Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Kecamatan Kota Tambolaka Kabupaten Sumba Barat

Daya. Kecamatan Kota Tambolaka terdiri dari dua kelurahan yaitu Kelurahan

Waitabula dan Langga Lero, dan delapan desa yaitu Desa Radamata, Kalembu

Kaha, Kalena Wano, Kadi Pada, Weelonda, Watu Kawula, Wee Pangali, dan

Wee Rena.

Kondisi geografis Kecamatan Kota Tambolaka berupa dataran rendah dengan

ketinggian 10 mdpl, memiliki satu Pelabuhan laut yaitu Pelabuhan Waikelo dan

Bandar Udara Tambolaka. Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Kota

Tambolaka berjumlah 39.065 jiwa dengan proporsi 20.030 jiwa penduduk

laki-laki dan 19.035 jiwa penduduk perempuan (BPS SBD, 2015).

Secara administratif wilayah Kecamatan Kota Tambolaka berbatasan dengan:

a. Utara: Kecamatan Loura

b. Timur: Kecamatan Loura dan kecamatan Wewewa Barat

c. Selatan: Kecamatan Kodi Utara

d. Barat: Samudera Hindia

2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

1 Universitas Respati Yogyakarta


2

variabel-variabel independen yang berhubungan dengan kejadian hipertensi.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variabel yang dianalisis secara univariat

adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik responden

Karakteristik responden yang diukur pada penelitian ini meliputi umur,

tingkat pendidikan, pekerjaan dan riwayat hipertensi responden. Distribusi

karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Responden

Kelompok Total
Karakteristik kasus kontrol
n= 90 (%)
n= 45 (%) n= 45 (%)
Umur (Tahun)
18-25 10 11,1 12 13,3 22 24,4
26-35 20 22,2 19 21,1 39 43,3
36-45 15 16,7 14 15,6 29 32,2

Total 45 50 45 50 90 100
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 10 11,1 8 8,9 18 20,0
SD 6 6,7 10 11,1 20 17,8
SMP 9 10 12 13,3 20 23,3
SMA 13 14,4 10 11,1 22 25,6
Perguruan Tinggi 7 7,8 5 5,6 12 13,3
Total 45 50 45 50 90 100
Pekerjaan
PNS 5 5,6 2 2,2 7 7,8
Pegawai Swasta 5 5,6 3 3,3 8 8,9
Petani 13 14,4 16 17,8 29 32,2

Universitas Respati Yogyakarta


3

Wira Usaha 3 3,3 6 6,7 9 10,0


Buruh Bangunan 10 11,1 8 8,9 18 20,0
Tidak Bekerja 9 10,0 10 11,1 19 21,1
Total 45 50 45 50 90 100
Sumber: Data Primer Diolah, 2017

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas diketahui karakteristik responden pada

kelompok kasus tertinggi yang mengalami hipertensi yaitu pada usia 26-35

tahun sebesar 22,2%. Berdasarkan tingkat pendidikan responden paling

banyak diketahui 13 responden (14,4%) pada kelompok kasus berpendidikan

SMA, sedangkan pada kelompok kontrol tingkat pendidikan SMP terbanyak

dengan jumlah 12 responden (13,3%). Pekerjaan responden didominasi oleh

petani baik pada kelompok kasus sebanyak 13 orang (14,4%) maupun

kelompok kontrol sebanyak 16 responden (17,8%).

b. Konsumsi Alkohol

Penelitian yang dilakukan terhadap 90 Responden berusia 18-45

tahun di Kecamatan Kota Tambolaka Kabupaten Sumba Barat Daya

diperoleh distribusi proporsi responden berdasarkan konsumsi alkohol.

Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2.

Universitas Respati Yogyakarta


4

Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Konsumsi Alkohol,


Kebiasaan Konsumsi, Lama Konsumsi Dan Pengeluaran Untuk
Alkohol

Kelompok Total
Konsumsi
kasus kontrol n= 90 (%)
Alkohol
n= 45 (%) n= 45 (%)

Ya 19 21,1 10 11,1 29 32,2


Tidak 26 28,9 36 38,9 61 67,8

Total 45 50 45 50 90 100

Kebiasaan
Konsumsi
Ya 25 27,8 14 15,6 39 43,3
Tidak 20 22,2 31 34,4 51 56,7

Total 45 50 45 50 90 100

Lama
Konsumsi
Alkohol

≤5 Tahun 18 50 11 30,6 28 80,6


>​5 Tahun 5 13,9 2 5,6 7 19,4
Total 23 63,9 12 36,1 35 100

Pengeluaran
Untuk Alkohol

≤Rp. 100.000 17 44,7 10 26,3 25 71,1


>Rp. 100.000 7 18,4 4 10,5 11 28,9
Total 24 63,2 12 36,8 36 100

Riwayat
Hipertensi

Ya 23 25,6 15 16,7 38 42,2


Tidak 22 24,4 30 33,3 52 57,8

Total 45 50 45 50 90 100

Universitas Respati Yogyakarta


5

Sumber: Data Primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui persentase tertinggi sebesar 40% (36

responden) tidak mengonsumsi alkohol dan tidak mengalami hipertensi.

Sebanyak 26 responden (28,9%) tidak mengonsumsi alkohol normotensi

dibandingkan dengan yang mengonsumsi alkohol baik kelompok kasus maupun

kontrol.

Pada penelitian ini, responden yang mengonsumsi alkohol lebih dari lima tahun

lebih banyak dibandingkan kelompok yang tidak mengonsumsi alkohol. Baik

kelompok kasus (50,0%), maupun kelompok kontrol (30,8%) merupakan

persentase tertinggi dibandingkan yang tidak mengonsumsi alkohol. Sejalan

dengan konsumsi alkohol, biaya yang dikeluarkan untuk pembelian minuman

keras (alkohol) terbanyak pada kelompok yang mengonsumsi alkohol

dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi alkohol. Selain itu, kelompok

kontrol yang tidak mengonsumsi alkohol memiliki riwayat hipertensi dalam

keluarga lebih banyak jumlahnya (33,3%) dibandingkan kelompok yang

mengonsumsi alkohol dan mengalami hipertensi (25,6%).

c. Konsumsi Natrium

Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan konsumsi natrium

Kelompok Total
Konsumsi
kasus kontrol n= 90 (%)
Natrium
n= 45 (%) n= 45 (%)

Lebih 28 31,1 15 16,7 43 47,8


Baik 17 18,9 30 33,3 47 52,2

Total 45 50 45 50 90 100

Universitas Respati Yogyakarta


6

Sumber: data primer, 2017

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa lebih banyak responden yang

mengonsumsi natrium baik tidak mengalami hipertensi (33,3%). Dengan

jumlah yang hampir mendekati, sebesar ada 28 responden (31,3%)

mengonsumsi natrium lebih mengalami hipertensi.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara

konsumsi alkohol dan natrium dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia

18-45 tahun di Kecamatan Kota Tambolaka Kabupaten Sumba Barat Daya

dilakukan dengan uji chi-square.​ Pengujian menggunakan tingkat kemaknaan

95% dengan tingkat signifikan α = 5%. Cara interpretasi hasil dengan melihat

p-value,​ apabila p <


​ 0,05 maka dua variabel memiliki hubungan yang bermakna

secara statistik dan apabila ​p > ​0,05 maka dua variabel tidak memiliki hubungan

yang bermakna secara statistik. Hasil analisis bivariat pada penelitian dapat dilihat

pada tabel berikut:

a. Hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi

Hasil analisis secara statistik ada tidaknya hubungan yang bermakna

antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi dapat dilihat pada

tabel 4.4

Tabel 4.4 Tabel Silang Uji ​Chi Square ​Konsumsi Alkohol dengan
Hipertensi

Konsumsi Kasus Kontrol Jumlah


Alkohol n % n % N %P OR
Value 95%
Ya 19 21,1 10 11,1 29 32,2 0,042 2,558
Tidak 26 28,9 35 38,9 61 67,8 (1,021-
6,409)
Jumlah 45 50 45 50 90 100
Universitas Respati Yogyakarta
7

Sumber: data primer, 2017

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi

yang mengonsumsi alkohol yaitu 19 orang (21,1%), sedangkan tidak

mengonsumsi alkohol yaitu 26 orang (28,9%). Hasil analisis statistik dengan

menggunakan uji ​chi-square​, diperoleh nilai p< 0,05 artinya terdapat

hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian

hipertensi di Kecamatan Kota Tambolaka Kabupaten Sumba Barat Daya.

Odd ratio hipertensi mengonsumsi alkohol dengan yang tidak

mengonsumsi alkohol adalah 2,558 (95% CI=1,021-6,409). Hal ini berarti

risiko terjadinya hipertensi pada responden yang mengonsumsi alkohol 2,5

kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak mengonsumsi

alkohol.

b. Hubungan antara konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi

Hasil analisis secara statistik ada tidaknya hubungan yang bermakna

antara konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi dapat dilihat pada

tabel 4.5

Tabel 4.5 Tabel Silang Uji ​Chi Square ​Konsumsi natrium dengan
Hipertensi

Konsumsi Kasus Kontrol Jumlah


Natrium n % n % N % P OR
Value 95%
Lebih 28 31,1 15 16,7 43 47,8 0,006 3,294
Baik 17 18,9 30 33,3 47 52,2 (1,388-
7,819)
Jumlah 45 50 45 50 90 100
Sumber: data primer, 2017

Universitas Respati Yogyakarta


8

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa proporsi hipertensi

konsumsi garam lebih yaitu 28 orang (31,1%), sedangkan konsumsi garam

baik yaitu 17 orang (18,9%). Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji

chi-square,​ diperoleh nilai p< 0,05 artinya terdapat hubungan yang bermakna

antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi di Kecamatan Kota

Tambolaka Kabupaten Sumba Barat Daya.

Odd ratio hipertensi konsumsi garam lebih dan baik adalah 3,294

(95% CI=1,388-7,819). Hal ini berarti risiko terjadinya hipertensi pada

responden yang konsumsi garamnya lebih 3,2 kali lebih besar dibandingkan

dengan responden yang asupan garamnya baik.

Universitas Respati Yogyakarta


9

B. Pembahasan

1. Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji ​chi-square,​ terdapat

hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi

(​p​<0,05). ​Odd ratio hipertensi pada penduduk yang mengonsumsi alkohol dengan

​ 1,021-6,409). Risiko
tidak mengonsumsi alkohol adalah 2,558 (​95% CI=

terjadinya hipertensi pada responden yang mengonsumsi alkohol lebih besar

2,558 kali dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi alkohol.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sugiharto tahun 2007 di

Kabupaten Karanganyar (2007) dengan menggunakan desain penelitian ​case

control,​ ditemukan proporsi hipertensi pada kelompok yang mengkonsumsi

alkohol 81,8% dan yang tidak mengkonsumsi alkohol 48,0%, dengan nilai

p=0,028 (OR = 4,86 dan 95% CI = 1,03 – 22,87). Penelitian ini menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi.

Risiko terjadinya hipertensi pada responden yang mengonsumsi alkohol 4,86 kali

lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak mengonsumsi alkohol..

Penelitian lain yang dilakukan Komaling dkk pada tahun 2013 di desa

Tompasobaru II Kecamatan Tompasobaru Kabupaten Minahasa Selatan,

menunjukkan ada hubungan antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi

​ enggunakan metode​ cross sectional.


pada laki-laki dengan nilai ​p value 0,000 m

Berdasarkan laporan Komisi Pakar WHO mengatakan bahwa pada

beberapa populasi, konsumsi minuman keras selalu berkaitan dengan tekanan

darah tinggi. Jika minuman keras diminum sedikitnya dua kali per hari, TDS naik

Universitas Respati Yogyakarta


10

kira-kira 1,0 mmHg dan TDD kira-kira 0,5 mmHg per satu kali minum. Peminum

harian ternyata mempunyai TDS dan TDD lebih tinggi, berturut-turut 6,6 mmHg

dan 4,7 mmHg dibandingkan dengan peminum sekali seminggu (Laporan Komisi

Pakar WHO, 2001).

Konsumsi alkohol akan menyebabkan meningkatnya kadar laktat dalam

darah, yang selanjutnya dapat menekan ekskresi asam urat dalam urin dan

menyebabkan peningkatan asam urat dalam plasma (Nurwijaya dan Ikawati,

2009). Alkohol juga meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental.

Kekentalan darah ini memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi, agar

darah dapat sampai ke jaringan yang membutuhkan dengan cukup. Ini berarti

terjadi peningkatan tekanan darah (Lystiawati, 2006).

Prevalensi kenaikan tekanan darah arteri akan meningkat pada asupan

alkohol yang lazim di atas tiga atau empat kali minum perhari. Penurunan

segera tekanan darah yang naik dengan intensitas sedang terlihat pada para

peminum berat yang dirawat di rumah sakit untuk detoksifikasi. Kenaikan

prevalensi hipertensi menjelaskan risiko stroke akibat perdarahan serebral

yang lebih tinggi pada para peminum alkohol yang berat. Konsumsi alkohol

yang tinggi akan menstimulasi sekresi hormon untuk pelepasan kortikotrofin.

Peningkatan kortisol dan aktivitas simpatik dapat menjelaskan kenaikan

tekanan darah tersebut (Truswell, 2014).

2. Hubungan Antara Konsumsi Natrium dengan Kejadian Hipertensi

Universitas Respati Yogyakarta


11

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji ​chi-square,​ terdapat

hubungan yang bermakna antara konsumsi garam dengan kejadian hipertensi

(​p​<0,05). ​Odds ratio hipertensi pada penduduk dengan konsumsi garam tinggi

dan normal adalah 3,294 (​95% CI​=1,388-7,819). Risiko terjadinya hipertensi

pada responden yang konsumsi natrium lebih 3,294 kali lebih besar dibandingkan

dengan responden yang konsumsi natrium baik.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Anggraini dkk di Puskesmas

Bangkinang (2009) dengan pendekatan ​case control study ​yang menunjukkan

distribusi proporsi penderita yang konsumsi garamnya tinggi yaitu 61,5% dan

​ 0,003 (Anggraini,
yang konsumsi garamnya normal yaitu 31,7%, dengan nilai ​p=

2009).

Sependapat dengan Anggraini (2009), penelitian yang dilakukan Salman

dkk Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan tahun 2015 pada

responden usia dewasa dengan metode ​case control d​ idapatkan hubungan yang

signifikan antara konsumsi natrium dengan kejadian hipertensi. Hal ini berarti

risiko terjadinya hipertensi pada responden yang konsumsi garamnya lebih 5,63

kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang asupan garamnya baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang mengatakan penderita

hipertensi perlu membatasi asupan garam karena kandungan mineral natrium

didalamnya memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Konsumsi

natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan

ekstraseluler meningkat (Martuti, 2009).

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi

Universitas Respati Yogyakarta


12

apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat

gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang

berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan

aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.

Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik

akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.

Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik

(Amir,2002).

Ada tiga mekanisme peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh

natrium, yaitu:

a. Garam dan penahanan cairan

Tekanan keras pada pembuluh yang sebenarnya tidak diperlukan akan

membuat pembuluh darah melemah. Garam dalam jumlah yang normal memang

diperlukan tubuh untuk menahan cairan agar ketika dalam cuaca panas atau

selepas berolahraga, tubuh dapat mengeluarkan keringat. Namun, dalam kasus

lain jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah

garam akan menahan cairan lebih banyak daripada yang seharusnya di dalam

tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume

darah seseorang atau dengan kata lain pembuluh darah membawa lebih banyak

cairan. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan

pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah di dalam

dinding pembuluh darah.

b. Garam dan hormon adrenal

Kelenjar adrenal memproduksi suatu hormon yang dinamakan ouobain.

Universitas Respati Yogyakarta


13

Dan kelenjar ini akan lebih banyak memproduksi hormon tersebut ketika

seseorang mengonsumsi terlalu banyak garam. Faktanya, hormon ouobain ini

berfungsi untuk menghadirkan protein yang menyeimbangkan kadar garam dan

kalsium dalam pembuluh darah. Namun, ketika konsumsi garam meningkat,

produksi hormon ouobain rupanya mengganggu keseimbangan kalsium dan

garam dalam pembuluh darah. Untuk itu, kalsium dikirimkan ke pembuluh darah

untuk menyeimbangkannya kembali. Kalsium dan garam yang banyak inilah

yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi.

c. Garam, hipertensi, dan ginjal

Konsumsi garam berlebih membuat pembuluh darah pada ginjal

menyempit dan menahan aliran darah. Untuk itulah, ginjal memproduksi hormon

Renin dan Angiostenin agar pembuluh darah utama mengeluarkan tekanan darah

yang besar sehingga pembuluh darah pada ginjal bisa mengalirkan darah seperti

biasanya.

C. ​Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak melakukan analisis

sampai pada tingkat frekuensi konsumsi alkohol, jenis minuman alkohol dan takaran

minuman beralkohol. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya dapat menjadikan

penelitian ini sebagai acuan dan menganalisis secara lebih detail tentang konsumsi

alkohol.

Universitas Respati Yogyakarta


14

Universitas Respati Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai