Disusun Oleh :
NPM : 180106005
UNIVERSITAS HAMZANWADI
T.A 2019/202
BAB I
Contoh soal
Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut
Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai
dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase
dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:
Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam
rentang kehidupan individu, yang berhasil atau tidaknya sangat berperan terhadap
kehidupan individu. Tugas-tugas ini dipengaruhi oleh faktor fisik, kultural, cita-cita
hidup, dan norma agama.Tugas-tugas perkembangan anak mulai bayi hingga usia sekolah
adalah cenderung kepada proses pembelajaran awal tentang tata cara dasar berperilaku
dan bermasyarakat. Sedangkan pada masa remaja, cenderung terjadi pencarian jati diri
individu dan proses-proses pendewasaan baik fisik maupun psikis.
Pada masa dewasa awal dan setengah baya, individu mulai mencapai kematangan dalam
berpikir dan berperilaku. Di masa ini, tanggung jawab seorang individu sangat
diimplementasikan, terutama mengenai kehidupan berumah tangga. Sedangkan saat
mencapai usia tua, individu banyak mengalami degradasi, terutama secara fisik.
Kemampuan umum dan kesehatan umumnya menjadi menurun.
Contoh soal
Dari berbagai sumber, berikut ini juga dikembangkan tugas-tugas perkembangan anak
sejak usia prasekolah sampai dengan sekolah menengah atas. Pemahaman ini penting bagi guru
dalam rangka memberikan layanan pembelajaran dan bimbingan konseling/karier:
1. Masa Usia Prasekolah
a) Menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya.
b) Masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu atau masa oral (mulut) ,
karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk
melakukan eksplorasi dan belajar.
c) Belajar berjalan sehungga anak belajar menguasai ruang, mulaidari yang paling dekat
sampai yang paling jauh.
d) Pembiasaan terhadap kebersihan.
e) Perkembangan rasa keindahan.
2. Masa Usia Sekolah Dasar
a) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan dengan prestasi.
b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
c) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
d) Membandingkan dirinya dengan orang lain.
e) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
f) Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
g) Amat realitis, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
h) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus
sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
i) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai
prestasi sekolahnya.
Rangkuman materi
perkembangan manusia dapat dilihat dari multidimensi, baik fisik maupun nonfisik.
Dimensi-dimensi perkembangan individu, termasuk peserta didik dapat digolongkan
menjadi: perkembangan fisik, perkembangan perilaku psikomotorik, perkembangan
bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan perilaku sosial, perkembangan moralitas,
perkembangan bidang keagamaan, perkembangan konatif dan perkembangan emosional.
Tugas-tugas perkembangan berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan idealnya.
Harus dikuasai dan diselesaikan sesuai dengan fase usia perkembangannya. Tugas-tugas
perkembangan individu bersumber pada faktor-faktor kematangan fisik, tuntutan kultural
kemasyarakatan.
Problema yang dihadapi peserta didik atau anak usia sekolah esensinya sama dengan
anak-anak pada umumnya. Oleh karena mereka memiliki multiperhatian, sangat mungkin
masalah mereka lebih sedikit atau ssedikitnya dalam hal-hal tertentu berbeda dengan
yang tidak bersekolah. Masa usia sekolah, yang ketika mereka berada pada satuan
pendidikan disebut peserta didik, khususnya antara umur 12 tahun sampai dengan 18/20
tahun, atau disebut juga masa remaja ditandai dengan adanya aneka perubahan.
Contoh soal
1. Apa itu perkembangan ?
2. Apa saja dimensi perkembangan peserta didik ?
3. Jelaskan tugas-tugas perkembangan peserta didik ?
BAB V
a) Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta konsep atau
peta pembelajaran.
b) Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
c) Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
d) Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
e) Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
2. Gaya belajar Audiotori
Ciri – ciri gaya belajar audiotori :
a) Suka bicara kepada diri sendiri saat bekerja dan belajar
b) Mudah terganggu oleh keributan dan sukar berkonsentrasi
c) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada
yang dilihat
d) Senang membaca dengan keras dan mendengarkannya
e) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
f) Biasanya ia pembicara yang fasih
g) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
h) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
i) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
j) Berbicara dalam irama yang terpola
k) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
l) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar.
m) Lebih menyukai music dari pada seni lukis atau seni dengan hasil tiga dimensi.
n) Meski kesulitan dalam menulis tapi hebat dalam bercerita.
o) Suka mendengar radio, musik, sandiwara drama atau lakon, debat.
p) Berbicara dengan kecepatan sedang, suka bicara bahkan di dalam kelas.
Gaya belajar adalah suatu tingkah laku, sikap dan cirri kebiasaan yang kita sukai atau
yang kita lakukan secara continue dalam proses berinteraksi dengan lingkungan yang
kemudian akan memberikan informasi dan pemahaman.
Terdapat tiga tipe gaya belajar yang biasanya sering menjadi cirri seorang dalam belajar
yang mana juga terdapat strategi bagaimana seorang guru menghadapi tipe gaya belajar
siswa yang berbeda-beda antar individu. Adapaun gaya belajar tersebut yaitu visual
(cenderung belajar melalui apa yang mereka lihat), auditorial (belajar melalui apa yang
mereka dengar) dan kinestetik (belajar melalui gerak dan sentuhan). Prestasi belajar
masih tetap menjadi indikator untuk menilai tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar. Rahasia keberhasilan pembelajaran terletak pada pengenalan seseorang terhadap
dirinya sendiri, kesesuaian gaya mengajar dan gaya belajar, potensinya, dan konsekuensi
yang ditimbulkannya. Gaya belajar yang berbeda-beda dari masing-masing individu
mempunyai dampak kepada pendidikan secara umum terkait dengan apa yang harus
dilakukan guru terhadap materi pembelajaran (kurikulum), pengajaran, dan penilaian
sebagai tolak ukur keberhasilan pembelajaran.
Selain hal di atas, dengan mengetahui gaya belajar siswa, guru dapat menyesuaikan gaya
mengajaranya dengan kebutuhan siswa, misalnya dengan menggunakan berbagai gaya
mengajar sehingga muri-murid semuanya dapat memperoleh cara yang efektif baginya
dan bisa mendpatkan informasi dan pemahaman yang maksimal.
Contoh soal
A. Perubahan Perilaku
Psikologi sekolah, guru BP/ BK, atau siapa pun yang berniat membimbing dan
mengerahkan aktivitas belajar individu atau siswa memerlukan pemahaman yang rinci
tentang sifat dan proses pembelajaran. Guru dan instruktur umumnya sangat menguasai
banyak keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Apa yang mereka ajarkan menuntut
tingkat kompetensi dan keterampilan yang tinggi dalam menyajikan materi pelajaran,
agar tujuannya bisa dicapai secara cepat, tepat dan efisien. Namun demikian, cara atau
metode guru atau instruktur mengajar sangat tergantung pada pemahaman mereka
mengenai proses belajar dan kemampuan untuk menerapkan pemahaman ini.
Belajar terjadi bila muncul perubhan perilaku pada siswa, baik dalam makna kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Perubahan perilaku itu sangat mungkin, bahkan pasti
demikian, tidak secara langsung diamati. Perubahan perilaku sebagai hasil dari interaksi
seseorang dengan lingkungannya. Ada atau tidak aktvitas pembelajaran individu dapat
dilihat dar perubahan dalam salah satu dari lima bidang:
Kegiatan belajar dan pembelajaran tidak berada pada ruang hampa. Aktivitas in
biasanya selalu melibatkan individu, materi atau subtansi, instrument pendukung, dan
lingkungan. Subjek yang terlibat bias siswa, kelompok sswa, guru dan siswa, sswa dan
psikologi sekolah, siswa dan orang tua, atau kombinasi sebagaian atau keseluruhannya.
Dari hasil penelusuran terhadap beberapa referensi, karakteristik belejar disajkan berikut
ini.
1. Belajar sebagai proses bertujuan (purposeful process), dimana sebagian besar orang
atau siswa pasti memilki ide-ide tentang apa yang mereka ingin capai. Aktivitas
mencapainya merupakan bagian dari proses pembelajaran, apa pun bentuknya.
Pembelajaran atau siswa melakukan aktivitas belajar memiliki tujuan atau tujuan-
tujuan tertentu, dengan kadar kesadaran yang sangat mungkin bervariasi.Guru atau
instruktur yang evektif mencari cara menciptakan situasi belajar yang baru untuk
memenuhi tujuan siswa atau peserta pelatihan yang menjalani proses pembelajaran.
Motivasi menjadi kekuatan yang mendorong seseorang kearah pencapaian tujuan-
tujuan itu guru dan instruktur merupakan subjek yang paling efektif untuk mendorong
siswa menjalani proses pembelajaran. Moivasi yang muncul dari guru bisa kuat atau
lemah, tergantung pada situasi atau pembelajar itu sendiri.
2. Belajar sebagai pengalaman internal (internal experience), di mana guru atau
instruktur tidak dapat membelajarkan siswa atau peserta pelatihan sampai dengan
mereka mau belajar. Materi pembelajaran tidak dapat dituangkan atau dicernakan
secara serta-merta kepada siswa atau peserta pelatihan. Pengalaman internal siswa
atau peserta peletih pun menjadi kunci penyerapan materi baru oleh siswa. Siswa
hanya dapat belajar dari pengalaman sendiri dan itu terwujud jika dia memiliki
kemauan dan kemanpuan untuk itu. Pengetahuan seseorang adalah hasil dari
pengalaman mereka memahami, serta bereaksi terhadapnya. Tidak ada dua orang
memiliki pengalaman yang sama persis. Semua orang belajar berasal dari pengalaman
masing-masing, meski sangat mungkin banyak kemirikannya. Misalnya , dengan
latihan berulang-ulang , dalil-dalil, sejarah perang dunia II, evaluasi manusia, atau
prinsip-prinsip koperasi. Pada sisi lain, siswa atau peserta latihan dapat membuat
daftar yang sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mereka hanya jika mereka
memahaminya secara cukup baik untuk menerapkan ide-ide bahwa materi itu
merupakan reprentasi yang benar dalam situasi nyata.
3. Belajar sebagai proses aktif (active process), dimana oleh karena belejar hanya
muncul melalui pengalaman, pembelajaran atau pelatihan harus memeungkinkan
siswa dan peserta pelatihan dapat secara aktif terlibat dalam pengalaman itu. Kegiatan
ini dapat dilakukan dengan banyak bentuk. Belajar dan pembelajaran adalah lebih dar
hanya sekedar mengantarkan siswa atau peserta pelatihan pada de atau keterampilan
tertentu. Demikian pula, guru atau pelatih tidak dapat dengan aman berasumsi bahwa
peserta didik dapat menerapkan apa yang mereka tahu hanya karena mereka telah
mengutip dengan benar pasal atau ayat dari buku teks. Siswa atau peserta pelatihan
harus menjadi aktif terlibat dalam situasi belajar, tetapi hanya sebatas melibatkan
mereka dalam kegiatan tidak akan cukup. Siswa atau peserta pelatihan harus terlibat
dalam aktifitas yang sesuai dengan kebutuhan dirinya dan pada situasi yang cocok.
Belajar atau berlatih keterampilan fisik membutuhkan pengalaman dalam melakukan
keterampilan itu, tidak hanya menerima tuturan lisan. Pada pembelajaram
keterampilan, siswa memang memang benar-benar didorong untuk bisa melakukan
sampai dengan capaian tertentu. Guru atau instruktur harus memahami,
bagaimanapun, bahwa kebiasaan mental selalu gampang ditumbuhkan melalui belajar
secara praktik. Pada sisi lain, sikap individu berkembang atau berubah ketika mereka
bereaksi secara emosional terhadap rangsangan.
4. Belajar bersifat multidimensi (multidimensional), di mana aktivitas ini dmaksud
untuk mengembangkan konsep baru. Debngan kata lain, adalah mungkin ntuk
mempelajari hal-hal lain sambil berkonsentrasi pada satu atau lebih subyek utama.
Aktivitas belajar berefek pada perubahan perilaku. Efek itu bias langsung dan bias
juga sebagai ikutannya. Ketika siswa dilatih lompat jauh atau bertinju, mereka tidak
hanya berkonsentrasi pada focus pelatihan, melainkan juga memikirkan bagaimana
bertindak secara aman dan mencapai prestasi terbaik
5. Belajar merupakan proses individual (individual process), dimana semua siswa atau
peserta pelatihan tidak belajar pada tingkat yang sama. Mereka bisa saja, dan ini yang
paling umum terjadi, mengikuti pembelajaran dalam kelompok yang relative besar.
Namun demikian, perolehan belajar bersifat individual. Guru atau instruktur baru
cenderung kecewa ketika mereka menemukan kenyataan, bahwa pelejaran yang telah
direncanakan sedemikian rupa juga tidak memungkingkan mereka mengajar semua
siswa atau pesrta pelatihan dengan efektivitas yang sama. Mereka segera memahami
dan mengakui hal ini sebagai masalah alami dan dapat diprediksi, karena jarang siswa
atau peserta pelatihan belajar pada tingkat yang sama.
Perbedaan tingkat capaian pembelajaran itu sisebabkan oleh perbedaan
kecerdasan, latar belakang, pengalaman, kepentingan, keinginan untuk belajar,
masalah psikologis, faktor fisik, kondisi emosional, dan lain-lain. Guru dan instruktur
harus mengakui perbedaan-perbedaan dalam menentukan jumlah materi subyek
pembelajaran, kapasitas peserta dalam memahami materi, dan waktu yang tepat untuk
mengajarkannya.
C. Hukum Belajar
Seperti halnya kehidupan pada umumnya dan ilmu-ilmu keras lain yang taat asas
pada hukum-hukum, belajar pun memiliki hukum, yang disebut dengan hukum belajar.
Hukum belajar bersumber dari pembelajaran itu sendiri, baik siswa maupun guru.
lingkungan belajarpun memiliki hukum belajar.Pada awal tahun 1990-an, Edward L
Thondike mempostulasi “hukum belajar”( law of learning) yang tampaknya berlaku
umum dalam proses menemukan banyak bukti bahwa belajar memang lebih kompleks
daripada hukum yang diidentifikasi selama ini. Namun “hukum” itu tidak memberikan
guru atau instruktur dengan wawasan dalam proses pembelajaran yang akan membantu
menyediakan pengalaman yang berharga untuk peserta didik atau peserta pelatihan.
Hukum-hukum belajar yang berkembang pada era setelah Thorndike tidak selalu
sama dengan pertama kali dinyatakannya. selama bertahun-tahun hukum belajar itu telah
ditambah dan dikembangkan. Namun pada konsepsi yang mereka telah kembangkan itu
memiliki kaitan erat satu sama lain, semua terfokus pada bagaimana belajar itu dilihat
dari multi perspektif. Untuk pertama kalinyahukum belajat yang diidentifikasi menjadi
tiga, yaitu: “hukum kesiapan”, “hukum Latihan”, dan “hukum efek”. Dari ketiga hukum
ini hukum efeklah yang paling terkenal dan masih berlaku umum sampai sekarang.
Beberapa hukum belajar dimaksud disajikan berikut ini.
1. Hukum kesiapan atau Law of Readiness. Hukum kesiapan berarti orang bias belajar
ketika siap secara fisik dan mental untuk menerima rangsangan, dengan atau tidak
perlu penyesuaian awal. Siswa dapat belajar dengan baik ketika mereka benar-benar
siap untuk belajar. Siswa tidak akan belajar banyak, jika mereka tidak melihat alasan
untuk belajar. Apersepsi atau mereview materi sebelumya sebelum memasuki materi
pelajaran baru merupakan bagian integral dari usaha untuk membuat siswa benar-
benar siap menerima kelas. Di bidang olahraga , pemanasan (warming up) menjadi
penting untuk membentuk kesiapan itu. Ketika siswa atau peserta pelatihan sudah
siap belajar atau menerima perlakuan , baik fisik maupun intelektual, mereka lebih
bersedia berpartisipasi dalam proses belajar. Kondisi ini lebih menyederhanakan
tugas guru atau instruktur, sekaligus memperkecil resiko kepercumaan atau
kegagalan. Kelelahan fisik, masalah pribadi, kondisi lingkungan yang buruk
merupakan faktor yang akan menentukan ketidakpastian siswa menerima pelajaran.
2. Hukum latihan atau Law of Exercise. Hukum latihan menekankan pada gagasan atau
realitas bahwa pengulangan pada materi atau kegiatan tertentu merupakan dasar bagi
perkembangan respon yang memadai selama dan setelah kegiatan belajar. Materi atau
kegiatan yang sering kali berulang atau berulang secara frekuensial akan mudah
diingat. Hasil penelitian membuktikan bahwa jika seseorang mengulagi materi yang
diajarkan sebelumnya dalam waktu 24 jam, dia menghabiskan 10 menit belajar akan
menaikkan kurva hampir menjadi 100 persen lagi. Hri ke-7 hanya membutuhkan
waktu 5 menit untuk “mengaktifkan” materi yang sama. Hari 30, otak hanya perlu
waktu 2-4 menit untuk memberikan umpan balik. Jika tidak perna belajar sama sekali,
pada hari ke-30 diperlukan waktu 40-50 menit untuk mengingatkan materi kembali
keposisi normal. Pikiran jarang bisa mengingat konsep konsep atau praktik baru
setelah penyinaran tunggal, setiap kali dipraktikkan, belajar terus dan diberlakukan.
Guru atau instruktur menghimbau siswa agar mengulagi tugas., melakukan gerakan
manual atau aplikasi fisik ulang dan sebagainya.
3. Hukum efek atau law of Effect. Hukum efek melibatkan reaksi emosional siswa atau
peserta pelatihan. Aktiftas belajar siswa di asumsikan selalu akan jauh lebih efektif
jika muncul rasa puas, kesedapan atau hadiah menyertai setiap hasil yang dicapai dari
hasil yang dicapai dari proses belajar. Belajar menjadi diperkuat jika disertai dengan
perasaan menyenangkan atau memuaskan. Sebaliknya, hal itu akan melemah ketika
dikaitkan dengan pengalaman yang tidak menyenangkan. Hukum efek ini banyak
diinspirasikan oleh aliran behavioris yang menekankan pada konsep stimulus –
respon (S - R), meski kegiatan pembelajaran tidak harus selalu dimaknai hubungan
mekanistik semacam itu. Pengalaman siswa atau peserta pelatihan yang menghasilkan
perasaan kalah, frustasi, kemarahan, atau kebingungan selama proses pendidikan
ataub pelatihan menjadi kontraproduktif. Karena itu, guru harus ekstra hati-hati dalam
menerapkan motivasi negative. Namun yang lebih utama adalah kemampuan mereka
memahami dan memecahkan masalah-masalah itu.
4. Hukum keutamaan atau Law of Primacy. Hukum keutamaan ini menyatakan bahwa
pernyataan atau gagasan besar yang sering menciptakan kesan yang kuat, hampir
pasti tidak tergoyahkan. Dalam bahasa sehari-hari orang mengatakan: kesan pertama
sangat penting. Sangat mungkin inilah yang disebut dengan advance organizer atau
pengorganisasi utama dari pikiran yang harus dikedepankan
5. Hukum intensitas atau Law of Intensity. Hukum intensitas menyatakan bahwa jika
“rangsangan atau pengalaman” benar-benar nyata, mungkin jumlahnya lebih banyak
akan menjadi factor perubahan perilaku yang lebih baik. Menurut hukum ini, menjadi
jelas menarik atau dramatis pengalaman belajar dan mengajar yang lebih dari satu,
karena pengalaman rutin menimbulkan kebosanan. Seorang siswa atau peserta
pelatihan akan lebih belajar banyak dari hal yang nyata dengan sajian yang berfariasi
ketimbang cara-cara yang menonton. Guru atau pelatih, sangat mementingkan metode
ceramah dibandingkan dengan metode yang lain, tapi akan terasa membosankan.
Karena itu, demontrasi sandiwara, model berbuat, dan lain-lain banyak manfaatnya
untuk menigkatkan pengalaman belajar daei siswa atau peserta pelatihan.
6. Hukum kebaruan atau Law of Recency. Hukum kebaruan menyatakan bahwa hal
yang paling baru dari aktifitas dan materi belajar yang terbaik diingat, sementara hal-
hal yang dipelajari beberapa waktu lalu, jauh lebih sulit mengingatnya. Kadang-
kadang, misalnya, begitu mudah mengingat nomor telepon yang diputar beberapa
menit yang lalu, tetapi sebaliknya biasanya sangat sulit untuk mengingat nomor
telepon keluar yang diputar seminggu yang lalu. Oleh karena itu, melakukan reviu,
menjelaskan sekilas, menanyakan ulang, dan sebagainya dari substansi yang pernah
disampiakan sebelumnya apalagi menunya hampir serupa dengan yang akan
disampaikan pada “sesi sekarang”, akan membuat kinerja guru atau pelatih lebih
efektif. Ini juga bemakna, mempraktikan keterampilan atau konsep baru saja sebelum
menggunakannya akan menjamin kinerja yang lebih efektf.
Dengan demikian, ketika teori dipelajari, sebaiknya segera dipraktikkan. Guru
atau instruktur dituntut mengulang, menyatakankembali, atau menekankan kembali
hal-hal penting pada akhir pelajaran untuk memastikan bahwa siswa atau peserta
pelatihan mengingatnya buka sebagai rincian yang rambang.
Kebanyakan subjek yang ada di muka bumi tunduk pada hukumnya, baik hukum alam
atau hukum buatan. Konon, ular atau lipan tidak pernah akan mematuk atau menggigit
manusia, kecuali dalam keadaan konfrontatif. Di daerah tertentu, harimau puluhan tahun
tidak pernah diberitakan menerkam manusia, jauh sebelum habitatnya diganggu. Kerbau
atau sap liar pun biasa menjadi penarik pedati, ketika berhasil dijinakkan dan dilati secara
tekun oleh manusia. Ini merupakan dari contoh hukum alam. Dalam belajar, manusia
dewasa pun tunduk pada hukumnya, yaitu hukum belajar itu sendiri. Dari berbagai situs
internet terungkap mengenai hukum belajar yang konon berlaku untuk orang atau pelajar
dewasa.
Perubahan perilaku sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Ada
atau tidak aktvitas pembelajaran individu dapat dilihat dar perubahan dalam salah satu
dari lima bidang yaitu cara mempersepsikan lingkungan kemenpuan berpikir atau
penalaran, perilaku fisikal atau keterampilan motorik, Raks emosional atau sikap, dan visi
ke depan. Karakteristik belajar yaitu belajar sebagai proses bertujuan (purposeful
process), belajar sebagai penglaman internal, belajar sebagai proses aktif, belajar bersifat
multidimensi, dan belajar merupakan proses individual.
Hukum belajar bersumber dari pembelajaran itu sendiri, baik siswa maupun guru.
Macammcam hukum belajar yaitu hukum kesiapan, hukum latihan, hukum efek, hukum
keutamaan, hukum intensitas, dan hukum kebaruan.
Contoh soal
A. Pengertian Keberbakatan
1. Marland (1972). Mengemukakan bahwa anak yang memiliki kemampuan untuk
berkinerja tinggi itu mencakup mereka yang menunjukkan prestasi dan/atau kemampuan
potensial dalam satu atau beberapa bidang berikut ini :
a) Kemampuan intelektual umum
b) Bakat akademik spesifik;
c) Kemampuan berpikir kreatif atau produktif;
d) Kemampuan kepeimimpinan
e) Seni pentas atau seni rupa
f) Kemampuan psikomotor
2. Definisi ESOE tentang keberbakatan
Dalam seminar nasional mengenai Alternatif Program Pendidikan bagi Anak Berbakat
yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan, Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan bekerja sama
dengan Yayasan Pengembangan Kreativitas pada tanggal 12- 14 November 1981 di
Jakarta ( Utami Munandar, 1982), disepakati bahwa : Anak berbakat adalah anak yang
oleh orang – orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai
prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan – kemampuan unggul. Anak – anak
tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan atau pelayanan di luar
jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap
masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri.
Kemampuan-kemampuan tersebut, baik secara potensional maupun yang telah nyata,
meliputi :
a) Kemampuan intelektual umum
Para pendidik biasanya mendefinisikan hal ini berdasarkan skor yang tinggi dari hasil
tes inteligensi (biasanya 2 deviasi standar di atas mean) pada pengukuran individual
ataupun kelompok. Orang tua dan guru sering dapat mengenali anak yang memiliki
bakat intelektual umum ini dari keluasan pengetahuan umumnya dan ketinggian
tingkat kosa kata, ingatan, pengetahuan kata-kata abstrak, serta daya nalar abstraknya.
b) Kemampuan akademik khusus
Siswa yang memiliki bakat akademik spesifik dapat dikenali dari kinerjanya yang
menonjol dalam tes prestasi atau tes bakat dalam satu bidang tertentu seperti bahasa
atau matematika.
c) Kemampuan berpikir kreatif – produktif
Kreativitas yang menekankan produktivitas kreativitas adalah munculnya hasil ide
yang diperoleh melalui interaksi antara keunikan individu dengan lingkungannya
d) Kemampuan memimpin
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengarahkan
individu-individu atau kelompok-kelompok ke satu keputusan atau tindakan bersama.
Siswa yang menunjukkan keberbakatan dalam kemampuan kepemimpinan mampu
menggunakan keterampilan kelompok dan bernegosiasi dalam situasi- situasi yang
sulit. Banyak guru dapat mengenali kepemimpinan dari minat dan keterampilan siswa
dalam pemecahan masalah. Karakteristik kepemimpinan mencakup rasa percaya diri,
tanggung jawab, kerjasama, kecenderungan untuk mendominasi, dan kemampuan
untuk mengadaptasikan diri dengan mudah pada situasi-situasi baru.
e) Kemampuan dalam salah satu bidang seni
Bakat seni merupakan keunggulan dalam menggambar, melukis, memahat, dan
berbagai ekspresi artistik yang dapat ditangkap oleh mata. Sedangkan bakat
pertunjukan menunjuk pada keunggulan baik dalam musik instrumental maupun
vokal, teater, dan tari.
f) Kemampuan psikomotor ( seperti dalam olahraga)
Ini mencakup kemampuan kinesthetik motor seperti keterampilan praktis, spasial,
mekanik, dan fisik. Kemampuan tersebut jarang dipergunakan sebagai kriteria dalam
program keberbakatan.
3. Definisi dari Abraham Maslow
Maslow membedakan antara " kreativitas aktualisasi diri “ kreativitas talenta khusus”.
Orang – orang dengan kreativitas talenta khusus memiliki bakat atau talenta kreatif yang
luar biasa dalam bidang seni, sastra, musik, teater, sains, bisnis, atau bidang lainnya.
Orang – orang ini bisa saja menunjukkan penyesuaian diri dan aktualisasi diri yang baik,
tetapi mungkin juga tidak. Orang-orang kreatif yang mampu mengaktualisasi diri adalah
sehat mental, hidup sepenuhnya dan produktif, dan cenderung menghadapi aspek
kehidupannya secara fleksibel dan kreatif.
Implikasi dari pembedaan antara keduanya krativitas aktualisasi diri dan kreativitas
talenta khusus adalah penekanan pada pentingnya ciri – ciri afektif dari kreativitas, ciri
kepribadian, sikap, motivasi, dan predisposisi untuk berpikir kreatif.
4. Konsepsi Renzulli tentang keberbakatan
Menurut Renzulli, anak berbakat adalah mereka yang memiliki atau berkemampuan
mengembangkan gabungan ketiga kelompok sifat tersebut dan mengaplikasikannya pada
bidang kinerja kemanusiaan yang bernilai.
Konsepsi “ Three-Ring Conception” dari Renzulli dan kawan – kawan ( 1981), yang
menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria ( persyaratan) keberbakatan
ialah keterkaitan antara :
a) Kemampuan umum di atas rata – rata.
b) Kreativitas di atas rata – rata.
c) Pengikatan diri terhadap tugas ( task commitment cukup tinggi)
5. Robert Sternberg dan Robert Wagner(1982)
Mendefinisikan keberbakatan (giftedness) sebagai "a kind of mental self-management".
Manajemen mental kehidupan seseorang yang konstruktif dan bertujuan mempunyai tiga
elemen dasar, yaitu: mengadaptasikan diri pada lingkungan, memilih lingkungan baru,
dan membentuk lingkungan.Menurut Sternberg dan Wagner, kunci psikologis dasar
keberbakatan intelektual terdapat dalam keterampilan berwawasan (insight skills) yang
mencakup tiga proses utama:
a) Memisahkan informasi yang relevan dari informasi yang irrelevant.
b) Menggabungkan kepingan-kepingan informasi yang tidak berkaitan menjadi satu
keseluruhan yang terpadu.
c) Mengaitkan informasi yang baru diperoleh dengan informasi yang sudah diperoleh
sebelumnya. Sternberg dan Wagner menekankan kemampuan memecahkan masalah
dan memandang siswa berbakat sebagai individu yang mampu memproses informasi
secara cepat dan mempergunakan keterampilan berwawasan.
B. Potensi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak berbakat memiliki potensi yang
unggul. Potensi ini dapat disebabkan oleh faktor keturunan, seperti studi yang dilakukan U.
Branfenbrenner (1972) dan Scarr Salaptek (1975) terhadap tingkat kecerdasan.
U.Branfenbrenner dan Scarr Salaptek menyatakan secara tegas bahwa sekarang tidak ada
kesangsian mengenai faktor genetika mempunyai andil yang besar terhadap kemampuan
mental seseorang (Kitano, 1986).
Menurut penelitan Terman (1925) pada saat anak berbakat dilahirkan memiliki berat
badan diatas berat badan normal. Dari segifisik pada umumnya mereka juga memiliki
keunggulan seperti terlihat dari berat dan tinggi badan, koordinasi, daya tahan tubuh dan
kondisi kesehatan pada umumnya (French, 1959). Mereka juga sangat energik (Meyen, 1978)
sehingga orang salah mendiagnosa sebagai anak yang hyperactive (Swassing, 1985). Anak-
anak berbakat berkembang lebih cepat atau bahkan sangat cepat bila dibandingkan dengan
ukuran perkembangan yang normal. Bila guru menemukan anak seperti itu maka guru dapat
menduga bahwa itu anak-anak yang berbakat. Hal ini disebabkan anak berbakat memiliki
superioritas intelektual (Gearheart, 1980), mampu dengan cepat melakukan analisis (Sunan,
1983), dan dalam irama perkembangan kemajuan yang mantap (Swassing, 1985). Bahkan
dalam berfikir mereka sering meloncat dari urutan berfikir yang normal (Gearheart, 1980).
C. Prestasi.
Prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik, psikologis, akademik dan sosial. Prestasi
fisik yang dapat dicapai oleh anak-anak berbakat ialah mereka memiliki daya tahan tubuh
yang prima serta koordinasi gerak fisik yang harmonis (French, 1959). Anak berbakat
mampu berjalan dan berbicara lebih awal dibandingkan dengan masa berjalan anak-anak
normal (Swanson, 1979). Secara psikologis anak berbakat memiliki kemampuan emosi yang
unggul dan secara sosial pada umumnya mereka adalah anak-anak yang populer serta lebih
mudah diterima (Gearheart, Heward,1980).
Berdasarkan prestasi akademik, anak berbakat pada dasarnya memiliki sistem syaraf pusat
(otak dan spinal cord) yang prima. Oleh karena itu anak-anak berbakat dapat mencapai
tingkat kognitif yang tinggi. Menurut Bloom kognitif tingkat tinggi meliputi berfikir aplikasi,
analisis, sintesis, evaluasi dan kognitif tingkat rendah terdiri dari berfikir mengetahui dan
komprehensif. Dalam usia yang lebih muda dari anak-anak normal, anak-anak berbakat
sudah mampu membaca dan kemampuan ini berkembang terus secara konsisten (Swassing,
1985, French, 1959). Mereka mampu menggunakan perbendaharaan kata yang sudah maju
(Ingram, 1983).
Menurut Borotis & Poulymenakou (2004) Readiness merupakan kesiapan mental atau fisik
suatu organisasi untuk suatu pengalaman atau tindakan e-learning (dalam Priyanto, 2008).
Sedangkan Choucri dkk. (2003) Readiness merupakan kemampuan untuk mengejar
kesempatan menciptakan suatu nilai .
Adapun faktor-faktor yang menentukan readiness,yaitu :
1. Kematangan (maturation)
Kematangan adalah suatu proses pertumbuhan yang ditentukan oleh proses pembawaan.
Proses kematangan ini belajar tanpa adanya usaha usaha yang disengaja untuk
mempercepat proses ini dan proses kematangan ini juga berjalan jika ada usaha-usaha
untuk tantangan (challenges). Dalam hampir semua perubahan dalam kelakuan
seseorang. Ada dua tenaga yaitu : proses belajar dan kematangan.
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan
struktur fisiologis dengan system saraf, otak, dan indera sehingga semua itu
memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus
lingkungan. Kematangan ialah kedaan atau kondisi bentuk, struktur, dan fungsi yang
lengkap atau dewasa pada suatu organisme, baik terhadap suatu sifat, bahkan seringkali
semua sifat.
Dalam proses kematangan terdapat tiga hal pokok:
a) Kematangan mengandung arti bahwa tidak semua perubahan dan kemajuan yang kita
lihat pada anak terjadi karena pengaruh lingkungan, terutama pendidikan dan
pengajaran, tetapi sebagian besar terjadi karena perkembangan dari dalam diri anak.
b) Proses kematangan terjadi melalui beberapa tingkat atau fase terlepas dari bakat dan
individu yang bersangkutan tidak ada fase yang tidak muncul atau bertukar nomir
dalam urutannya.
c) Sebagian besar dari proses perkembangan psikis pada anak hendaklah dipandang
sebagai suatu kerjasama yang kompleks antara kematangan batiniah dan hasil belajar
yang diberikan oleh lingkungannya. Kematangan membentuk sifat dan kekuatan
dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu, yang disebut “readiness”. Readiness
yang dimaksud yaitu readiness untuk bertingkahlaku, baik tingkahlaku yang instingtif
(melalui proses hereditas), maupun tingkahlaku yang dipelajari.
2. Pengalaman (eksperince)
Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dsb) baik
yang sudah lama atau baru saja terjadi. Sebelum seseorang dapat mengerjakan suatu
tugas yang kompleks,ia harus dahulu mempunyai kecakapan dasar, misalnya : bila
seorang anak belum mempunyai readiness untuk membaca, maka ia tentu belum dapat
membaca sesuatu. Jika seorang murid belum memiliki pengalaman,maka sukar menelaah
materi yang disampaikan oleh gurunya. Dengan memiliki pengetahuan yang
banyak,seorang murid juga perlu memiliki banyak pengalaman seperti ilmu terapan dan
membaca buku.
3. Kesesuaian bahan dengan metode pengajaran (subject and teaching method accordance)
Kalau kita bandingkan cara dan bahan pengajaran dengan kemampuan seorang anak
sejak lahir, maka dengan mudah kita dapat memilih metode apa sih yang digunakan agar
siswa sesuai mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam hal ini,kita harus melihat sejauh
mana kesiapan seorang siswa dalam menerima pembelajaran. Dengan begitu seorang
pengejar juga akan lebih mudah menentukan cara apa/metode apa yang harus
digunakan,dan melalui bahan yang sesuai untuk di ajarkan.
Untuk pengajaran yang bersifat skill (kecakapan) harus dihubungkan dengan sesuatu
objek yang mempunyai arti (meaningfull),misalnya kecakapan harus yang berhubungan
dengan sesuatu mata pelajaran.
4. Sikap emosional dan penyesuaian diri (emotional attitude and self adjucment)
Sikap emosianal adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan
orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk
meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.
Sikap emosional seorang murid dalam belajar sangat mempengaruhi kesiapan belajarnya
(readiness for learning). Menurut penelitian, 1/5 dari murid-murid yang terbelakang
membaca, disebabkan adanya ketegangan emosionalnya. Ketegangan-ketegangan emosi
(emotional tension) ini kerap kali merupakan sebab dan akibat dari kegagalan belajar
anak.
Hal-hal yang menimbulkan ketegangan emosi itu antara lain disebabkan oleh :
a) Kebutuhan yang tidak terpenuhi.
b) Anak-anak yang terlalu dilindungi (over protection).
c) Rejection (sikap antagonist terhadap orang lain. Anak yang diterima dengan tidak
senang hati oleh orang tuanya).
d) Pengalaman kegagalan di luar sekolah.
e) Kesulitankesulitan diluar sekolah
Di bawah ini di kemukakan faktor-faktor kesiapan belajar dari beberapa pendapat, yaitu
sebagai berikut:
1. Menurut Darsono (2000 : 27) faktor kesiapan meliputi:
a) Kondisi fisik yang tidak kondusif, Misalnya sakit, pasti akan mempengaruhi faktor-
faktor lain yang dibutuhkan untuk belajar.
b) Kondisi psikologis yang kurang baik, Misalnya gelisah, tertekan merupakan kondisi
awal yang tidak menguntungkan bagi kelancaran belajar.
2. Menurut Slameto (2003 : 113) kondisi kesiapan mencakup 3 aspek, yaitu:
a) Kondisi fisik, mental dan emosional.
b) Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan.
c) Ketrampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari`
Keberbakatan merupakan keterpautan antara kemampuan umum diatas rata- rata, kreativitas
diatas rata- rata, dan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi internal. Kreativitas dan
keberbakatan merupakan dua hal yang sangat penting dan berpengaruh terhadap kesuksesan
seseorang. Seseorang yang mempunyai kreativitas, pasti orang tersebut memiliki bakat.
Tetapi orang yang berbakat belum tentu memiliki kreativitas. Beberapa hasil penelitian
menunjukan bahwa anak-anak berbakat memiliki potensi yang unggul. Potensi ini dapat
disebabkan oleh faktor keturunan. Prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik,
psikologis, akademik dan sosial. Prestasi fisik yang dapat dicapai oleh anak-anak berbakat
ialah mereka memiliki daya tahan tubuh yang prima serta koordinasi gerak fisik yang
harmonis (French, 1959).
Kesiapan belajar siswa adalah kondisi individu siswa yang memungkinkan siswa untuk
memperoleh pemahaman dari apa yang dipelajari. Kesiapan Belajar merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi proses belajar. Terpengaruhinya proses belajar akan berpengaruh
juga terhadap prestasi belajarnya. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai
tes atau nilai yang diberikan oleh Guru. Kemampuan belajar siswa sangat menentukan
keberhasilannya dalam proses belajar.
Contoh soal
1. Apakah yang dimaksud dengan keberbakatan?
2. Apa faktor yang menyebabkan seseorang memiliki potensi ?
3. Dari segi apa sajakah Potensi dapat di tinjau ?
4. Apakah yang dimaksud degan kesiapan belajar siswa ?
BAB XI
Anggota keluarga dan guru harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau
perilaku antara anak-anak dengan tanda-tanda berikut:
Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada
anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak
baik antar anggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua. Sehingga
menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan remaja.
3. Faktor lingkungan.
a) Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya
kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh
buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal anak.
b) Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat
mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah
psikologik.
a) Tangan dan kaki sering tidak bisa diam, jika duduk sering kalin resah.
b) Sering kali menggalkan kursi di kelas.
c) Sering kali kesana kian kemari atau banyak memanjat-manjat.
d) Sering tidak bisa diam ketika bermain atau melakukan kegiatan waktu luang.
e) Bergerak terus seperti didorong sebuah motor.
f) Bicara terus menerus.
a) Fisiologis
Mekanisme menahan diri dari otak tidak berfungsi secara memandai karena faktor
genetik, pembawaan atau disfungsi neurogis. Jadi, dapat dikatakan sebagai anak memang
membawa potensi untuk menjadi impulsif sejak lahir.
b) Kecemasan
Anak-anak yang cemas, tegang sering kali bereaksi seolah-olah mereka berada pada
keadan panik. Anak bertindak berdasarkan pikiran pertama yang melintas dikepalanya
tanpa pertimbangan berbagai alternatif dengan tenang.
c) Pengaruh lingkungan
Sebagian anak menjadi impulsif lewat pengaruh lingkungan.Umumnya orang tua
impulsif cenderung mendukung tumbuh tingkah laku impulsif pada anak. Jika anak
memiliki ciri rentang perhatian pendek, hiperaktif, dan impulsif, anak tersebut memiliki
gejala ADHD jenis kombinasi.
d) Cacat mental
Cacat mental sama artinya dengan retardasi mental, lemah mental, keterbelakangan
mental, mental defektif, mental handicapped, defisiensi mental atau intellectually deficit.
Ada beberapa pertanda yang dapat digunakan untuk mengenali anak cacat mental (S. M.
Lumbantobing, 2001).
Kurang memberi perhatian terhadap sekitarnya, misalnya: tidak bereaksi terhadap bunyi atau
suara yang terdengar.
Kurang dapat berkonsentrasi. Perhatian terhadap mainan hanya berlangsung singkat atau bila
diberi mainan tidak mengacuhkannya.
Kurang memberi respon terhadap lingkungan jika dibanding dengan anak normal.
Sunaryo Kartadinata (1998/1999) mengatakan karakteristik anak cacat mental antara lain: (1)
keterbatsan intelegensi, (2) keterbatasan sosial dengan ciri-ciri: cenderuing berteman dengan
anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang tua, tidak mampu memikul tanggung
jawab. (3) keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya seperti: kurang mampu mempertimbangkan
sesuatu, kurang mampu membedakan yang baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah,
tidak membayangkan terlebih dahulu konsekuensi suatu perbuatan.
Faktor penyebab :
Peristiwa kelahiran. Kehamilan yang tidak dikontrol, bimbingan persalinan yang tidak tepat,
bantuan persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai banyak mengakibatkan
kerusakan pada otak anak. S. M. Lumbantobing (2001) mengemukakan peningkatan kemampuan
membimbing persalinan serta pengelolaan semasa hamil dapat mengurangi kemungkinan cacat
mental.
Anak menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis encephalitistu berkolusis, dan lain-
lain. Sekitar 30%-50% dari mereka yang mengalami kerusakan otak akibat penyakit-penyakit
tersebut menderita defisit neurologik dan cacat mental.
Malnutrisi berat. Kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu pertumbuhan dan
fungsi susunan saraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi pada kelompok ekonomi lemah.
Terlambat memberi reaksi antara lain; lambat memberi senyum jika anak diajak tertawa atau
digelitik. Anak tideak memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat jika dirangsang dengan
gerakan tangan kita. Anak cacat mental akan terlambat bereaksi terhadap bunyi – bunyian,
seolah – olah terganggu pendengarannya. Anak cacat mental juga lambat mengunyah makanan,
sehingga ia seringkali mengalami gangguan.
Memandang tangannya sendiri. Bayi yang berusia antara 12-20 minggu bila berbaring sering
memperlihatkan gerakan tangannya sendiri. Pada anak cacat mental gejala ini masih terlihat
walaupun usianya sudah tua dari 20 minggu.
Memasukkan benda ke mulut. Kegiatan memasukan benda ke dalam mulut merupakan aktivitas
yang khas untuk anak usia 6 sampai 12 bulan. Anak cacat mental masih suka memasukkan benda
atau mainan ke dalam mulutnya walaupun usianya sudah mencapai 2 atau 3 tahun.
Kurang perhatian dan kurang konsentrasi. Anak cacat mental kurang memperhatikan lingkungan
sekitar. Perhatiannya terhadap mainan hanya berlangsung singkat saja. Malahan seringkali tidak
mengacuhkan kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia kurang tertarik dan tidak
berusaha untuk mengambilnya.
Kesulitan Berbicara
Anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika secara umum berbicara anak tidak sesuai
dengan kemampuan anak seusianya serta mengandung berbagai kesulitan dalam artikulasi,
penyuaraan, dan kelancaran berbicara. Ciri-ciri anak mengalami kesulitan berbicara adalah jika
anak:
Tidak lancar dalam mengucapkan kata-kata. Misalnya jika anak berbicara dengan suara cepat
atau tersendat sendat sehingga ucapannya tidak jelas jika ia berbicara dengan orang lain.
Temper Tantrum
Anak temper tantrum adalah anak yang marah secara berlebihan. Perilaku ini sering terjadi pada
anak berusia 4 tahun. Kebiasaan mengamuk akan lebih sering dilakukan bila anak mengetahui
bahwa dengan cara ini keingiannya akan dipenuhi.
Temper tantrum merupakan salah satu ciri anak bermasalah dalam perkembangan emosi mereka
antara lain:
Hipersensitif maksudnya, sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggungnya, dan pandangan
cenderung negatif bersifat murung.
Secara umum ada beberapa ciri untuk mengenali bahwa anak sedang temper tantrum.
Perhatian, pelukan, atau pendekatan khusus lainnya tampak tidak memperbaiki suasana hatinya.
Dia mencoba melakukan sesuatu diluar kebiasaannya atau meminta sesuatu yang dia yakini tidak
akan diperolehnya.
Dia meningkatkan tuntutannya dengan cara merengek dan tidak mau menerima jawaban “tidak”.
Dia melanjutkn dengan menangis, menjerit, menendang, memukul, atau menahan nafas.
Agresifitas
Salah satu bentuk prilaku anak yang mengalami kesulitan perkembangan sosial adalah anak
berprilaku agresif. Agresif adalah tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun verbal atau
melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa permusuhan. Tingkah laku agresif ini
mengakibatkan kerugian atau malukai orang lain. Kerugian itu dapat berupa kerugian sikologis
ataupun kerugian fisik.
Schasfer dan millman (dalam yosefini, 1990) menggolongkan prilaku agresif kedalam prilaku
bermasalah dalam kelompok, dimana anak mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan rang
lain. Gejala-gejala anak agresif adalah sebagai berikut:
Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk mengganggu permainan yang
dilakukan untuk mengganggu teman-teman.
Menyerang dalam bentuk verbal seperti ; mencaci, mengejek, mengolok-olok, berbicara kotor
dengan teman.
Tingkah laku mengganggu ini muncul, umumnya karena ingin menunjukkan kekuatan di
kelompok.
Tingkah laku menganggu ini pada dasarnya melanggar aturan atau norma yang berlaku disekolah
seperti ; berkelahi, merusak alatpermainan milik teman, mengganggu anak lain.
Gangguan Eliminisi
Adalah gangguan pada perkembangan anak dan remaja dimana tidak dapat mengontrol buang air
kecil ( BAK ) dan buang air besar ( BAB ) setelah mencapai usia normal untuk mampu
melakukannya. Terbagi menjadi dua yaitu:
Adalah dimana anak tidak mampu mengontrol BAKnya bukan karena akibat dari kerusakan
neurologis atau penyakit lainnya . kita sering menyebutnya dangan mengompol.
Gangguan kecemasan sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke masa
dewasa biasanya berupa : gangguan obsesif kompulsif, gangguan kecemasan umum, dan fobia
banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, yang memiliki gejala seperti pada orang dewasa.
Gangguan kecemasan akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai
dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya seperti orang tua, saudara,
dll. Gejalanya antara lain berupa mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah saat mengantisipasi
perpisahan. Gangguan kecemasan ini dapat berlanjut hingga depresi.
Depresi pada anak – anak dan remaja tidaklah berbeda dengan orang dewasa, mereka memiliki
perasaan tidak berdaya, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri. Namun, depresi pada
anak tidak nampak nyata bila dibanding dengan orang dewasa. Ciri – ciri depresi pada anak
antara lain adalah mereka menolak untuk masuk sekolah, tak mau pisah dengan orang tua.
Depresi pada anak dan remaja biasanya diikuti dengan gangguan lain seperti CD, ODD, masalah
akademik. Depresi pada remaja yang berkelanjutan akan berakibat gangguan depresi yang lebih
serius pada masa dewasa.
Adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang
berlaku di sekolah yang disebabkan sejak kecil orangtua tidak mengajarkan perilaku benar dan
salah pada anak. Ciri – cirinya, apabila Ia memunculkan perilaku antisosial baik secara verbal
maupun secara nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan
mempermainkan temannya, menunjukkan unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi pergaulan bebas kedalam tiga tingkatan,
yaitu :
Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah
tanpa pamit.
Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti mengendarai mobil tanpa
SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin
Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan
dll.
Penggunaan narkoba
Remaja yang menggunakan narkoba bukan berarti memiliki moral yang lemah. Banyaknya zat
candu yang terdapat pada narkoba membuat remaja sulit melepaskan diri dari jerat narkoba jika
tidak dibantu orang-orang sekelilingnya. Zat kokain dan methamphetamine yang terdapat dalam
narkoba akan memunculkan energi dan semangat dalam waktu cepat. Sedangkan heroin,
benzodiazepines dan oxycontin membuat perasaan tenang dan rileks dalam otak. Ketika otak
sudah tidak menerima lagi asupan zat-zat tersebut, maka akan timbul rasa sakit dan itulah yang
membuat seseorang kecanduan.
Mengonsumsi alkohol
Alkohol merupakan substansi utama yang paling banyak digunakan remaja dan sering
berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang merupakan penyebab utama kematian
remaja. Menurut Clinical and Experimental Research, remaja yang mengonsumsi alkohol, daya
ingatnya akan berkurang hingga 10 persen. Substance Abuse and Mental Health Services
Administration juga mengatakan bahwa 31 persen remaja yang minum alkohol mengaku stres
karena jarang diperhatikan oleh orang tua.
Beberapa faktor yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah adalah
membaca buku porno dan menonton film porno. Adapun motivasi utama melakukan senggama
adalah suka sama suka, pengaruh teman, kebutuhan biologis dan merasa kurang taat pada nilai
agama.
Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Ohio University menyebutkan bahwa remaja yang
melakukan hubungan seks diusia dini cenderung menjadi pribadi yang meresahkan masyarakat,
yaitu menjadi seorang pemalak.
Aborsi
Hampir setiap hari ada 100 remaja yang melakukan aborsi karena kehamilan diluar nikah. Jika
dihitung pertahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya. Ini menunjukkan pergaulan
seks bebas dikalangan remaja Indonesia saat ini sangat memperihatinkan.
Survei Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menemukan jumlah kasus aborsi di
Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja.
Menurut National Abortion Federation, sebanyak 4 dari 5 wanita di Amerika telah melakukan
hubungan seks sebelum usia 20 tahun, dan sebanyak 70 persennya adalah remaja. Karena mental
yang belum siap, mereka pun melakukan aborsi. Pengetahuan seks yang kurang menjadi salah
satu pemicunya.
Kecanduan game
Terlalu sering bermain game akan membahayakan fisik dan psikologisnya. Seperti dikutip dari
Psychiatric Time, alasan anak-anak bermain game adalah ingin mencoba sesuatu yang baru dan
untuk menghilangkan stres akibat tugas sekolah atau karena suatu masalah. Seorang anak boleh
saja bermain game, asalkan waktunya dibatasi dan hal yang terpenting adalah pemilihan game
yang tepat untuk anak-anak.
Penanganan yang bisa dilakukan untuk mengatasi Gangguan Perilaku adalah sebagai berikut :
Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan pranatal awal,
program penanganan dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam
membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan
dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.
Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang mengalami
kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi
konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas,
layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di
sekolah, dan konseling teman sebaya.
Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan
program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem
sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu
anak dalam mengembangkan metode koping.
Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga mendapatkan
keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan
fungsi dari semua anggota keluarga.
Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di
unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif, atau
bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site)
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa. Seklusi
dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian
menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk
pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out),
penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah
memburuknya perilaku.
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik digunakan dengan
hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek samping yang beragam.
Pemberian metode ini berdasarkan :
Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon klinis, dan efek
samping dari medikasi psikotropik.
Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi hasil
pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama dengan
antidepresan trisiklik.
BAB IV
BAB VIII
BABA IX
BAB VII
https://www.kompasiana.com/amp/www.hadirachmatullah.com/metodemetode-dalam-
psikoloi-pendidikan
https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org
Ali, Mohammad., Asrori, M. 2008. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT Bumi Aksara
http://kafeilmu.com/tema/makalah-tugas-perkembangan-remaja-teori havigharst.
Alex, Drs., M.si. 2003.Psikologi umum. Bandung. Diakses pada tanggal 05 januari 2020
Yusuf LN, Syamsu, H., Dr., M.pd. 2006. Psikologi perkembangan anak dan remaja.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Sobur, Alex, Drs., M.si. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka Setia.
Bangsawan, LT. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Citra Praya.
https://himitsuqalbu.wordpress.com/2011/11/04/perkembangan-peserta-didik
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html
http://rumahifah.blogspot.com/2015/04/makalah-tugas-tugas-dan-dimensi.html
http://faramadinaa.blogspot.com/2013/11/gangguan-perilaku-abnormal-pada-anak.htm
http://nurhalimahzakki.wordpress.com/2013/05/04/gangguan-perilaku/
http://konseloryuni.wordpress.com/2011/11/17/gangguan-tingkah-laku
http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/21/bentuk-bentuk-gangguan-perilaku/