Anda di halaman 1dari 72

BUKU PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Disusun Oleh :

NAMA : DIAN LESTARI

NPM : 180106005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS HAMZANWADI

T.A 2019/202
BAB I

METODE DAN KONTRIBUSI PSIKOLOGI DALAM PENDIDIKAN

A. Metode-Metode Dalam Psikologi Pendidikan.


Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methods yang berarti cara atau jalan
ditempuh.
Menurut H. Carl Wrtherington, dalam bukunya "Educational Psychology" bahwa
metode-metode pokok dalam psikologi pendidikan adalah:
1. Metode Experimental
Istilah eksperimen (percobaan) dalam psikologi, dapat diartikan sebagai suatu
pengamatan secara teliti terhadap gejala-gejala jiwa yang kita timbulkan dengan
sengaja.Hal ini dimaksudkan untuk menguji hipotesa pembuat eksperimen tentang
reaksi-reaksi individu atau kelompok dalam situasi tertentu atau di bawah kondisi
tertentu.Jadi, tujuan metode eksperimen adalah untuk mengetahui sifat-sifat
umum dalam gejala kejiwaan.Misalnya mengenai pikiran, perasaan, kemauan,
ingatan, dan lain sebagainya. (Shalahuddin,1990:23) Kelebihan metode
eksperimen adalah dapat melakukan pengontrolan secara ketat terhadap faktor-
faktor/variabel-variabel yang diperkirakan dapat "mencemari dan mengotori"
hasil penelitian.
Metode ini menggunakan suatu prosedur sistematik yang disebut sebagai
eksperimental design (rancangan eksperimen). Rancangan ini memiliki dua
pengertian:
Adanya langkah-langkah sistematik seperti langkah-langkah penelitian ilmiah:
a) Ada masalah (problem)
b) Kumpulan konsep/teori yang sesuai problem
c) Alternatif jawaban/hipotesis
d) Di uji secara empiris sesuai dengan data lapangan
e) kesimpulan dan generalisasi. (Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,
2002:12)
Menurut Robert E. Slavin dalam buku Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik,
metode eksperimen dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen laboratorium
dan eksperimen lapangan yang diacak (Slavin,2008:21)
2. Metode Questionare
Metode ini adalah suatu rangkaian pertanyaan yang berhubungan dengan topik-
topik psikologis, sosial, pendidikan, dan lain sebagainya yang ditunjukkan atau
diberikan kepada suatu kelompok individu, dengan objek untuk memperoleh data
dengan memperhatikan masalah-masalah tertentu yang kadang-kadang juga
dipakai untuk tujuan-tujuan diagnostik atau untuk menilai ciri-ciri kepribadian.
Adapun keistimewaan metode ini antara lain adalah:
a) Tidak terlalu memakan biaya.
b) Bahwa dengan metode ini, dalam waktu yang relatif singkat dapat
mengumpulkan data yang banyak.
Adapun kelemahannya antara lain terletak pada kebenaran jawaban yang kadang-
kadang mengangsikan. (Shalahuddin,1990:25).
3. Metode Klinis
Menurut James Drawer dalam kamus "The Penguin Dictionary of Psychology",
istilah "clinic" dapat diartikan sebagai tempat diagnosa dan pengobatan berbagai
gangguan, fisik, perkembangan atau kelakuan.Dengan demikian metode klinis
ialah jenis metode dalam psikologi yang berusaha menyelidiki sejumlah individu
yang memiliki kelainan-kelainan secara teliti dan intensif serta dalam batas waktu
yang lama. (Shalahuddin,1990:25)
Ada beberapa macam cara dalam metode klinis yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah:
a) Studi kasus klinis: digunakan untuk menyelesaikan masalah disamping
kesukaran belajar, gangguan emosional, juga untuk masalah kenakalan
remaja.
b) Studi kasus perkembangan: digunakan untuk mengetahui bagaimana jalannya
perkembangan dari satu aspek ke aspek tertentu. Contohnya bagaimana
perkembangan anak umur 6-9 tahun sehingga kita dapat menentukan metode
pengajaran matematika yang tidak menimbulkan terlalu banyak kecemasan.
c) Cara longitudinal: Penelitian ini dilakukan secara terus menerus dalam janga
waktu tertentu pada subjek yang sama, pada contoh di atas kita mengamati
anak tersebut dalam jangka waktu 3 tahun (6-9 tahun).
d) Cara cross sectional: Penelitian ini dilakukan dengan cara memakai sampel-
sampel yang mengawakili usia anak yang ingin diteliti (misal pada contoh di
atas, kita menggunakan sekelompok anak usia 6;00 untuk mengetahui emosi
anak usia 6;00, sekolompok anak usia 6;06 untuk mengetahui emosi anak usia
6;06, sekelompok anak usia 7;00 untuk mengetahui emosi anak usia 7;00, dan
seterusnya sampai akhirnya kita ambil sampel dari sekelompok anak usia 9;00
untuk mengetahui emosi anak usia 9;00. Dari kelompok-kelompok tersebut
dapat diambil kesimpulan perkembangan emosi setiap tingkat usia dapat
disimpulkan perkembangan emosi anak usia 6;00 sampai 9;00. Prabowo &
Puspitasari dalam Gunadarma,2002:10)
4. Metode Case Study
Metode case study atau study kasus adalah suatu catatan tentang pengalaman
seseorang, penyakit yang pernah diderita, pendidikan, lingkungan, perawatan dan
pada umumnya juga semua fakta yang relevan untuk masalah-masalah tertentu
yang tersangkut dalam suatu kasus medis atau klinik.Metode ini dapat berhasil
dengan baik apabila observasi dan pencatatan-pencatatan data-datanya dilakukan
dengan sebaik-baiknya.Adapun yang di observasi dan dicatat adalah data tingkah
lakunya bukan interpretasi dari kelakuan tersebut. (Shalahuddin,1990:26)
5. Metode Introspeksi
Merupakan metode penelitian dengan cara melakukan pengamatan ke dalam diri
sendiri yaitu dengan melihat keadaan mental pada waktu tertentu.Metode ini
dipakai dan dikembangkan dalam disiplin psikologi oleh kelompok
strukturaklisme (Wilhem Wundt).Mereka mendefinisikan psikologi sebagai ilmu
yang mempelajari tentang pengalaman-pengalaman sadar individu. Menurut
mereka introspeksi dapat dipakai untuk mengetahui proses mental yang sedang
berlangsung pada diri seseorang, sebagaimana pikiran, perasaan, motif-motif yang
ada pada dirinya pada waktu tertentu. Disini individu mengamati proses mental,
menganalisis, dan kemudian melaporkan perasaan yang ada dalam dirinya.
(Prabowo & Puspitasari dalam Gunadarma,2002:9).

B. Kontribusi Psikologi dalam Pendidikan.


1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum
pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam
konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai
pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap
bagaimana in put, proses dan out pendidikan dapat berjalan dengan tidak
mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik.Dengan demikian, kajian
psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan
yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan,
kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu
lainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap
individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam
hal subject matter maupun metode penyampaiannya.Secara khusus, dalam konteks
pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah
kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya
pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara
konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian
psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek:
a) Kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
b) Pengalaman belajar siswa.
c) Hasil belajar (learning outcomes).
d) Standarisasi kemampuan siswa.
2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari
sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam
pembelajaran,seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant
conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya.
Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori
tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang
signifikan dalam proses pembelajaran.Di samping itu, kajian psikologi pendidikan
telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran
Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar,
yakni :
a) Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
b) Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan
bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
c) Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha
dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
d) Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
e) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
f) Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
g) Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun
termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
h) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
i) Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar
dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
j) Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar
tujuan-tujuan lain.
k) Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
l) Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
m) Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna
memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis
kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik
setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.Di samping itu,
kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-
potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya
berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun
kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini
masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple
Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui
pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses
pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai
perkembangan individu yang optimal.Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan
psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Rangkuman materi

Menurut H. Carl Wrtherington, dalam bukunya "Educational Psychology" bahwa


metode-metode pokok dalam psikologi pendidikan adalah:
1. Metode Experimental
2. Metode Questionare
3. Metode Klinis
4. Metode Case Study
5. Metode Introspeksi
Adapun kontribusi Psikologi dalam Pendidikan yaitu Kontribusi Psikologi Pendidikan
terhadap Pengembangan Kurikulum, Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem
Pembelajaran, Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian.

Contoh soal

1. Apa pengertian dari metode ?


2. Bagaimana metode-metode dalam psikologi pendidikan ?
3. Bagaimana kontribusi psikologi dalam pendidikan ?
BAB II

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA

A. Pengertian dan Tugas-Tugas Perkembangan.

Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan


individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil
mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan
kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan
mengalami kesulitan.

Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut
Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai
dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase
dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:

1. Masa bayi dan anak-anak


a) Belajar berjalan
b) Belajar mekan makanan padat
c) Belajar berbicara
d) Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
e) Mencapai stabilitas fisiologik
f) Membentuk pengertian sederhana tentang realitas fisik dan social
g) Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang lain
h) Belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan kata
hati.
2. Masa Anak Sekolah
a) Belajar ketangkasan fisik untuk bermain
b) Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organism yang
sedang tumbuh
c) Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya
d) Belajar peranan jenis kelamin
e) Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
f) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan
kehidupan sehari-hari
g) Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
h) Belajar membebaskan ketergantungan diri
i) Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembaga-lembaga
3. Masa Remaja
a) Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif
b) Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita
c) Menginginkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab social
d) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
e) Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki
f) Persiapan mandiri secara ekonomi
g) Pemilihan dan latihan jabatan
h) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
4. Masa Dewasa Awal
a) Mulai bekerja
b) Memilih pasangan hidup
c) Belajar hidup dengan suami/istri
d) Mulai membentuk keluarga
e) Mengasuh anak
f) Mengelola/mengemudikan rumah tangga
g) Menerima/mengambil tanggung jawab warga Negara
h) Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan
5. Masa Usia Madya/Masa Dewasa Madya
a) Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis
b) Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
c) Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung
jawab dan berbahagia
d) Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan
e) Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
f) Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.
B. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja(Adolescence).
1. Mampu menerima keadaan fisiknya.
Pada periode pra remaja, anak tumbuh demikian cepat mengarahkan pada bentuk
orang dewasa, yang dibarengi oleh perkembangan sikap dan citra diri. Remaja
diharapkan dapat menerima keadaan diri sebagaimana adanya keadaan diri mereka
sendiri, bukan hayalan dan impian.
2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
Dalam masa remaja diharapkan mereka menerima keadaan diri sebagai pria atau
wanita dengan sifat dan tanggung jawab kaumnya masing-masing. Sering kali terjadi
ada remaja yang menyesali diri sebagai pria atau wanita, terutama jika bentuk tubuh
mereka tidak memuaskan.
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.
Akibat adanya kematangan seksuil yang dicapai sejak awal masa remaja, para remaja
mengadakan hubungan sosial yang terutama ditekankan pada hubungan antara dua
jenis kelamin yang merupakan suatu kewajaran remaja saling mencari pasangan.
Sangat penting dalam hal ini, bahwa seorang remaja haruslah mendapat penerimaan
dari kelompok teman sebaya lawan jenis atau sesama jenis agar memperoleh rasa
dibuthkan dan rasa berharga.
4. Mencapai kemandirian emosional.
Tugas perkembangan yang dihadapkan bagi remaja adalah bebas dar ketergantungan
emosional seperti dalam masa kanak-kanak mereka. Pada masa kanak-kanak, anak
sangat bergantung emosinya pada orang tua atau orang dewasa lain. Dalam masa
remaja, seseorang dituntut untuk tidak lagi mengalami perasaan bergantung semacam
itu.
5. Mencapai kemandirian ekonomi.
Kesanggupan berdiri sendiri dalam hal yang berhubungan dengan ekonomi
merupakan tugas perkembangan remaja yang penting, karena mereka akan kelak
hidup sebagai orang dewasa.
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlakukan
untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
Sebagai hasil dari perpaduan unsur-unsur pertumbuhan biologis dan keragamn
pengalaman dengan lingkungan, remaja dapat mengembangkan kemampuan
mentalnya. Remaja sudah memiliki kemampuan untuk berfikir atau nalar tentang
sesuatu yang berada di luar pengalamannya atau sisitem nilai yang dimilikinya.
Dengan kata lain , remaja sudah dapat memikirkan atau menduga hal-hal apa yang
akan atau mungkin terjadi berdasarkan sesutau yang abstrak dan memikirkan semua
kemungkinan secara sistematis utnuk memecahkan suatu persoalan atau masalah.
7. Memahami dan menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki
dunia dewasa.
Proses pengikatan individu kepada kelompok sosialnya telah berkembang sejak lahir.
Proses ini diperluas selama masa anak dan remaja. Remaja yang mengikuti kegiatan
keagamaan akan dapat mengembangkan sikap batin atau sikap keterikatan sosialnya
terhadap orang lain. Pada usia remaja akhir, para remaja sudah dapat mencapai sikap
altruistik yang tinggi.
9. Mempersiakan diri untuk memasuki perkawinan.
10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

C. Tugas –Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal.


1. Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau calon istri)
Dewasa awal sadar bahwa dirinya ada rasa simpati, rasa tertarik untuk selalu
bersama-sama dengan lawan jenisnya. Tetapi mereka umumnya masih ada rasa ragu
dan malu untuk saling mendekat dan saling bergaul pada mulanya.
2. Belajar hidup bersama dengan suami atau istri
3. Mulai hidup dalam keluarga
4. Belajar mengasuh anak-anak
5. Mengelola rumah tangga
6. Mulai bekerja dalam suatu jabatan
7. Mulai bertanggung jawab sebagai warganegara secara layak
8. Memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai pahamnya
D. Tugas Perkembangan Masa Setengah Baya.
1. Memperoleh tanggung jawab sebagai orang dewasa yang berwarga negara dan hidup
bermasyarakat.
2. Menetapkan dan memelihara suatu standart kehidupan ekonomi bagi kehidupannya.
3. Membantu anak-anak remajanya untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung
jawab dan bahagia.
4. Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang sesuai dengan
orang dewasa.
5. Menciptakan hubungan diri dengan suami atau istri sebagai pribadi.
6. Menerima dan menyesuaikan diri sehubungan dengan adanya perubahan-perubahan
pisiologis dalam masa setengah baya.
7. Menyesuaikan diri dengan kehidupan orang tua yang sudah lanjut usia.

E. Tugas Perkembangan Masa Tua.


1. Menyesuaikan diri pada keadaan berkurangnya kekuatan fisik dan kesehatan.
2. Menyesuaikan diri dalam masa pensiun dan pendapatan yang berkurang.
3. Menyesuaikan diri dalam keadaan meninggalnya suami atau istri.
4. Menjalin hubungan yang rapat dengan teman-teman seusia.
5. Memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai warga negara dan kewajiban dalam hidup
bermasyarakat.
6. Menyusun keadaan hidup yang memuaskan dalam hal fisik.
Rangkuman materi

Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam
rentang kehidupan individu, yang berhasil atau tidaknya sangat berperan terhadap
kehidupan individu. Tugas-tugas ini dipengaruhi oleh faktor fisik, kultural, cita-cita
hidup, dan norma agama.Tugas-tugas perkembangan anak mulai bayi hingga usia sekolah
adalah cenderung kepada proses pembelajaran awal tentang tata cara dasar berperilaku
dan bermasyarakat. Sedangkan pada masa remaja, cenderung terjadi pencarian jati diri
individu dan proses-proses pendewasaan baik fisik maupun psikis.

Pada masa dewasa awal dan setengah baya, individu mulai mencapai kematangan dalam
berpikir dan berperilaku. Di masa ini, tanggung jawab seorang individu sangat
diimplementasikan, terutama mengenai kehidupan berumah tangga. Sedangkan saat
mencapai usia tua, individu banyak mengalami degradasi, terutama secara fisik.
Kemampuan umum dan kesehatan umumnya menjadi menurun.

Contoh soal

1. Apa pengertian dari perkembangan ?


2. Apa pengertian tugas-tugas perkembangan?
3. Apa tugas-tugas perkembangan dan perbedaan perkembangan peserta didik pada
setiap masa perkembangan?
BAB III

DIMENSI dan TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN

A. Dimensi Perkembangan Peserta Didik


Perkembangan manusia dapat dilihat dari multidimensi, baik fisik maupun
nonfisik.Perkembangan itu umumnya berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkelanjutan. Dan untuk hal-hal yang bersifat nonfisik, bisa saja sifat perkembangannya
berlangsung secara acak. Dimensi-dimensi perkembangan individu, termasuk peserta
didik dapat digolongkan menjadi :
1. Perkembangan fisik. Perkembangan fisik individu mencakup aspek-aspek anatomis
dan fisiologis. Perkembangan anatomis berupa perubahan kuantiatif pada struktur
tulang, tinggi dan berat badan, dan lain-lain. Misalnya konstraksi otot-otot, peredaran
darah dan pernafasan, persyarafan sekresi kelenjar, dan pencernaan. Perkembangan
keduanya biasanya berjalan relatif seirama.
2. Perkembangan perilaku psikomotorik. Perkembangan ini menuntut koordinasi
fungsional antara sistem syaraf dan otot, serta fungsi-fungsi psikis.
3. Perkembangan bahasa. Manusia memiliki potensi dasar berbahasa, tergantung pada
dimana dia bermukim dan berinteraksi dengan masyarakat disekitarnya.
4. Perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sama dengan perkembangan
kapasitas nalar otak atau inteligensi. Dan perkembangan inteligensi berlangsung
sangat pesat sampai masa remaja.
Banyak versi teoritis mengenai tahap perkembangan kemampuan berpikir atau
kognitif anak. Teori tahap perkembangan kognitif dikemukakan oleh psikolog Swiss,
Jean Piaget (1896-1980). Menurut Piaget ada empat tahap perkembangan kognitif
manusia :
a) Tahap sensorimotorik (sensorymotor stage), yang berlangsung sejak manusia
dilahirkan sampai kira-kira berusia 2 tahun.
b) Tahap praoperasional (praoperational stage), yang berlangsung sejak kira-kira
anak berusia 2-7 tahun.
c) Tahap operasional kongkrit (cuncrete operational stage), yang berlangsung kira-
kira pada usia 7-11 tahun.
d) Tahap operasional formal (formal operational stage), yang terjadi antara usia 11-
15 tahun atau seusia sekolah menengah pertama hingga kelas bawah sekolah
menengah atas.
5. Perkembangan perilaku sosial. Manusia merupakan makhluk sosial, begitupula dalam
perilaku sosial tampak dalam peran yang ditampilkan, respon interpersoanal yang
berkaitan dengan kesukaan, kepercayaan terhadap individu lain ataun respon
ekspresif yaitu ciri-ciri respon interpersonal yang berkaitan dengan ekspresi diri,
kebiasaan-kebiasaan yang khas dan sebagainya.
6. Perkembangan moralitas. Dalam tahap perkembangan moral ini adalah ukuran dari
tinggi atau rendahnya moral seseorang berdasarkan penalaran mora.
7. Perkembangan bidang keagamaan. Manusia meyakini bahwa ada kekuatan yang
“Serba Maha” di luar dirinya. Sehingga inilah penghayatan dibidang keagamaan,
dalam apapun agama yang dianutnya.
8. Perkembangan konatif. Konatif merupakan perilaku yang berkaitan dengan motivasi
atau faktor penggerak perilaku yang berkaitan dengan motivasi atau faktor penggerak
perilaku seseorang yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhannya. Dan motivasi ini
bisa bersumber dari dorongan internal dan eksternal.
9. Perkembangan emosional. Dalam perkembangan emosional melibatkan banyak
variabel, seperti rangsangan yang menimbulkan emosi, perubahan fisiologis, suasana
lingkungan, kondisi kesehatan, ketersediaan kebutuhan, iklim interaksi dengan
lingkungan dan orang lain.

B. Tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik


Tugas-tugas perkembangan berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan
idealnya. Harus dikuasai dan diselesaikan sesuai dengan fase usia perkembangannya.
Tugas-tugas perkembangan individu bersumber pada  faktor-faktor kematangan fisik,
tuntutan kultural kemasyarakatan. Cita-cita dan norma-norma agama. Di bawah
ini dikemukakan Havighurat (1948) mengenai tugas-tugas perkembangan. Selanjutnya,
dikemukakan juga tugas-tugas Perkembangan Peserta Didik Usia sekolah. Materinya
dikembangkan dari berbagai sumber.
                
Adapun Periode Perkembangan dan Tugas-tugas Perkembangan:

No Periode Perkembangan Tugas-tugas Perkembangan


1 Masa bayi dan kanak-kanak awal
1.      Belajar berjalan pada usia 9.0-15.0 bulan.
(0,0-6,0 tahun) 2.      Belajar memakan makanan padat.
3.      Belajar berbicara.
4.      Belajar mengenali perbedaan jenis kelamin.
5.      Mancapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
6.      Dll
 2 Masa kanak-kanak berakhir dan
1.       Belajar  membentuk sikap yang sehat terhadap
anak sekolah (6.0-12.0,usia dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
SD/sederajat) 2.      Belajar bergaul dengan teman sebaya.
3.       Belajar memainkan peranan sesuai dengan
jenis kelaminnya.
4.      Belajar mengembangkan konsep-konsep
sehari-hari.
5.       Mengembangkan kata hati.
 3 Masa Remaja (12.0 – 21.0) 1.      Mencapai hubungan yang lebih matang dengan
teman sebaya.
2.      Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
3.      Menerima keadaan fisik dan menggunakan
secara efektif.
4.       Mencapai kemandirian emosional dari orang
tua dan orang dewasa lainnya.
5.      Mencapai perilaku yang bertanggungjawab
secara sosial.
6.      Memperoleh seperangkat nilai sitem etika
sebagai Petunjuk atau pembimbing dalam
berperilaku.
 4 Masa dewasa awal 1.      Memilih pasangan.
2.      Belajar hidup dengan pasangan.
3.      Memulai hidup dengan pasangan.
4.      Memelihara anak.
5.      Mengelolah rumah tangga.
6.      Mulai bekerja.
7.      Menemukan suatu kelompok yang serasi.

Dari berbagai sumber, berikut ini juga dikembangkan tugas-tugas perkembangan anak
sejak usia prasekolah sampai dengan sekolah menengah atas. Pemahaman ini penting bagi guru
dalam rangka memberikan layanan pembelajaran dan bimbingan konseling/karier:
1. Masa Usia Prasekolah
a) Menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya.
b) Masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu atau masa oral (mulut) ,
karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk
melakukan eksplorasi dan belajar.
c) Belajar berjalan sehungga anak belajar menguasai ruang, mulaidari yang paling dekat
sampai yang paling jauh.
d) Pembiasaan terhadap kebersihan.
e) Perkembangan rasa keindahan.
2. Masa Usia Sekolah Dasar
a) Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan dengan prestasi.
b) Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
c) Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
d) Membandingkan dirinya dengan orang lain.
e) Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
f) Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
g) Amat realitis, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
h) Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus
sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
i) Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai
prestasi sekolahnya.

3. Tingkat SMP (Depdiknas,2003)


a) Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap perubahan
fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang sehat.
c) Mencapai pada hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai
pria atau wanita.
d) Menatap nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima dalam kehidupan sosial
yang lebih luas.
e) Mengenal kemampuan bakat, dan minat serta arah kecenderungan karier dan apresiasi
seni.
f) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk
mengikuti dan melanjutkan pelajaran dan atau mempersiapkan karier serta berperan
dalam kehidupan masyarakat.
g) Mengenal sistem etika dan nilai-nilai sebagai, anggota masyarakat dan minat
manusia.
4. Tingkat SMA/Sederajat (Depdiknas,2003)
a) Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mencapai kematangan dalam hubungan teman sebaya, serta kematangan dalam
perannya sebagai pria atau wanita.
c) Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang besar.
d) Mengembangkan pengetahuan ilmu, teknologi, dan kesenian sesuai dengan program
kurikulum persiapan karier dan melanjutkan pendidikan tinggi serta berperan dalam
kehidupan masyarakat yang lebih luas.
e) Mencapai kematangan dalam pilihan karier.
f) Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara
emosional, sosial, intelectual dan ekonomi.

Rangkuman materi
perkembangan manusia dapat dilihat dari multidimensi, baik fisik maupun nonfisik.
Dimensi-dimensi perkembangan individu, termasuk peserta didik dapat digolongkan
menjadi: perkembangan fisik, perkembangan perilaku psikomotorik, perkembangan
bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan perilaku sosial, perkembangan moralitas,
perkembangan bidang keagamaan, perkembangan konatif dan perkembangan emosional.
Tugas-tugas perkembangan berkenaan dengan sikap, perilaku dan keterampilan idealnya.
Harus dikuasai dan diselesaikan sesuai dengan fase usia perkembangannya. Tugas-tugas
perkembangan individu bersumber pada  faktor-faktor kematangan fisik, tuntutan kultural
kemasyarakatan.
Problema yang dihadapi peserta didik atau anak usia sekolah esensinya sama dengan
anak-anak pada umumnya. Oleh karena mereka memiliki multiperhatian, sangat mungkin
masalah mereka lebih sedikit atau ssedikitnya dalam hal-hal tertentu berbeda dengan
yang tidak bersekolah. Masa usia sekolah, yang ketika mereka berada pada satuan
pendidikan disebut peserta didik, khususnya antara umur 12 tahun sampai dengan 18/20
tahun, atau disebut juga masa remaja ditandai dengan adanya aneka perubahan.
Contoh soal
1. Apa itu perkembangan ?
2. Apa saja dimensi perkembangan peserta didik ?
3. Jelaskan tugas-tugas perkembangan peserta didik ?
BAB V

TEORI PEMBELAJARAN DAN PERBEDAAN GAYA BELAJAR

A. Pengertian Gaya Belajar


Gaya belajar terdiri dari dua kata yakni gaya dan belajar. Dalam hal ini bisa di
jabarkan satu-satu terlebih dahulu apa yang di maksud gaya dan apa yang di maksud
dengan belajar. Adapun bebepara pendapat pengertian dari gaya belajar yaitu:
1. Gaya adalah tingkah laku, gerak gerik dan sikap. Sedangkan belajar adalah menuntut
ilmu. Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses aktif untuk menuju satu arah
tertentu yang dapat meningkatkan perbuatan, kemampuan atau pengertian baru.
2. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam
menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir dan memecahkan soal.
3. Gaya belajar ialah kebiasaan yang sering kita lakukan dalam suatu aktuvitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan pengetahuan-pemahaman dan nilai sikap yang bersifat secara relative
konstan dan berbekas.
4. Gaya belajar adalah perilaku atau ciri seseorang dalam kegiatan untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.
5. Gaya belajar merupakan cara yang yang membuat kita nyaman dalam kegiatan yang
berproses dan merupakan unsur fundamental dalam penyelenggaraan yang
menghasilkan informasi.

B. Macam – Macam Gaya Belajar


Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian
mengatur serta mengolah informasi. Jika seseorang akrab dengan gaya belajarnya sendiri,
seseorang tersebut akan dapat mengambil langkah-langkah penting untuk membantu
dirinya belajar lebih cepat dan lebih mudah.Jika seseorang tidak dapat melihat atau
mendengar, atau, jika tidak dapat merasakan tekstur, bentuk, temperatur, atau berat atau
penolakan di lingkungan, berarti seseorang tersebut sama sekali tidak memiliki gaya
belajar.
Berikut ini dikemukakan beberapa contoh gaya belajar dalam beberapa situasi yang
sesuai dengan sikap atau perilaku yang biasa orang lakukan saat belajar yaitu:
1. Gaya belajar Visual
Ciri-ciri gaya belajar visual :
a) Rapi dan teratur
b) Berbicara dengan cepat
c) Teliti dan rinci
d) Mementingkan penampilan
e) Lebih mudah mengingat apa yang dilihat ibadingkan dengan yang di dengar
f) Mengingatkan sesuatu berdasarkan asosiasi visual
g) Biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang
belajar
h) Merupakan pembaca yang cepat dan tekun
i) Lebih suka membaca daripada dibacakan
j) Lebih tertarik pada bidang seni(lukis, pahat, gambar) dari pada music
k) Seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam
kata-kata

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :

a) Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta konsep atau
peta pembelajaran.
b) Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.
c) Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.
d) Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).
e) Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
2. Gaya belajar Audiotori
Ciri – ciri gaya belajar audiotori :
a) Suka bicara kepada diri sendiri saat bekerja dan belajar
b) Mudah terganggu oleh keributan dan sukar berkonsentrasi
c) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada
yang dilihat
d) Senang membaca dengan keras dan mendengarkannya
e) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
f) Biasanya ia pembicara yang fasih
g) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya
h) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik
i) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual
j) Berbicara dalam irama yang terpola
k) Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara
l) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar.
m) Lebih menyukai music dari pada seni lukis atau seni dengan hasil tiga dimensi.
n) Meski kesulitan dalam menulis tapi hebat dalam bercerita.
o) Suka mendengar radio, musik, sandiwara drama atau lakon, debat.
p) Berbicara dengan kecepatan sedang, suka bicara bahkan di dalam kelas.

Strategi untuk mempermudah proses belajar anak audio:


a) Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di
dalam keluarga.
b) Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.
c) Gunakan musik untuk mengajarkan anak.
d) Diskusikan ide dengan anak secara verbal.
e) Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk
mendengarkannya sebelum tidur.
f) Mengingat apa yang dramatik, misalnya pakaian warna pastel, lembut mungkin
cantik, namun mungkin tidak mudah dikenang atau diingat.
g) jika suatu pesan kritis atau sulit, coba baca pesan itu keras-keras dengan
dramatis. Anda dapat menggunakan action asing atau membisikkannya
h) Memberi tekanan auditori ini pada suatu bahan yang sedang kita pelajari akan
membantu melekatnya pada pikiran anda.

3. Gaya belajar Kinestetik


Ciri-Ciri gaya belajar Kinestetik :
a) Berbicara dengan perlahan menanggapi perhatian fisik
b) Menanggapi perhatian fisik
c) Menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka
d) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang orang
e) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak
f) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
g) Belajar melalui memanipulasi (mengembangkan data atau fakta) dan praktik
h) Tidak dapat duduk diam dengan waktu yang lama
i) Banyak menggunakan isyarat tubuh
j) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca.
k) Tidak dapat mengingat letak geografi, kecuali jika ia pernah datang ke tempat
tersebut
l) Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot, mencerminkan aksi dan gerak
tubuh saat membaca sebagai manifestasi penghayatan terhadap apa yang di baca
m) Kemungkinan memilki tulisan yang jelek
n) Menyukai permainan yang membuat sibuk.
o) Menyukai kegiatan aktif, baik sosial maupun olahraga, seperti menari dan lintas
alam.
p) Mengungkapkan emosi melalui bahasa tubuh, gerak
q) Menggunakan kata dan ungkapan seperti: merasa, menyentuh menangani, mulai
dari awal, meraba, memegang, memetik, bergandeng tangan, mengatasi dan
menahan.
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik :

a) Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.


b) Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak
dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep
baru).
c) Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.
d) Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.
e) Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
f) Eksperimen tentang seberapa banyak anda membutuhkan suatu elemen fisik bagi
cara anda menyerap informasi.

C. Pengaruh Gaya Belajar Dengan Prestasi Belajar.


Prestasi belajar yang baik pasti ditentukan oleh bagaimana proses belajar dia untuk
menuju hasil prestasi yang baik pula. Proses atau gaya belajar pasti berbeda-beda dan
masing-masing gaya belajar memiliki nilai positif dan negatif begitu juga dengan
dampaknya kepada orang tersebut dan di sekelilingnya. Memang betul ada pola belajar
yang tidak baik dan karena itu menghasilkan prestasi belajar yang buruk tetapi kalau pola
belajar baik sudah dijamin mendapat hasil yang memuaskan. Mutu pendidikan pun juga
mempengaruhi kelangsungan pola belajar seorang murid begitu juga dengan lingkungan
murid tersebut. Tetapi yang paling mempengaruhi pola belajar terhadap prestasi belajar
adalah murid itu sendiri. Jika dia punya motivasi yang tinggi untuk mengembangkan pola
belajar maka pola belajar tersebut akan membaik dan hasil prestasinya pun juga akan
membaik. Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi
yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik. Gaya
belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang mempunyai
gaya belajar yang berbeda-beda.
Rahasia keberhasilan pembelajaran terletak pada pengenalan seseorang terhadap
dirinya sendiri, kesesuaian gaya mengajar dan gaya belajar, potensinya, dan konsekwensi
yang ditimbulkannya. Pengalaman di Swedia dan Selandia Baru, sekolah yang telah
menerapkan gaya belajar menunjukkan perubahan, antara lain; disiplin membaik, prestasi
akademik meningkat, kerjasama staf juga lebih baik, komunikasi lebih lancar, minat
orang tua dalam pembelajaran meningkat. Kenyataannya, hampir semua murid yang
berprestasi rendah adalah murid yang gaya belajarnya tidak cocok dengan gaya mengajar
guru di sekolah.

D. Manfaat Gaya Belajar Murid Bagi Guru.


Dengan mengetahui gaya belajar siswa guru dapat menyesuaikan gaya mengajaranya
dengan kebutuhan siswa, misalnya dengan menggunakan berbagai gaya mengajar
sehingga muri-murid semuanya dapat memperoleh cara yang efektif baginya. Khususnya
jika akan dijalankan pengajaran individual, gaya belajar murid perlu diketahui. Agar
dapat memperhatikan gaya belajar siswa, guru harus menguasai keterampilan dalam
berbagai gaya mengajar dan harus sanggup menjalankan berbagai peranan, misalnya
sebagai ahli bahan pelajaran, sumber infrmasi, instruktur, pengatur pelajaran dan
evaluator. Ia harus sanggup menentukan metode mengajar belajar yang paling serasi,
bahan yang sebaiknya dipelajari secara individual menurut gaya belajar masinga-masing,
serta bahan untuk seluruh kelas.
Rangkuman materi

Gaya belajar adalah suatu tingkah laku, sikap dan cirri kebiasaan yang kita sukai atau
yang kita lakukan secara continue dalam proses berinteraksi dengan lingkungan yang
kemudian akan memberikan informasi dan pemahaman.

Terdapat tiga tipe gaya belajar yang biasanya sering menjadi cirri seorang dalam belajar
yang mana juga terdapat strategi bagaimana seorang guru menghadapi tipe gaya belajar
siswa yang berbeda-beda antar individu. Adapaun gaya belajar tersebut yaitu visual
(cenderung belajar melalui apa yang mereka lihat), auditorial (belajar melalui apa yang
mereka dengar) dan kinestetik (belajar melalui gerak dan sentuhan). Prestasi belajar
masih tetap menjadi indikator untuk menilai tingkat keberhasilan siswa dalam proses
belajar. Rahasia keberhasilan pembelajaran terletak pada pengenalan seseorang terhadap
dirinya sendiri, kesesuaian gaya mengajar dan gaya belajar, potensinya, dan konsekuensi
yang ditimbulkannya. Gaya belajar yang berbeda-beda dari masing-masing individu
mempunyai dampak kepada pendidikan secara umum terkait dengan apa yang harus
dilakukan guru terhadap materi pembelajaran (kurikulum), pengajaran, dan penilaian
sebagai tolak ukur keberhasilan pembelajaran.

Selain hal di atas, dengan mengetahui gaya belajar siswa, guru dapat menyesuaikan gaya
mengajaranya dengan kebutuhan siswa, misalnya dengan menggunakan berbagai gaya
mengajar sehingga muri-murid semuanya dapat memperoleh cara yang efektif baginya
dan bisa mendpatkan informasi dan pemahaman yang maksimal.

Contoh soal

1. Apa pengertian gaya belajar


2. Apa saja macam-macam gaya belajar?
3. Bagaimana pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar?
4. Apa manfaat gaya belajar murid bagi guru?
BAB VI

PERUBAHAN PRILAKU KARAKTERISTIK DAN HUKUM PEMBELAJARAN

A. Perubahan Perilaku

Psikologi sekolah, guru BP/ BK, atau siapa pun yang berniat membimbing dan
mengerahkan aktivitas belajar individu atau siswa memerlukan pemahaman yang rinci
tentang sifat dan proses pembelajaran. Guru dan instruktur umumnya sangat menguasai
banyak keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Apa yang mereka ajarkan menuntut
tingkat kompetensi dan keterampilan yang tinggi dalam menyajikan materi pelajaran,
agar tujuannya bisa dicapai secara cepat, tepat dan efisien. Namun demikian, cara atau
metode guru atau instruktur mengajar sangat tergantung pada pemahaman mereka
mengenai proses belajar dan kemampuan untuk menerapkan pemahaman ini.

Belajar terjadi bila muncul perubhan perilaku pada siswa, baik dalam makna kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Perubahan perilaku itu sangat mungkin, bahkan pasti
demikian, tidak secara langsung diamati. Perubahan perilaku sebagai hasil dari interaksi
seseorang dengan lingkungannya. Ada atau tidak aktvitas pembelajaran individu dapat
dilihat dar perubahan dalam salah satu dari lima bidang:

1. Cara mempersepsikan lingkungan


2. Kemenpuan berpikir atau penalaran
3. Perilaku fisikal atau keterampilan motorik
4. Raks emosional atau sikap
5. Visi ke depan
B. Karakteristik Proses Belajar

Kegiatan belajar dan pembelajaran tidak berada pada ruang hampa. Aktivitas in
biasanya selalu melibatkan individu, materi atau subtansi, instrument pendukung, dan
lingkungan. Subjek yang terlibat bias siswa, kelompok sswa, guru dan siswa, sswa dan
psikologi sekolah, siswa dan orang tua, atau kombinasi sebagaian atau keseluruhannya.
Dari hasil penelusuran terhadap beberapa referensi, karakteristik belejar disajkan berikut
ini.

1. Belajar sebagai proses bertujuan (purposeful process), dimana sebagian besar orang
atau siswa pasti memilki ide-ide tentang apa yang mereka ingin capai. Aktivitas
mencapainya merupakan bagian dari proses pembelajaran, apa pun bentuknya.
Pembelajaran atau siswa melakukan aktivitas belajar memiliki tujuan atau tujuan-
tujuan tertentu, dengan kadar kesadaran yang sangat mungkin bervariasi.Guru atau
instruktur yang evektif mencari cara menciptakan situasi belajar yang baru untuk
memenuhi tujuan siswa atau peserta pelatihan yang menjalani proses pembelajaran.
Motivasi menjadi kekuatan yang mendorong seseorang kearah pencapaian tujuan-
tujuan itu guru dan instruktur merupakan subjek yang paling efektif untuk mendorong
siswa menjalani proses pembelajaran. Moivasi yang muncul dari guru bisa kuat atau
lemah, tergantung pada situasi atau pembelajar itu sendiri.
2. Belajar sebagai pengalaman internal (internal experience), di mana guru atau
instruktur tidak dapat membelajarkan siswa atau peserta pelatihan sampai dengan
mereka mau belajar. Materi pembelajaran tidak dapat dituangkan atau dicernakan
secara serta-merta kepada siswa atau peserta pelatihan. Pengalaman internal siswa
atau peserta peletih pun menjadi kunci penyerapan materi baru oleh siswa. Siswa
hanya dapat belajar dari pengalaman sendiri dan itu terwujud jika dia memiliki
kemauan dan kemanpuan untuk itu. Pengetahuan seseorang adalah hasil dari
pengalaman mereka memahami, serta bereaksi terhadapnya. Tidak ada dua orang
memiliki pengalaman yang sama persis. Semua orang belajar berasal dari pengalaman
masing-masing, meski sangat mungkin banyak kemirikannya. Misalnya , dengan
latihan berulang-ulang , dalil-dalil, sejarah perang dunia II, evaluasi manusia, atau
prinsip-prinsip koperasi. Pada sisi lain, siswa atau peserta latihan dapat membuat
daftar yang sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mereka hanya jika mereka
memahaminya secara cukup baik untuk menerapkan ide-ide bahwa materi itu
merupakan reprentasi yang benar dalam situasi nyata.
3. Belajar sebagai proses aktif (active process), dimana oleh karena belejar hanya
muncul melalui pengalaman, pembelajaran atau pelatihan harus memeungkinkan
siswa dan peserta pelatihan dapat secara aktif terlibat dalam pengalaman itu. Kegiatan
ini dapat dilakukan dengan banyak bentuk. Belajar dan pembelajaran adalah lebih dar
hanya sekedar mengantarkan siswa atau peserta pelatihan pada de atau keterampilan
tertentu. Demikian pula, guru atau pelatih tidak dapat dengan aman berasumsi bahwa
peserta didik dapat menerapkan apa yang mereka tahu hanya karena mereka telah
mengutip dengan benar pasal atau ayat dari buku teks. Siswa atau peserta pelatihan
harus menjadi aktif terlibat dalam situasi belajar, tetapi hanya sebatas melibatkan
mereka dalam kegiatan tidak akan cukup. Siswa atau peserta pelatihan harus terlibat
dalam aktifitas yang sesuai dengan kebutuhan dirinya dan pada situasi yang cocok.
Belajar atau berlatih keterampilan fisik membutuhkan pengalaman dalam melakukan
keterampilan itu, tidak hanya menerima tuturan lisan. Pada pembelajaram
keterampilan, siswa memang memang benar-benar didorong untuk bisa melakukan
sampai dengan capaian tertentu. Guru atau instruktur harus memahami,
bagaimanapun, bahwa kebiasaan mental selalu gampang ditumbuhkan melalui belajar
secara praktik. Pada sisi lain, sikap individu berkembang atau berubah ketika mereka
bereaksi secara emosional terhadap rangsangan.
4. Belajar bersifat multidimensi (multidimensional), di mana aktivitas ini dmaksud
untuk mengembangkan konsep baru. Debngan kata lain, adalah mungkin ntuk
mempelajari hal-hal lain sambil berkonsentrasi pada satu atau lebih subyek utama.
Aktivitas belajar berefek pada perubahan perilaku. Efek itu bias langsung dan bias
juga sebagai ikutannya. Ketika siswa dilatih lompat jauh atau bertinju, mereka tidak
hanya berkonsentrasi pada focus pelatihan, melainkan juga memikirkan bagaimana
bertindak secara aman dan mencapai prestasi terbaik
5. Belajar merupakan proses individual (individual process), dimana semua siswa atau
peserta pelatihan tidak belajar pada tingkat yang sama. Mereka bisa saja, dan ini yang
paling umum terjadi, mengikuti pembelajaran dalam kelompok yang relative besar.
Namun demikian, perolehan belajar bersifat individual. Guru atau instruktur baru
cenderung kecewa ketika mereka menemukan kenyataan, bahwa pelejaran yang telah
direncanakan sedemikian rupa juga tidak memungkingkan mereka mengajar semua
siswa atau pesrta pelatihan dengan efektivitas yang sama. Mereka segera memahami
dan mengakui hal ini sebagai masalah alami dan dapat diprediksi, karena jarang siswa
atau peserta pelatihan belajar pada tingkat yang sama.
Perbedaan tingkat capaian pembelajaran itu sisebabkan oleh perbedaan
kecerdasan, latar belakang, pengalaman, kepentingan, keinginan untuk belajar,
masalah psikologis, faktor fisik, kondisi emosional, dan lain-lain. Guru dan instruktur
harus mengakui perbedaan-perbedaan dalam menentukan jumlah materi subyek
pembelajaran, kapasitas peserta dalam memahami materi, dan waktu yang tepat untuk
mengajarkannya.

C. Hukum Belajar

Seperti halnya kehidupan pada umumnya dan ilmu-ilmu keras lain yang taat asas
pada hukum-hukum, belajar pun memiliki hukum, yang disebut dengan hukum belajar.
Hukum belajar bersumber dari pembelajaran itu sendiri, baik siswa maupun guru.
lingkungan belajarpun memiliki hukum belajar.Pada awal tahun 1990-an, Edward L
Thondike mempostulasi “hukum belajar”( law of learning) yang tampaknya berlaku
umum dalam proses menemukan banyak bukti bahwa belajar memang lebih kompleks
daripada hukum yang diidentifikasi selama ini. Namun “hukum” itu tidak memberikan
guru atau instruktur dengan wawasan dalam proses pembelajaran yang akan membantu
menyediakan pengalaman yang berharga untuk peserta didik atau peserta pelatihan.

Hukum-hukum belajar yang berkembang pada era setelah Thorndike tidak selalu
sama dengan pertama kali dinyatakannya. selama bertahun-tahun hukum belajar itu telah
ditambah dan dikembangkan. Namun pada konsepsi yang mereka telah kembangkan itu
memiliki kaitan erat satu sama lain, semua terfokus pada bagaimana belajar itu dilihat
dari multi perspektif. Untuk pertama kalinyahukum belajat yang diidentifikasi menjadi
tiga, yaitu: “hukum kesiapan”, “hukum Latihan”, dan “hukum efek”. Dari ketiga hukum
ini hukum efeklah yang paling terkenal dan masih berlaku umum sampai sekarang.
Beberapa hukum belajar dimaksud disajikan berikut ini.

1. Hukum kesiapan atau Law of Readiness. Hukum kesiapan berarti orang bias belajar
ketika siap secara fisik dan mental untuk menerima rangsangan, dengan atau tidak
perlu penyesuaian awal. Siswa dapat belajar dengan baik ketika mereka benar-benar
siap untuk belajar. Siswa tidak akan belajar banyak, jika mereka tidak melihat alasan
untuk belajar. Apersepsi atau mereview materi sebelumya sebelum memasuki materi
pelajaran baru merupakan bagian integral dari usaha untuk membuat siswa benar-
benar siap menerima kelas. Di bidang olahraga , pemanasan (warming up) menjadi
penting untuk membentuk kesiapan itu. Ketika siswa atau peserta pelatihan sudah
siap belajar atau menerima perlakuan , baik fisik maupun intelektual, mereka lebih
bersedia berpartisipasi dalam proses belajar. Kondisi ini lebih menyederhanakan
tugas guru atau instruktur, sekaligus memperkecil resiko kepercumaan atau
kegagalan. Kelelahan fisik, masalah pribadi, kondisi lingkungan yang buruk
merupakan faktor yang akan menentukan ketidakpastian siswa menerima pelajaran.
2. Hukum latihan atau Law of Exercise. Hukum latihan menekankan pada gagasan atau
realitas bahwa pengulangan pada materi atau kegiatan tertentu merupakan dasar bagi
perkembangan respon yang memadai selama dan setelah kegiatan belajar. Materi atau
kegiatan yang sering kali berulang atau berulang secara frekuensial akan mudah
diingat. Hasil penelitian membuktikan bahwa jika seseorang mengulagi materi yang
diajarkan sebelumnya dalam waktu 24 jam, dia menghabiskan 10 menit belajar akan
menaikkan kurva hampir menjadi 100 persen lagi. Hri ke-7 hanya membutuhkan
waktu 5 menit untuk “mengaktifkan” materi yang sama. Hari 30, otak hanya perlu
waktu 2-4 menit untuk memberikan umpan balik. Jika tidak perna belajar sama sekali,
pada hari ke-30 diperlukan waktu 40-50 menit untuk mengingatkan materi kembali
keposisi normal. Pikiran jarang bisa mengingat konsep konsep atau praktik baru
setelah penyinaran tunggal, setiap kali dipraktikkan, belajar terus dan diberlakukan.
Guru atau instruktur menghimbau siswa agar mengulagi tugas., melakukan gerakan
manual atau aplikasi fisik ulang dan sebagainya.
3. Hukum efek atau law of Effect. Hukum efek melibatkan reaksi emosional siswa atau
peserta pelatihan. Aktiftas belajar siswa di asumsikan selalu akan jauh lebih efektif
jika muncul rasa puas, kesedapan atau hadiah menyertai setiap hasil yang dicapai dari
hasil yang dicapai dari proses belajar. Belajar menjadi diperkuat jika disertai dengan
perasaan menyenangkan atau memuaskan. Sebaliknya, hal itu akan melemah ketika
dikaitkan dengan pengalaman yang tidak menyenangkan. Hukum efek ini banyak
diinspirasikan oleh aliran behavioris yang menekankan pada konsep stimulus –
respon (S - R), meski kegiatan pembelajaran tidak harus selalu dimaknai hubungan
mekanistik semacam itu. Pengalaman siswa atau peserta pelatihan yang menghasilkan
perasaan kalah, frustasi, kemarahan, atau kebingungan selama proses pendidikan
ataub pelatihan menjadi kontraproduktif. Karena itu, guru harus ekstra hati-hati dalam
menerapkan motivasi negative. Namun yang lebih utama adalah kemampuan mereka
memahami dan memecahkan masalah-masalah itu.
4. Hukum keutamaan atau Law of Primacy. Hukum keutamaan ini menyatakan bahwa
pernyataan atau gagasan besar yang sering menciptakan kesan yang kuat, hampir
pasti tidak tergoyahkan. Dalam bahasa sehari-hari orang mengatakan: kesan pertama
sangat penting. Sangat mungkin inilah yang disebut dengan advance organizer atau
pengorganisasi utama dari pikiran yang harus dikedepankan
5. Hukum intensitas atau Law of Intensity. Hukum intensitas menyatakan bahwa jika
“rangsangan atau pengalaman” benar-benar nyata, mungkin jumlahnya lebih banyak
akan menjadi factor perubahan perilaku yang lebih baik. Menurut hukum ini, menjadi
jelas menarik atau dramatis pengalaman belajar dan mengajar yang lebih dari satu,
karena pengalaman rutin menimbulkan kebosanan. Seorang siswa atau peserta
pelatihan akan lebih belajar banyak dari hal yang nyata dengan sajian yang berfariasi
ketimbang cara-cara yang menonton. Guru atau pelatih, sangat mementingkan metode
ceramah dibandingkan dengan metode yang lain, tapi akan terasa membosankan.
Karena itu, demontrasi sandiwara, model berbuat, dan lain-lain banyak manfaatnya
untuk menigkatkan pengalaman belajar daei siswa atau peserta pelatihan.
6. Hukum kebaruan atau Law of Recency. Hukum kebaruan menyatakan bahwa hal
yang paling baru dari aktifitas dan materi belajar yang terbaik diingat, sementara hal-
hal yang dipelajari beberapa waktu lalu, jauh lebih sulit mengingatnya. Kadang-
kadang, misalnya, begitu mudah mengingat nomor telepon yang diputar beberapa
menit yang lalu, tetapi sebaliknya biasanya sangat sulit untuk mengingat nomor
telepon keluar yang diputar seminggu yang lalu. Oleh karena itu, melakukan reviu,
menjelaskan sekilas, menanyakan ulang, dan sebagainya dari substansi yang pernah
disampiakan sebelumnya apalagi menunya hampir serupa dengan yang akan
disampaikan pada “sesi sekarang”, akan membuat kinerja guru atau pelatih lebih
efektif. Ini juga bemakna, mempraktikan keterampilan atau konsep baru saja sebelum
menggunakannya akan menjamin kinerja yang lebih efektf.
Dengan demikian, ketika teori dipelajari, sebaiknya segera dipraktikkan. Guru
atau instruktur dituntut mengulang, menyatakankembali, atau menekankan kembali
hal-hal penting pada akhir pelajaran untuk memastikan bahwa siswa atau peserta
pelatihan mengingatnya buka sebagai rincian yang rambang.

D. Hukum Belajar Pelajar Dewasa.

Kebanyakan subjek yang ada di muka bumi tunduk pada hukumnya, baik hukum alam
atau hukum buatan. Konon, ular atau lipan tidak pernah akan mematuk atau menggigit
manusia, kecuali dalam keadaan konfrontatif. Di daerah tertentu, harimau puluhan tahun
tidak pernah diberitakan menerkam manusia, jauh sebelum habitatnya diganggu. Kerbau
atau sap liar pun biasa menjadi penarik pedati, ketika berhasil dijinakkan dan dilati secara
tekun oleh manusia. Ini merupakan dari contoh hukum alam. Dalam belajar, manusia
dewasa pun tunduk pada hukumnya, yaitu hukum belajar itu sendiri. Dari berbagai situs
internet terungkap mengenai hukum belajar yang konon berlaku untuk orang atau pelajar
dewasa.

1. Hukum pengalaman sebelumnya atau law of previous experience. Pembelajaran atau


aktivitas belajar baru harus dikaitkan dengan dan dibangun dari pengalaman pelajar
(new learning should be linked to (and build upon) the experiences of the learner). Di
sini, guru atau instruktur harus memahami pemahaman awal (entry level) yang
dimiliki o;eh siswa atau warga belajar.sswa atau orang dewasa pada umumnya
membawa berbagai pengalaman ketika dia memasuki sesi pembelajara atau pelatihan.
Kegiatan perlu didesain untuk memastikan kemudahan penyesuaian materi menurut
tingkat masukan yang dmiliki oleh siswa atau peserta pelatihan agar mereka lebih
mudah menggabungkannya dengan pengalaman baru yang relevan.
2. Hukum relevansi atau law of relevance. Belajar yang efektif adalah pembelajaran
yang relefan dengan kehidupan dan pekerjaan yang dimasuki oleh pesrta didik setelah
memasuki dunia kerja (effective learning is relevant to the learner’s life and work).
Gunakan simulasi dan bermain peran (role-play )untuk meningkatkan hubungan
antara situasi belajar dengan dunia nyata. Setelah kegiatan pelatihan, ajaklah peserta
membahas strategi untuk menerapkan apa yang mereka pelajari dalam permainan
dengan konteks dunia nyata mereka.
3. Hukum arah-diri atau law self-direction. Kebanyakan orang dewasa mengarahkan diri
sendri untuk belajar atau menjadi pelajar sebagai pengaruh pengarah-diri sendiri
dalam rangka melakukan perbuatan belajar (most adults are self-directed). Jaangan
memaksa semua orang dewasa untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan belajar.
Orang dewasa lebih dominan belajar karena kemauannya sendiri. Disekolah pun,
banyakn siswa yang belajar dengan caranya sendiri. Banyak juga siswa yang
melakukan prakarsa diri untuk belajar tekun, tanpa diperinta oleh guru dan diawasi
oleh orang tuanya. Iodealnya, guru atau instruktur melibatkan pesreta dalam
menetapkan tujuan dan memilih jenis pelatihan yang sesuai dengan kegiatan
pembelajaran yang dikehendaki.
4. Hukum harapan atau law of expectaton. Reaksi pesrta didik terhadap semua sesi
pelathan dibentuk oleh harapan mereka dalm kaitannya dengan konten mata
pelajaran, format pelatihan, peserta dan pelatih tau guru (learner’s reaction to a
training session is shaaped by their expectations related to the content area, training
format, fellow participants, and the trainer). Sangat mungkin beberapa peserta didik
cemas mempelajari konsep matematika dan keterampilan. Dorong mereka dengan
teka-teki yang menarik dan teknik yang cocok. Pelajar lain yang merasa tidak nyaman
yang membuat bodoh dirinya sendiri di depan umum, karena bermain game saat
giurunya mengajar. Siswa akan sangat bersemangat jika materi sajian atau bahan
pelatihan cocok dengan harapan mereka.
5. Hukum citra dari (peserta didik) atau law of self-image. Orang atau siswa dewasa
memiliki pencitraan tertentu tentang dirinya sendiri atau tipe jenis apa dirinya (adilt
learners have definite notions about what type of learners they are). Gagasan ini
memang bisa menggangu atau meningkatkan kemampuan belajar mereka. Yakinkan
para peserta tentang kemampuan mereka untuk mempelajari konsep- konsep dan
keterampilan baru. Guru atau instruktur harus memotivasi mereka untuk mencoba dan
memastikan tugas-tugas yang menantang. Awal dari kesuksesan bermula dari
mengerjakan tugas awal yang sederhana dan dengan langkah-langkah kecil dalam
mencapai kemajuan. Namun, hindari menggurui meski dengan cara sederhana. Ini
sepertianya tugas sepele. Kemampuan menggabungkan tugas-tugas belajar dengan
pariasi tingkat kesulitan menjadi pentng bagi guru.
6. Hukum kriteria ganda (peserta didik) atau law of multiple critera. Siswa atau dewasa
menggunakan berbagai standar untuk menilai pengalaman belajar dan prestasi mereka
(adult learners use a variety standards to judge their learning axperiences and
acommplishments). Mendorong peserta untuk memilki standar pribadi dan sistem
penilaian, merupakan tugas penting bagi guru atau instruktur. Merekapun harus
menyediakan cara yang berbeda agar siswa atau peserta didiknya menjadi “menang”
dalam setiap kegiatan. Dalam simulasi peran dan drama, skor tetap berbeda terkait
dengan kriteria. Selama tanya jawab, perlu membahas kriteria dalam alternatif untuk
mengukur kinerja peserta.
7. Hukum penyelarasan atau law of aligment. Pembelajaran dewasa membutuhkan
tujuan pelatihan, konten, kegiatan, dan teknik penlaian agar selaras dengan mereka
satu sama lain (adult learners require the training objective, content, activities, and
assessment techniques to be aligned to each other). Menciptakan pelatihan yang mirip
dengan situasi pekerjaan merupakan tugas instruktur yang penting. Guru atau
instruktur mengajar dan menguji konten yang sama dengan menggunakan strategi
yang sama. Pastkan bahwa sistem skoring yang digunakan dalam kegiatan pelatihan
terkait langsung dengan manfaat, penguasaan, dan tujuan pelatihan.

E. Hukum Belajar Untuk Semua Orang.


1. Hukum pembelajaran aktif atau law of active learning.belajar dengan cara aktif,
termasuk aktif dalam memberikan tanggapan, membuahkan hasil yang lebih efektif
yang dibandingkan dengan mendengarkan atau membaca secara pasif. Menyelingi
kuliah dan tugas-belajar membaca dengan episode aktif seperti kuis dan teka-teki,
memberi nilai tambah yang baik. Memberikan kesempatan luas kepada peserta untuk
menanggapi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mendorong mereka bertanya,
menjawab pertanyaan mereka, dan mempertanyakan jawaban mereka sangat esensial
bagi pembelajaran yang efektif.
2. Hukum praktik dan umpan balik atau law of practice and feedback. Para pelajar tidak
dapat menguasai keterampilan tampa peraktik yang diulang-ulang dan umpan balik
yang relevan. Jangan bingung dan keliru memahami prisodur dikaitkan dengan
kemanpuan kemanpuan untuk melakukannya. Guru atau instruktur dituntut
menginvestaskan waktu yang cukup dalam melakukan aktivitas yang memberikan
latihan ulang dan umpang balik.pastikan bahwa kegiatan pelatihan dilakukan secara
baik dan menjadikan umpan balik yang berguna sesegera mungkin, khususnya
masukan dari rekan-rekan dan para pakar. Gunakan skala nilai, daftar, dan perangkat
lain untuk memastikan bahwa umpan balik yang ada benar-benar objektif dan
berguna.
3. Hukum perbedaan individu atau law of individual differences. Orang yang berbeda
belajar dengan cara yang berbeda pula. Guru dan instruktur harus menggunakan
kegiatan pelatihan yang mengakomodasi berbagai gaya belajar siswa atau pesrta
didik. Pastikan bahwa peserta didik dapat menaggapi dengan menulis, berbicara,
menggambar, atau menunjukkan hasil. Guru atau instruktur mendorong dan
mengizinkan pesrta didik untuk belajar secara ndividual, berpasangan, dan dalam tim
4. Hukum domain belajar atau law of learning domains. Berbagai jenis pembelajaran
memerlukan strategi yang berbeda jenis dari guru atau instruktur. Siawa atau peserta
pelatihan harus belajar mengenali berbagai jenis isi dan tujuan pelatihan. Guru atau
instruktur jangan menggunakan jenis kegiatan yang sama untuk mengajar pada
berbagai jenis pelatihan atau ses kelas. Mereka harus menggunakan desain
pembelajaran yang cocok untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pendidikan
atau pelatihan yang berbeda terkat dengan konsep, prosodur, dan orinsip-prinsip.
5. Hukum tingkat respon atau law of response level. Guru atau instruktur harus
mengetahui jenis pengetahuan dan keterampilan pada tingkat mana yang dmintakan
kepada siswa atau peserta pelatihan untuk direspon selama proses pembelajaran. Jika
kegiatan pelatihan membutuhkan peserta didik hanya bicara tentang prosodur, jangan
menganggap bahwa mereka akan dapat menerapkannya di tempat kerja. Jka guru atau
instruktur ingin peserta didik ingin memecahkan masalah-masalah ditempat kerja,
selama kegiatan pembelajaran guru atau instruktur harus meminta mereka
memecahkan masalah yang dihadapinya. Hindari pernyataan tertutup dengan
jawaban-memori hafalan yang sepele selama permainan dalam pelatihan. Tentang
peserta debngan permasalahan-permasalahan otentik yang membutuhkan solusi
inovatif.
6. Hukum penguatan atau law of reinforcement. Peserta didik yang mencapai prestasi
tertntu harus diberi penguatan. Namun demikian, niatkan bahwa deraan untuk
perilaku yang buruk dimaksudkan untuk melakukan perbaikan. Karena itu, guru harus
merangsang peserta didik yang dibawah standar sekalipun untuk mengaktivasi
potensinya. Berikan apresiasi sejak awal pelatihan dimulai, bahkan penghargaan
penghargaan kecil selama pembelajaran berlangsung.
7. Hukum pembelajaran emosional atau law of emotional learning. Acara pembelajaran
yang disertai dengan emosi kuat mengakibatkan tahan belajar lama. Guru atau
instruktur dituntut mampu melaksakan kegiatan pendidikan atau pelatihan
permainan , simulasi, dan memainkan peran yang menambah unsure emosional
selama kegiatan belajar. Berikanlah arahan kecil kepada peserta setelah kegiatan
pembelajaran agar mereka secara emotional dapat merenungkan perasaan dan belajar
dari reaksi mereka sendiri
Rangkuman materi

Perubahan perilaku sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Ada
atau tidak aktvitas pembelajaran individu dapat dilihat dar perubahan dalam salah satu
dari lima bidang yaitu cara mempersepsikan lingkungan kemenpuan berpikir atau
penalaran, perilaku fisikal atau keterampilan motorik, Raks emosional atau sikap, dan visi
ke depan. Karakteristik belajar yaitu belajar sebagai proses bertujuan (purposeful
process), belajar sebagai penglaman internal, belajar sebagai proses aktif, belajar bersifat
multidimensi, dan belajar merupakan proses individual.

Hukum belajar bersumber dari pembelajaran itu sendiri, baik siswa maupun guru.
Macammcam hukum belajar yaitu hukum kesiapan, hukum latihan, hukum efek, hukum
keutamaan, hukum intensitas, dan hukum kebaruan.

Contoh soal

1. Apa itu perubahan prilaku ?


2. Bagaimana karakteristik belajar ?
3. Bagaimana hukum belajar untuk pelajar dewasa dan belajar untuk semua orang?
BAB X

RAGAM KEBERKATAN DENGAN KESIAPAN DALAM BELAJAR

A. Pengertian Keberbakatan
1. Marland (1972). Mengemukakan bahwa anak yang memiliki kemampuan untuk
berkinerja tinggi itu mencakup mereka yang menunjukkan prestasi dan/atau kemampuan
potensial dalam satu atau beberapa bidang berikut ini :
a) Kemampuan intelektual umum
b) Bakat akademik spesifik;
c) Kemampuan berpikir kreatif atau produktif;
d) Kemampuan kepeimimpinan
e) Seni pentas atau seni rupa
f) Kemampuan psikomotor
2. Definisi ESOE tentang keberbakatan
Dalam seminar nasional mengenai Alternatif Program Pendidikan bagi Anak Berbakat
yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan
Kebudayaan, Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan bekerja sama
dengan Yayasan Pengembangan Kreativitas pada tanggal 12- 14 November 1981 di
Jakarta ( Utami Munandar, 1982), disepakati bahwa : Anak berbakat adalah anak yang
oleh orang – orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai
prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan – kemampuan unggul. Anak – anak
tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan atau pelayanan di luar
jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan mereka terhadap
masyarakat maupun untuk pengembangan diri sendiri.
Kemampuan-kemampuan tersebut, baik secara potensional maupun yang telah nyata,
meliputi :
a) Kemampuan intelektual umum
Para pendidik biasanya mendefinisikan hal ini berdasarkan skor yang tinggi dari hasil
tes inteligensi (biasanya 2 deviasi standar di atas mean) pada pengukuran individual
ataupun kelompok. Orang tua dan guru sering dapat mengenali anak yang memiliki
bakat intelektual umum ini dari keluasan pengetahuan umumnya dan ketinggian
tingkat kosa kata, ingatan, pengetahuan kata-kata abstrak, serta daya nalar abstraknya.
b) Kemampuan akademik khusus
Siswa yang memiliki bakat akademik spesifik dapat dikenali dari kinerjanya yang
menonjol dalam tes prestasi atau tes bakat dalam satu bidang tertentu seperti bahasa
atau matematika.
c) Kemampuan berpikir kreatif – produktif
Kreativitas yang menekankan produktivitas kreativitas adalah munculnya hasil ide
yang diperoleh melalui interaksi antara keunikan individu dengan lingkungannya
d) Kemampuan memimpin
Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengarahkan
individu-individu atau kelompok-kelompok ke satu keputusan atau tindakan bersama.
Siswa yang menunjukkan keberbakatan dalam kemampuan kepemimpinan mampu
menggunakan keterampilan kelompok dan bernegosiasi dalam situasi- situasi yang
sulit. Banyak guru dapat mengenali kepemimpinan dari minat dan keterampilan siswa
dalam pemecahan masalah. Karakteristik kepemimpinan mencakup rasa percaya diri,
tanggung jawab, kerjasama, kecenderungan untuk mendominasi, dan kemampuan
untuk mengadaptasikan diri dengan mudah pada situasi-situasi baru.
e) Kemampuan dalam salah satu bidang seni
Bakat seni merupakan keunggulan dalam menggambar, melukis, memahat, dan
berbagai ekspresi artistik yang dapat ditangkap oleh mata. Sedangkan bakat
pertunjukan menunjuk pada keunggulan baik dalam musik instrumental maupun
vokal, teater, dan tari.
f) Kemampuan psikomotor ( seperti dalam olahraga)
Ini mencakup kemampuan kinesthetik motor seperti keterampilan praktis, spasial,
mekanik, dan fisik. Kemampuan tersebut jarang dipergunakan sebagai kriteria dalam
program keberbakatan.
3. Definisi dari Abraham Maslow
Maslow membedakan antara " kreativitas aktualisasi diri “ kreativitas talenta khusus”.
Orang – orang dengan kreativitas talenta khusus memiliki bakat atau talenta kreatif yang
luar biasa dalam bidang seni, sastra, musik, teater, sains, bisnis, atau bidang lainnya.
Orang – orang ini bisa saja menunjukkan penyesuaian diri dan aktualisasi diri yang baik,
tetapi mungkin juga tidak. Orang-orang kreatif yang mampu mengaktualisasi diri adalah
sehat mental, hidup sepenuhnya dan produktif, dan cenderung menghadapi aspek
kehidupannya secara fleksibel dan kreatif.
Implikasi dari pembedaan antara keduanya krativitas aktualisasi diri dan kreativitas
talenta khusus adalah penekanan pada pentingnya ciri – ciri afektif dari kreativitas, ciri
kepribadian, sikap, motivasi, dan predisposisi untuk berpikir kreatif.
4. Konsepsi Renzulli tentang keberbakatan
Menurut Renzulli, anak berbakat adalah mereka yang memiliki atau berkemampuan
mengembangkan gabungan ketiga kelompok sifat tersebut dan mengaplikasikannya pada
bidang kinerja kemanusiaan yang bernilai.
Konsepsi “ Three-Ring Conception” dari Renzulli dan kawan – kawan ( 1981), yang
menyatakan bahwa tiga ciri pokok yang merupakan kriteria ( persyaratan) keberbakatan
ialah keterkaitan antara :
a) Kemampuan umum di atas rata – rata.
b) Kreativitas di atas rata – rata.
c) Pengikatan diri terhadap tugas ( task commitment cukup tinggi)
5. Robert Sternberg dan Robert Wagner(1982) 
Mendefinisikan keberbakatan (giftedness) sebagai "a kind of mental self-management".
Manajemen mental kehidupan seseorang yang konstruktif dan bertujuan mempunyai tiga
elemen dasar, yaitu: mengadaptasikan diri pada lingkungan, memilih lingkungan baru,
dan membentuk lingkungan.Menurut Sternberg dan Wagner, kunci psikologis dasar
keberbakatan intelektual terdapat dalam keterampilan berwawasan (insight skills) yang
mencakup tiga proses utama:
a) Memisahkan informasi yang relevan dari informasi yang irrelevant.
b) Menggabungkan kepingan-kepingan informasi yang tidak berkaitan menjadi satu
keseluruhan yang terpadu.
c) Mengaitkan informasi yang baru diperoleh dengan informasi yang sudah diperoleh
sebelumnya. Sternberg dan Wagner menekankan kemampuan memecahkan masalah
dan memandang siswa berbakat sebagai individu yang mampu memproses informasi
secara cepat dan mempergunakan keterampilan berwawasan.
B. Potensi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa anak-anak berbakat memiliki potensi yang
unggul. Potensi  ini dapat disebabkan oleh faktor keturunan, seperti studi yang dilakukan U.
Branfenbrenner (1972) dan Scarr Salaptek (1975) terhadap tingkat kecerdasan.
U.Branfenbrenner dan Scarr Salaptek menyatakan secara tegas bahwa sekarang tidak ada
kesangsian mengenai faktor genetika mempunyai andil yang besar terhadap kemampuan
mental seseorang (Kitano, 1986).
Menurut penelitan Terman (1925) pada saat anak berbakat dilahirkan memiliki  berat
badan diatas berat badan normal. Dari segifisik pada umumnya mereka juga memiliki
keunggulan seperti terlihat dari berat dan tinggi badan, koordinasi, daya tahan tubuh dan
kondisi kesehatan pada umumnya (French, 1959). Mereka juga sangat energik (Meyen, 1978)
sehingga orang salah mendiagnosa sebagai anak yang hyperactive (Swassing, 1985). Anak-
anak berbakat berkembang lebih cepat atau bahkan sangat cepat bila dibandingkan dengan
ukuran perkembangan yang normal. Bila guru menemukan anak seperti itu maka guru dapat
menduga bahwa itu anak-anak yang berbakat.  Hal ini disebabkan anak berbakat memiliki
superioritas intelektual (Gearheart, 1980), mampu dengan cepat melakukan analisis (Sunan,
1983), dan dalam irama perkembangan kemajuan yang mantap (Swassing, 1985). Bahkan
dalam berfikir mereka sering meloncat dari urutan berfikir yang normal (Gearheart, 1980).

C. Prestasi.

Prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik, psikologis, akademik dan sosial. Prestasi
fisik yang dapat dicapai oleh anak-anak berbakat ialah mereka memiliki daya tahan tubuh
yang prima serta koordinasi gerak fisik yang harmonis (French, 1959). Anak berbakat
mampu berjalan dan berbicara lebih awal dibandingkan dengan masa berjalan anak-anak
normal (Swanson, 1979). Secara psikologis anak berbakat memiliki kemampuan emosi yang
unggul dan secara sosial pada umumnya mereka adalah anak-anak yang populer serta lebih
mudah diterima (Gearheart, Heward,1980).
Berdasarkan prestasi akademik, anak berbakat pada dasarnya memiliki sistem syaraf pusat
(otak dan spinal cord) yang prima. Oleh karena itu anak-anak berbakat dapat mencapai
tingkat kognitif yang tinggi. Menurut Bloom kognitif tingkat tinggi meliputi berfikir aplikasi,
analisis, sintesis, evaluasi dan kognitif tingkat rendah terdiri dari berfikir mengetahui dan
komprehensif. Dalam usia yang lebih muda dari anak-anak normal, anak-anak berbakat
sudah mampu membaca dan kemampuan ini berkembang terus secara konsisten (Swassing,
1985, French, 1959). Mereka mampu menggunakan perbendaharaan kata yang sudah maju
(Ingram, 1983).

D. Karakteristik atau Prilaku  Siswa Cerdas-Berbakat.


1. Mampu mengaktualisasikan pernyataan secara fisik berdasarkan memahaman 
pengetahuan yang sedikit
2. Dapat mendominasi diskusi
3. Tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya
4. Sukaribut
5. Memilih kegiatan membaca dari pada berparfsipasi aktif dalam kegiatan masyarakat, atau
kegiatan fisik
6. Suka melawan aturan, petunjuk-petunjuk atau prosedur tertentu
7. Jika memimpin diskusi akan membawa situasi diskusi ke situasi yang harus selalu tuntas.
8. Frustasi disebabkan tidak jalannya aktivitas sehari-hari
9. Menjadi bosan karena banyak hal yang diulang-ulang
10. Menggunakan humor untuk memanipulasi sesuatu
11. Melawan jadwal yang (hanya) didasarkan atas pertimbangan waktu saja bukan  atas
pertimbangan tugas

E. Kesiapan Belajar Siswa


1. Kesiapan
Menurut Slameto (2003:113) mengemukakan kesiapan adalah keseluruhan kondisi
seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban di dalam cara
tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh
atau kecenderungan untuk memberi respon. Belajar merupakan suatu usaha untuk
memperoleh suatu  pemahaman dari apa yang dipelajari. Seperti yang diungkapkan oleh
muhibbin (2010: 90) Belajar Adalah proses Memperoleh arti dan pemahaman,
Pemahaman serta cara dan cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Jadi kesiapan
belajar siswa adalah kondisi individu siswa yang memungkinkan siswa untuk
memperoleh pemahaman dari apa yang dipelajari. Kesiapan Belajar merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi proses belajar. Terpengaruhinya proses belajar akan
berpengaruh juga terhadap prestasi belajarnya. Prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran,lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh Guru.

F. Faktor-faktor  yang menentukan readiness (kesiapan Belajar).

Menurut Borotis & Poulymenakou (2004) Readiness merupakan kesiapan mental atau fisik
suatu organisasi untuk suatu pengalaman atau tindakan e-learning (dalam Priyanto, 2008).
Sedangkan Choucri dkk. (2003) Readiness merupakan kemampuan untuk mengejar
kesempatan menciptakan suatu nilai .
Adapun faktor-faktor yang menentukan readiness,yaitu :
1. Kematangan (maturation)
Kematangan adalah suatu proses pertumbuhan yang ditentukan oleh proses pembawaan.
Proses kematangan ini belajar tanpa adanya usaha usaha yang disengaja untuk
mempercepat proses ini dan proses kematangan ini juga berjalan jika ada usaha-usaha
untuk tantangan (challenges). Dalam hampir semua perubahan dalam kelakuan
seseorang. Ada dua tenaga yaitu : proses belajar dan kematangan.
Kematangan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan
struktur fisiologis dengan system saraf, otak, dan indera sehingga semua itu
memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus
lingkungan. Kematangan ialah kedaan atau kondisi bentuk, struktur, dan fungsi yang
lengkap atau dewasa pada suatu organisme, baik terhadap suatu sifat, bahkan seringkali
semua sifat.
Dalam proses kematangan terdapat tiga hal pokok:
a) Kematangan mengandung arti bahwa tidak semua perubahan dan kemajuan yang kita
lihat pada anak terjadi karena pengaruh lingkungan, terutama pendidikan dan
pengajaran, tetapi sebagian besar terjadi karena perkembangan dari dalam diri anak.
b) Proses kematangan terjadi melalui beberapa tingkat atau fase terlepas dari bakat dan
individu yang bersangkutan tidak ada fase yang tidak muncul atau bertukar nomir
dalam urutannya.
c) Sebagian besar dari proses perkembangan psikis pada anak hendaklah dipandang
sebagai suatu kerjasama yang kompleks antara kematangan batiniah dan hasil belajar
yang diberikan oleh lingkungannya. Kematangan membentuk sifat dan kekuatan
dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu, yang disebut “readiness”. Readiness
yang dimaksud yaitu readiness untuk bertingkahlaku, baik tingkahlaku yang instingtif
(melalui proses hereditas), maupun tingkahlaku yang dipelajari.
2. Pengalaman (eksperince)
Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung dsb) baik
yang sudah lama atau baru saja terjadi. Sebelum seseorang dapat mengerjakan suatu
tugas yang kompleks,ia harus dahulu mempunyai kecakapan dasar, misalnya : bila
seorang anak belum mempunyai readiness untuk membaca, maka ia tentu belum dapat
membaca sesuatu. Jika seorang murid belum memiliki pengalaman,maka sukar menelaah
materi yang disampaikan oleh gurunya. Dengan memiliki pengetahuan yang
banyak,seorang murid juga perlu memiliki banyak pengalaman seperti ilmu terapan dan
membaca buku.
3. Kesesuaian bahan dengan metode pengajaran (subject and teaching method accordance)
Kalau kita bandingkan cara dan bahan pengajaran dengan kemampuan seorang anak
sejak lahir, maka dengan mudah kita dapat memilih metode apa sih yang digunakan agar
siswa  sesuai mendapatkan apa yang diinginkan. Dalam hal ini,kita harus melihat sejauh
mana kesiapan seorang siswa dalam menerima pembelajaran. Dengan begitu seorang
pengejar juga akan lebih mudah menentukan cara apa/metode apa yang harus
digunakan,dan melalui bahan yang sesuai untuk di ajarkan.
Untuk pengajaran yang bersifat skill (kecakapan) harus dihubungkan dengan sesuatu
objek yang mempunyai arti (meaningfull),misalnya kecakapan harus yang berhubungan
dengan sesuatu mata pelajaran.
4. Sikap emosional dan penyesuaian diri (emotional attitude and self adjucment)
Sikap emosianal adalah suatu kemampuan yang dapat mengerti emosi diri sendiri dan
orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi diri sendiri terekspresikan untuk
meningkatkan maksimal etis sebagai kekuatan pribadi.
Sikap emosional seorang murid dalam belajar sangat mempengaruhi kesiapan belajarnya
(readiness for learning). Menurut penelitian, 1/5  dari murid-murid yang terbelakang
membaca, disebabkan adanya ketegangan emosionalnya. Ketegangan-ketegangan emosi
(emotional tension) ini kerap kali merupakan sebab dan akibat dari kegagalan belajar
anak.
Hal-hal yang menimbulkan ketegangan emosi itu antara lain disebabkan oleh :
a) Kebutuhan yang tidak terpenuhi.
b)  Anak-anak yang terlalu dilindungi (over protection).
c) Rejection (sikap antagonist terhadap orang lain. Anak yang diterima dengan tidak
senang hati oleh orang tuanya).
d) Pengalaman kegagalan di luar sekolah.
e) Kesulitankesulitan diluar sekolah

Di bawah ini di kemukakan faktor-faktor kesiapan belajar dari beberapa pendapat, yaitu
sebagai berikut:
1. Menurut Darsono (2000 : 27) faktor kesiapan meliputi:
a) Kondisi fisik yang tidak kondusif, Misalnya sakit, pasti akan mempengaruhi faktor-
faktor lain yang dibutuhkan untuk belajar.
b) Kondisi psikologis yang kurang baik, Misalnya gelisah, tertekan merupakan kondisi
awal yang tidak menguntungkan bagi kelancaran belajar.
2. Menurut Slameto (2003 : 113) kondisi kesiapan mencakup 3 aspek, yaitu:
a) Kondisi fisik, mental dan emosional.
b) Kebutuhan-kebutuhan, motif dan tujuan.
c) Ketrampilan, pengetahuan dan pengertian yang lain yang telah dipelajari`

Berbagai macam kondisi yang dapat menghambat kesiapan belajar siswa.


a) Kurangnya keinginan siswa untuk berprestasi.
b) Adanya sebagian siswa yang kurang memperhatikan penjelasan dari guru saat proses
pembelajaran berlangsung,
c) Sebagian siswa yang memiliki tingkat kemampuan memahami materi yang diberikan
lemah.
d) Ada juga siswa yang datang tidak tepat waktu pada jam pelajaran.
Rangkuman materi

Keberbakatan merupakan keterpautan antara kemampuan umum diatas rata- rata, kreativitas
diatas rata- rata, dan pengikatan diri terhadap tugas atau motivasi internal. Kreativitas dan
keberbakatan merupakan dua hal yang sangat penting dan berpengaruh terhadap kesuksesan
seseorang. Seseorang yang mempunyai kreativitas, pasti orang tersebut memiliki bakat.
Tetapi orang yang berbakat belum tentu memiliki kreativitas. Beberapa hasil penelitian
menunjukan bahwa anak-anak berbakat memiliki potensi yang unggul. Potensi  ini dapat
disebabkan oleh faktor keturunan. Prestasi anak berbakat dapat ditinjau dari segi fisik,
psikologis, akademik dan sosial. Prestasi fisik yang dapat dicapai oleh anak-anak berbakat
ialah mereka memiliki daya tahan tubuh yang prima serta koordinasi gerak fisik yang
harmonis (French, 1959).
Kesiapan belajar siswa adalah kondisi individu siswa yang memungkinkan siswa untuk
memperoleh pemahaman dari apa yang dipelajari. Kesiapan Belajar merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi proses belajar. Terpengaruhinya proses belajar akan berpengaruh
juga terhadap prestasi belajarnya. Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai
tes atau nilai yang diberikan oleh Guru. Kemampuan belajar siswa sangat menentukan
keberhasilannya dalam proses belajar.

Contoh soal
1. Apakah yang dimaksud dengan keberbakatan?
2. Apa faktor  yang menyebabkan seseorang memiliki potensi ?
3. Dari segi apa sajakah Potensi dapat di tinjau ?
4. Apakah yang dimaksud degan kesiapan belajar siswa ?
BAB XI

GANGGUAN PRILAKU DAN KESALAHAN DALAM BELAJAR

A. Pengertian dan Karakteristik Umum Gangguan Perilaku


Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Soekidjo,N,1993 : 55).
Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang
terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. (Soekidjo,N,1993 : 58) Perilaku diartikan
sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi
apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut
rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
(Notoatmojo,S, 1997 : 60).
Perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan
dapat di pelajari. (Robert Kwik, 1974, sebagaimana dikutip oleh Notoatmojo,S 1997).
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya
sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. (Sri Kusmiyati dan
Desminiarti, 1990 : 1). Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya
stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
(Sunaryo, 2004 : 3).
Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup
mulai dari tumbuhan, hewan, dan manusia berperilaku karena mempunyai aktivitas
masing-masing. Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas manusia, baik
yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar. Dilihat dari segi
psikologis, menurut Skiner (1938) perilaku adalah suatu respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
B. Pengertian Gangguan Tingkah Laku
Anak yang mengalami gangguan tingkah laku merupakan anak yang secara nyata dan
menahun merespon lingkungan tanpa adanya kepuasan pribadi namun masih dapat
diajarkan perilaku perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat dan dapat memuaskan
kpribadiannya. Nelson:1981 Tingkah laku seseorang dapat dikatakan menyimpang atau
mengalami gangguan jika Menyimpang dari perilaku yang oleh orang dewasa dianggap
normal menurut usia dan jenis kelaminnya.Penyimpangan terjadi dengan frekuensi dan
intensitas yang tinggi Penyimpangan berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Bruno, gangguan tingkah Laku merupakan respon atau perbuatan yang dilakukan
seseorang suatu perubahan perilaku merupakan suatu kepribadian karena setiap respon
atau tindakan seseorang yang menunjukan perubahan sebagi cerminan fenomena
psikologis baik diamati maupun diukur.
Evan Et Al, Gangguan tingkah Laku merupakanbentuk yang sederhana merupakan
perbuatan yang diamati dengan suatu titik awal dan akhir yang dapat diukur.
APA ( America Psikiatrie Acociation), Gangguan tingkah lakumerupakan gangguan yang
berupa pola atau gejala psikologis atau tingkah laku yang secara klinis sangat disignifikan
gejala/ pola ciri yang terjadi pada manusia.
Jadi, gangguan perilaku (conduct disorder) adalah gangguan perilaku masa kanak-
kanak yang ditandai oleh aktivitas agresif dan destruktif yang menyebabkan gangguan
pada lingkungan alami anak seperti rumah, sekolah, masjid, atau lingkungan. Fitur utama
dari gangguan ini adalah pola perilaku berulang dan terus-menerus yang melanggar
norma-norma sosial dan hak-hak orang lain. Ini adalah salah satu kategori masalah
kesehatan mental anak yang paling umum, yang mencapai 9% pada laki-laki dan 2%
pada perempuan.
C. Karakteristik Gangguan.
1. Karakteristik Belajar Intelijensia
Studi-studi awal (misalnyaolehMorse, Cutler, & Fink, 1964) menemukan bahwa
mayoritas siswa dengan gangguan emosi dan perilaku atas rata-rata menunjukkan
kecerdasan. Kajian yang lebih mutakhir (misalnya, Rubin dan Barlow,1978;Coleman,
1986) telah mengungkapkan bahwa anak-anak ini memiliki nilai IQ rata-rata yang
lebih rendah daripada anak-anak tanpa gangguan emosi dan perilaku. Untuk anak-
anak dengan beberapa jenis psikosis, penelitian menunjukkan bahwa IQ mereka
berada dalam kisaran fungsiyang terbelakang. SebagaimanaKauffman (1996) telah
menunjukkanhal ini “IQ anak-anak yang terganggu muncul sebagai prediktor tunggal
terbaik untuk bidang sakademik dan prestasi sosial di masa depan”. Rendah Kinerja
AkademikSiswa-siswadengan gangguan emosi atau perilaku umumnya memiliki
prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka (Kaufmann,1996). Beberapa
penelitian (Gottlieb, Alter, dan Gottlieb, 1991) menunjukkan bahwa 74% dari
pemuda yang diklasifikasikan dengan gangguan ini memiliki kesulitan akademis.
2. Karakteristik Perilaku
Seperti anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, salah satu yang paling
umumkeluhan tentang anak-anak merujuk padaevaluasi yang dinyatakanmemiliki
gangguan emosi dan perilaku adalah hiperaktif. Sulit untuk mendefinisikan hiperaktif
karena baik kealamiahandan jenis kegiatan harus dipertimbangkan.
Ross dan Ross (1982) mendefinisikan hiperaktif sebagai “sebuah kelas gangguan
perilaku yang heterogen di mana tingkat tinggi aktivitas ditunjukkan dalam waktu
yangtidak tepat dan tidak dapat dihambat oleh perintah”. Pada dasarnya, definisi yang
berguna untuk hiperaktifadalah bahwa seorang anak terlalu banyak terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang merepotkan. Banyak anak-anak dengan kelainan perilaku
bertindak agresif terhadap obyek, diri sendiri, atau orang lain. Para pendidik dan
profesional lebih berhasil dalam mengajar anak-anak yang sehat cara untuk
menghadapi frustrasi dengan mengakui, menerima, dan menoleransi perasaan
frustrasi serta membangun sumber-sumber untuk mengatasi. Kenakalan remaja, alih-
alih olehsistem kesehatan atau sistem pendidikan, didefinisikan oleh sistem peradilan
pidana (Berdine dan Blackhurst, 1985). Ketika remaja melakukan tindakan ilegal
seperti pencurian, mereka bermasalah. Jika lebih banyak anak dengan gangguan
emosi atau perilaku tampaknya bermasalah dengan hukum, tidak semua dari mereka
bermasalah. Seringkali terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi perilaku dan
gangguan emosional pada anak kecil kecuali bila itu adalah sebuah kecacatan yang
parah seperti psikosis. Anak-anak usia sekolah dengan gangguan emosi internal
seperti itu akan sulit pula diidentifikasi.

Anggota keluarga dan guru harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau
perilaku antara anak-anak dengan tanda-tanda berikut:

a) Agresi terhadap diri sendiri atau orang lain.


b) Kecemasan atau fearfulness.
c) Distractibility atau ketidakmampuan untuk membayar perhatian untuk waktu yang
panjang dibandingkan dengan teman-temannya.
d) Mengungkapkan pikiran untuk bunuh diri.
e) Perasaan depresson dan ketidakbahagiaan.
f) Sedikit atau tidak ada teman.
g) Perilaku hiperaktif.
h) Matang keterampilan sosial yang dinyatakan dalam interaksi sosial yang tepat.
i) Impulsif
j) Masalah dalam hubungan keluarga.
k) Masalah dengan hubungan guru-murid.
l) Bunuh diri.
m) Penarikan ke dalam diri.
3. Kriteria gangguan tingkah laku
a) Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai
perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan,
memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual.
b) Menghancurkan kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalism.
c) Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil
milik orang lain, menipu, mengutil.
d) Pelanggaran aturan yang serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut
malam sebelum usia 13 tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua,
sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun.
e) Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.
f) Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak
memenuhi gangguan kepribadian anti sosial.

D. Faktor Penyebab Gangguan Perilaku.


1. Faktor-faktor psikobiologik.
a) Riwayat genetika keluarga yang terjadi pada kasus retardasi mental, autisme,
skizofrenia kanak-kanak, gangguan perilaku, gangguan bipolar, dan gangguan
ansietas atau kecemasan.
b) Struktur otak yang tidak normal. Penelitian menemukan adanya abnormalitas
struktur otak dan perubahan neurotransmitter pada pasien yang menderita
autisme, skizofrenia kanak-kanak, dan ADHD.
c) Pengaruh pranatal, seperti infeksi pada saat di kandungan ibu, kurangnya
perawatan pada masa bayi dalam kandungan, dan ibu yang menyalahgunakan zat,
semuanya dapat menyebabkan perkembangan saraf yang abnormal yang berkaitan
dengan gangguan jiwa. Trauma kelahiran yang berhubungan dengan
berkurangnya suplai oksigen pada janin saat dalam kandungan yang sangat
signifikan dan menyebabkan terjadinya retardasi mental dan gangguan
perkembangan saraf lainnya.
d) Penyakit kronis atau kecacatan dapat menyebabkan kesulitan koping bagi anak.
2. Dinamika keluarga.
a) Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak
awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri).
Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan berbagai
masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan belajar,
impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).

Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada
anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak
baik antar anggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua. Sehingga
menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan remaja.

3. Faktor lingkungan.
a) Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya
kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh
buruk pada pertumbuhan dan perkembangan normal anak.
b) Budaya keluarga.

Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat
mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah
psikologik.

4. Faktor penyebab gangguan perilaku pada anak adalah sebagai berikut :


a) Memanjakan anak secara berlebihan.
b) Ada bayi yang baru lahir di keluarganya.
c) Iklim keluarga yang begitu kejam, biasa terdengar dan terjadi suara makian,
cacian dan pemukulan
d) Tidak memberikan kebebasan yang cukup dalam bergerak, bermain, dan
mengungkapkan sesuatu pada anak.
e) Kurang perhatian orang tua karena sibuk bekerja di luar rumah atau karena
sibuk dengan pekerjaan sehari-hari.
f) Suka mengikuti perilaku anak-anak lain seusianya.

E. Jenis – Jenis Gangguan Perilaku.


1. Jenis – jenis Gangguan Perilaku Pada Anak
a) Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
 Hiperaktifitas
Adalah perilaku yang memperlihatkan gerakan yang berlebihan, tanpa tujuan,
dan sukar untuk memperhatikan. Umumnya mereka tidak bisa diam dan
bersikap semaunya. Aktivitas yang berlebihan dapat dilihat dari gerak kaki,
tangan, mata, dan kepalanya terus bergerak tanpa tujuan yang jelas.
 Impulsivitas
Adalah pola tingkah laku yang tiba-tiba, tanpa difikir terlebih dahulu, dan
bertindak sesuai implus yang meggerakannya. Dalam perkataan lain anak
bertindak menurut garak hati atau drongan sesaat. Tindakan ini seolah-olah
tidakmemperhitungkan konsekuensi dari tindakannya, sebetulnya anak tersebut
sadar akan konsekuensi negatif dari perbuatannya, akan tetapi ia tidak dapat
melawannya.

Gejala prilaku ADHD :

a) Sering mendapat kesulitan untuk tetap memperhatikan tugas atan permainan.


b) Sering seakan akan tidak mendengarkan kalau diajak bicara secara langsung.
c) Sering tidak memahami semua instruksi dan gagal menyelesaikan pekerjaan
sekolah, pekerjaan sehari-hari.
d) Sering menghindari, tidak suka atau enggan terlalu tekun dalam tugas ataupun
bermain.
e) Sering kehilangan benda-banda miliknya seperti: mainan, pensil, buku, dll.
f) Mudah terganggu oleh rangsangan dari sekitarnya.
g) Sering alfa dalam kegiatan sehari-hari.

Gejala anak hiperaktif

a) Tangan dan kaki sering tidak bisa diam, jika duduk sering kalin resah.
b) Sering kali menggalkan kursi di kelas.
c) Sering kali kesana kian kemari atau banyak memanjat-manjat.
d) Sering tidak bisa diam ketika bermain atau melakukan kegiatan waktu luang.
e) Bergerak terus seperti didorong sebuah motor.
f) Bicara terus menerus.

Faktor penyebab anak hiperaktif :

a) Ada gangguan pada masa hamil misalnya, preeclampsia (meningkatnya tekanan


darah).
b) Kerusakan otak ketika lahir.
c) Cedera otak sesudah lahir.

Gejala anak impulsive

a) Sering menjawab sebelum pertanyaan selesai diajukan.


b) Sering tidak sabar menunggu giliran.
c) Sering menyela pembicaraan atau permainan orang lain.
d) Sering kehilangan dengan barang miliknya sperti: mainan, alat tulis, buku.
e) Tindakan sering ceroboh.

Ada beberapa faktor penyebab anak implusif antara lain :

a) Fisiologis

Mekanisme menahan diri dari otak tidak berfungsi secara memandai karena faktor
genetik, pembawaan atau disfungsi neurogis. Jadi, dapat dikatakan sebagai anak memang
membawa potensi untuk menjadi impulsif sejak lahir.

b) Kecemasan
Anak-anak yang cemas, tegang sering kali bereaksi seolah-olah mereka berada pada
keadan panik. Anak bertindak berdasarkan pikiran pertama yang melintas dikepalanya
tanpa pertimbangan berbagai alternatif dengan tenang.
c) Pengaruh lingkungan
Sebagian anak menjadi impulsif lewat pengaruh lingkungan.Umumnya orang tua
impulsif cenderung mendukung tumbuh tingkah laku impulsif pada anak. Jika anak
memiliki ciri rentang perhatian pendek, hiperaktif, dan impulsif, anak tersebut memiliki
gejala ADHD jenis kombinasi.
d) Cacat mental
Cacat mental sama artinya dengan retardasi mental, lemah mental, keterbelakangan
mental, mental defektif, mental handicapped, defisiensi mental atau intellectually deficit.
Ada beberapa pertanda yang dapat digunakan untuk mengenali anak cacat mental (S. M.
Lumbantobing, 2001).

Sejak lahir perkembangan mentalnya terbelakang disemua aspek perkembangan. Kecuali


perkembangan motorik misalnya: mereka dapat berdiri, merangkak, dan berjalan.

Terbelakang dalam perkembangan bicara.

Kurang memberi perhatian terhadap sekitarnya, misalnya: tidak bereaksi terhadap bunyi atau
suara yang terdengar.

Kurang dapat berkonsentrasi. Perhatian terhadap mainan hanya berlangsung singkat atau bila
diberi mainan tidak mengacuhkannya.

Kesiagaannya kurang, misalnya jika mainannya jatuh dihadapannya ia tidak berusaha


mengambilnya.

Kurang memberi respon terhadap lingkungan jika dibanding dengan anak normal.

Usia 2-3 tahunmasih suka memasukan mainan kedalam mulutnya.

Sunaryo Kartadinata (1998/1999) mengatakan karakteristik anak cacat mental antara lain: (1)
keterbatsan intelegensi, (2) keterbatasan sosial dengan ciri-ciri: cenderuing berteman dengan
anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang tua, tidak mampu memikul tanggung
jawab. (3) keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya seperti: kurang mampu mempertimbangkan
sesuatu, kurang mampu membedakan yang baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah,
tidak membayangkan terlebih dahulu konsekuensi suatu perbuatan.

Faktor penyebab :

Peristiwa kelahiran. Kehamilan yang tidak dikontrol, bimbingan persalinan yang tidak tepat,
bantuan persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai banyak mengakibatkan
kerusakan pada otak anak. S. M. Lumbantobing (2001) mengemukakan peningkatan kemampuan
membimbing persalinan serta pengelolaan semasa hamil dapat mengurangi kemungkinan cacat
mental.

Anak menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis encephalitistu berkolusis, dan lain-
lain. Sekitar 30%-50% dari mereka yang mengalami kerusakan otak akibat penyakit-penyakit
tersebut menderita defisit neurologik dan cacat mental.

Malnutrisi berat. Kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu pertumbuhan dan
fungsi susunan saraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi pada kelompok ekonomi lemah.

Kekurangan yodium. Kekurangan yudium dapat mempengaruhi perkembangan mental anak,


termasuk salah satu penyebab cacat mental untuk mengenal anak cacat mental anak secara dini,
beberapa gejala ini dapat dijadikan indikator;

Terlambat memberi reaksi antara lain; lambat memberi senyum jika anak diajak tertawa atau
digelitik. Anak tideak memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat jika dirangsang dengan
gerakan tangan kita. Anak cacat mental akan terlambat bereaksi terhadap bunyi – bunyian,
seolah – olah terganggu pendengarannya. Anak cacat mental juga lambat mengunyah makanan,
sehingga ia seringkali mengalami gangguan.

Memandang tangannya sendiri. Bayi yang berusia antara 12-20 minggu bila berbaring sering
memperlihatkan gerakan tangannya sendiri. Pada anak cacat mental gejala ini masih terlihat
walaupun usianya sudah tua dari 20 minggu.

Memasukkan benda ke mulut. Kegiatan memasukan benda ke dalam mulut merupakan aktivitas
yang khas untuk anak usia 6 sampai 12 bulan. Anak cacat mental masih suka memasukkan benda
atau mainan ke dalam mulutnya walaupun usianya sudah mencapai 2 atau 3 tahun.

Kurang perhatian dan kurang konsentrasi. Anak cacat mental kurang memperhatikan lingkungan
sekitar. Perhatiannya terhadap mainan hanya berlangsung singkat saja. Malahan seringkali tidak
mengacuhkan kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia kurang tertarik dan tidak
berusaha untuk mengambilnya.

Kesulitan Berbicara
Anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika secara umum berbicara anak tidak sesuai
dengan kemampuan anak seusianya serta mengandung berbagai kesulitan dalam artikulasi,
penyuaraan, dan kelancaran berbicara. Ciri-ciri anak mengalami kesulitan berbicara adalah jika
anak:

Tidak jelas mengucapkan kata misalnya “doloy” untuk “tolong”

Mengalami kelainan nada, kenyaringan suara, dan kualitas anak.

Tidak lancar dalam mengucapkan kata-kata. Misalnya jika anak berbicara dengan suara cepat
atau tersendat sendat sehingga ucapannya tidak jelas jika ia berbicara dengan orang lain.

Gejala-gejala tersebut diatas terlihat pada perilaku anak seperti :

Terlihat frustasi ketika berbicara

Berusaha mengulangi beberapa kata

Memiliki kesulitan berbicara dengan teman

Menolak berbicara di depan kelas

Tidak suka bercerita.

Sulit mengucapkan kata-kata.

Jumlah perbendaharaan kata lebih sedikit di banding dengan anak seusianya.

Susunan kata tidak teratur.

Temper Tantrum

Anak temper tantrum adalah anak yang marah secara berlebihan. Perilaku ini sering terjadi pada
anak berusia 4 tahun. Kebiasaan mengamuk akan lebih sering dilakukan bila anak mengetahui
bahwa dengan cara ini keingiannya akan dipenuhi.
Temper tantrum merupakan salah satu ciri anak bermasalah dalam perkembangan emosi mereka
antara lain:

Marah berlebihan, contohnya ingin merusak diri dan barang-barangnya,

Tidak dapat mengungkapkan apa yang diinginkan,

Takut yang sangat kuat sehingga mengganggu interaksi dengan lingkungannya,

Malu, hingga menarik diri dari lingkungannya.

Hipersensitif maksudnya, sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggungnya, dan pandangan
cenderung negatif bersifat murung.

Secara umum ada beberapa ciri untuk mengenali bahwa anak sedang temper tantrum.

Anak tampak merengut dan mudah marah.

Perhatian, pelukan, atau pendekatan khusus lainnya tampak tidak memperbaiki suasana hatinya.

Dia mencoba melakukan sesuatu diluar kebiasaannya atau meminta sesuatu yang dia yakini tidak
akan diperolehnya.

Dia meningkatkan tuntutannya dengan cara merengek dan tidak mau menerima jawaban “tidak”.

Dia melanjutkn dengan menangis, menjerit, menendang, memukul, atau menahan nafas.

Agresifitas

Salah satu bentuk prilaku anak yang mengalami kesulitan perkembangan sosial adalah anak
berprilaku agresif. Agresif adalah tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun verbal atau
melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa permusuhan. Tingkah laku agresif ini
mengakibatkan kerugian atau malukai orang lain. Kerugian itu dapat berupa kerugian sikologis
ataupun kerugian fisik.

Schasfer dan millman (dalam yosefini, 1990) menggolongkan prilaku agresif kedalam prilaku
bermasalah dalam kelompok, dimana anak mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan rang
lain. Gejala-gejala anak agresif adalah sebagai berikut:

Sering mendorong, memukul, atau berkelahi

Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk mengganggu permainan yang
dilakukan untuk mengganggu teman-teman.

Menyerang dalam bentuk verbal seperti ; mencaci, mengejek, mengolok-olok, berbicara kotor
dengan teman.

Tingkah laku mengganggu ini muncul, umumnya karena ingin menunjukkan kekuatan di
kelompok.

Tingkah laku menganggu ini pada dasarnya melanggar aturan atau norma yang berlaku disekolah
seperti ; berkelahi, merusak alatpermainan milik teman, mengganggu anak lain.

Gangguan Eliminisi

Adalah gangguan pada perkembangan anak dan remaja dimana tidak dapat mengontrol buang air
kecil ( BAK ) dan buang air besar ( BAB ) setelah mencapai usia normal untuk mampu
melakukannya. Terbagi menjadi dua yaitu:

Adalah dimana anak tidak mampu mengontrol BAKnya bukan karena akibat dari kerusakan
neurologis atau penyakit lainnya . kita sering menyebutnya dangan mengompol.

Ketidakmampuan mengontrol BABnya yang bukan disebabkan masalah organik.


Kecemasan dan Depresi

Gangguan kecemasan sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke masa
dewasa biasanya berupa : gangguan obsesif kompulsif, gangguan kecemasan umum, dan fobia
banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, yang memiliki gejala seperti pada orang dewasa.

Gangguan kecemasan akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai
dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya seperti orang tua, saudara,
dll. Gejalanya antara lain berupa mimpi buruk, sakit perut, mual dan muntah saat mengantisipasi
perpisahan. Gangguan kecemasan ini dapat berlanjut hingga depresi.

Depresi pada anak – anak dan remaja tidaklah berbeda dengan orang dewasa, mereka memiliki
perasaan tidak berdaya, kecenderungan untuk menyalahkan diri sendiri. Namun, depresi pada
anak tidak nampak nyata bila dibanding dengan orang dewasa. Ciri – ciri depresi pada anak
antara lain adalah mereka menolak untuk masuk sekolah, tak mau pisah dengan orang tua.
Depresi pada anak dan remaja biasanya diikuti dengan gangguan lain seperti CD, ODD, masalah
akademik. Depresi pada remaja yang berkelanjutan akan berakibat gangguan depresi yang lebih
serius pada masa dewasa.

Conduct Disorder (CD )

Adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang
berlaku di sekolah yang disebabkan sejak kecil orangtua tidak mengajarkan perilaku benar dan
salah pada anak. Ciri – cirinya, apabila Ia memunculkan perilaku antisosial baik secara verbal
maupun secara nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan
mempermainkan temannya, menunjukkan unsur permusuhan yang akan merugikan orang lain.

Oppositional Defiant Disorder ( ODD )


Perilaku dalam gangguan ini menunjukkan sikap menentang, seperti berargumentasi, kasar,
marah, toleransi yang rendah terhadap frustasi, dan menggunakan minuman keras, zat terlarang,
atau keduanya. Namun dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat
yang terlihat dalam gangguan perilaku.

Jenis – jenis Gangguan Perilaku Pada Remaja

Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi pergaulan bebas kedalam tiga tingkatan,
yaitu :

Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah
tanpa pamit.

Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan, seperti mengendarai mobil tanpa
SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin

Kenakalan khusus, seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan
dll.

Contoh pergaulan bebas :

Penggunaan narkoba

Remaja yang menggunakan narkoba bukan berarti memiliki moral yang lemah. Banyaknya zat
candu yang terdapat pada narkoba membuat remaja sulit melepaskan diri dari jerat narkoba jika
tidak dibantu orang-orang sekelilingnya. Zat kokain dan methamphetamine yang terdapat dalam
narkoba akan memunculkan energi dan semangat dalam waktu cepat. Sedangkan heroin,
benzodiazepines dan oxycontin membuat perasaan tenang dan rileks dalam otak. Ketika otak
sudah tidak menerima lagi asupan zat-zat tersebut, maka akan timbul rasa sakit dan itulah yang
membuat seseorang kecanduan.
Mengonsumsi alkohol

Alkohol merupakan substansi utama yang paling banyak digunakan remaja dan sering
berhubungan dengan kecelakaan kendaraan bermotor yang merupakan penyebab utama kematian
remaja. Menurut Clinical and Experimental Research, remaja yang mengonsumsi alkohol, daya
ingatnya akan berkurang hingga 10 persen. Substance Abuse and Mental Health Services
Administration juga mengatakan bahwa 31 persen remaja yang minum alkohol mengaku stres
karena jarang diperhatikan oleh orang tua.

Hubungan seksual pranikah

Beberapa faktor yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah adalah
membaca buku porno dan menonton film porno. Adapun motivasi utama melakukan senggama
adalah suka sama suka, pengaruh teman, kebutuhan biologis dan merasa kurang taat pada nilai
agama.

Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Ohio University menyebutkan bahwa remaja yang
melakukan hubungan seks diusia dini cenderung menjadi pribadi yang meresahkan masyarakat,
yaitu menjadi seorang pemalak.

Aborsi

Hampir setiap hari ada 100 remaja yang melakukan aborsi karena kehamilan diluar nikah. Jika
dihitung pertahun, 36 ribu janin dibunuh oleh remaja dari rahimnya. Ini menunjukkan pergaulan
seks bebas dikalangan remaja Indonesia saat ini sangat memperihatinkan.
Survei Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia menemukan jumlah kasus aborsi di
Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja.
Menurut National Abortion Federation, sebanyak 4 dari 5 wanita di Amerika telah melakukan
hubungan seks sebelum usia 20 tahun, dan sebanyak 70 persennya adalah remaja. Karena mental
yang belum siap, mereka pun melakukan aborsi. Pengetahuan seks yang kurang menjadi salah
satu pemicunya.

Kecanduan game

Terlalu sering bermain game akan membahayakan fisik dan psikologisnya. Seperti dikutip dari
Psychiatric Time, alasan anak-anak bermain game adalah ingin mencoba sesuatu yang baru dan
untuk menghilangkan stres akibat tugas sekolah atau karena suatu masalah. Seorang anak boleh
saja bermain game, asalkan waktunya dibatasi dan hal yang terpenting adalah pemilihan game
yang tepat untuk anak-anak.

2.4 Penanganan Gangguan Perilaku

Penanganan yang bisa dilakukan untuk mengatasi Gangguan Perilaku adalah sebagai berikut :

Perawatan berbasis komunitas, yaitu dengan cara-cara :

Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk menciptakan
lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah perawatan pranatal awal,
program penanganan dini bagi orang tua dengan faktor resiko yang sudah diketahui dalam
membesarkan anak, dan mengidentifikasi anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan
dan pendidikan kepada orang tua dari anak-anak ini.

Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang mengalami
kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera dilakukan. Metodenya meliputi
konseling individu dengan program bimbingan sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas,
layanan intervensi krisis bagi keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di
sekolah, dan konseling teman sebaya.

Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu, terapi bermain, dan
program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak mampu berpartisipasi dalam sistem
sekolah yang normal. Metode pengobatan perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu
anak dalam mengembangkan metode koping.

Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga mendapatkan
keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat perubahan yang dapat meningkatkan
fungsi dari semua anggota keluarga.

Pengobatan berbasis rumah sakit dan Rehabilitasi.

Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di
unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif, atau
bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.

Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di tempat (on-site)
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang menderita penyakit jiwa. Seklusi
dan restrein untuk mengendalikan perilaku disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian
menunjukkan bahwa metode ini dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk
pembelajaran respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out),
penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk mencegah
memburuknya perilaku.

Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik digunakan dengan
hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki efek samping yang beragam.
Pemberian metode ini berdasarkan :

Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon klinis, dan efek
samping dari medikasi psikotropik.
Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi hasil
pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama dengan
antidepresan trisiklik.

                  
BAB IV

BELAJAR DAN MENGAJAR DALAM PERSPEKTIF PSIKOLOGI

BAB VIII

PERUBAHAN PRILAKU DAN MODEL BELAJAR YANG KHAS

BABA IX

PRILAKU DI SEKOLAH DAN EFEK PEMBELAJARAN

BAB VII

ORIENTASI BELAJAR SISWA YANG DEWASA


DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/amp/www.hadirachmatullah.com/metodemetode-dalam-
psikoloi-pendidikan
https://www-kompasiana-com.cdn.ampproject.org
Ali, Mohammad., Asrori, M. 2008. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT Bumi Aksara

Fatimah,Enung.Psikologi Remaja:Perkembangan Peserta Didik.Pustaka Setia

http://kafeilmu.com/tema/makalah-tugas-perkembangan-remaja-teori havigharst.

Anonim, 2013. Perubahan perilaku, karakteristik, dan hokum belajar.


(online),https://www.iccankbmj.blogspot.com. diakses pada tanggal 17 Desember 2019
Anonim. 20. Belajar sebagai Perubahan Tingkah Laku . (online).
https://www.slideshare.net. Diakses pada tanggal 17 Desember 2019
Http:teori belajar dan pembelajaran.blogspot.com/2015/04/teori-belajar-dan-
pembelajaran .html?m=1
Https://id.scribd.com/doc/93727847/Perbedaan -Gaya-Belajar

Alex, Drs., M.si. 2003.Psikologi umum. Bandung. Diakses pada tanggal 05 januari 2020

Rahmawati.2007. Ragam Keberbakatan Dan Kesiapan Belajar Siswa. Diakses pada


tanggal 07 januari 2020

Yusuf LN, Syamsu, H., Dr., M.pd. 2006. Psikologi perkembangan anak dan remaja.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex, Drs., M.si. 2003. Psikologi umum. Bandung : Pustaka Setia.
Bangsawan, LT. 2006. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV. Citra Praya.

Danim, Sudarwan. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

Hamiyah, Nur dan Muhamad Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar di Kelas. Jakarta:


Prestasi Pustaka.

https://himitsuqalbu.wordpress.com/2011/11/04/perkembangan-peserta-didik

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/remaja.html

http://rumahifah.blogspot.com/2015/04/makalah-tugas-tugas-dan-dimensi.html

http://faramadinaa.blogspot.com/2013/11/gangguan-perilaku-abnormal-pada-anak.htm

http://nurhalimahzakki.wordpress.com/2013/05/04/gangguan-perilaku/

http://konseloryuni.wordpress.com/2011/11/17/gangguan-tingkah-laku

http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/21/bentuk-bentuk-gangguan-perilaku/

Anda mungkin juga menyukai