
menyebabkan  perubahan  substansial  terhadap  kualitas  udara  dalam  kandang.
Cemaran utama  yang biasa terjadi dalam udara  adalah debu, NH3, CO2, CO dan
uap air yang dapat menimbulkan efek merugikan. Pengaruh langsung dari debu
dan NH3 meliputi kerusakan fisik yang menyebabkan menurunnya resistensi
terhadap penyakit,  berkurangnya  konsumsi  pakan  dan  pada  kondisi  yang 
parah menyebabkan  buruknya  pertumbuhan  ayam.  Adanya  gas  berbahaya 
akan menghambat  pengambilan  oksigen  karena  adanya  pengaruh  unsur-unsur 
kimia secara langsung. Pencemaran cenderung terjadi pada tingkat oksigen yang
rendah.

Suhu  lingkungan  yang  optimum  untuk  broiler  adalah  antara  180C 


sampai 320  Suhu  optimun  untuk  memelihara  ayam  broiler  berumur  34
sampai  54  hari  adalah  210C  sampai  300C  (COBB  2010).  Suhu  tinggi  dalam
kandang  dan  kandungan  protein  makanan  sangat  mempengaruhi 
pertumbuhan, bobot  ayam  dan  metabolisme  genetik  ayam  umur  antara  3 
dan  9  minggu.

Suhu  lingkungan  merupakan  hal  penting  dalam  kandang  ayam 


sehingga harus dijaga pada suhu optimal. Suhu kandang dipengaruhi oleh dua hal:
pertama, suhu udara (diukur pada ketinggian ayam dan disekitar tempat pakan dan

5
minum ayam) kedua, suhu lantai (litter). Suhu udara 30 oC dan suhu lantai (litter)
28-30°C disekitar  ayam. 

Kelembaban  yang  ideal  berkisar  antara  60-70%,  ini  sulit  dicapai 


pada  musim panas. humidifier atau evavorating cooling atau penambahan air
permukaan dapat membantu mewujudkan kelembaban yang ideal. Pengaturan
suhu brooding harus disesuaikan dengan meningkatnya kelembaban di atas 70% 
atau turun di bawah 60%  yang  akan  mengakibatkan  perubahan  perilaku  ayam 
(Garden  dan  Singleton 2008).
D. Biosecurity

Menurut Winkel (1997) biosekuritas merupakan suatu sistem untuk


mencegah penyakit baik klinis maupun subklinis, yang berarti sistem untuk
mengoptimalkan produksi unggas secara keseluruhan, dan merupakan bagian
untuk mensejahterakan hewan (animal welfare). Aspek-aspek yang menjadi ruang
lingkup program biosekuritas adalah upaya membebaskan adanya penyakit-
penyakit tertentu, memberantas dan mengendalikan pengakit-penyakit tertentu,
memberikan kondisi lingkungan yang layak bagi kehidupan ayam, mengamankan
keadaan produk yang dihasilkan, mengamankan resiko bagi konsumen, dan resiko
bagi karyawan yang terlibat dalam tatalaksana usaha peternakan ayam.

Pelaksanaan program biosecurity :

1. Control lalu lintas


Biosekuritas ini secara umum memberlakukan kontrol tehadap lalu
lintas orang, seperti mengunci pintu dan melarang semua pengunjung, atau
mengizinkan masuk orang tertentu dan personil yang dibutuhkan
(profesional) setelah mereka didesinfeksi, mandi semprot, lalu memakai
sepatu khusus, baju penutup, dan topi khusus yang telah didesinfeksi.
Tangan orang bisa juga menyebabkan infeksi dan harus didesinfeksi

6
sebelum masuk bangunan kandang atau meninggalkannya. Pada
peternakan yang harus menjalankan biosekuritas dengan ketat (Grand
parent stock) akan menerapkan prosedur dengan sangat ketat misalnya
tamu yang akan masuk sebelumnya tidak boleh mengunjungi farm pada
level dibawahnya (Parent stock, komersial, prosesing dll) paling sedikit
tiga hari setelah kunjungan tersebut.
Kebersihan halaman dan teras dinding serta pemotongan rumput
harus teratur. Konstruksi kandang dan ruang penyimpan pakan dibuat
yang tidak memungkinkan binatang-binatang seperti tikus, burung,
kumbang dan lainnya secara leluasa dapat memasukinya (rodent
proof). Program pengendalian tikus dapat dibuat secara
berkesinambungan, dengan menempatkan kotak pengumpan di pinggir
kandang dengan selang 15-20 meter. Umpan tikus perlu dimonitor
dalam jangka waktu tetrtentu misalnya setiap 5 hari sekali dengan
umpan yang disukai tikus. Limbah kotoran ayam dan sekam basah,
harus segera disingkirkan agar tidak mengundang lalat berkembang
biak . Pada saat musim lalat dilakukan pengendalian baik dengan
insektisida untuk membunuh lalat dewasa atau larva.
Lalu lintas kendaraan yang memasuki areal peternakan juga harus
dimonitor secara ketat. Kendaraan yang memasuki farm harus
melewati kolam desinfeksi yang terdapat di belakang gerbang.
Kendaraan yang bisa masuk ke areal peternakan adalah kendaraan
pengangkut makanan, doc, ataupun peralatan kandang lainnya. Pada
peternakan pembibitan yang memerlukan biosekuritas lebih ketat,
begitu masuk kolam desinfeksi kendaraan harus berhenti, lalu seluruh
bagian mobil bagian bawah, sekitar ban disemprot desinfektan dengan
sprayer tekanan tinggi. Sementara itu penumpangnya harus berjalan
kaki lewat pintu khusus untuk lalu lintas orang. Di tempat ini ia harus
mandi semprot untuk didesinfeksi. Di peternakan yang memerlukan
biosekuritas sangat ketat terdapat pemisahan dan batas yang jelas
mengenai daerah sanitasi kotor dengan atau daerah sanitasi semi

7
bersih atau bersih. Dengan demikian akan selalu ada kontrol lalu lintas
baik barang, bahan ataupun manusia.
2. Vaksinasi
Aspek lain dari biosekuritas adalah mencegah penyakit melalui
vaksinasi. Antibiotika digunakan untuk memberantas infeksi bakteri.
Karena tidak ada obat yang dapat melawan infeksi virus, maka
vaksinasi sebelum infeksi terjadi di dalam flok ayam menjadi pilihan
utama untuk melindungi ayam .
3. Pencatatan Riwayat Flok
Mencatat riwayat flok adalah cara yang mudah untuk menjaga
kesehatan flok ayam. Ayam harus secara rutin diperiksa kesehatannya
ke laboratorium, dengan mengecek titer darahnya terhadap penyakit
tertentu, monitoring bakteriologis dan sampling lainnya. Laporan hasil
pemeriksaan laboratorium harus disimpan bersamaan dengan data
performans setiap flok atau kandang.
4. Pencucian Kandang
Pencucian kandang ayam merupakan kegiatan biosekuritas yang
paling berat. Segera setelah flok ayam diafkir dan liter diangkat keluar
kandang, tindakan berikutnya adalah pembersihan dan desinfeksi
terhadap seluruh kandang dan lingkungannya. Gumpalan liter harus
diangkat dan sisa-sisa yang menempel harus disikat dan disemprot air.
Peralatan seperti penggaruk, sekop, truk pengangkut, wadah-wadah
pengankut kotoran (manure), dan lain-lain semuanya harus dibersihkan
dan didesinfeksi setelah dipakai. Berikut ini caracara pencucian
kandang untuk kandang ayam broiler dan ayam petelur

Pencucian kandang ayam broiler bisa dilakukan secara total atau


menyeluruh. Secara total artinya dilakukan terhadap seluruh kandang
secara lengkap dari bagian atas sampai ke bawah. Hal ini dilakukan
paling tidak setahun sekali. Pencucian bisa juga secara parsial

8
biasanya dilakukan tidak menyeluruh, tetapi hanya bagian bawah
(lantai) dan sekitarnya.

Cara pencucian secara menyeluruh bisa dilakukan sebagai berikut:

a. Angkat liter keluar dari kandang sejauh mungkin, atau paling


tidak 100 yard. Usahakan liter tidak berceceran, tidak mencemari
jalan atau pintu masuk kandang, dan tutuplah rapat-rapat.

b. Sapulah dengan bersih dari atas sampai dasar kandang atau lantai,
termasuk seluruh rangkaian kabel listrik, kipas angin, dan kisi-kisi
jendela. Lepaskan lampu-lampu bohlam bersihkan dan ganti yang
sudah putus dengan yang baru.

c. Gosok, sikat dan bersihkan seluruh instalasi air, tempat makanan,


dan peralatan lainnya. Keluarkan peralatan seperti brooder
guard, tempat minum, tempat makan, dari kandang, lalu rendam,
sikat, bersihkan dan desinfeksi sebelum dipakai lagi untuk flok
ayam berikutnya.

d. Seluruh atap, korden, dinding, partisi, tempat makan dan minum,


dan peralatan lainnya, setelah dibersihkan debunya, disomprot
dengan air sabun, dibilas, lalu didesinfeksi dengan menggunakan
desinfektan yang kuat dan larut dalam air seperti senyawa fenol
dengan konsentrasi sesuai aturan yang terdapat pada label.
Peningkatan konsentrasi desinfektan tidak akan menutupi
pekerjaan pencucian yang tidak sempurna. Penyemprotan
dilakukan pada tekanan minimum 200 psi (pounds per square
inch) agar penetrasi berlangsung baik. Hati-hati jangan sampai
semprotan mengenai bagian dalam motor listrik, oleh karena itu

9
harus diselubungi dahulu sebelum disemprot, setelah selesai buka
kembali, atau bisa juga dilepas dahulu motornya. Penyemprotan
dilakukan dari belakang dan bekerja mulai dari atap bangunan
pertama kali, lalu dinding dan terakhir lantai. Bagian luar kandang
seperti teras, saluran air, kawat, atap dan halaman juga
diperlakukan sama. Jika pencucian telah selesai, perbaikan pada
bagian-bagian kandang yang rusak dapat dilakukan.

e. Setelah lantai kering dan bersih maka liter baru dan peralatan
kandang untuk DOC yang baru dapat dipasang dan disebar
merata. Liter umumnya berupa sekam atau tatal dengan ketebalan
10 cm (minimal 8cm).

f. Gunakan insektisida yang sesuai pada bagian atas liter baru bila
terdapat masalah serangga. Bila terdapat banyak kumbang
(Alphitobius spp), maka semprotlah dindingnya dengan
insektisida.

g. Sediakan bak dekontaminasi sepatu di depan pintu masuk


kandang. Sediakan pula baskom dekontaminasi untuk mencuci
kandang. Gunakan desinfektan sesuai anjuran pabriknya.
Desinfektan merupakan racun, dan pemakaian sesuai dengan
aturan yang dianjurkan dalam label dapat menjamin terbunuhnya
patogen yang ingin dibasmi. Bila desinfektan tidak dipakai dalam
proporsi yang dianjurkan seperti pada label, maka orang, ternak
ayam, dan mahluk hidup lainnya dapat turut teracuni.

5. Control Pakan
Biosekuritas terhadap pakan harus dilakukan terutama ditingkat
pabrik pengolahan. Hal ini harus secara ketat dilakukan mengingat

10
banyaknya agen penyakit dan toksin yang dapat mencemari makanan.
Upaya yang harus dilakukan untuk mengamankan pakan ayam adalah:
a. Menghilangkan atau mengurangi dampak resiko terjadinya
kesalahan formulasi pakan seperi kelebihan garam dan lain-lain.
b. Melakukan pengawasan atas kualitas bahan baku secara teratur,
seperti kadar air, kadar aflatoksin, uji ketengikan, sampling
terhadap kandungan mikroorganisma, dan analisis proksimat
untk mengetahui kualitas kandungan pakan.
c. Memenuhi permintaan konsumen misalnya konsumen dari
breeding farm biasanya minta persayaratan pakan tertentu untuk
mencegah terjadinya salmonellosis. Pakan yang diinginkan
melalui perlakuan panas (pada suhu 65-90 OC) dan penambahan
vitamin, crumbelling/pelleting, dan penambahan acidifier (asam
format, asam laktat, asam proprionant, asam butirat, atau asam
sitrat).
d. Melakukan upaya pencegahan berkembangnya toksin jamur
dengan menambahkan toxin binder.
e. Melakukan sanitasi truk pengangkut pakan, baik sebelum
berangkat maupun setibanya di farm konsumen.
f. Memperhatikan lama penyimpanan bahan baku ataupun
penyimpanan pakan jadi.
6. Control air
Air merupakan sumber penularan penyakit yang utama selain
melaui pakan dan udara. Berbagai penyakit yang ditularkan melaluiair
antara lain Salmonellosis, Kolibasilosis, Aspergillosis dan Egg Drop
Syndrome. Oleh karena itu monitoring untuk program biosekuritas air
adalah:
a. Melakukan pemeriksaan kualitas air minimal sekali dalam satu
tahun yang meliputi pemeriksaan kimiawi (kesadahan, metal,
mineral) dan bakteriologis.

11
b. Melakukan pemeriksaan air secara kultur paling tidak sebulan
sekali untuk menguji tingkat higienitas air minum ayam (kwalitatif
dan kwantitatif). Pengujian dilakukan secara berurutan dari hulu ke
hilir, mulai dari sumber air sampai ketempat minum ayam
(drinker).
c. Perlakuan sanitasi air minum ayam diperlukan tergantung dari
tingkat pencemarannya. Umunya sanitasi dilakukan dengan cara
klorinasi, tetapi saat ini sudah banyak produk komersial lain seperti
pemberian asam organik.
d. Secara teratur melakukan flushing (penggelontoran) air di instalasi
air di dalam kandang minimal seminggu sekali. Perlakuan ini
dilakukan mengingat seringnya peternak memberikan vitamin,
mineral ataupun antibiotik melalui air minum. Munculnya jonjot
(semacam lendir) organik pada pipa-pipa air minum dapat
mengakibatkan tersumbatnya pipa-pipa saluran tersebut.
7. Kontrol limbah produksi dan ayam mati
Dalam tatalaksana usaha peternakan ayam sisa-sisa produksi atau
limbah sudah jelas akan dijumpai. Limbah ini harus dijauhkan dan
dimusnahkan sejauh mungkin sari areal produksi. Bila mungkin harus
ada petugas khusus yang mengambil sisa produksi ini secara teratur
untuk dibuang atau dimusnahkan di luar areal produksi. Apabila tidak
mungkin dibuang atau dimusnahkan di luar, maka harus dipilih di
lokasi di dalam wilayah peternakan yang memungkinkan sisa-sisa
produksi ini tidak mengganggu kegiatan produksi lainnya serta
mencegah pencemaran lingkungan.
Liter basah atau liter yang sudah menggumpal segera mungkin
diangkat dan diangkut ke tempat yang telah di sediakan. Ayam mati
sesegera mungkin diambil dari kandang dan setelah dilakukan
pemeriksaan bedah pasca mati maka secepatnya dibakar dan dibuang
ke tempat lubang pembuangan (disposal pit) di dalam peternakan.

12
Disposal pit dapat dibuat dengan luasan dan kedalaman tertentu
tergantung pada sisa produksi harian serta tersedianya lahan.
E. Tempat pakan dan minum

Menurut bentuknya, tempat pakan ada yang memanjang dan bundar,


tempat pakan bentuk memanjang (long feeder) dengan standar 5 cm/ekor dan
bentuk bulat (round feeder) dengan standar 2 cm/ ekor, dan tempat pakan nampan
(tray feeder) umumnya digunakan minggu pertama dimana 1 nampan untuk 100
ekor (Mulyantini, 2010). Menurut pendapat Sudaryani dan Santoso (2011),
keuntungan menggunakan grill yaitu dapat meningkatkan efisiensi pakan dan
pemberian pakan lebih terkontrol. Rantai pengedar pakan berhubungan langsung
dengan motor penggerak. Rantai ini akan mengedarkan pakan secara merata ke
dalam kandang.
Jenis tempat minum ada 2 yaitu otomatis dan non otomatis. Tempat minum
non otomatis dapat dibuat dari bambu atau pipa yang dibelah, seng dan galon
plastik (Priyatno, 2004). Tempat air minum yang digunakan selama proses
pemeliharaan mulai umur 1 hari sampai satu atau 2 minggu adalah “chick found”
dengan kapasitas 75 DOC/buah. Selanjutnya untuk ayam yang sudah berumur
lebih dari 2 minggu menggunakan tempat air bundar (“round drinker”) baik yang
manual atau secara otomatis. Tempat air minum manual, mempunyai kapasitas
bervariasi: 600 ml, 1 liter, 1 gallon dan 2 gallon, kapasitas 2 gallon untuk 100 ekor
ayam pedaging, sedangkan tempat air minum otomatis yang “circumference” 110
cm untuk kapasitas 50 - 75 ekor/buah. Kapasitas tempat air minum berhubungan
dengan drinking space. Dalam satu nipple digunakan untuk 8-9 ekor ayam
(Suprijatna et al., 2005).
Pemilihan tempat minum harus memperhatikan faktor ekonomi, teknis dan
faktor kesehatan. Tinggi tempat minum sebaiknya setinggi punggung ayam
sehingga air minum tidak dimainkan oleh ayam. Ada 2 bentuk tempat minum
yaitu berbentuk bundar dan panjang, dengan standar dringking space yang sama
yaitu tempat minum manual memanjang standar 1 cm/ekor sedangkan tempat
minum manual bundar standar 1 cm/ekor (Murni, 2009). Tempat minum baik tipe

