Anda di halaman 1dari 11

Tugas Histografi Umum

Nama : Ahmad Gufran Rosyidi


No : B0419002
Kelas : A / Semester 3

Niccolo Machiavelli

1. Kisah Hidup Niccolo Machiavelli

Niccolo Machiavelli lahir 3 Mei 1469, di Ponte Vecchio, Florence, Italia. Niccolo berasal
dari keluarga besar Machiavelli yang tergolong sebagai keluarga elite di Kota Florence.
Ayahnya, Bernando Machiavelli merupakan ahli hukum dan pegawai administrasi di
Florence. Bernado merupakan seorang tokoh yang terhormat di kalangan keluarga
Machiavelli. Lahir di keluarga golongan elit menjadikan Niccolo Machiavelli memperoleh
pendidikan yang lengkap dan mumpuni.

Kota kelahirannya Florence, merupakan kota yang besar dan megah di antara kota – kota
Eropa lain. Kota Florence merupakan kota perdagangan yang menghubungkan perdagangan
antara Benua Asia dan Benua Eropa. Kota Florence juga dapat dikatakan sebagai pintu masuk
menuju Benua Eropa. Setelah direbutnya Kerajaan Byzantium Timur di Konstantinopel oleh
para penguasa Islam di Timur Tengah pada abad ke-15, menjadikan aktivitas dagang di Kota
Florence semakin ramai. Niccolo Machiavelli lahir di masa pemerintahan Lorenzo de’ Medici
(1464 – 1492), yang berasal dari Keluarga Medici. Pada masa Kekuasaan Lorenzo yang
agung, Kota Florence berkembang menjadi kota yang maju di antara kota- kota di Eropa yang
lain.

Machiavelli banyak belajar dari hasil pengamatannya atas pemerintahan yang dijalankan 
Lorenzo. Salah satu peristiwa yang diamati Machiavelli adalah peristiwa konspirasi Pazzi
yang terjadi pada 1478. Peristiwa ini melibatkan Keluarga Pazzi, Keluarga Salviati dan Paus
Sixtus IV. Peristiwa ini merupakan percobaan Kudeta terhadap Lorenzo de Medici dan
saudaranya Giuliano de’ Medici yang berasal dari keluarga Medici. Dalam peristiwa tersebut
Giuliano de’ Medici terbunuh, tetapi Lorenzo Yang Agung berhasil menyelamatkan dirinya
dari percobaan pembunuhan. 
Machiavelli memandang peristiwa ini sebagai kegagalan tentara Kota Florence dalam
merespon peristiwa ini. Ia menilai tentara Kota Florence didominasi oleh tentara bayaran
(Mercenaries) yang tidak memiliki semangat patriotisme terhadap negaranya. Peristiwa ini
menciptakan pemikiran Machiavelli tentang diperlukannya tentara yang benar – benar
memiliki jiwa patriotisme. Dengan bantuan, Raja Lorenzo Yang Agung berhasil
menggagalkan kudeta dan menindak aktor – aktor yang terlibat di dalam kudeta dengan tegas.
Aktor intelek yang terlibat dalam peristiwa tersebut dieksekusi mati, sedangkan keluarga
Pizza dan keluarga Salviati di buang ke luar Kota Florence. Akibat peristiwa tersebut
Lorenzo Yang Agung memerintah Kota Florance dengan tangan besi hingga tidak segan –
segan melenyapkan orang yang menghalangi pemerintahan Lorenzo. Kondisi perpolitikan di
Florence setelah dilakukannya kebijakan tangan besi Lorenzo berangsur – angsur stabil
karena para oposan tidak berani menantang Lorenzo.

Machiavelli yang ketika itu berusia 9 tahun banyak belajar dari peristiwa di sekitarnya,
peristiwa – peristiwa ini mendasari cara berpikir Machiavelli dalam menentukan kebijakan
berpolitik dan berdiplomasi. Peristiwa – peristiwa tersebut menjadikan Machiavelli berpikir
menggunakan pola pikir sejarah (Histori) dalam memberikan suatu solusi dalam masalah
politik. Pemikiran – pemikiran yang berlandaskan peristiwa sejarah ini diinterpretasikan pada
beberapa karangan bukunya seperti sang penguasa (Il Principe) dan Seni Berperang (Art of
War) , Sejarah florence ( History of Florence) dan Dll. Dalam buku – buku tersebut
diutarakan kejadian – kejadian masa lalu, terutama sejarah kebesaran Romawi dan Yunani
kuno. Cerita – cerita kebesaran peradaban masa lalu itu Machiavelli gunakan sebagai dasar
rekonstruksi Negara Italia yang jaya.

Kekuasaan keluarga Medici atas Kota Florence berakhir pada 1494, dengan penguasa
terakhir Dietre de’ Medice ( Anak dari Lorenzo de’ Medice ). Berakhirnya kekuasaan
Keluarga Medice berakhir dengan direbutnya kekuasaan Kota Florence oleh Sarvanola.
Penduduk Kota Florence yang berasal dari kalangan menengah ke bawah berhasil
dipengaruhi oleh Sarvanola untuk menentang kekuasaan. Sarvanola yang  menganut paham
Teosentris berhasil mendapat tempat di kalangan bawah yang masih kental akan dogma –
dogma agama. 

Florence dibawah kepemimpinan rezim Teokrasi Sarvanola berlangsung pada 1498


sampai 1512. Sarvanola kemudian digulingkan oleh para aristokrat. Kota Florence kemudian
dipimpin oleh Soderini. Machiavelli menilai bahwa digulingkanya Sarvanola diakibatkan
tidak stabilnya perpolitikan di Pemerintahan Florence. Ketidakstabilan ini diakibatkan gaya
kepemimpinan Sarvanola yang terlalu mengindahkan gerak politik lawannya yang berusaha
menggulingkan pemerintahan.. 

Dari peristiwa ini Machiavelli belajar bahwa “ Kepala negara yang berhasil merupakan
kepala negara yang memimpin dengan kejam dan dengan cara yang tidak biasa”, Pemikiran
Machiavelli tersebut juga dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan Lorenzo de’ Medici yang
memimpin dengan gaya diktator untuk menciptakan stabilitas politik.

Pada masa kepemimpinan Soderini, Machiavelli ditunjuk menjadi diplomat dan politikus
mewakili Negara Florence. Machiavelli juga ditunjuk sebagai anggota majelis sepuluh di
Kota Florence. Machiavelli ditunjuk sebagai diplomat dengan tujuan membangun aliansi
dengan raja – raja Eropa. Hubungan aliansi ini diperlukan untuk membendung upaya
Keluarga Medici dalam menguasai kembali Kota Florence setelah keruntuhan rezim
Sarvanola. Upaya diplomasi dilakukan Machiavelli dengan berhubungan dengan raja – raja
Eropa Seperti Louis XVII, Maxmilian II dan Paus Julius II.

Ketika Machiavelli diangkat menjadi diplomat ia sering berhubungan dengan Casare


Borgia, sang Pangeran dari Valentino, putra dari hasil perkawinan gelap Paus Alexander VI
(memerintah dari 1492-1503). Casare Borgia dikenal sebagai pangeran yang kejam dan tegas,
Borgia tidak segan – segan membunuh lawannya yang mencoba menghalangi cita – cita
Borgia dan ayahnya untuk menyatukan Italia yang sekuler.

Dari hubungan dengan Borgia ini, Machiavelli banyak mendapat pelajaran bahwa pemimpin
yang kuat seperti Borgia merupakan pemimpin yang dibutuhkan Kota Florence untuk
meningkatkan moral masyarakat Florence, menyatukan masyarakat dan menciptakan sebuah
kota yang penuh kejayaan. Kisah Cesare Borgia Machiavelli tulis dalam bukunya “The
Prince” (Sang Pangeran).

Pada tahun 1512 Florence kembali dikuasai keluarga Medici, yang selama dua puluh
tahun baru berhasil kembali merebut kekuasaan dari lawan - lawan politiknya. Lorenzo II de'
Medici menjadi penguasa baru. Semua kaki-tangan Soderini dilucuti kekuasaan dan
wewenang dan disingkirkan ke pinggir panggung politik. Machiavelli juga tersingkir dan
menjadi manusia atau warga negara Florence yang marjinal, masuk barisan rakyat biasa tanpa
embel-embel kekuasaan dan privilese apa pun.
Pada tahun 1512 Machiavelli dicopot dari jabatannya sebagai anggota Majelis
Sepuluh. Pada tahun 1513 dia dijatuhi hukuman penjara atas tuduhan terlibat dalam
komplotan melawan penguasa yang sah Medici. Tetapi karena bantuan para sahabat yang
masih berpengaruh, dia dibebaskan dari hukuman penjara. Namanya direhabilitasi, kemudian
dia dipensiunkan pada umur 44 tahun (1513). 

Machiavelli menghabiskan masa pensiun dan masa kehidupannya dengan berdiam di


sebuah perkebunan kecil miliknya di luar kota Florence, daerah San Cassiano. Di sana dia
hidup bersama enam anaknya dan istrinya, Marietta Corsini, yang memang mencintainya,
tetapi sering dilupakan karena kegiatan karirnya selama itu. Pada tahun 1527 dia meninggal
dunia, tetapi sebelumnya dia menyatakan dirinya kembali sebagai penganut agama Katolik
dan mempersiapkan diri menemui ajalnya dengan upacara yang sesuai dengan tradisi agama
Katolik. 

2. Pemikiran Niccolo Machiavelli

 Realitas Politik

Machiavelli berpendapat bahwa dalam kehidupan berpolitik tidak ada yang 


mengutamakan kepentingan bersama dan berasas keadilan. sebaliknya dalam realitas
kehidupan politik, orang – orang lebih mengutamkan kepentingan dirinya ataupun bangsanya
dari pada kepentingan bersama, demikianlah kondisi realita perpolitakan yang coba
diutarakan Machiavelli.

Pandangan akan realitas perpolitikan yang diutarakan Machiavelli ini diperoleh ketika
ia menjabat sebagai diplomat mewakili Kota Florence. Machiavelli melihat bahwa dalam
kegiatan berdiplomasi dengan negara lain, suatu negara akan melihat keuntungan yang
diperoleh ketika ia bekerja sama dengan suatu negara. hubungan diplomatik ini dilakukan
dengan tujuan mensejahterakan kepentingan negaranya sendiri, tanpa memperdulikan
kesejahteraan negara partnernya. Praktek diplomasi ini dilakukan dengan cara paksaan
sekalipun agar negara partner setuju dengan perjanjian yang diajukan. Pikiran akan realitas
politik diplomasi ini juga didasarkan pada kondisi politik diplomasi yang digunakan Kerajaan
Romawi. Machiavelli menilai tren politik semacam ini akan terus berulang meskipun dengan
bentuk dan wujud yang berbeda.
Wujud dari Realitas politik ini, juga berlaku bagi perpolitikan dalam negeri.
Machiavelli berpendapat bahwa politik itu bersifat anarkis, artinya masyarakat dan para
politisi oposisi akan selalu mencari cara dalam menghancurkan rezim yang berkuasa.
Machiavelli menyarankan kepada para penguasa bahwasanya para oposan yang dikira akan
menghambat pikiran dan kebijakan penguasa sebaiknya disingkirkan dan wajib diburu
sampai akar – akarnya. Machiavelli menilai barisan oposisi tidak mungkin dapat diajak
kerjasama, para oposan dinilai Machiavelli akan menciptakan tidak stabilnya situasi politik.
Pemikiran ini disimpulkan Machiavelli ketika ia mengamati kondisi politik yang dialami
Sarvanola. Sarvanola terlalu menggantungkan pada moralitas gereja dan tidak
memperdulikan realitas politik di Kota Florence yang kacau. Rezim Sarvanola pun berakhir
dengan kemenangan para Aristokrat kapitalis yang berusaha mendominasi pemerintahan.

Pemahaman akan realita politik yang ada di suatu negara perlu dipahami seorang
pemimpin, sebagai upaya mempertahankan stabilitas pemerintahnya. Hal demikian
diperlukan jika kekuasaan suatu pemerintahan tidak mengalami keruntuhan dalam memimpin
negara. 

 Saran Untuk Sang Penguasa

Dalam menghadapi suatu realitas politik yang ada, diperlukan Penguasa yang kuat.
Hal pertama untuk menciptakan stabilitas politik yang ada, dengan cara menyingkirkan lawan
politik sang penguasa. Kegiatan pembersihan orang – orang yang bertentangan dengan politik
sang penguasa dilakukan dengan cara kejam sekalipun. Sang pemimpin harus bertindak tegas
dengan memberikan hukuman mati kepada sang penentang pemerintahan. Para penentang
perlu dibunuh dengan tujuan untuk menghilangkan segala pengaruhnya, yang ditakutkan
akan menyebar luas. 

Setelah Stabilitas politik dapat dicapai, dimulailah proses penanaman kekuasaan sang
penguasa ke masyarakat. Penanaman kekuasaan sang penguasa dilakukan dengan
memberikan pemahaman akan mulianya sang penguasa. Proses doktrinisasi ini dilakukan
agar masyarakat mematuhi kebijakan sang pemimpin dalam membagun negerinya.
Doktrinisasi dapat dilakukan dengan memberikan rasa makmur dan sejahtera dalam diri
masyarakat, sehingga akan timbul suatu rasa kecintaan terhadap pemimpin dan sang
penguasa. Sang pemimpin juga harus tetap mempertahankan stabilitas politik melalui
legalitas konstitusional. Machiavelli menuntut pemimpin negara untuk menciptakan rasa
cinta dan ketakutan dalam benak masyarakat negara. Jikalau tidak dapat diperoleh kedua
faktor tersebut, sang pemimpin dituntut agar lebih mengutamakan rasa takut masyarakat
kepada sang penguasa daripada rasa cinta.

Ide – ide yang disampaikan oleh Machiavelli untuk sang penguasa tersebut didasarkan
pada pengalam Machivelli dalam mengamati Cesare Borgia. Casare Borgia ketika
menginvasi Romagna dan melakukan serangkaian kebijakan. Borgia memerintahkan untuk
membunuh semua laki – laki yang menentang dan benci atas kedatangan dirinya, orang –
orang ini kemudian digantung dihadapan para masyarakat, kegiatan ini ditujukan agar tercipta
rasa takut terhadap Borgia. Setelah Kota Romagna tercapai suatu stabilitas, Borgia kemudian
melakukan serangkaian kebijakan dalam rangka mensejahterakan masyarakat, seperti
pemotongan pajak, bantuan sosial, dan pembangunan pusat - pusat ekonomi serta hiburan
masyarakat. Machiavelli mendeskripsikan hal tersebut sebagai keberhasilan seorang
pemimpin. 

Machiavelli menyimpulkan bahwa seorang pemimpin harus memenuhi konsep


“Virtue” berupa kemampuan seorang pemimpin untuk menguasai dan unggul dalam tatanan
kehidupan. Keunggulan ini mencakup kebijaksanaan, strategi, kekuatan, keberanian dan
kekejaman. Konsep “crimimenal virtue”  kekejaman, diutamakan oleh Machiavelli karena ia
bepikiran bahwa seorang pemimpin haruslah kejam demi negaranya.

 Patriotisme dan Angkatan Bersenjata

Dalam menciptakan suatu kestabilan politik yang kuat suatu negara haruslah
mempunyai hukum dan angkatan bersenjata demi mempertahankan privilege sang penguasa.
Machiavelli berpendapat, suatu angkatan bersenjata diperlukan untuk mengontrol seluruh
aspek kehidupan bernegara, termasuk politik. Kepemilikan suatu angkatan bersenjata ini
hukumnya mutlak untuk menjamin kemerdekaan suatu negara. 

Untuk menciptakan suatu angkatan senjata, sang penguasa dapat memanfaatkan dari
masyarakatnya sendiri. Machiavelli menganjurkan untuk membentuk suatu angkatan senjata
yang beranggotakan masyarakat negara dari pada angkatan senjata bayaran. Machiavelli
menilai tentara bayaran tidak memiliki semangat pengorbanan bagi negara. Ia juga menilai
bahwa, tentara bayaran juga dapat menjadi bumerang bagi negara bilamana terjadi pengalihan
pihak oleh tentara bayaran. Hal tersebut dapat terjadi karena para tentara bayaran hanya
berjuang karena uang yang dibayar, bukan  rasa loyalitas kepada bangsa yang dibela.
Untuk membuat suatu angkatan bersenjata yang berasal dari formasi masyarakat
negara, diperlukan suatu pemimpin atau jendral untuk mengkoordinasi jalannya angkatan
bersenjata. Jendral ini dipilih sang penguasa dari penduduk negara. Dalam memilih jendral
sang penguasa harus menentukan dari pengalaman militer dan loyalitas sang jendral terhadap
penguasa. Menurut Machiavelli, Loyalitas sang Jenderal paling diutamakan karena jika
jendral tidak memiliki loyalitas yang penuh kepada sang penguasa, ditakutkan akan terjadi
kudeta terhadap kekuasaan. Sang Jendral juga dituntut untuk memiliki vitalitas yang tinggi,
sehingga mampu menyebarkan vitalitasnya ke prajuritnya yang selanjutnya disebarkan ke
masyarakat. Masyarakat yang mempunyai vitalitas dan semangat juang yang tinggi dapat
mempertahankan keamanan negara dari musuh.

Untuk menumbuhkan semangat juang dan cinta negara, Machiavelli menyarankan


agar dibuat suatu peraturan mengenai wajib militer kepada seluruh masyarakat. Wajib militer
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan bela negara masyarakat. Selain meningkatkan
kemampuan militer dalam masyarakat. Wajib militer dinilai Machiavelli sebagai sarana
doktrinasi patriotisme yang efektif. Selain melalui wajib militer indoktrinasi nilai - nilai
patriotisme bangsa dapat dilakukan melalui sarana agama. Agama digunakan untuk
menumbuhkan patriotisme dengan cara membuat suatu pandangan tentang penghormatan
sang penguasa dan negara. Tindakan pengkeramatan sang penguasa ditunjukan menciptakan
rasa cinta kepada pemimpin. Pengkeramatan ini dapat dilakukan dengan membentuk slogan
agama yang berkaitan dengan kebesaran sang pemimpin.

Machiavelli menunjukkan apa yang mungkin berada di balik slogan patriotisme,


yakni cara-cara sang penguasa untuk membangkitkan semangat rakyat/massa, yang memang
tidak seluruhnya mampu memahami secara mendalam kompleksitas isu-isu politik dan
ekonomi negara. Patriotisme membantu menyederhanakan kerumitan persoalan, memulihkan
perbedaan pendapat dan pertentangan pendapat tentang isu - isu yang sudah dilontarkan dan
kemudian meniup rasa kebenaran dan rasa kepastian bagi orang-orang yang berpikiran
sederhana dan biasa.

 Moralitas dan Politik

Machiavelli berpendapat bahwa dalam berpolitik instrumen – instrumen moral


merupakan suatu hal yang tidak penting. Machiavelli menilai bahwa para politisi – politisi di
lingkungan politik bangsa, pada dasarnya jahat dan immoral, serta pembohong dan
penghianat. Ia menuntut para pemimpin dan politisi untuk berpersepsi sesuai dengan realitas
bukan apa yang diharapkan. 

Di tengah situasi chaos di bidang religius serta disintegrasi di bidang moralitas publik,
maka bagi Machiavelli persoalan kekuasaan yang diutamakan bukannya soal legitimasi
moral, tetapi bagaimana kekuasaan yang tidak stabil itu menjadi stabil dan lestari.
Pandangannya tentang politik tidak berasal dari pandangan tradisional pada waktu itu, yang
melihat tugas pemerintah terutama pada distribusi dan pemeliharaan nilai keadilan.15
Pandangan tradisional itu tidak cocok dengan praktek kekuasaan yang dia saksikan dan
dialami ketika dia hidup dan juga tidak cocok dengan praktek politik pada masa Kekaisaran
Romawi sedang berjaya.

Legitimasi Moral sang penguasa tidak diperlukan untuk menstabilkan kondisi negara.
Kekuasan sang penguasa diutamakan untuk mengamankan kekuasaan yang ada di tangannya.
Machiavelli menilai bahwa politik dan moral tidak ada hubungannya. Kunci kesuksesan
politik adalah kemampuan pemimpin untuk  memperkuat kekuasaan dan memperluas
kekuasaan. 

Maka dari itu seorang pemimpin tidak perlu mengindahkan niali etis ketika berpolitik.
Dalam melakukan kerjasama yang mengikat dengan negara lain. Seorang penguasa sah – sah
saja melakukan pembatalan dan penghianatan untuk kepentingan bangsanya. Begitu juga
ketika penguasa menstabilkan politik dalam negeri, ia dapat mengunakan kekerasan terhadap
penentang dengan tujuan menciptakan kestabilan negara.

 Agama Menurut Machiavelli

Dalam menilai posisi agama dalam negara, Machiavelli belajar dari pengalaman
bangsa Romawi Kuno dalam menempatkan agama. Bangsa Romawi Kuno menganut ajaran –
ajaran yang berpusat antroposentris ( Sebelum diimaninya Kristen sebagai agama Romawi).
Agama Romawi Kuno bersifat memuliakan tindakan manusia. Agama ini berpihak pada
tindakan – tindakan manusia yang penuh aksi. Machiavelli memuji tindakan Romulus, dalam
mitos agama kuno Romawi, yang terpaksa membunuh Romus, saudara kembarnya, demi
merebut serta mempertahankan kekuasaan dan stabilitas negara itu. Manusia aksi seperti
Romulus dengan karakter yang kuat mampu untuk meraih apa yang dicita-citakannya;
mampu mencapai kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan selama mungkin.
Dalam memandang realitas agama dalam kegiatan perpolitikan masa abad ke-15.
Machiavelli memandang bahwa Gereja memainkan peranan penting dalam  ketidakstabilan
negara. Dia sangat kritis dalam serangannya terhadap Gereja dan pendetanya karena
kegagalan mereka memberikan inspirasi moral. Machiavelli anti-Gereja dan anti-pendeta,
tetapi tidak anti-agama. Dia menganggap agama sebagai diperlukan tidak hanya untuk
kehidupan sosial manusia, tetapi juga untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat negara.
Itu penting dalam suatu negara karena pengaruh yang ditimbulkannya terhadap kehidupan
politik secara umum. Para penguasa harus menggunakan agama dalam kekuasaan mereka
secara efektif, tetapi dengan penuh tanggung jawab dan kehati - hatian, jika tidak maka bisa
menjadi bencana. Agama hanya baik jika menghasilkan ketertiban masyarakat terhadap
penguasa. 

Sebagai kekuatan sosial, agama memainkan peran penting, karena agama


mementingkan keegoisan manusia melalui doktrin penghargaan dan hukuman, dengan
demikian mendorong perilaku yang pantas dan perilaku baik yang diperlukan untuk
kesejahteraan masyarakat. Agama menentukan norma-norma dan nilai-nilai sosial dan etis
yang mengatur perilaku dan tindakan manusia.

Machiavelli berpendapat bahwa semangat publik sangat penting untuk stabilitas


negara. Salah satu penentu utama semangat publik adalah agama dan kebebasan. Dia
menyarankan pemimpin untuk melakukan apa saja untuk menumbuhkan kepercayaan pada
agama, bahkan jika penguasa dalam kapasitas pribadinya tidak beragama atau memiliki
sedikit kepercayaan pada agama. 

Machiavelli menyarankan kepada para penguasa untuk menyesuaikan kepercayaan


agama di negerinya dengan ajaran agama yang dipraktekan pada masa Romawi Kuno. Ajaran
agama Romawi Kuno ini dapat menumbuhkan rasa patriotisme dan dapat menumbuhkan rasa
keberanian.   

 Manusia Baik Menurut Machiavelli

Bertolak pada realitas kehidupan yang diamatinya, Machiavelli menilai bahwa orang
jahat cenderung menang. Orang jahat melakukannya karena mereka memanfaatkan atas
kebaikan orang lain. Orang yang jahat  bersedia bertindak dengan kecerdikan yang paling
licik untuk mencapai tujuannya. Orang jahat akan melakukan hal tersebut jika lingkungannya
bersikap kaku. Mereka akan siap untuk berbohong, memutarbalikkan fakta, mengancam atau
melakukan kekerasan.
Machiavelli menilai bahwa orang yang baik merupakan orang yang harus sebaik apa
yang diinginkan. Tapi orang tersebut jangan terlalu larut dalam perilaku baiknya, ada kalanya
seseorang harus berperilaku seperti orang yang paling jahat dan buruk seperti berbohong,
berkhianat, dan berdusta untuk mewujudkan sesuatu yang menurutnya dianggap baik.

Daftar Pustaka

1. Machiavelli, Niccolo. 1891. Sang Pemimpin.Woekirsari. 1987. PT Gramedia : Jakarta, Indonesia

2. Miles, J.unger. 2011. Machiavelli: A Biography. Simon & Schuster : New York, Amerika .
Ebook diakses di https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=1RIK8pGi374C&oi=fnd&pg=PA1&dq=biography+of+machiavelli&ots=4D6tVpMclo
&sig=EY7PiqX3KtqD4tleZ92qgT0GM4k&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false.
3. Ridolfi, Roberto. 2010. The Life of Niccolò Machiavelli. Routledge. Oxsfordshire : Inggris.

Ebook diakases di : https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=1Ivt5ae5k-


QC&oi=fnd&pg=PP1&dq=biography+of+machiavelli&ots=WxEGZsaHQE&sig=vNAhR3eD9G4gVSE1Vc
qtnLaHCLo&redir_esc=y#v=onepage&q=biography%20of%20machiavelli&f=false

4. Ichadwick. 2013. Machiavelli and Pazzi Conspiracy.


http://ianchadwick.com/machiavelli/machiavelli-and-the-pazzi-conspiracy-part-1/. Diakses pada 13
November 2020.

5. Barteli, Sergio. 1975. Machiavelli and Soderini. Cambridge University Press. Hlm 16.

Jurnal diakses di : https://www.jstor.org/stable/2860418

6. Unknown. 2018. Machiavelli. https://www.history.com/topics/renaissance/machiavelli. Diakses


pada 13 November 2020

7. Marandi, Parhma. 2017. The Concept of Virtue in Machiavelli’s The Prince.


https://medium.com/@parhawm/the-concept-of-virtue-in-machiavellis-the-prince-7a29d0d8e81e.
Diakses pada 13 November 2020.
8. Yadav, Nitish. Tanpa Tahun. Machiaveli’s Views on Relegion. University of Delhi.

Jurnal diakses pada : https://www.academia.edu/37809736/Machiavellis_views_on_Religion

9. Unknown. Tanpa Tahun. Machiavelli’s Advice for Nice Guy.


https://www.theschooloflife.com/thebookoflife/machiavellis-advice-for-nice-guys/. Diakses Pada 13
November 2020.

Anda mungkin juga menyukai