Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS November, 2018

PREEKLAMPSIA

Disusun Oleh:
TIARA NOPIANTI
N 111 17 026

PEMBIMBING KLINIK:
dr. Daniel Saranga, Sp.OG

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 - 15 % penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh
perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem
rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oieh
semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi
dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medik baik di
pusat maupun di daerah.1
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi
ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi
menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Pembagian preeklampsia
menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda,
sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat
mendadak mengalami kejang dan jatuh daiam koma. Gambaran klinik
preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sukar untuk
menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu.1
Preeklampsia adalah salah satu dari empat penyebab utama kematian ibu di
dunia selain perdarahan postpartum, distosia, dan sepsis. Diagnosis klinis dan
definisi preeklampsia umumnya didasarkan pada pengukuran tanda-tanda spesifik
dan gejala, terutama proteinuria dan hipertensi. Angka kematian ibu di Indonesia
yang disebabkan oleh perdarahan dan sepsis kini sudah dapat dikendalikan dengan
tindakan perbaikan pada kualitas pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar hingga
komprehensif. Sedangkan di sisi lain, jumlah angka kematian ibu akibat
preeklampsia masih cenderung stabil dengan penurunan minimal.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat
terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia
dapat dibagi menjadi preekiampsia ringan dan preeklampsia berat.
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel. Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan
tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110 mmHg
disertai proteinuria lebih 5 g/ 24 iam.1

B. EPIDEMIOLOGI
Preeklampsia merupakan penyebab ke-2 kematian ibu di dunia setelah
pendarahan. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun
2008, angka kejadian preeklampsia di seluruh dunia berkisar 0,51 % - 38,4 %.
Di negara maju, angka kejadian preeklampsia berkisar 5 % – 6 %, frekuensi
preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhi. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10 %,
sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia
sebanyak 5%. Di Indonesia, preeklampsia merupakan penyebab kematian ibu
yang tinggi disamping pendarahan dan infeksi, yaitu perdarahan mencapai
28%, preeklampsia sebesar 24%, infeksi sebesar 11%, komplikasi peuperium
sebesar 8%, partus lama sebesar 5%, dan abortus sebanyak 5%.3

C. ETIOLOGI
Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam faktor risiko sebagai berikut.1
1. Primigravida, primipaternitas.
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang ekstrim

2
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsia/ eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini beium diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:1
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
2.Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskuiarori genetik
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi

E. DIAGNOSIS
1. Preeklamsia Ringan1
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya
hipenensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20
minggu.
 Hipertensi: sistolik/ diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥ 30
mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai
kriteria preeklampsia.
 Proteinuria: 300 mg/24 jam atau > 1 + dipstik.
 Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia,
kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

2. Preeklamsia Berat2

3
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklampsia berat
sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan
preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut.
 Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menl'alani tirah baring.
 Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
 Kenaikan kadar kreatinin plasma.
 Gangguan visus dan serebral: penunrnan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
 Edema pam-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopatik.
 Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm 3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase
 Pertumbuhan ianin intrauterin yang terhambat.
 Sindrom HELLP.

F. PENATALAKSANAAN
1. Preeklamsia Ringan1
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat
jalan Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/ tidur miring),
tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Pada umur kehamilan di atas
20 minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan
rahim pada v. kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan
akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran

4
darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis
dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskular, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah
jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menarnbah oksigenasi
plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim. Pada preeklampsia
tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih
normal. Pada preeklampsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti
fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. 1
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4 - 6 g NaCl (garam dapur)
adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat
ginjal, tetapi pertumbuhan janin justeru membutuhkan lebih banyak
konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya
diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air
buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam
secukupnya, dan roboransia pranatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik,
antihipertensi, dan sedatif. Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb,
hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal. 1
Pada keadaan tertentu ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu
dirawat di rumah sakit. Kriteria preeklampsia ringan dirawat di rumah
sakit, ialah (a) bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu; (b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda
preeklampsia berat.1

2. Preeklamsia Berat1
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan
tersebut belum jelas, tetapi fakror yang sangat menentukan terjadinya

5
edema paru dan oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid/ pulmonary capillary
wedge pressure.
OIeh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus)
dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairanyang dimasukkan
dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera
dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 %
Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau
(b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer
laktat (60 - 125 cc/jam) 500 cc.
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 - 3 jam arau < 500 cc/24
jam. Diberikan antasidauntuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang
sangar asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan
garam.
- Obat antikejang adalah:
- MgSO4
- Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang:
1. Diazepam
2. Fenitoin
- Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema pam-
pam, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai
ialah Furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu
memperberat hipovolemia, memperburuk perfusi utero-plasenta,
meningkarkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin,
dan menurunkan berat janin.
- Pemberian antihipertensi: Masih banyak pendapat dari beberapa negara
tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian

6
antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah ≥ 160/ll0 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg.
- Antihipertensi lini pertama
Nifedipin
Dosis 10 -20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120
mg dalam 24 jam.
- Antihipertensi lini kedua
Sodium nitoprusside: 0,25 µg i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25
µg i.v./kg/ 5 menit,
Diazokside: 30 - 60 mg i.v./5 menit; atau i.v. infus 10 mg/menit/
dititrasi.

G. KOMPLIKASI
1. Dampak pada ibu
Bila perempuan hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya,
dan hipertensi dapat terkendali, maka hipertensi kronik tidak berpengaruh
buruk pada kehamilan, meski tetap mempunyai risiko terjadinya solusio
plasenta, ataupun superimposed preeklampsia. Hipertensi kronik yang
diperberat oleh kehamilan akan memberi tanda (a) kenaikan mendadak
tekanan darah, yang akhirnya disusul proteinuria dan (b) tekanan darah
sistolik > 200 mmHg diastolik > 130 mmHg, dengan akibat segera terjadi
oliguria dan gangguan ginjal. Penyulit hipertensi kronik pada kehamilan
ialah (a) solusio plasenta: risiko terjadinya solusio plasenta 2 - 3 kali pada
hipertensi kronik dan (b) superimposed preeklampsia.1
2. Dampak pada janin
Dampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin
terhambat atau fetal growth restriction, intra uterine growth restriction:
IUGR. Insidens fetal growth restriction berbaoding langsung dengan
derqar. hipertensi yang disebabkan menurunnya perfusi uteroplasenta,
sehingga menimbulkan insufisiensi plasenta. Dampak lain pada janin ialah
peningkatan persalinan preterm.1

7
BAB III
LAPORAN KASUS

Tanggal Masuk Rumah Sakit :21-11 -2018 Tanggal Pemeriksaan: 21-11-2018


Ruangan : IGD KB Jam :22.45 WITA

A. IDENTITAS
Nama : Ny. W
Umur : 37 tahun
Alamat : Ds. Lappaloang Kel. Maleni Kec. Banawa Kab. Donggala
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

B. ANAMNESIS
G2P1A0 Usia Kehamilan : 38-40 minggu
HPHT : 14-2-2018 Menarche : 14 tahun
TP : 21-11-2018 Perkawinan : Pertama (17 tahun)

1. Keluhan Utama
Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien Ny. W 37 tahun, G2P1A0 usia kehamilan 38-40 minggu masuk ke
Rumah sakit Anutapura datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan
hilang timbul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan
tembus sampai belakang. Keluhan tiba-tiba dirasakan pasien setelah
beraktivitas. Pelepasan lendir (-), air (-), darah (-), nyeri ulu hati (-), gangguan
penglihatan (-) .Pasien merasakan sakit kepala (+), pusing (-), mual (-) dan
muntah (-) . Buang air besar dan buang air kecil pasien lancar, dan tidak ada
keluhan.

8
3. Riwayat pemeriksaan kehamilan
Pasien rutin dalam melakukan pemeriksaan kehamilan
4. Riwayat menstruasi
Haid pertama kali pada umur 14 tahun, lama 5 hari, siklus haid 28 hari,
teratur, banyaknya 2-3 pembalut perhari, tidak pernah merasakan nyeri yang
hebat selama haid. Hari Pertama Haid Terakhir yaitu pada 14/ 2/ 2018
5. Riwayat menikah
Pasien mengaku menikah satu kali.
6. Riwayat kehamilan dan Persalinan
Hamil Pertama : lahir tahun 2009, cukup bulan, lahir normal di bantu
bidan, jenis kelamin Laki-laki, BBL 2900 gram.
7. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB
8. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus
9. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat yang sama
10. Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok. Tidak minum alkohol dan penggunaan obat-obatan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital sign :
Tekanan darah : 180/110 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,8ºC

9
1. Kepala – Leher :
Konjungtiva tidak anemis, tidak sclera ikterus, edema palpebra tidak ada,
pembesaran KGB tidak ada, pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
2. Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-), Simetris bilateral
P : Vokal fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni regular
3. Abdomen :
I : Tampak cembung, stira gravidarum, linea nigra
A : Peristaltik usus kesan normal
P : Timpani diseluruh kuadran
P : Nyeri tekan tidak ada
4. Ekstremitas :
Atas : Akral hangat, tidak edema
Bawah : Akral hangat, edema (+)

2. PEMERIKSAAN OBSTETRI :
Leopold I : tinggi fundus uterus 26 cm
Leopold II : punggung kiri
Leopold III : presentasi kepala
Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul
HIS :-
Pergerakan Janin : Aktif
Janin Tunggal : positif
Denyut Jantung Janin: 146 kali/menit
Pemeriksaan dalam tidak dilakukan

10
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium:
WBC : 10,4 x 103/uL
RBC : 3,94 x 106/uL
HCT : 36,1 %
HGB : 11.8 g/dL
PLT : 304 x 103/uL
HbSAg : non reaktif
RT HIV : non reaktif
Proteinuria: +3
Pemeriksaan USG (-)

4. RESUME
Pasien Ny. W 37 tahun, G2P1A0 usia kehamilan 38-40 minggu masuk ke
Rumah sakit Anutapura datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan
hilang timbul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan
tembus sampai belakang. Keluhan tiba-tiba dirasakan pasien setelah
beraktivitas. Keluhan nyeri ini dirasakan mulai dari pagi, siang dan malam.
Pasien juga merasakan sakit kepala. Buang air besar dan buang air kecil pasien
lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Kompos mentis, Tekanan darah: 180/110 mmHg, Nadi:
88kali/menit, Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,8ºC. Pada pemeriksaan fisik
Kepala, leher, thoraks, dan abdomen tidak ditemukan kelainan, pada ekremitas
tidak ditemukan edema. Pada pemeriksaan leopold didapatkan TFU 26 cm,
punggung kiri, presentasi kepala, dan sudah masuk pintu atas panggul.
Pergerakan janin (+), DJF 146 x/ menit, His (-). Pada pemeriksaan lab
didapatkan WBC : 10,4 x 103/uL, RBC: 3,94 x 106/uL, HCT : 36,1 %, HGB:
11.8 g/d, PLT: 304 x 103/uL, HbSAg : non reaktif, RT HIV : non reaktif dan
hasil Proteinuria: +3.

11
5. DIAGNOSIS
G2P1A0 dengan gravid 38-40 minggu + Preeklamsia

6. PENATALAKSANAAN
 Bed Rest
 IVFD RL 28 TPM
 Drips Mgso4 4 gram (10cc) dalam Nacl 100 ml habis dalam 30 menit 70 tpm.
 Drips Mgso4 6 gram (15cc) dalam RL 500 ml 20 tpm.
 Nifedipin 3 x 10 mg
 Rencana tindakan SC

Follow Up Hari 1 (22 November 2018)


S: Nyeri perut (+), Pelepasan lendir dan darah (-). Nyeri kepala (-), mual dan
muntah (-). Bab (-), Bak lewat kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: Composmentis, GCS E4M6V5
TD: 160/100 mmHg
N: 80 x/mnt
R: 20x/mnt
S: 36,50C
BJF: 137 x menit
A: G2P1A0 dengan gravid 38-40 minggu + Preeklamsia
P: dilakukan tindakan SC

Follow Up Hari 2 (23 november 2018)


S: nyeri perut bekas SC (+), Perdarahan pervaginam (+). Nyeri kepala (-), mual
dan muntah (-). Bab (-), Flatus (-) Bak lewat kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5
TD: 150/90 mmHg
N: 72 x/mnt

12
R: 20x/mnt
S: 36,7 oC
Asi (-)
TFU : setinggi pusat
A: P2A0 post SC Hari ke-1 a/i Preeklamsia
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Transamin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ondansentron 1 amp/8 jam/ IV
 Drips metronidazole 500 Mg /8 jam/ IV

Follow Up Hari 3 (24 november 2018)


S: nyeri perut bekas sc (+), Perdarahan pervaginam (+). Nyeri kepala (-), flatus (+)
mual dan muntah (-). Bab (+),Bak menggunakan kateter.
O: Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: composmentis, GCS E4M6V5
TD: 130/80 mmHg Asi : (+)
N: 80 x/mnt TFU : setinggi pusat
R: 20x/mnt
S: 36,8 0C
Asi (+)
A: P2A0 post SC Hari ke-1 a/i Preeklamsia
P:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
 Inj. Ranitidin 1 amp/8 jam/ IV
 Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam/ IV

13
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, didiagnosis Preeklamsia berdasarkan Anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan
Pasien Ny. W 37 tahun, G2P1A0 usia kehamilan 38-40 minggu masuk ke Rumah
sakit Anutapura datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan hilang timbul
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan tembus sampai
belakang. Keluhan tiba-tiba dirasakan pasien setelah beraktivitas. Keluhan nyeri
ini dirasakan mulai dari pagi, siang dan malam. Pasien juga merasakan sakit
kepala. Buang air besar dan buang air kecil pasien lancar.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum: Sakit sedang
Kesadaran: composmentis, Tekanan darah: 180/110 mmHg, Nadi: 88kali/menit,
Respirasi: 20 kali/menit, Suhu: 36,8ºC. Pada pemeriksaan fisik Kepala, leher,
thoraks, dan abdomen tidak ditemukan kelainan, pada ekremitas tidak ditemukan
edema. Pada pemeriksaan leopold didapatkan TFU 26 cm, punggung kiri,
presentasi kepala, dan sudah masuk pintu atas panggul. Pergerakan janin (+), DJF
146 x/ menit, His (-). Pada pemeriksaan lab didapatkan WBC: 10,4 x 103/uL,
RBC: 3,94 x 106/uL, HCT : 36,1 %, HGB: 11.8 g/d, PLT: 304 x 10 3/uL, HbSAg :
non reaktif, RT HIV : non reaktif dan hasil Proteinuria: +3.
Hal ini sesuai teori yang dimana dinyatakan bahwa Diagnosis preeklampsia
berat ditegakkan berdasarkan atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu. Hipertensi: sistolik/ diastolik >
160/110 mmHg. Proteinuria: 500 mg/24 jam atau > 4 + dipstik. edema lokal tidak
dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan
perut, edema generalisata.1
Pada pasien ini dianjurkan untuk istirahat baring dan diberikan terapi Ringer
Laktat, 28 tpm, Drips Mgso4 4 gram (10cc) dalam Nacl 100 ml habis dalam 30
menit 70 tpm dilanjutkan Drips Mgso4 6 gram (15cc) dalam RL 500 ml 20 tpm,
Nifedipin 3 x 10 mg dan dilanjutkan dengan rencana Sectio Caesarea.

14
Pada teori dijelaskan bahwa perawatan dan pengobatan Ibu hamil dengan
preeklampsia berat mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensi,
pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlihat dan
saat yang tepat untuk persalinan .1
Pada pasien juga mendapatkan terapi antihipertensi dimana dijelaskan pada
teori Pemberian antihipertensi, Masih banyak pendapat dari beberapa negara
tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/ll0 mmHg dan
MAP ≥ 126 mmHg. Hal ini sesuai teori dimana pasien tekanan darahnya setelah
diukur didapatkan 180/110 mmHg.1

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Chalik TMA. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:


Saifudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2016. p. 495-502
2. Widyaningrum PD. Manuaba IGBGF. Gambaran Kasus Preeklamsia dengan
Penanganan Konservatif di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar-Bali 2013.Denpasar: E-jurnal Medika; 2017. p. 1-4
3. Saraswati N. & Mardiana. Faktor Risiko yang Berhubungan Dengan Kejadian
Preeklamsia pada Ibu Hamil. Semarang: Unnes Journal of Public Health;
2016.p. 90-99

16

Anda mungkin juga menyukai