13
galon manual, galon otomatis, nipple atau tempat minum bentuk talang
memanjang harus selalu berisi air terutama untuk ayam broiler yang dipelihara di
dalam kandang (Fadilah, 2013).
F. Proses Pemanenan Ayam Broiler

Proses Pemanenan Ayam Broiler dapat dilakukan kapan saja tanpa harus
memperhitungkan waktu (waktu fleksibel). Namun disarankan ayam ditangkap
pada pagi hari, sore hari, atau malam hari agar ayam tidak terlalu stres. Khususnya
penangkapan ayam pada malam hari menggunakan nyala lampu yang redup atau
tidak terang.

Berikut tata cara pemanenan ayam potong atau ayam broiler yang benar
dan dianjurkan antara lain :

1) Suasana kandang ayam broiler dibuat senyaman mungkin dengan cara


mengantung tempat pakan dan minum sehingga tidak banyak pakan dan
air minum yang tumpah saat proses pemanenan terutama saat proses
penyekatan (penangkapan) ayam.

2) Buatlah penyekatan ayam secara bertahap sesuai dengan ayam mana yang
akan ditangkap terlebih dahulu. Tujuannya agar ayam lain yang belum
ditangkap tidak keburu lemas. Sekat bisa dibuat dengan ukuran 7 x 3
meter atau sesuai dengan kendisi kandang. Hal yang penting saat membuat
sekat hindari penumpukan (overlapping) ayam di sudut kandang dan
jangan terlalu padat agar tidak menyebabkan ayam mati.

3) Cara menangkap ayam ketika panen pertama-tama pegang kaki ayam


secara perlahan-lahan, kemudian pegang bagian dadanya, dan tarik ayam
ke atas. Hindari menangkap ayam dengan kasar dengan memegang salah

14
satu sayapnya terlebih dahulu. Hal tersebut dapat menyebabkan memar,
sayap patah, kaki patah, hingga mati karena stres.

4) Saat panen, umumnya setiap pekerja kandang bisa memegang 3-5 ekor
ayam sekaligus. Setelah ditangkap kedua kaki ayam diikat dengan tali agar
bisa ditimbang secara berkelompok (sekitar 3-5 ekor bersamaan) dan
segera catat bobot hidupnya, karena harga jual ayam broiler akan dihitung
per kg bobot badan waktu hidup. Habiskan ayam dalam satu sekatan,
jangan gunakan sistem tangkap pilih untuk menangkap ayam saat
memanen.

5) Sebelum melakukan penimbangan sebaiknya timbangan dikalibrasi


terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya kesalahan hitung yang bisa
merugikan peternak. Setelah ditimbang, masukkan ayam ke dalam
keranjang ayam dan hindari tindakan kasar untuk mengurangi resiko
banyaknya ayam yang diafkir akibat sayap atau kakinya patah. Keranjang-
keranjang berisi ayam tersebut kemudian dimasukkan dan ditata ke dalam
truk pengangkutan.

6) Lakukan cek ulang terhadap kondisi ayam setelah penangkapan selesai.


Juga, terhadap hasil data timbangan yang telah didapatkan agar tidak ada
kesalahan hitung. Setelah semua data benar dan sesuai dengan surat jalan
penangkapan, barulah kendaraan pengangkut ayam boleh diizinkan keluar
meninggalkan lokasi kandang untuk menuju ke pengepul atau langsung
dibawa ke tempat pemotongan ayam.

7) Waktu pengangkutan ayam sebaiknya dilakukan pada malam hari dengan


tujuan menghindari cuaca panas saat siang hari, serta menghindari lalu
lintas yang relatif lebih padat. Lamanya waktu antara ayam dimasukkan ke
keranjang sampai dipotong, dan tingginya suhu udara di sekitar keranjang

15
akan mempengaruhi banyaknya susut bobot badan dan kematian. Untuk
itu, waktu pengangkutan ayam dan lamanya jarak tempuh juga perlu
diperhitungkan. Perlu diingat susut pada saat transportasi berkisar 1-3%.

G. System Pemotongan Ayam Broiler di RPA

1. Alur proses  Pemotongan Ayam

Teknik pemotongan ayam ada dua yaitu teknik pemotongan secara


langsung (tradisional) dan secara tidak langsung.  Pemotongan secara langsung
(tradisional) dilakukan setelah ayam dinyatakan sehat.  Ayam disembelih pada
bagian letter dengan memotong 3 saluran yaitu arteri karotis, vena jugularis dan
esofagus.  Pemotongan ayam secara tidak langsung dilakukan melalui proses
pemingsanan dan setelah ayam benar-benar pingsan ban dipotong (Soeparno,
1994).  Teknik pemotongan ayam yang baik adalah pemotongan secara tidak
langsung karena dengan pemingsanan akan didapatkan kualitas kulit dan karkas
lebih baik dibandingkan dengan pemotongan secara langsung (Abubakar, 2003).

Pemotongan ayam yang dilakukan secara halal dan baik (halalan


thayyiban) serta memenuhi persyaratan higiene sanitasi akan menghasilkan karkas
utuh atau karkas potongan yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal).  Proses
pemotongan ayam meliputi penerapan kesejahteraan hewan sebelum pemotongan,
pemeriksaan antemortem, penyembelihan ayam, pemeriksaan postmortem,
penyelesaian penyembelihan dan karkas/daging ayam (Ditjennak, 2010).

2. Persiapan pemotongan ayam

Penerapan kesejahteraan hewan sebelum pemotongan meliputi proses


penangkapan ayam hidup di kandang, pengiriman ayam dari peternakan ke RPA,

16
dan penanganan ayam di RPA (Ditjennak, 2010).  Syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam penyembelihan ayam adalah ayam harus sehat, tidak dalam
keadaan lelah, tidak produktif atau bukan bibit (Abubakar, 2003).

Ayam diistirahatkan selama 1 jam sebelum dipotong tergantung iklim,


jarak antara asal ayam dengan rumah potong dan jenis transportasi.
Pengistirahatan dimaksudkan agar ayam tidak stres, darah dapat keluar sebanyak
mungkin saat dipotong, dan cukup energi sehingga proses rigor mortis
berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1994).  Pengistirahatan ayam sebelum
disembelih ada dua cam yaitu dengan dipuasakan dan tanpa dipuasakan.  Tujuan
dipuasakan adalah untuk memperoleh bobot tubuh kosong dan mempermudah
proses penyembelihan khususnya ayam liar (Abubakar, 2003).  Kondisi stres pada
ayam mengakibatkan adanya perubahan glikogen menjadi asam laktat sehingga
pH daging turun menjadi 5-6 dan hal ini memberikan peluang bagi bakteri dan
mikroorganisme lain tumbuh subur yang dapat merusak daging (Abubakar, 2009).

Pemeriksaan antemortem dilakukan dengan mengamati (melihat/inspeksi)


ayam yang ada dalam keranjang secara kelompok atau dapat dilakukan secara
acak dengan mengamati secara individu (Ditjennak,
2010).  Pengawasan  kesehatan masyarakat veteriner serta pemeriksaan
antemortem dan postmortem di rumah pemotongan unggas dilakukan oleh
petugas pemeriksa berwenang, setiap rumah pemotongan unggas harus
mempunyai tenaga dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap terpenuhinya
syarat-syarat dan prosedur pemotongan unggas, penanganan daging serta sanitasi
dan higiene, dalam melaksanakan tugasnya sebagai dokter hewan dapat ditunjuk
seorang yang memiliki pengetahuan di dalam bidang kesehatan masyarakat
veteriner yang bekerja di bawah pengawasan dokter hewan (SNI, 1999).

3. Proses pemotongan ayam


a. Pemingsanan (stunning).

17
Pemingsanan merupakan tahap awal dalam teknik pemotongan
ayam.  Pemingsanan bertujuan untuk memudahkan penyembelihan supaya ayam
tidak tersiksa dan terhindar dari risiko perlakuan kasar sehingga kualitas kulit dan
karkas yang dihasilkan lebih baik (Abubakar, 2003).  Pemingsanan dapat
dilakukan beberapa cam yaitu menggunakan alat pemingsan atau knocker, dengan
senjata pemingsan atau stunning gun, dengan pembiusan, serta dengan
menggunakan arus listrik (Soeparno, 1994).

b. Penyembelihan halal.

Penyembelihan hanya dilakukan sekali sayat untuk memotong ketiga


saluran yaitu saluran pernafasan (trakhea/hulqum), saluran makan
(esofagusfmarik) dan dua urat lehernya (pembuluh darah di kanan dan kiri
leher/wadajain) (Ditjennak, 2010).  Pengeluaran darah harus cepat dan keluar
sebanyak mungkin, oleh karena itu saat dan setelah penyembelihan ayam harus
digantung, sebab di samping arteri dan vena yang terpotong merupakan pintu
saluran kontaminasi bakteri untuk masuk dalam tubuh ayam dan darah merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme (Abubakar et al, 2000;
Syamsul, 2007).  Darah yang keluar sempurna akan menyebabkan bobot darah
sekitar 4% dari bobot darah.  Proses pengeluaran darah pada ayam biasanya
selama 50-120 detik, tergantung pada besar kecilnya ayam yang dipotong
(Soeparno, 1994).

4. Pasca pemotongan ayam


a. Pencelupan air panas (scalding).

Ayam dicelupkan ke dalam air panas setelah ayam disembelih bertujuan


untuk mempermudah pencabutan bulu.  Lama pencelupan dan suhu air pencelup
tergantung pada kondisi ayam.  Perendaman dalam air hangat 50-54°C selama 30-
45 detik untuk ayam muda dan kalkun, perendaman 55-60°C selama 45-90 detik

18
untuk ayam tua atau 65-80°C selama 530 detik, perendaman 50-54°C selama 30
detik untuk broiler.  Perendaman pada temperatur tinggi dui 58°C dapat
menyebabkan kulit menjadi gelap dan mudah terserang bakteri (Soeparno,
1994).  Menurut Hadiwiyoto (1992) bahwa proses pencelupan dalam air hangat,
tergantung pada umur dan kondisi unggas.

b. Pencabutan bulu (defeathering).

Pencabutan bulu kasar sampai halus dapat menggunakan tangan (manual),


dicabut dengan tangan dan dapat disempurnakan dengan proses pining yaitu
pencabutan bulu jarum kecil/pin dengan menggunakan pinset (Soeparno,
1994).  Menurut Ditjennak (2010) bahwa pencabutan bulu dapat dilakukan
dengan menggunakan dua macam yaitu dengan menggunakan mesin (plucker)
dan secara manual menggunakan tangan.

Prinsip yang harus diperhatikan dalam proses ini adalah


mesin plucker harus terjaga kebersihannya.  Jari-jari karet plucker harus diganti
secara berkala, dan segera mengganti ketika jari-jari karet ada yang
patah.  Pencucian dan disinfeksi terhadap mesin juga harus rutin dilakukan setelah
proses pemotongan selesai karena sifat bulu ayam yang kotor, sehingga
kemungkinan terjadinya pencemaran dapat dihindari (Ditjennak, 2010).

c. Pengeluaran organ dalam (evisceration).

Pengeluaran organ dalam dilakukan setelah pencabutan bulu.  Dimulai dari


pemisahan tembolok dan trakhea serta kelenjar minyak di bagian
ekor.  Selanjutnya, rongga badan dibuka dengan membuat irisan dari kloaka ke
arah tulang dada.  Kloaka dan visera atau organ dalam dikeluarkan, kemudian
dilakukan pemisahan organ dalam, yaitu hati dan empedu, rempela dan jantung
(Soeparno, 1994).  Isi rempela dikeluarkan, empedu dipisahkan dari hati dan

19
dibuang.  Paru-paru, ginjal, testis (pada jantan) atau ovarium (pada betina) dapat
dipisahkan dari bawah column vertebralis.  Kepala, leher dan kaki juga dipisahkan
(Hadiwiyoto, 1992).

d. Penyiapan karkas.

Menurut Ensminger (1998), persentase bagian yang dipisahkan sebelum


menjadi karkas adalah hati/jantung 1,50%, rempela 1,50%, paru-paru 0,90%, usus
8%, leher/kepala 5,60%, darah 3,50%, kaki 3,90%, bulu 6%, karkas 60,10%, serta
air 9%.  Bobot karkas yang telah dipisahkan dari bulu, kaki, leher/kepala, organ
dalam, ekor (kelenjar minyak) yaitu sekitar 75% dari bobot hidup ayam.

e. Pemotongan karkas (castling).

Tahap terakhir adalah pemotongan karkas, pencucian dan pencemaran


karkas.  Pencucian karkas menggunakan air suhu 5-10°C dengan kadar klorin 0,5-
1 ppm, hal ini untuk menghindari dan menekan pertumbuhan bakteri, sehingga
mutu dan keamanan karkas ayam tetap terjaga (Abubakar, 2003).  Menurut
Hadiwiyoto (1992) bahwa pemotongan bagian-bagian karkas (paha atas, paha
bawah, dada, punggung, sayap, fillet). Setelah pengelompokan ukuran
(penimbangan), karkas di cuci bersih dengan air mengalir agar kotoran yang
menempel hilang.

f. Pengemasan dan pelabelan produk (packaging and labeling).     

Pengemasan bertujuan untuk melindungi karkas terhadap kerusakan yang


terlalu cepat, baik kerusakan fisik, perubahan kimiawi, maupun kontaminasi
mikroorganisme serta untuk menampilkan produk dengan cara yang menarik
(Abubakar, 2009).  Soeparno (1992) menambahkan untuk produk yang dijual
segar packing dengan stereform dan plastik.

20
g. Pendinginan dan penyimpanan produk.

Teknik pendinginan karkas ayam yang baik menggunakan ruang dengan


temperatur 4-5°C dengan waktu pendinginan yang dibutuhkan 15-20 menit dan
dalam waktu tidak lebih dari 8 jam setelah penyembelihan sehingga kondisi fisik,
kimia dan mikrobiologi karkas ayam tetap baik (Abubakar dan Triyantini,
2005).  Penyimpanan beku bertujuan untuk mempertahankan dan melindungi
karkas dari berbagai kontaminan berbahaya, mutu fisik dapat dipertahankan, mutu
gizinya tetap baik dan dapat menekan pertumbuhan bakteri sehingga dapat
memperpanjang daya simpan 1-3 bulan (Abubakar et at, 1995).  Suhu maksimum
di dalam ruang penyimpanan beku adalah -20°C (SNI, 1999).

Produk karkas yang baik harus memenuhi standar. Menurut Standar


Nasional Indonesia (SNI, 1995) kualitas karkas yang baik (mutu I) adalah yang
konformasinya sempurna, perdagingan tebal, perlemakan cukup, keutuhan
sempurna, serta bebas dari memar dan bulu jarum.  Kualitas karkas mutu II yaitu
boleh ada cacat sedikit tetapi tidak ada pada bagian dada dan paha, perdagingan
sedang, perlemakan cukup, tulang sempurna, kulit boleh sobek sedikit, tetapi tidak
pada bagian dada, memar sedikit tetapi tidak pada bagian dada dan tidak frozen
burn serta boleh ada bulu jarum sedikit yang menyebar, tetapi tidak pada bagian
dada.  Karkas mutu III yaitu konformasi boleh cacat sedikit, perdagingan tipis,
perlemakan tipis, tulang dan ujung sayap boleh patah, kulit boleh sobek, tetapi
tidak lebar, memar sedikit, bulu jarum sedikit.
H. Sistem Transportasi

Ayam broiler terbagi menjadi dua macam usaha, yang pertama usaha on farm
dan yang kedua merupakan usaha pasca panen, yang biasa dilakukan oleh RPA
(Rumah Potong Ayam). Daging ayam broiler ketersediaannya tidak mamou untuk
memenuhi kebutuhan konsumen, memaksa pengusaha RPA untuk pintar dalam
memanajemen waktu transportasi, agar ternak yang diperoleh sesuai dengan yang
diharapkan `(Marzuki, dkk, 2015).

21
Suryadi, dkk (2001) menyatakan transportasi merupakan kegiatan yang asing
bagi ternak sehingga menjadi stressor utama dalam kegiatan pemindahan ternak
dan akan memberi efek negatif pada ternak seperti ternak menjadi stress. Ternak
dikatakan stress apabila terdapat tanda-tanda stress, seperti suhu tubuh yang
tinggi, detak jantung meningkat, dan kandungan glukosa dalam darah meningkat.
Ternak yang mengalami keadaan tersebut sangat merugikan pengusaha RPA,
maka dari itu perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan yang diharapkan akan
bisa mengurangi efek negatif dari kegiatan tersebut. Berikut ini upaya-upaya
yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek negatif dari kegiatan transportasi :
1. Transportasi dilakukan dengan beberapa waktu, yaitu waktu pagi/dini
hari, siang hari, dan sore hari. Waktu pengangkutan sangat mempengaruhi
lama perjalanan karena kondisi jalan yang berbeda-beda. Berdasarkan
penelitian Marzuki, dkk (2015) bahwa perjalanan dari Kota Jember
sampai Kota Situbondo pada dini hari memperoleh lama perjalanan
tercepat yaitu 1 jam 32 menit, pada siang hari 2 jam 11 menit, dan sore
hari 1 jam 57 menit. Penyusutan bobot badan tertinggi terdapat pada
pengangkutan siang hari yaitu 172,33 g/ekor dan terendah terdapat pada
pengangkutan dini hari yaitu 61,67 g/ekor. Frekuensi denyut jantung
tertinggi terdapat pada pengangkutan siang hari yaitu 55,97/menit/ekor
dan terendah pada dini hari yaitu 46,4/menit/ekor. Peningkatan suhu
tubuh tertinggi terdapat pada pengangkutan siang hari yaitu
1,3/menit/ekor dan tersendah pada dini hari yaitu 0,76/menit/ekor.
Frekuensi pernapasan tertinggi terdapat pada pengangkutan siang hari
yaitu 104,57/menit dan terendah pada dini hari yaitu 40,27/menit.
2. Sistem pengangkutan M-Clove
Pratama, dkk (2016) menyatakan M-Clove merupakan alat angkut
ayam yang didesain dapat mengatasi keadaan yang terjadi saat
transportasi, seperti cuaca panas dan dingin. Ketika cuaca pabas, kipas
laptop akan mengatur kondisi suhu dalam box sehingga panas dalam box
dapat dikurangi. Model M-Clove mengadopsi seperti model box mobil
konvensional yang telah diadopsi. Mobil yang digunakan jenis pick up
atau sejenisnya. Kotak penutup utama dibuat dari bahan utama berupa

22
triplek kayu dengan spesifikasi dimensi (ukuran) 1,35 m x 2,95 m x 1,75
m dengan volume tamping 1,30 m x 1,85 m x 1,70 m. Pada bagian atas
depan (bagian atas kepala mobil) ukuran penutup dilebihkan ke depan
untuk memberikan celah bagi cerobong angina. Akses bongkar muat
keranjang ayam terdapat pada bagian samping.
Bagian dalam M-Clove merupakan tempat utama untuk meletakkan
keranjang-keranjang ayam. Pada bagian ini lokasi penempatan keranjang
dibuat menjadi 3 tingkatan seperti yang terlihat pada Gambar 2. Tingkat
pertama dan kedua merupakan tempat pengangkutan ayam yang berisi
masing-masing 1 buah keranjang ayam. Tingkat terbawah ditempatkan kotak
reaktor yang berisi bahan- bahan organik yang berfungsi menyerap bau yang
ditimbulkan dari kotoran ayam. Reaktor terbuat dari papan kayu dengan
ukuran 2,95 m x 1,35 m. Reaktor tersebut berisi sekam padi. Terdapat
ventilasi pada bagian samping dan belakang M- CLOVE sebagai sumber
sirkulasi udara.
3. Pengangkutan ayam konvensional
Pengangkutan ayam konvensional merupakan pengangkutan yang
menggunakan keranjang ayam konvensional yang disusun pada mobil
pengangkut jenis pick up atau truk (Pengangkutan konvensional tidak dapat
melindungi ayam dari panas maupun hujan pada saat proses pengangkutan
sehingga dapat membuat cekaman stres pada ayam meningkat. Keranjang
ayam konvensional berukuran 95 cm x 50 cm x 25 cm. Jumlah ayam dalam
sekali pengangkutan maksimum 15 ekor pada bobot 1 ekor ayam adalah 2 kg
(Medion 2015).
I. Rumah potong Ayam ( RPA)

1. Sertifikasi penyembelihan halal


MUI mempunyai prosedur sendiri dalam penyembelihan halal bagi
perusahaan rumah potong ayam yang inggin mendapatkan sertifikasi halal
tersebut. Diantaranya yaitu:
a. Sebelum produsen mengajukan sertifikat halal terlebih dahulu harus
mempersiapkan Sistem Jaminan Halal. Penjelasan tentang sistem

23
jaminan halal dapat merujuk kepada Buku Panduan Penyusunan Sistem
Jaminan Halal yang dikeluarkan oleh LP POM MUI.
b. Berkewajiban mengangkat secara resmi seorang atau tim Auditor Halal
Internal (AHI) yang bertanggung jawab dalam menjamin pelaksanaan
produksi halal.
c. Berkewajiban menandatangani kesediaan untuk diinspeksi secara
mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya oleh LP POM MUI.
d. Membuat laporan berkala setiap 6 bulan tentang pelaksanaan Sistem
Jaminan Halal (Novartis,2011).
Standar penyembelihan halal yang dikeliarkan oleh MUI tanggal 2
Desember 2009 tidak ada penurangan atau pengecualian dari syari‘at Islam
yang telah ditetapkan Allah, sehingga konsekwensinya daging ayam yang
dipasarkan dari hasil penyembelihan rumah potong ayam yang bersertifikat
halal MUI merupakan daging yang halal. oleh karena itu masing-masing
pihak penyembelih halal untuk memperjualbelikan daging ayam tersebut
kepada masyarakat yang membutuhkan dan dagingnya halal untuk dimakan.

Manfaat penerapan sistem jaminan halal yaitu:

a. Perusahaan memiliki pedoman dalam menjaga kesinambungan proses


produksi halal.
b. Menjamin kehalalan produk selama berlakunya sertifikat halal.
c. Memberikan jaminan dan ketentraman batin bagi masyarakat.
d. Mencegah terjadinya kasus-kasus yang terkait dengan penyimpangan
yang menyebebkan ketidakhalalan produk terkait dengan sertifikat halal.
e. Menghindari kasus ketidakhalalan produk bersertifikat halal yang
menyebabkan kerugian perusahaan.
f. Meningkatkan kepercayaan konsumen atas kehalalan produk yang
dikonsumsinya.
g. Membangun kesadaran internal halal perusahaan untuk bersama-sama
menjaga kesinambungan produksi halal. h. Reward dari lembaga
eksternal (memperoleh dan mempertahankan sertifikat halal) dan

24
pengakuan masyarakat berupa kepuasan konsumen (costomer
satisfaction) (Novartis, 2011).
2. Urgensi sertifikasi halal
a. Urgensi sertifikasi halal bagi konsumen
Adanya sertifikasi halal pada rumah potong ayam merupakan sebuah
proses untuk menghasilkan daging ayam yang halal, memang sudah
harus menjadi hak dari konsumen muslim (Ainiyah, 2012). Selain itu
konsumen non-muslim juga memperoleh produk yang sudah dijamin
kebersihannya, produk juga diproses secara sehat, dan aman untuk
dikonsumsi.
b. Urgensi sertifikasi halal bagi produsen
Perusahaan ayam potong dalam proses pelaksanaan penyembelihan dan
daging hasil penyembelihannya dipercaya konsumen kehalalannya. Hal
dapat meningkatkan daya beli konsumen terhadap rumah potong ayam
yang bersertifikat. Produsen juga merasa lebih aman dalam
melaksanakan penyembelihan (Ainiyah, 2012).
c. Urgensi sertifikasi halal bagi nilai islam
Daging yang disembelih dengan cara yang tradisional atau moderen
tetapi dengan tidak dibacakan basmallah rasa dan bentuknya akan sama
saja dengan yang dibacakan basmallah, tidak dapat dibedakan sama
sekali. Namun ada nilai keimanan ketika kita mengkonsumsi daging yang
penyembelihannya sesuai dengan syari’at Islam. Oleh karena itu,
diperlukan proses sertifikasi dan pengawasan yang ketat terhadap rumah-
rumah potong hewan, khususnya rumah potong ayam yang banyak
tersebar dengan skala dari mulai kecil sampai besar, sedangkan rumah
potong hewan besar relatif lebih terkontrol karena biasanya dilakukan di
pejagalan dengan pengawasan yang cukup ketat (Ainiyah,2012).
d. Urgensi sertifikasi halal bagi lingkungan
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau memasukkannya
mahkluk hidup, zat, energi, dan / atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berrfungsi sesuai peruntukkannya. Karena itu, dengan adanya sertifikasi

25
halal produsen tidak hanya menjaga ketentraman hati konsumen terhadap
daging ayam hasil penyembelihanya tetapi juga menjaga lingkungan
sekitar dari limbah yang dihasilkan rumah potong ayam dari kegiatan
pencemaran lingkunngan.
e. Urgensi sertifikasi halal bagi pemerintah
MUI meminta pemerintah untuk menyerahkan sertifikat halal kepada
MUI, pemberian wewenang kepada MUI perlu dilakukan untuk menjaga
indenpendensi. Sehingga sertifikasi tidak menjadi objek politik
perdagangan pemerintah. Selain itu pada dasarnya persoalan halal atau
tidak halal berada di ranah syari‘ah. Dengan begitu masyarakat merasa
dilindungi hak mengkonsumsi makanan halal sesuai syari’at oleh
pemerintah.

26
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah Churrotul.2012.Urgensi Sertifikasi Halal Pada Penyembelihan Ayam Di


Rumah Potong Ayam (RPA) Surabaya.Proposal Skripsi.Institut Agama
Islam Negeri Sunan Ampel.Surabaya

Fadilah, R. 2013. Beternak Ayam Broiler. Jakarta Selatan: PT Agro Media


Pustaka. Hal 12-17, 38, 39, 65, 78-80.

Marzuki A., A. Robiul Awal Udin, Joni Arifin. 2015. Manajemen Waktu
Pengangkutan Dalam Meminimalisir Penyusutan Bobot Badan Ayam
Broiler. Jurnal Ilmiah Inovasi 15 (1): 14-17.

Mulyantini, N. G. A. 2014. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Murni, M.C. 2009. Mengelola Kandang Dan Peralatan Ayam Pedaging.


Departemen Peternakan. VEDCA : Cianjur.

27
Novartis. 2011. Indonesia Halal Directory.Lembaga Pengkajian Pangan Obat-
obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia. Jakarta.

Pratama, T.A.I.P, A. Yani, R. Afnan. 2016. Pengaruh Perbedaan Transportasi


Sistem M-CLOVE dengan konvensional dan Jenis Kelamin terhadap
Respon Fisiologis Ayam Broiler. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan 4 (1) : 205-206.

Priyatno. 2004. Membuat Kandang Ayam Cetakan Ke-8. Penebar Swadaya :


Jakarta

Sadarman., A.E.T.H. Wahyuni., C. R. Tabbu., dan S. Budhiarta. 2011. Hubungan


Antara Praktek Manajemen Pemeliharaan Dengan Kejadian Avian
Influenza Pada Peternakan Ayam Pedaging di Sektor 3 Milik Mitra PT.
Duta Technovet di DIY Selama Satu Siklus Pemeliharaan. J.
Peternakan. 8 (11): 1-10.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak


Unggas. Penebar Swadaya : Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai