Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS November, 2018

INTRA UTERINE FETAL DEATH

Disusun Oleh:
TIARA NOPIANTI
N 111 17 026

PEMBIMBING KLINIK:
dr. Daniel Saranga, Sp.OG

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara dengan Angka Kematian Bayi


(AKB) yang cukup tinggi yaitu 25,5% pada tahun 2016. Angka Kematian Bayi
merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk menilai status
kesehatan anak, status kependudukan dan kondisi perekonomian wilayah tertentu.
Angka kematian bayi merefleksikan besarnya masalah kesehatan yang berakibat
langsung terhadap kematian bayi, seperti diare, infeksi saluran pernafasan, atau
kondisi prenatal, dan juga merefleksikan tingkat kesehatan ibu, kondisi kesehatan
lingkungan serta tingkat perkembangan sosial ekonomi masyarakat secara umur.
Dua per tiga dari AKB adalah kematian neonatal dan dua per tiga dari kematian
neonatal tersebut adalah kematian perinatal.1
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 – International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau
janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu. WHO dan American College of
Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD adalah janin yang mati
dalam rahim dengan berat 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim
pada kehamilan 20 minggu atau lebih.2
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah
faktor risiko kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal akan
meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50%
lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29
tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara
dibanding multipara.2
Sebagian besar informasi yang mendasari terjadinya penyebab IUFD
diperoleh dari audit perinatal. Beberapa studi melaporkan penyebab spesifik
IUFD, yaitu : Intrauterine Growth Restriction (IUGR), penyakit medis maternal,
kelainan kromosom dan kelainan kongenital janin, komplikasi plasenta dan tali
pusat, infeksi, dan penyebab lain yang tidak dapat dijelaskan.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI
Intrauterine Fetal Death merupakan kematian perinatal. Menurut WHO
dan The American College of Obstetricians and Gynecologist kematian janin
(Intrauterine Fetal Death) adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan
20 minggu atau lebih.3

B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO) di seluruh
dunia, terdapat kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Diantara
negara ASEAN lainnya, Indonesia merupakan negara dengan angka kematian
perinatal tertinggi. Hal ini menggambarkan pelayanan kesehatan di Indonesia
masih perlu banyak perbaikan yang bersifat menyeluruh serta lebih bermutu.
Persalinan di Indonesia tiap tahunnya berkisar antara 5.000.000 jiwa dan
dapat dijabarkan bahwa kematian bayi terjadi setiap 25-26 menit sekali.
Berdasarkan survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012,
angka kematian bayi mencapai 32/1.000 kelahiran hidup.4

C. ETIOLOGI
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin
dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.3
 Faktor maternal
Post term ¿ 42 minggu) , diabetes melitus tidak terkontrol, sistemik lupus
eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptur uteri,
antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu. 3

2
 Faktor fetal
Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi. 3
 Faktor Plasenta
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa. 3
 Faktor resiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada usia
ibu ¿40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat
bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma
ureliatikum), kegemukan, ayah berusia lanjut. 3

Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh


dari audit perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai
berikut :

1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)

Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah
ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang
dibanding janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini
disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa
yang sama dengan insufisiensi plasenta.5

IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan


dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal
dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus
IUFD adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga
sangat berisiko memicu terjadinya persalinan prematur. Pada kehamilan
postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu, risiko IUFD juga semakin
meningkat.5

1. Penyakit Medis Maternal

Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko


IUFD pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi
dibandingkan populasi non diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes

3
terjadi akibat kendali glikemi yang tidak baik dan komplikasi makrosomia,
polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin intrauterine dan pre-eklampsia.
Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan peningkatan angka kejadian
makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan multiparitas (jumlah
kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat dilahirkan
karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut.5

Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi


kronis dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang
sering dijumpai pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang
bermakna.5

Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan defisiensi


antitrombin herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C
dan protein S. Sindrom antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat
juga berhubungan erat dan IUFD terkait dengan gangguan implantasi,
trombosis dan infark pada plasenta. Sindrom fosfolipid ini dapat terjadi dalam
hubungannya dengan penyakit lain misalnya SLE. Hipotiroidism dan
hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor kausatif pada IUFD. 5

Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan peningkatan


kadar asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas janin.
Hingga saat ini, masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat
ditingkatkan dengan intervensi aktif atau tatalaksana.5

2. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin

Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk


melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe.
Sejumlah kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi
autosom 21, 18 dan 13 sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah
45x.5

Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi


pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan

4
confined placental mosaicism (CPM), yang ditandai oleh adanya
ketidaksesuaian antara kariotipe janin dan plasenta. Trisomi kromosom
spesifik lebih sering dijumpai pada CPM daripada kasus lainnya dengan
trisomi 7,16 dan 18 yang makin banyak terjadi. 5

Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat


meninggal akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian
besar janin dengan malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek jantung
kongenital, hipoplasia paru, dan penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter,
anensefali dan hernia diafragmatika. 5

3. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat


Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada
plasenta, tali pusat dan membran plasenta.
1) Plasenta ; Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari
pembuluh darah umbilikal dengan jumlah 350 – 400 ml/menit.8
1) Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis
allantois dan mesoderm primer. Panjang tali pusat normal ialah 50 – 60 cm
dengan diameter 12 mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam
dua trimeter pertama.
1) Tali pusat abnormal : Tali pusat panjang : > 100 cm
Tali pusat pendek : < 30 cm.
Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya
inflamasi membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular
uteroplasental yang tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan
tanda adanya solusio. Komplikasi tali pusat juga dilaporkan memicu IUFD
secara langsung.5
Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke
janin, sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian.
Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab
kematian pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna

5
pada tubuh janin yang berhubungan dengan keadaan hipoksia janin yaitu
kekurangan oksigen akibat tertekannya arteri umbilikalis. 6
Perdarahan fetomaternal masif (FMH) juga berhubungan dengan
IUFD dan anomali fetal. Samadi dkk melaporkan angka kejadian IUFD
akibat FMH sebesar 4%.Trauma terhadap uterus dan solusio plasenta
dapat memicu terjadinya transfusi fetomaternal.5
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio
placenta adalah separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya
di uterus, dilaporkan sebanyak 12 % menyebabkan IUFD. 5

5. Infeksi

Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental


(hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD
terkait infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD. 5

Beberapa agen dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin.


Infeksi virus kongenital oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV)
juga sering dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi beberapa
enterovirus juga dilaporkan berhubungan dengan IUFD walaupun lebih
jarang. 5

Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada
kasus yang jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari
herpes simpleks. Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat
ditransmisikan menuju janin dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan
kematian janin. Beberapa agen bakterial yang berhubungan dengan mortalitas
perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia coli, Listeria
monocytogenes, lues, mycoplasma genital dan Ureaplasma urealyticum.
Korioamnionitis akibat infeksi kandida juga dipertimbangkan dapat memicu
IUFD. 5

Malaria juga terkenal dapat memicu IUFD. Kematian janin intrauterin


dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan parasit di dalam

6
plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat infeksi trans-
plasental. 5

Kematian janin akibat sepsis maternal berat dengan trombosis pada


plasenta dan IUFD juga sering dilaporkan.2 Infeksi dapat memicu pecahnya
ketuban sebelum waktunya yang mengakibatkan persalinan pre-term bahkan
dapat berakhir dengan kematian janin. 5

4. Kausa lain yang tidak dapat dijelaskan.

Proporsi IUFD yang tidak dapat diidentifikasi kausanya diperkirakan


berkisar 12-50%. Faktor risiko pada kematian yang tidak dapat dijelaskan ini
juga berbeda dibandingkan dengan IUFD dengan kausa yang spesifik.
Menurut Froen dkk, IUFD mendadak ini cenderung meningkat seiring usia
gestasional, usia maternal, pemakaian rokok yang tinggi, edukasi yang rendah
dan obesitas. Asap rokok telah terbukti menyebabkan bayi lahir dengan berat
badan rendah, meningkatkan risiko sindrom kematian bayi mendadak atau
sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan bibir sumbing, kelainan
jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD sebelumnya tidak
berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut. 5

Huang dkk melaporkan dari 196 studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan
1978-1996 bahwa faktor independen yang terkait dengan IUFD yang tidak
dapat dijelaskan meliputi berat pra kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat
kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15, kunjungan antenatal yang lebih
jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status sosioekonomi rendah dan
usia maternal lebih dari 40 tahun. 5

D. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis IUFD ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, dapat
ditemukan keluhan-keluhan seperti pasien tidak merasakan gerakan janin
dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang, pasien merasakan

7
perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak
seperti biasa dan pasien merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi
keras dan merasa sakit-sakit seperti mau melahirkan. 4
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan
auskultasi. Pada inspeksi, tidak terlihat gerakan- gerakan janin, yang biasanya
dapat terlihat terutama pada pasien yang kurus. Pada palpasi dapat ditemukan
tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya umur kehamilan, tidak teraba
gerakan-gerakan janin dan dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya
krepitasi pada tulang kepala janin. Pada auskultasi baik memakai stetoskop,
monoaural maupun dengan doptone tidak terdengar denyut jantung janin
(DJJ). Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati
dalam kandungan.4

E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien IUFD dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana aktif dan
tatalaksana pasif.4
Tatalaksana aktif meliputi : 4

 Untuk rahim yang usianya 12 minggu atau kurang dapat dilakukan


dilatasi atau kuretase.
 Untuk rahim yang usia lebih dari 12 minggu, dilakukan induksi
persalinan dengan oksitosin. Untuk oksitosin diperlukan pembukaan
serviks dengan pemasangan kateter foley intra uterus selama 24 jam.

Tatalaksana pasif meliputi : 4

 Menunggu persalinan spontan dalam waktu 2-4 minggu


 Pemeriksaan kadar fibrinogen setiap minggu.

Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau


mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak
bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta.

8
Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin,
gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak
terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. 7

1) Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin


setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping tulang tengkorak,
hiperfleksi columna vertebralis, gelembung udara didalam jantung dan
edema scalp.

2) USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk


memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin
tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala
janin dan cairan ketuban berkurang.

3) Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya


pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa
kemungkinan besar dapat lahir pervaginam.

4) Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun


ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum
keputusan diambil.

5) Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan


spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan
spontan akan terjadi tanpa komplikasi

6) Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan,


lakukan penanganan aktif.

7) Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu :

 Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin


atau prostaglandin.
 Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan
amniotomi karena berisiko infeksi
 Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir

9
8) Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit
menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan
misoprostol :7

 Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diuang


sesudah 6 jam.

 Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis
menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg
setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis.

9) Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

10) Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah
pecah, waspada koagulopati.

11) Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan
melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut.

12) Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya


patologi plasenta dan infeksi .

10
SKEMA PENATALAKSANAAN IUFD2

Non-Interferensi

2 minggu

Kasus refrakter atau kasus Partus Spontan

dimana terminasi kehamilan dalam 2 minggu

diindikasikan (80%)

▪ Psikologis
▪ Infeksi
▪ Penurunan kadar fibrinogen
▪ Retensi janin lebih dari 2 minggu
Rawat di RS, Induksi persalinan

Servik matang Servik belum matang

Infus Oksitosin Prostaglandin gel

Diulang setelah 6-8 jam

Gagal gagal

Oksitosin diulang dengan Ditambah dengan infus Oksitosin

Ditambah Prostaglandin/vaginam

TINDAKAN :

11
Indikasi dilakukan tindakan : 7
 Gangguan psikologis dari pasien
 Terdapat tanda-tanda dan gejala infeksi uterus
 Kadar fibrinogen yang menurun, kadar fibrinogen harus dinaikkan melebihi
kadar kritis sebelum dilakukan tindakan.
 Adanya tendensi persalinan spontan akan terjadi lebih dari 2 minggu.

METODE-METODE TERMINASI

1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :

 Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana
telah terjadi pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit
oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus
intravena. Dua botol infus dapat diberikan dalam waktu yang bersamaan.
Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian dilakukan dengan dosis
oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit
oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30 tetes
per menit. 7
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis
dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin
yang tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih
dari dua botol pada waktu yang sama. 7
Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat
menurunkan resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang
dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan
terdapat kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap
gagal menginduksi persalinan. 7

 Prostaglandin

12
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks
posterior sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum
matang. Pemberian dapat diulang setelah 6-8 jam. Langkah induksi ini
dapat ditambah dengan pemberian oksitosin.7

2. Operasi Sectio Caesaria (SC)


Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada
kasus yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan
letak lintang.5

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga,
apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama.
Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila
kematian janin lebih dari 2 minggu.5
1) Trauma psikis
Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2
minggu kematian janin yang dikandungnya.
2) Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC)
Janin yang mati  kebocoran tromboplastin dan bahan seperti
tromboplastin yang melintasi plasenta menuju sirkulasi ibu konsumsi
faktor-faktor koagulasi termasuk factor V,VIII, protrombin,dan trombosit
 manifestasi klinis koagulopati intravascular diseminata (DIC)
3) Ensefalomalasia multikistik
Hal ini dapat terjadi pada kehamilan kembar, terutama kehamilan
monozigotik dimana memiliki sirkulasi bersama antara janin kembar yang
masih hidup dengan yang salah satu janinnya meninggal. Dalam hal ini
sering kali mengakibatkan kematian segera janin lainnya. Jika janin kedua
masih dapat bertahan hidup, maka janin tersebut memiliki risiko tinggi
terkena ensefalomalasia multikistik.

13
Bila salah satu bayi kembar ada yang meninggal dapat terjadi
embolisasi bahan tromboplastik dari janin yang meninggal melalui
komunikasi vaskular plasenta ke janin yang masih hidup dengan atau
tanpa perubahan hemodinamik (hipotensi) pada saat kematian janin
seingga terjadi infark cedera selular pada otak (ensefalomalasia
multikistik), usus, ginjal, dan paru3.
4) Perdarahan Post Partum
Hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5
minggu sesudah IUFD (kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah
300-700mg%). Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi
hemoragik post partum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah
janin.

BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk Rumah Sakit :22-11 -2018 Tanggal Pemeriksaan: 22-11-2018


Ruangan : IGD KB Jam :20.30 WITA

A. IDENTITAS

14
Nama : Ny. IR
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. Poros Palu Bangga Sulteng-Sigi Dolo
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

B. ANAMNESIS
G6P5A0 Usia Kehamilan : 27-28 minggu
HPHT : 16-5-2018 Menarche : 13 tahun
TP : 23-2-2019 Perkawinan : Kedua (5 tahun)

1. Keluhan Utama
Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. IR 33 tahun, G6P5A0 usia kehamilan 27-28 minggu masuk ke
Rumah sakit Anutapura datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pelepasan lendir (-), air (-), darah (-),
nyeri ulu hati (-). Pasien tidak merasakan sakit kepala (-), pusing (-), mual (-)
dan muntah (-). Buang air besar dan buang air kecil pasien lancar. Pasien
mengaku kurang merasakan gerakan janin sejak 2 hari sebelum masuk RS.
Selama hamil pasien tidak pernah jatuh atau mengkonsumsi obat-obatan.

3. Riwayat pemeriksaan kehamilan


Pasien tidak rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan
4. Riwayat menstruasi
Haid pertama kali pada umur 13 tahun, lama 7 hari, siklus haid 28 hari,
teratur, banyaknya 2 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang
hebat selama haid. Hari Pertama Haid Terakhir yaitu pada 16/5/2018
5. Riwayat menikah

15
Pasien mengaku menikah dua kali. Usia Pernikahan pertama 7 tahun dan
pernikahan kedua 5 tahun.
6. Riwayat kehamilan dan Persalinan
 Hamil Pertama : lahir tahun 2003, cukup bulan, lahir normal di bantu
dukun, jenis kelamin perempuan, BBL 3000 gram.
 Hamil Kedua : lahir tahun 2006, cukup bulan, lahir normal di bantu dukun,
jenis kelamin Laki-laki, BBL 3000 gram
 Hamil ketiga : lahir tahun 2011, cukup bulan, lahir normal di bantu dukun,
jenis kelamin Laki-laki, BBL 2900 gram
 Hamil keempat : lahir tahun 2016, kurang bulan, lahir SC di bantu dokter,
jenis kelamin Laki-laki, BBL 2000 gram
 Hamil Kelima : lahir tahun 2017, cukup bulan, lahir SC di bantu dokter,
jenis kelamin Laki-laki, BBL 3200 gram
7. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB
8. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus
9. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat yang sama
10. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok. Tidak minum alkohol dan penggunaan obat-obatan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital sign :
Tekanan darah : 130/90 mmHg

16
Nadi : 92 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,5ºC

1. Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis, tidak sclera ikterus, edema palpebra tidak ada,
pembesaran KGB tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
2. Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-), Simetris bilateral
P : Vokal fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni regular
3. Abdomen :
I : Tampak cembung, stira gravidarum, linea nigra
A : Peristaltik usus kesan normal
P : Timpani diseluruh kuadran
P : Nyeri tekan tidak ada
4. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, tidak edema
Bawah : Akral hangat, tidak edema

2. PEMERIKSAAN OBSTETRI :
Leopold I : tinggi fundus uterus 21 cm
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : presentasi kepala
Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul
HIS :-
Pergerakan Janin : tidak aktif
Janin Tunggal : positif

17
Denyut Jantung Janin: - kali/menit
Pemeriksaan dalam tidak dilakukan

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
WBC : 7,2 x 103/uL
RBC : 3,49 x 106/uL
HCT : 29,1 %
HGB : 8,6 g/dL
PLT : 316 x 103/uL
HbSAg : non reaktif
RT HIV : non reaktif
Pemeriksaan USG (-)

4. RESUME
Pasien Ny. IR 33 tahun, G6P5A0 usia kehamilan 27-28 minggu masuk ke
Rumah sakit Anutapura datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku kurang merasakan
gerakan janin sejak 2 hari sebelum masuk RS. Selama hamil pasien tidak
pernah jatuh ataupun mengkonsumsi obat-obatan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Kompos mentis, Tekanan darah: 130/90 mmHg, Nadi: 92
kali/menit, Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,5ºC. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva anemis. Pada leher, thoraks, dan abdomen tidak
ditemukan kelainan, pada ekremitas tidak ditemukan edema. Pada
pemeriksaan leopold didapatkan TFU 21 cm, punggung kanan, presentasi
kepala, dan belum masuk pintu atas panggul. Pergerakan janin (-) His (-).
Pada pemeriksaan lab didapatkan WBC: 7,2 x 103/uL, RBC: 3,49 x 106/uL,
HCT : 29,1 %, HGB: 8,6 g/dL, PLT: 316 x 10 3/uL, HbSAg : non reaktif, RT
HIV : non reaktif .

18
5. DIAGNOSIS
G6P5A0 dengan gravid 27-28 minggu + IUFD + Post Op SC 2x + calon
akseptor kontap

6. PENATALAKSANAAN
 IVFD RL 28 TPM
 Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
 Rencana tindakan SCTP dan Tubektomi

Follow Up Hari 1 (23 November 2018)


S: Nyeri perut (+), Pelepasan lendir dan darah (-). Nyeri kepala (-), mual dan
muntah (-). Bab (-), Bak lewat kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Composmentis, GCS E4M6V5
TD: 130/80 mmHg
N: 80 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,50C
BJF: -
A: G6P5A0 dengan gravid 27-28 minggu + IUFD + Post Op SC 2x + calon
akseptor kontap
P: dilakukan tindakan SC + Tubektomi

19
Follow Up Hari 2 (24 november 2018)
S: nyeri perut bekas SC (+), Perdarahan pervaginam (+). Nyeri kepala (-), mual
dan muntah (-). Bab (-), Flatus (-) Bak lewat kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5
TD: 120/80 mmHg
N: 76 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,7 oC
Asi (-)
TFU : setinggi pusat
A: P6A0 post SC Hari ke-1 a/i bekas SC 2x + Kontap
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Transamin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam/ IV
 Drips metronidazole 500 Mg /8 jam/ IV

Follow Up Hari 3 (25 november 2018)


S: nyeri perut bekas sc (+), Perdarahan pervaginam (+). Nyeri kepala (-), flatus (+)
mual dan muntah (-). Bab (+),Bak menggunakan kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5
TD: 130/80 mmHg Asi :-
N: 80 x/mnt TFU : 1 jari dibawah pusat

20
R: 20x/mnt
S: 36,8 0C
A: P6A0 post SC Hari ke-1 a/i bekas SC 2x + Kontap
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/ IV

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, didiagnosis IUFD berdasarkan Anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien Ny. IR 33 tahun, G6P5A0 usia
kehamilan 27-28 minggu masuk ke Rumah sakit Anutapura datang dengan
keluhan nyeri perut yang dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

21
Pasien mengaku kurang merasakan gerakan janin sejak 2 hari sebelum masuk
RS. Selama hamil pasien tidak pernah jatuh ataupun mengkonsumsi obat-
obatan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Kompos mentis, Tekanan darah: 130/90 mmHg, Nadi: 92
kali/menit, Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,5ºC. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan konjungtiva anemis. Pada leher, thoraks, dan abdomen tidak
ditemukan kelainan, pada ekremitas tidak ditemukan edema. Pada
pemeriksaan leopold didapatkan TFU 21 cm, punggung kanan, presentasi
kepala, dan belum masuk pintu atas panggul. Pergerakan janin (-) His (-).
Pada pemeriksaan lab didapatkan WBC: 7,2 x 103/uL, RBC: 3,49 x 106/uL,
HCT : 29,1 %, HGB: 8,6 g/dL, PLT: 316 x 10 3/uL, HbSAg : non reaktif, RT
HIV : non reaktif .
Hal ini sesuai teori yang dimana dinyatakan bahwa Diagnosis IUFD
ditegakkan berdasarkan, Pada pemeriksaan obstetri didapatkan DJJ atau
denyut jantung janin tidak ditemukan. Diagnosis Intra Uterine Fetal Death
atau kematian janin dalam rahim ditegakan dengan melakukan pemeriksaan
fisik dimana tidak terdengar denyut jantung janin yang diperiksa dengan
menggunakan fetoskopi atau doppler.
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin
dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta.3
 Faktor maternal
Post term ¿ 42 minggu) , diabetes melitus tidak terkontrol, sistemik lupus
eritematosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptur uteri,
antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu. 3
 Faktor fetal
Hamil kembar, hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi. 3
 Faktor Plasenta
Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa. 3

22
 Faktor resiko terjadinya kematian janin intrauterin meningkat pada usia
ibu ¿40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi pada ibu, riwayat
bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma
ureliatikum), kegemukan, ayah berusia lanjut. 3
Pada kasus ini penyebab kematian janin disebabkan oleh Lilitan tali
pusat. Tali Pusat terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis
allantois dan mesoderm primer. Panjang tali pusat normal ialah 50 – 60 cm
dengan diameter 12 mm. Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam
dua trimeter pertama. Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai
salah satu penyebab kematian pada janin. Pada lilitan tali pusat terjadi
perubahan warna pada tubuh janin yang berhubungan dengan keadaan
hipoksia janin yaitu kekurangan oksigen akibat tertekannya arteri
umbilikalis.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu dengan rencana operasi sectio
caesaria karena pasien memiliki riwayat operasi sc 2x sebelumnya pada
tahun 2016 dan 2017. Selain itu pasien juga ingin melakukan kontap. Hal
ini sesuai dengan teori yang ada dimana Pada kasus IUFD jarang
dilakukan operasi, karena operasi hanya dilakukan pada kasus yang dinilai
dengan plasenta praevia, bekas SC (dua atau lebih) dan letak lintang.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Salwa D.L., Rodiani., Arif Y.P. Intrauterine Fetal Death: Usia Maternal
sebagai Salah Satu Faktor Risiko. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung ; 2017

23
2. Ardy., G3P2A0 38 Tahun, Gravid 28 Minggu, Janin Tunggal Mati, Intrauterin,
Presentasi Bokong, Letak Sungsang, Belum Inpartu Dengan Intrauterine Fetal
Death (IUFD) . Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ; 2013
3. Chalik TMA. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:
Saifudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2016. p. 495-502
4. Anggun C.C., Ratna D.P, Arif Y.P. Kematian Janin Intrauterin dan
Hubungannya dengan Preeklampsia. Lampung: Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung ; 2017
5. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to
Intrauterine Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of
Obstetrics and Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University
Hospital, Stockholm, Sweden 2002.
6. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug
Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study. 1Department
of Obstetrics and Gynecology, McMaster University, Hamilton ON. 2007
7. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom
KD. Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001

24

Anda mungkin juga menyukai