Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

Sejarah Pemeriksaan Antibodi Antigen dan PCR

Dosen Pembimbing Klinik:

dr. Samuel Zacharias, Sp.B

Disusun Oleh:

FEBRIAN ROSALINDA NUSANTARI (42190299)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT EMANUEL KLAMPOK

PERIODE 21 JULI 2020 – 02 AGUSTUS 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan penyertaan-Nya

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan referat dengan judul “Sejarah Pemeriksaan

Antigen Antibodi dan PCR”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak

yang senantiasa membantu, mendukung, membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan referat ini, yaitu:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan berkat, kekuatan dan penyertaan

kepada penulis selama proses penulisan referat.

2. dr. Samuel Zacharias, Sp.B selaku Dosen Pembimbing Klinik di RS Emanuel

Klampok yang telah membimbing kami dengan baik dan memotivasi kami untuk

menjadi dokter yang penuh kasih, terampil dan berwawasan luas.

3. dr. Hariatmoko., Sp.B selaku Dosen Pembimbing Klinik di RS Bethesda

Yogyakarta yang senantiasa membimbing dan memotivasi kami untuk selalu melayani

pasien secara komprehensif.

4. Keluarga yang selalu memberi semangat, doa, dan dukungan baik moril maupun

materiil dalam setiap langkah.

5. Seluruh sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana yang

telah menjadi keluarga dan selalu memberikan rasa kebersamaan dan dukungan.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

pelaksanaan dan penyelesaian beban ilmiah ini baik dalam bentuk doa maupun

dukungan.

ii
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada referat ini

sehingga kritik dan saran sangat diharapkan dalam menulis referat yang lebih baik.

Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya ilmu kedokteran.

Yogyakarta, Juli 2020

Febrian Rosalinda Nusantari

iii
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………….......……………...….. i

Kata Pengantar…………………………………………….......……………...….. ii

Daftar Isi…………………………………………….......……………...……...….. iv

BAB I. PENDAHULUAN……………………………...……………….………… 1

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………. 1

1.3 Tujuan…………………………………………………………………………. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………...……… 2

2.1. ……………………………………. 2

2.2. …………………………………………… 4

BAB III. KESIMPULAN……...……...……...……...……...……...……...…… . …6

DAFTAR PUSTAKA……...……...……...……...……...……...……...…….............7

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh makhluk hidup memiliki suatu sistem pertahanan untuk melindungi diri dari
benda asing yang mungkin bersifat patogen. Sistem pertahanan tubuh inilah yang disebut
sistem imun. Sistem imun terdiri dari semua sel, jaringan, dan organ yang membentuk
imunitas, yaitu kekebalan tubuh terhadap infeksi atau suatu penyakit. Sistem imun memiliki
beberapa fungsi pada tubuh, yaitu penangkal “benda” asing yang masuk ke dalam tubuh,
menjaga keseimbangan fungsi tubuh, sebagai pendeteksi adanya sel-sel yang tidak normal,
termutasi, atau ganas dan segera menghancurkannya.
Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila kedalam tubuh terpapar suatu
zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing. Konfigurasi asing ini dinamakan antigen
atau imunogen dan proses serta fenomena yang menyertainya disebut dengan respons imun
yang menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Antibodi kelas IgM dibentuk
pada awal infeksi, kemudian dilanjutkan dengan pembentukan IgG, oleh karena itu adanya
antibody kelas IgM merupakan indikasi infeksi akut.
Antibodi atau imunoglobulin adalah protein terlarut yang diproduksi oleh sel B
sebagai respon terhadap antigen (Madigan et al, 2009). Di dalam tubuh antibodi memiliki
tiga fungsi, yaitu netralisasi, opsonisasi, dan aktivasi komplemen. Berdasarkan perbedaan
lokasi dan fungsinya imunoglobulin dibagi menjadi 5 kelas, yaitu IgA, IgD, IgE, IgG, dan
IgM. Dari kelima jenis tersebut, IgG dan IgM merupakan antibodi yang paling banyak
ditemukan. IgM merupakan antibodi yang diproduksi tubuh sebagai respon awal (primer)
terhadap kehadiran antigen sedangkan IgG merupakan antibodi yang diproduksi tubuh
sebagai respon sekunder. Jika dibandingkan dengan IgM, IgG memiliki kekuatan pengikatan
atau afinitas yang lebih kuat terhadap antigen (Madigan et al, 2009).
Salah satu teknik identifikasi molekuler yang dapat digunakan sebagai sarana
diagnosis penyakit adalah teknik amplifikasi DNA. Teknik ini mampu melipat gandakan
untai DNA sampel sehingga dapat dianalisis dengan lebih jelas. Sejak awal ditemukannya,
teknik amplifikasi DNA yang digunakan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Tes
polymerase chain reaction (PCR) teknik pengujian diagnostik molekuler yang mendeteksi
bahan genetik dari virus dan dapat membantu mendiagnosis infeksi COVID-19 aktif.
Pada awal 2020, dunia dikejutkan dengan mewabahnya pneumonia baru yang
bermula dari Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan cepat ke lebih dari
1
190 negara dan teritori. Wabah ini diberi nama coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang
disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua
kasus.9 Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus
dan 136 kasus kematian.10 Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka
ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Selama pandemi ini, ada dua jenis tes yaitu test polymerase chain reaction (PCR) dan
tes serologis. Tes polymerase chain reaction (PCR), teknik pengujian diagnostik molekuler
yang mendeteksi bahan genetik dari virus dan dapat membantu mendiagnosis infeksi
COVID-19 aktif. Jenis lainnya adalah tes serologis yang mencari antibodi terhadap virus,
yang dapat membantu mengidentifikasi individu yang telah mengembangkan respons imun
adaptif terhadap virus, sebagai bagian dari infeksi aktif atau infeksi sebelumnya (serologis,
atau antibodi, tes tidak boleh digunakan untuk mendiagnosis.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis ingin mengetahui dan
memahami lebih lanjut mengenai pemeriksaan antigen antibody dan PCR. Adapun hal- hal
yang akan dipelajari antara lain pemeriksaan serologi antigen antibody serta PCR dan
penggunaanya dalam screening serta diagnoasis Covid-19.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah antigen antibody serta pemeriksaan serologis yang berkaitan?


2. Apakah pemeriksaan PCR?
3. Sejarah pemeriksaan antigen antibody dan PCR?
4. Apakah pengertian Covid-19?
5. Apa kriteria serta pemeriksaan diagnostic yang tepat untuk mendiagnosis SARS-
CoV-2?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengertian antigen antibody serta


pemeriksaan serologis yang berkaitan.

2. Untuk mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan PCR.

3. Untuk mengetahui dan memahami sejarah pemeriksaan antigen antibody dan PCR.

4. Untuk mengetahui dan memahami tentang Covid-19.

2
5. Untuk mengetahui dan memahami tentang kriteria dan pemeriksaan yang tepat untuk
mendiagnosis SARS-CoV-2.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antigen Antibodi

- Pengertian
Suatu makromolekul asing yang mampu memicu pembentukan antibody.
Antigen merupakan target yang akan dihancurkan oleh sistem imun. Antigen
biasanya berupa protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul
lainnya, termasuk molekul kecil (hapten) dipasangkan ke protein pembawa.
Antigen dalam kehidupan sehari-hari merupakan semua benda asing yang jika
masuk ke dalam tubuh suatu oganisme dapat menimbulkan penyakit atau
kelainan. Contoh antigen:
 Virus: avian influenza
 Protozoa: toxoplasma, malaria
 Jamur: candida
 Cacing dsb.
 Sel darah yang asing
 Protein asing: toksin
Sebagian antigen berukuran besar, molekulnya komplek dengan berat
molekul umumnya lebih dari 10.000. kemampuan molekul untuk berfungsi
sebagai antigen bergantung pada ukuran, kekomplekan struktur, sifat kimia, dan
tingkat keasingan terhadap hospes. Agar suatu bahan dapat bersifat antigen,
biasanya harus mempunyai berat molekul 8.000 atau lebih. Selanjutnya, proses
pembentukan sifat antigen biasanya bergantung pada pengulangan kelompok
molekul secara regular, yang disebut epitop. Perlu dibedakan antara antigen
dengan imunogen, karena tidak semua antigen dapat bersifat imunogen.
Antibodi atau imunoglobulin adalah protein terlarut yang diproduksi oleh sel
B sebagai respon terhadap antigen (Madigan et al, 2009). Setiap antibodi dapat
terikat secara spesifik pada antigen tunggal. Di dalam tubuh antibodi memiliki
tiga fungsi, yaitu netralisasi, opsonisasi, dan aktivasi komplemen. Antibodi dapat
melakukan netralisasi dengan cara mengenali antigen pada patogen secara
spesifik sehingga mencegah patogen berikatan atau menempel pada sel inang.
Antibodi juga dapat menyelimuti tubuh patogen dengan cara mengenali antigen
4
yang berada di permukaan patogen secara spesifik sehingga mempermudah
proses fagositosis. Peristiwa tersebut dikenal dengan sebutan opsonisasi. Selain
itu, antibodi dapat mengaktivasi kumpulan protein yang disebut dengan
komplemen. Komplemen tersebut dapat meningkatkan proses inflamasi,
opsonisasi, dan pelisisan sel.

5
Berdasarkan perbedaan lokasi dan fungsinya imunoglobulin dibagi menjadi
5 kelas, yaitu IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM (Gambar 1.2). Dari kelima jenis
tersebut, IgG dan IgM merupakan antibodi yang paling banyak ditemukan. IgM
merupakan antibodi yang diproduksi tubuh sebagai respon awal (primer)
terhadap kehadiran antigen sedangkan IgG merupakan antibodi yang diproduksi
tubuh sebagai respon sekunder. Jika dibandingkan dengan IgM, IgG memiliki
kekuatan pengikatan atau afinitas yang lebih kuat terhadap antigen (Madigan et
al, 2009).

IgG terdiri dari empat polipeptida, yaitu dua rantai berat (heavy chain) dan

dua rantai ringan (light chain). Heavy chain merupakan protein yang memiliki
ukuran sekitar 65 kDa sedangkan light chain memiliki ukuran sekitar 25 kDa
(Murphy, 2012). Berdasarkan variasi dan fungsinya IgG terdiri dari dua bagian,
yaitu variable region (Fab) dan constant region (Fc). Fab merupakan daerah
yang bersifat variatif (berbeda-beda pada setiap antibodi) dan berfungsi untuk
mengenali antigen (tepatnya pada bagian epitop) secara spesifik sedangkan Fc
merupakan daerah yang bersifat konstan (sama pada setiap antibodi) dan dapat
dikenali oleh fagosit.

SEJARAH

1
Paul Ehrlich menciptakan istilah antibodi (dalam bahasa Jerman Antikörper )
[6]
dalam teori rantai sampingnya pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1899,
Ladislas Deutsch (Laszlo Detre) (1874–1939) menamai zat hipotetis di tengah-
tengah antara konstituen bakteri dan antibodi "zat imunogen dari antigen" (zat
antigenik atau imunogenik). Dia awalnya percaya bahwa zat-zat itu adalah
prekursor antibodi, sama seperti zymogen adalah prekursor enzim. Tetapi, pada
tahun 1903, ia memahami bahwa antigen menginduksi produksi tubuh imun
(antibodi) dan menulis bahwa kata antigen adalah kontraksi antisomatogen (
Immunkörperbildner ).

INTERAKSI ANTIGEN-ANTIBODI

Semua metode immunoassay berdasarkan pada reaksi spesifik dan sensitif


antara antigen dan antibodi. Pengikatan antara antibodi dan antigen tergantung
pada interaksi non kovalen yang bersifat reversible. Terdapat lima jenis interaksi
yang terlibat pada pengikatan antigen dan antibodi, yaitu ikatan hidrogen, gaya
elektrostatik, Van der Waals, dan ikatan hidrofobik. Perubahan kecil pada
struktur antigen dapat mempengaruhi kekuatan interaksi antibodi dengan
antigen. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi interaksi antigen dengan
antibodi, yaitu afinitas, aviditas, dan reaksi silang (cross reactivity). Afinitas
merupakan pengukuran kekuatan ikatan antara antigen dan antibodi. Avidity
ditentukan oleh afinitas antibody terhadap epitop, jumlah sisi pengikatan per
molekul antibodi, dan pengaturan geometrik komponen yang berinteraksi.
Reaksi silang merupakan interaksi pengikatan yang terjadi antara antibodi
dengan epitop yang sama pada molekul yang berbeda (Gambar 1.4)

2.2 PCR (Polymerase Chain Reaction)

PCR dikembangkan pada tahun 1984 oleh seorang biokimiawan bernama

2
Kary Mullis. PCR atau reaksi berantai polimerase adalah suatu metode enzimatis
dalam bidang biologi molekuler yang bertujuan untuk melipatgandakan secara
eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan jumlah kelipatan ribuan
hingga jutaan salinan secara in vitro . Ketika awal perkembangannya, metode ini
hanya digunakan sebagai metode untuk melipatgandakan DNA. Kemudian,
metode ini dikembangkan untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi
molekul mRNA .
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi tahap denaturasi,
pemisahan kedua untai DNA pada temperatur tinggi. DNA akan terdenaturasi
pada temperatur 90 hingga 97 ºC 2. Pada teknik PCR, denaturasi optimum terjadi
pada temperatur 95ºC selama 30 detik; annealing, tahap penempelan primer pada
pita DNA yang sesuai, pada suhu 55 hingga 60ºC selama 30 detik; dan ekstensi
oleh enzim DNA polimerase pada suhu 72ºC dalam waktu yang disesuaikan
dengan panjang atau pendeknya ukuran DNA yang diharapkan sebagai produk
amplifikasi. Umumnya, waktu yang digunakan untuk ekstensi DNA pada PCR
yaitu 2 – 3 menit.
Enzim DNA polimerase yang digunakan dalam tahap ekstensi adalah Taq
DNA polimerase. Enzim ini diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus BM
(Taq) dan dikembangkan pada tahun 1988. Thermus aquaticus BM merupakan
strain yang tidak memiliki endonuklease restriksi Taq1. Taq DNA polimerase
tersusun dari satu rantai polipeptida yang memiliki berat molekul kurang lebih 95
kD. Enzim ini memiliki kemampuan polimerisasi DNA yang sangat tinggi,
namun tidak memiliki aktivitas eksonuklease 3’ ke 5’. Taq polimerase paling
aktif pada pH 9. Enzim Taq DNA polimerase mampu tahan sampai suhu
mendidih 100ºC, dan aktivitas optimalnya dapat berlangsung pada suhu 92-95ºC.
Seperti halnya pada replikasi DNA, enzim DNA polimerase mensintesis DNA
dengan arah dari ujung 5’ ke ujung 3.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menentukan tingkat keberhasilan teknik
amplifikasi DNA menggunakan PCR. Faktor- faktor itu antara lain
deoksiribonukleotida triphosphat (dNTP); oligonukleotida primer; DNA cetakan
(template); komposisis larutan buffer; jumlah siklus reaksi; enzim yang
digunakan; dan faktor teknis dan non-teknis lainnya, seperti kontaminasi. PCR
memiliki keunggulan yaitu mampu melipatgandakan suatu fragmen DNA
sehingga mencapai 109 kali lipat. Oleh karena itu, adanya kontaminasi dalam
jumlah sangat sedikit sekalipun dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan
dengan menghasilkan produk amplifikasi yang tidak diharapkan. Amplikon, atau
hasil amplifikasi DNA dengan PCR dapat dilihat setelah melalui teknik
elektroforesis. DNA amplikon diberi pewarnaan dengan ethidium bromida yang
akan berfluoresens ketika dipaparkan pada sinar UV level medium dengan
Panjang gelombang 300nm dari UV transilluminator

3
2.3 Antigen Antibodi, PCR dan COVID 19

Pada awal 2020, dunia dikejutkan dengan mewabahnya pneumonia baru


yang bermula dari Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan
cepat ke lebih dari 190 negara dan teritori. Wabah ini diberi nama coronavirus
disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). COVID-19 pertama dilaporkan di
Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus.9 Data 31 Maret 2020
menunjukkan kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus
kematian.10 Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini
merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
WHO terus mengevaluasi tes imunodiagnostik COVID-19 yang tersedia
dan akan memperbarui rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah yang tersedia.

BAB III

KESIMPULAN

Cisterna chyli adalah dilatasi lokal berbentuk seperti kantung hasil pertemuan
dari trunkus lumbalis kanan dan kiri serta trunkus intestinal. Cisterna chyli
menampung limfe dari truncus lumbalis kanan dan kiri, trunci intestinalis, dan
sepasang trunci intercostalis descenden (dari bagian bawah thoraks). Perubahan
ukuran dari cisterna chyli sering dihubungkan dengan penyakit ganas namun
mekanismenya belum jelas. Kemungkinan berkaitan dengan sekuestrasi sel-sel tumor
yang diterapi. Perubahan cisterna chyli juga dihubungkan dengan gagal jantung
kongestif, gagal ginjal atau keadaan patologis lainnya yang menyebabkan kelebihan
air secara progresif, sehingga terjadi peningkatan preload jantung, semakin tinggi
tekanan vena sentral juga mempengaruhi tekanan di dalam saluran toraks
menyebabkan dilatasi progresif cisterna chyli.

4
DAFTAR PUSTAKA

1. Yuwono, T. 2008. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta. Hal. 49-74


2. Joshi M, Deshpande JD. Polymerase Chain Reaction : Methods , Pr. Int J
Biomed Res [Internet]. 2010;1(5):81–97. Available from: www.ssjournals. com
3. Malik R, Misra D, Srivastava PC, Misra A. Review Research Paper
Application of Genetics and Molecular Biology In Forensic Odontology
Introduction : Corresponding Author : Molecular Biology Studies : Teeth as
Genetic Material Source : Human Identification Using DNA : 2012;34(1):55–7.
4. Maheshwari S, Verma SK, Tariq M, Kc P, Kumar S. Emerging trends in oral
health profession : The molecular dentistry. 2010;2(4):56–63.
5. Madigan, M.T., J.M. Martinko, and J. Parker. (2009). Biology of
Microorganisms. 12thed.New York: Prentice HallInternational
6. Nurcahyo, Heru. 2013. Hand Out Molekul Hormon & Molekul Immunoglobulin.
UNY : Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai