Anda di halaman 1dari 24

Miniriset

PERSEBARAN FLORA DAN FAUNA DI KABUPATEN TAPANULI


SELATAN, PROVINSI SUMATERA UTARA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biogeografi

Dosen Pengampu : Nina Novira, Ph.D

Oleh Kelompok 4 :
1. Lily Anida Harahap (3171131012)
2. Novita Apriani Pandiangan (3171131013)
3. Heri Agustino Simanjuntak (3171131007)

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyusun makalah proposal mini riset ini yang berjudul
“Persebaran Flora Dan Fauna Di Tapanuli Selatan” Yang bertujuan sebagai intrumen
pemenuhan penugasan mata kuliah Biogeografi oleh Ibu dosen Nina Novira, Ph.D

Penulisan makalah proposal ini merupakan instrumen dasar dalam melakukan


kegiatan penelitian. Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk menganalisis permasalahan
terkait dengan pembelajaran mata kuliah. Semoga makalah proposal penelitian ini dapat
dilakukan dan menjadi acuan pelaksanaan penelitian guna mengetahui Persebaran Flora Dan
Fauna Di Tapanuli Selatan

Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah, dengan
demikian negara Indonesia memiliki potensi lingkungan yang sangat besar untuk
dikembangkan sebagai sarana mencari pengetahuan lebih lanjut. Bukan hanya itu, Indonesia
juga merupakan salah satu paruparu dunia yang terkenal kaya akan ragam flora dan faunanya,
dapat disimpulkan sepertiga kekayaan alam dunia terdapat pada alam Indonesia.
Setiap negara memiliki jenis flora dan fauna yang berbeda satu sama lain. Bahkan kita
mengenal istilah flora dan fauna endemik yang merupakan hewan dan tumbuhan asli daerah
tersebut dan kita tidak akan pernah bisa menemukannya di tempat lain.
Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki luas total sebesar 444.482,30 Ha, yang terdiri
dari 14 kecamatan, 36 kelurahan dan 212 desa. Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ibu kota
Sipirok adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara berada di antara Medan (ibu kota
Propinsi Sumatera Utara) dan Padang (ibukota Sumatera Barat). Berdasarkan Perda
Kabupaten Tapanuli Selatan No. 5 tahun 2008 tentang Pembentukan, Penggabungan Desa
dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan serta Perda No.5 Tahun 2011 maka jumlah
Desa dari 493 berubah menjadi 211 desa jumlah kelurahan dari 10 berubah menjadi 37
kelurahan..
Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) masih mengalami deforestasi lanskap. Analisis
penutup lahan terbaru menunjukkan deforestasi mencapai lebih dari 4000 ha selama 2017.
Penggundulan hutan telah membuat Kabupaten Tapanuli Selatan kehilangan sumber daya
alamnya, fungsi pengaturan air dan keanekaragaman hayati, lebih rentan terhadap dampak
buruk perubahan iklim, dan akhirnya berdampak terhadap peningkatan angka kemiskinan.
Saat ini, sebagian besar kawasan hutan dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit
oleh masyarakat. Kegiatan deforestasi ini berdampak terhadap hilangnya fungsi pada area
yang sensitif secara ekologi seperti NKT dan SKT, lahan gambut, area dengan dampak luas
pada keanekaragaman hayati, fragmentasi habitat, degradasi lahan, dan erosi tanah.
B. Rumusan Masalah

Untuk rumusan masalah pada penelitian ini adalah Dimana saja letak Habitat Persebaran
Flora Dan Fauna Di Tapanuli Selatan

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Dimana saja letak Habitat Persebaran
Flora Dan Fauna yang berada Di Tapanuli Selatan

D. Mamfaat penelitian

Mamfaat dari penelitian ini adalah agar mengetahui Dimana saja letak Habitat
Persebaran Flora Dan Fauna Di Tapanuli Selatan dan untuk menambah wawasan baru.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Flora Dan Fauna

Pengertian flora dan fauna secara sederhana flora adalah tanaman dan fauna adalah
hewan. Sementara pengertian flora secara umum adalah segala jenis tumbuhan serta tanaman
yang ada di muka bumi dan Fauna adalah segala jenis hewan yang hidup di muka bumi. Flora
dan fauna memiliki jenis yang begitu banyak dan beragam hingga tidak lagi terhitung
jumlahnya. Beragam hewan dan tumbuhan tersebut memiliki tempat tinggal yang beragam
mulai di laut, atau bisa pula di darat.

Flora endemik merupakan sekelompok jenis tumbuhan yang hidup pada suatu daerah
tertentu. Ada flora jawa, flora daerah sumatera, flora endemik kalimantan dan lain-lain. Flora
endemik pada suatu daerah biasanya memiliki jenis tertentu yang terkadang tidak bisa
ditemukan di daerah lain atau mungkin jarang ditemukan. Hal ini dikarenakan pada tiap
daerah memiliki tingkat kesuburan perbedaan iklim dan cuara serta jenis tanah yang berbeda
satu dengan yang lain. Flora endemik di Jawa contohnya adalah bunga melati, flora endemik
Papua adalah tanaman buah merah, flora endemik daerah Sumatera adalah rafllesia arnoldi
atau bunga bangkai dan lain sebagainya.

Tidak hanya pada flora, namun pada dunia hewan atau fauna juga memiliki kelompok
yang berbeda pada tiap daerah. Contoh fauna endemik asli dari Papua adalah burung
cendrawasih. Fauna asli dari Jawa adalah badak bercula satu dan fauna dari Sumatera adalah
harimau sumatra. Fauna memiliki nama imbuhan geografis seperti hewan peralihan, hewan
asia serta hewan australia.

B. Faktor Penyebab Persebaran Flora Dan Fauna

Setiap negara memiliki jenis flora dan fauna yang berbeda satu sama lain. Bahkan kita
mengenal istilah flora dan fauna endemik yang merupakan hewan dan tumbuhan asli daerah
tersebut dan kita tidak akan pernah bisa menemukannya di tempat lain. Berikut adalah faktor-
faktor yang memicu persebaran flora dan fauna:
Berikut ini dipaparkan faktor-faktor yang menyebabkan persebaran flora dan fauna

A. Jenis

A. Faktor Biotik
a. Flora (Tumbuhan)

Peran tumbuhan berkaitan erat dengan penyuburan tanah. Tanah yang subur dan
gembur akan membuat tumbuhan bertumbuh lebat dan mempengaruhi kehidupan hewan di
sekitarnya. Salah satu tumbuhan yang bermanfaat dalam persebaran flora fauna adalah
tumbuhan berjenis jamur. Salah satu jamur yang bermanfaat bagi tanaman adalah
Acetobacter sp yang berguna untuk menghambat fungi penyebab bercak pada tanaman
mentimun.

b. Fauna (Hewan)

Salah satu hewan yang membantu persebaran tumbuhan adalah hewan penyerbuk.
Hewan berjenis ini menghisap madu dari bunga dan membawa serbuk sari terbang
bersamanya. Serbuk sari tersebut jatuh di bunga lainnya dan menyebabkan penyerbukan
silang. Hewan penyerbuk antara lain lebah madu, tawon madu, lalat bunga, kupu-kupu,
ngengat, burung kolibri, dan banyak lagi. Selain lebah madu baru-baru ini ditemukan adanya
istilah lebah laut dari jenis krustasea. Hewan invertebrata ini menghampiri serbuk sari bunga
dari rumput laut. Mereka mendekatinya karena ingin mencari makan di sekitar rumput laut.
Serbuk saripun menempel pada krustasea dan ikut terbawa saat mereka hinggap di rumput
laut lainnya. Cara ini membantu penyerbukan di ekosistem laut.

c. Manusia

Manusia memiliki peran yang sangat besar untuk menentukan kehidupan hewan dan
tumbuhan. Salah satu sifat manusia yang destruktif seringkali menjadi penyebab hilangnya
habitat asli suatu makhluk hidup. Sebagai contoh adalah hewan langka yang saat ini sulit
ditemukan di alam bebas. Semuanya berawal dari keinginan manusia untuk memperluas
lahan pertanian sehingga menggunduli hutan yang merupakan habitat hewan banyak.
Maraknya pembalakan liar membabat hutan membuat binatang sulit mencari makan untuk
bertahan hidup dan berkembang biak. Akibatnya banyak hewan yang mulai punah dan masuk
ke dalam hewan yang dilindungi. Dampak hutan gundul sangatlah besar terhadap kehidupan
flora dan fauna di seluruh dunia. Sebagai contoh di hutan Kalimantan selama 16 tahun
terakhir orang utan yang telah mati mencapai 100.000 ekor. Setelah diteliti lebih dalam
punahnya orang utan akibat ulah manusia karena merusak hutan tempat tinggalnya dan
perburuan liar sehingga jumlah orang utan di alam liar semakin menipis. Untuk menyikapi
hal tersebut dibuatlah hutan lindung dan suaka margasatwa sebagai bentuk kepedulian
manusia terhadap alam dan melindungi flora fauna langka dari kebinasaan.

B. Faktor Abiotik
a) Klimatik (Udara)

Iklim merupakan faktor dominan yang mempengaruhi pola persebaran flora dan fauna.
Wilayah-wilayah dengan pola iklim ekstrim seperti kutub yang senantiasa tertutup salju dan
lapisan es abadi atau gurun yang gersang sudah barang tentu sangat menyulitkan bagi
kehidupan organisme. Karena itu, persebaran tumbuhan dan binatang di kedua wilayah ini
sangat minim baik jumlah maupun jenisnya. Sebaliknya di daerah tropis merupakan wilayah
yang optimal bagi kehidupan spesies. Faktor iklim terbagi lagi menjadi beberapa bagian,
yaitu:

− Suhu

Suhu suatu tempat mempengaruhi pertumbuhan dan persebaran flora dan fauna di
dunia. Suhu dipengaruhi oleh pancaran sinar matahari. Hla ini berkaitan dengan posisi lintang
di bumi sangat berhubungan dengan penerimaan intensitas penyinaran matahari yang
berbeda-beda di berbagai wilayah. Daerah-daerah yang berada pada zone lintang iklim tropis
menerima penyinaran matahari setiap tahun relatif lebih banyak dibandingkan wilayah lain.
Perbedaan ini menyebabkan variasi suhu udara di berbagai kawasan di muka bumi.
Perbedaan suhu juga terjadi karena secara vertikal yaitu letak suatu wilayah berdasarkan
perbedaan ketinggian di atas permukaan laut.

Kondisi suhu udara tentunya sangat berpengaruh terhadap kehidupan flora dan fauna,
karena berbagai jenis spesies memiliki persyaratan suhu lingkungan hidup ideal atau
optimum serta tingkat toleransi yang berbeda satu sama lain. Contoh, flora dan fauna yang
hidup di kawasan kutub memiliki tingkat ketahanan dan toleransi lebih tinggi terhadap
perbedaan suhu ekstrim antara siang dan malam dibandingkan dengan flora dan fauna tropis.

Secara umum wilayah-wilayah yang memiliki suhu udara tidak terlalu dingin atau
panas merupakan habitat yang sangat baik atau optimal bagi sebagian besar kehidupan
organisme, baik manusia, flora dan fauna. Hal ini disebabkan suhu yang terlalu panas atau
dingin merupakan salah satu kendala bagi mahluk hidup.

Khusus dalam dunia tumbuhan, kondisi suhu udara adalah salah satu faktor pengontrol
persebaran vegetasi sesuai dengan posisi lintang, ketinggian tempat, dan kondisi
topografinya. Karena itu, sistem penamaan habitat tumbuhan sering kali sama dengan kondisi
iklimnya, seperti vegetasi hutan tropis, vegetasi lintang sedang, vegetasi gurun, dan vegetasi
pegunungan tinggi.

Tumbuhan yang hidup di negara tropis selalu mendapat sinar matahari yang
merupakan kebutuhan pokok tanaman dan suhu yang tidak ekstrim dan cenderung stabil.
Sedangkan tumbuhan di negara empat musim harus bisa bertahan hidup dengan perbedaan
suhu yang tajam. Karena itu terdapat 2 kelompok vegetasi berdasarkan waktu regenarasi dan
pertumbuhannya, antara lain:

1) Kelompok vegetasi annual. Kelompok tanaman ini hanya tumbuh pada waktu tertentu
saja yaitu di musim panas. Di musim dingin tumbuhan tertutup salju. Contohnya
adalah bunga-bunga khas daerah dingin dan tanaman kecil.
2) Kelompok vegetasi perennial. Kelompok ini mampu bertahan di suhu yang sangat
rendah di musim dingin. Cara ini membantu tumbuhan untuk tetap berkembang
walaupun di bawah suhu yang ekstrim. Contohnya adalah pohon-pohon yang berusia
lebih dari satu tahun.
− Sinar Matahari
Sinar matahari adalah makanan tumbuhan. Cahayanya membantu siklus fotosintesis di
tanaman hijau. Flora yang tumbuh di iklim sub tropis menyesuaikan diri dengan ketersediaan
sinar matahari. Di musim gugur saat udara dingin, tumbuhan merontokkan daunnya
menjelang musim dingin. Sedangkan tanaman di iklim tropis selalu mendapatkan sinar
matahari sepanjang tahun sehingga tidak perlu merontokkan daunnya.

– Kelembapan udara

Kelembaban udara menggambarkan uap air yang terkandung di dalam udara. Semakin
lembab semakin banyak pula uap air yang ada. Air adalah komponen penting bagi
kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Selain itu air mempengaruhi serapan zat hara
oleh akar tumbuhan. Tingkat kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap pola
persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah
kering, sebaliknya terdapat jenis tumbuhan yang hanya bertahan hidup di atas lahan dengan
kadar air selalu tinggi. Berdasarkan tingkat kelembaban, berbagai jenis tumbuhan
diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok utama, yaitu sebagai berikut ini.

1) Xerophyta, yaitu jenis tumbuhan yang tahan terhadap lingkungan hidup yang kering
atau gersang (kelembaban udara sangat rendah). Contoh: Kaktus, dan rumput gurun;
2) Mesophyta, yaitu jenis tumbuhan yang cocok hidup di lingkungan yang lembab.
Contoh: Anggrek, Cendawan (jamur);
3) Hygrophyta, yaitu jenis tumbuhan yang cocok hidup di lingkungan yang basah.
Contoh: Eceng Gondok, dan Teratai,
4) Tropophyta, yaitu jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap perubahan
musim. Contoh: pohon Jati

– Curah Hujan

Intensitas curah hujan di suatu tempat menentukan keberlangsungan hidup flora dan
fauna di dalamnya. Dalam siklus hidrologi, hujan merupakan sumber bagi pendistribusian air
yang ada di permukaan bumi ini. Begitu pentingnya air bagi kehidupan mengakibatkan pola
persebaran dan kerapatan mahluk hidup antar wilayah biasanya tergantung dari tinggi-
rendahnya curah hujan. Wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan tinggi umumnya
merupakan kawasan yang dihuni oleh aneka spesies dengan jumlah dan jenis jauh lebih
banyak dibandingkan dengan wilayah yang relatif lebih kering. Sebagai contoh daerah tropis
ekuatorial dengan curah hujan tinggi merupakan wilayah yang secara alamiah tertutup oleh
kawasan hutan hujan tropis (belantara tropis) dengan aneka jenis flora dan fauna dan tingkat
kerapatan tinggi.

– Angin

Angin juga mempengaruhi jenis tumbuhan dan hewan yang ada. Angin membantu
penyebaran serbuk sari dari bunga untuk menjamin keberlangsungan hidup suatu tanaman.
Angin yang bertiup juga membantu burung untuk terbang dan bermigrasi saat musim dingin
ke tempat yang lebih hangat. Selain itu, angin berfungsi untuk mendistribusikan uap air atau
awan yang mengandung hujan dari suatu tempat ke tempat lain.

b. Edafik (Tanah)

Faktor edafik adalah faktor tanah yang ditempati oleh hewan dan tumbuhan. Tanah
merupakan media tumbuh dan berkembangnya tanaman. Tingkat kesuburan tanah merupakan
faktor utama yang berpengaruh terhadap persebaran tumbuhan. Ini berarti semakin subur
tanah maka kehidupan tumbuhan semakin banyak jumlah dan keanekaragamannya. Tanah
yang subur akan memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu,
hewan juga akan lebih mudah menemukan makanan jika tanaman di sekitarnya tumbuh subur
dan berbuah lebat. Faktor-faktor edafik yang mempengaruhi jenis flora dan fauna antara lain:

– Keasaman tanah

Tingkat keasaman atau pH menentukan kesuburan tanah tersebut. Tanah masam akan
membuat tumbuhan tidak bisa berkembang. Tanah yang subur memiliki zat hara yang tinggi.
Kesuburan suatu tanaman ditentukan oleh kemampuannya menyerap zat hara yang
terkandung di dalam tanah. Jika tingkat pH terlalu rendah atau tinggi akan berakibat buruk
bagi pertumbuhan tanaman. Tanah terbaik bagi tumbuh-tumbuhan adalah tanah dengan
tingkat pH yang netral.

– Tekstur tanah

Tekstur tanah yang baik bagi tumbuhan adalah yang memiliki komposisi tanah
lempung, pasir, dan debu yang seimbang. Jika tanah terlalu kasar akan membuat tumbuhan
sulit untuk tumbuh. Sebagai contoh adalah ekosistem gurun. Tanah di gurun terdiri dari pasir
yang sangat kering. Tanahnya gersang dan hanya terdapat beberapa jenis flora dan fauna
yang dapat bertahan hidup di gurun. Pachypodium adalah tanaman khas padang pasir yang
berasal dari Benua Afrika. Tanaman ini tumbuh di tempat kering sehingga ia mampu
menyimpan air (tanaman sukulen). Batangnya lunak dan tidak memiliki kayu, cadangan
makanan disimpan di bonggol yang terletak di pangkal batang. Tanaman ini berfungsi
sebagai tanaman hias.

– Kandungan air tanah

Tumbuhan menggunakan akarnya untuk menyerap air di dalam tanah. Air tanah
membantu tanaman menyerap mineral yang diperlukan bagi keberlangsungan hidupnya.

– Struktur tanah

Struktur tanah adalah komposisi material yang membentuk tanah. Porositas adalah
tingkat kemampuan tanah untuk membuat air mengalir diantaranya. Sedangkan permeabilitas
adalah besar pori-pori diantara komposisi tanah. Kedua faktor tersebut memainkan peran
penting dalam penyediaan air bagi tumbuhan.

– Kandungan udara di dalam tanah

Udara di dalam tanah berperan dalam proses respirasi atau bernapas. Respirasi adalah
penguraian bahan makanan yang terjadi di stomata untuk menghasilkan energi.

c. Fisiografi/ Topografi/ Geografis

Faktor topografi adalah tingkat kemiringan dan ketinggian suatu tempat. Ternyata
faktor ini mempengaruhi jenis hewan dan tumbuhan yang hidup di suatu wilayah. Sebagai
contoh kambing gunung yang hidup di pegunungan terjal. Kambing gunung berbeda dengan
kambing yang biasa kita temui. Mereka memiliki bulu yang sangat tebal karena habitatnya
yang berada di pegunungan dengan tiupan angin yang kencang dan suhu yang lebih dingin.
Selain itu kambing gunung memiliki kemampuan melompat-lompat di tebing yang tinggi dan
terjal.

Flora yang tumbuh di dataran tinggi juga berbeda dengan flora yang hidup di dataran
rendah. Sebagai contoh kita tidak akan bisa menemukan pohon teh yang tumbuh di tepi
pantai karena teh hanya bisa tumbuh di dataran tinggi yang sejuk. Begitupun pohon kelapa
hanya bisa ditemui di tepi pantai dan dataran rendah yang panas.

d. Air
Air sebagai salah satu faktor persebaran flora dan fauna dapat berperan sebagai sarana atau
media yang sesuai untuk pertumbuhan flora tertentu. Misalnya, biji-bijian yang menyebar
melalui air. Biji mengapung di atas air sampai berkecambah. Biji-bijian yang kuat akan tahan
terhadap air sehingga tidak mudah busuk. Sedangkan terhadap fauna, contohnya ialah ikan-
ikan kecil yang terbawa arus di sungai

B. Fungsi

Setiap faktor persebaran flora dan fauna akan memiliki peran yang berbeda-beda
terhadap persebaran flora dan fauna. Dengan demikian, dapat dikatakan setiap faktor akan
memiliki fungsi yang berbeda terhadap persebaran flora dan fauna. Fungsi faktor-faktor
persebaran tersebut antara lain:

1) Pendorong Persebaran

Fungsi pendorong persebaran flora dan fauna berasal dari daerah asal flora dan fauna itu
berada yang mendorong flora atau fauna tersebut untuk berpindah ke daerah lain. Fungsi
pendorong persebaran terdiri atas tekanan populasi, perubahan habitat, dan persaingan.

a. Tekanan Populasi

Semakin banyak atau bertambahnya populasi akan menyebabkan kebutuhan akan


persediaan bahan makanan menjadi semakin sulit dipenuhi sehingga menyebabkan migrasi.
Tekanan populasi biasanya dilakukan oleh organisme yang memiliki tingkatan organisasi
yang lebih tinggi dalam sebuah ekosistem. Dalam persebaran fauna, tekanan populasi paling
tinggi dilakukan oleh predator yang jumlahnya semakin meningkat.

b. Perubanan Habitat

Perubahan habitat adalah berubahnya lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan


ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan menjadi merasa tidak
cocok untuk terus menempati daerah asal. Perubahan habitat yang paling signifikan terjadi
akibat bencana alam dan perubahan tata guna lahan oleh manusia.

c. Persaingan

Ketidakmampuan fauna dalam bersaing memperebutkan wilayah kekuasaan dan


bahan makanan yang dibutuhkan juga mendorong terjadinya migrasi ke daerah lain. Fungsi
persaingan dalam persebaran flora dan fauna biasanya berlaku pada flora atau fauna yang
memiliki tingkatan yang sama dalam ekosistem. Misalnya, antar sesama harimau jantan
dalam memperebutkan pasangan. Persaingan juga dapat terjadi pada kambing dan sapi dalam
memperebutkan rumput sebagai bahan makanan utamanya.

2) Penghambat Persebaran

Fungsi penghambat persebaran flora dan fauna terjadi saat flora atau fauna bergerak
menuju daerah lain dan terhalangi oleh faktor tertentu. Faktor tersebut dapat berupa fauna
lain yang menghadang, bukit yang terjal, lembah yang dalam, dan aliran sungai yang deras.

3) Sarana Persebaran

Sarana persebaran merupakan media yang digunakan oleh flora atau fauna dalam
perjalanannya menuju ke daerah yang baru. Faktor persebaran yang berfungsi sebagai sarana
persebaran berupa air, lahan, udara, ataupun pengangkutan oleh flora, fauna serta manusia.

4) Pendukung/Kesesuaian Persebaran

Fungsi pendukung/ kesesuaian persebaran berada pada daerah tujuan persebaran flora
atau fauna. Daerah tujuan yang sesuai atau cocok menjadi tempat tinggal yang baru bagi flora
dan fauna tersebut. Sedangkan daerah yang tidak sesuai atau tidak cocok akan menjadi
penghambat bagi persebaran flora atau fauna.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Berdasarkan dengan judul penelitian adapun lokasi yang menjadi tempat penelitian yaitu di
Kabupaten Tapanuli Selatan yang mencakup seluruh wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli
Selatan.

B. Populasi Dan Sampel

Populasi sekaligus sampel Penelitian yang adalah seluruh Kawasan Kabupaten Tapanuli
Selatan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu

Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini yaitu datanya dikumpulkan dan disatukan melalui
dengan studi kepustakaan yaitu dengan membuka, mencatat, mengutip, data dari buku-buku,
laporan-laporan penelitian, jurnal-jurnal, publikasi media massa, pendapat-pendapat para
ahli/pakar dan sebagainya yang berhubungan dengan peran masyarakat terhadap konservasi
pantai.

D. Teknik Analisis Data

Dalam pengumpulan data, teknik yang gunakan dalah teknik Purposive sampling yaitu .
Dimana purposive sampling bertujuan untuk mengambil subjek berdasarkan tujuan tertentu
sesuai dengan sampel yang diperlukan. Peneliti juga menggunakan metode deskriptif yang
menceritakan Persebaqran Flora Dan Fauna Di Tapanuli Selatan. Teknik analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis, dimana mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul kemudian
menggunakan pendekatan kualitatif dimana untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena
yang terjadi tersebut.
E. Diagram Aliran Pemikiran

Mulai

Persiapan Pengumpulan Data

Data Sekunder :
-Jurnal yang relevan
dengan topik
-Literatur Ilmiah
-Internet

Pengolahan Data

Hasil Olahan Data


Persebarana Flora Dan Fauna
Di Kabupaten Tapanuli
Selatan
BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

Sejarah Kawasan

Tapanuli Selatan (Tapsel) merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Sumatra Utara. Menurut BPS Tapanuli Selatan, pada zaman penjajahan Belanda Kabupaten
Tapanuli Selatan disebut Afdeeling Padangsidempuan yang dikepalai oleh seorang Residen
yang berkedudukan di Padangsidempuan. Dalam perkembangannya, administrasi Kabupaten
Tapanuli Selatan mengalami beberapa kali pemekaran wilayah yang dimulai dari tahun 1998
hingga tahun 2016. Adapun sejarah perkembangan pemekaran Kabupaten Tapsel diuraikan
sebagai berikut:

a. Pada tahun 1998 Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi dua kabupaten
yaitu: Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal dengan dasar
hukum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten
Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal.
b. Pada tahun 2001 Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi dua wilayah
administrasi yaitu: Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Kota Padang Sidempuan dengan
dasar hukum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota
Padang Sidempuan.
c. Pada tahun 2007 Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi tiga kabupaten
yaitu: Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kabupaten
Padang Lawas, dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara Di Provinsi Sumatera Utara, dan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang
Lawas Di Provinsi Sumatera Utara. Pada kondisi ini Kabupaten Tapanuli Selatan
sendiri mempunyai 12 kecamatan yaitu: Kecamatan Aek Bilah; Kecamatan Arse;
Kecamatan Batang Angkola; Kecamatan Batang Toru; Kecamatan Muara Batang
Toru; Kecamatan Marancar; Kecamatan Angkola Barat; Kecamatan Angkola Timur;
Kecamatan Saipar Dolok Hole; Kecamatan Sayur Matinggi; Kecamatan Angkola
Selatan; dan Kecamatan Sipirok, dengan jumlah kelurahan 10, dan 493 desa.
d. Pada tahun 2008 dengan terbentuknya Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Penggabungan Desa Dan Perubahan
Status Desa Menjadi Kelurahan maka jumlah desa dari 493 berubah menjadi 211
desa, sedangkan jumlah kelurahan dari 10 berubah menjadi 37 kelurahan.
e. Pada tahun 2010 jumlah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan
menjadi 14 dengan dasar hukum Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan No 5
Tahun 2010 tentang Pembentukan Kecamatan Angkola Sangkunur dan Kecamatan
Tano Tombangan Angkola.
f. Pada tahun 2016 terbentuk Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 1
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan
Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Penggabungan Desa Dan Perubahan
Status Desa Menjadi Kelurahan, maka jumlah desa menjadi 212 desa, dan jumlah
kelurahan menjadi 36 kelurahan.

Letak dan Batas

Berdasarkan letak geografis, Kabupaten Tapanuli Selatan membentang pada posisi


garis lintang 0º38'35'' sampai dengan 2º07'33'' Lintang Utara, dan pada posisi garis bujur
98º42'50'' sampai dengan 99º34'16'' Bujur Timur. Luasan wilayah total yang temasuk dalam
batasan di atas mencakup area kurang lebih 435.535 hektar atau setara dengan 4.355,35 km2.

Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan secara administratif terbagi menjadi 15


Kecamatan, 248 Desa dan 36 Kelurahan. Luas kecamatan terbesar adalah Kecamatan Saipar
Dolok Hole seluas 54.004,65 ha atau 12,3% dari luas Kabupaten.

Kabupaten Tapanuli Selatan berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten lainnya


diantaranya Tapanuli Utara, Mandailing Natal dan Padang Lawas. Adapun secara terperinci
untuk masing-masing batas diuraikan sebagai berikut:

Bagian Utara : Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Tapanuli Tengah

Bagian Selatan : Kabupaten Mandailing Natal

Bagian Barat : Samudera Hindia, dan Kabupaten Mandailing Natal

Bagian Timur : Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan
KabupateLabuhan Batu Utara

Gambaran Topografi
Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan berada di ketingggian antara 0 – 2009 mdpl.
Daerah yang berada pada ketinggian 0 meter umumnya terdapat di daerah pantai barat
Tapanuli Selatan, yaitu di desa Muara Upu, Kecamatan Muara Batang Toru, Untuk daerah
yang berdiri pada ketinggian 2.009 meter terdapat pada Gunung Tapulomajung di Kecamatan
Saipar Dolok Hole. Keadaan Topografis Kabupaten Tapanuli Selatan terdiri dari Dataran
Rendah, Bergelombang, Berbukit dan Bergunung. Daerah ini dikelilingi oleh Gunung
Gongonan di Kecamatan Batang Angkola, Gunung Lubuk Raya di Kecamatan Angkola Barat
dan Gunung Sibual-buali di Kecamatan Sipirok. Berdasarkan kemiringan lahan, Kabupaten
Tapanuli Selatan secara umum dibagi dalam 4 (empat) kawasan yaitu:
a. Kawasan Gunung dan perbukitan sebagian besar adalah jalur pergunungan Bukit
Barisan yang merupakan kawasan hutan lindung (kemiringan diatas 40%) yang harus
dijaga kelestariannya sebagai kawasan penyangga air bagi sungai-sungai yang
melintas di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kawasan gunung dan perbukitan
terdapat di sebagian besar Kecamatan Batang Angkola, Sipirok, Saipar Dolok Hole
dan Aek Bilah.
b. Kawasan bergelombang hingga berbukit (kemiringan 15 - 40%) merupakan kawasan
potensial untuk Pertanian dan Perkebunan Rakyat meliputi Kecamatan Sipirok, Arse,
Saipar Dolok Hole, Angkola Barat, Batang Toru.
c. Kawasan Landai sampai bergelombang (kemiringan 2 - 15%) adalah kawasan
pertanian dan perkebunan besar meliputi Kecamatan Saipar Dolok Hole dan
Kecamatan Batang Toru.
d. Kawasan Dataran (kemiringan 0 - 2%) sebagian besar merupakan lahan sawah,
padang rumput yang potensial sebagai kawasan penggembalaan ternak yang meliputi
Kecamatan Batang Angkola dan sebagian Dataran adalah merupakan Kawasan Pantai
dengan garis Pantai sepanjang ± 35 km yang terdapat di 2 (dua) Kecamatan yaitu
Kecamatan Angkola Barat dan Kecamatan Batang Toru merupakan Kawasan
Potensial bagi pengembangan usaha tambak dan perikanan darat serta potensi
pariwisata.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASANA

Keanekaragaman Hayati
Lanskap Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang
tinggi. Hal ini ditandai dengan beberapa hasil penelitian di beberapa bagian Lanskapnya
seperti ekosistem Batang Toru dan sekitarnya. Menurut Perbatakusuma et al 2007 bahwa
setidaknya di kawasan hutan Batang Toru masih mengandung 67 jenis mamalia, 287 jenis
burung, 110 jenis herpetofauna dan 688 jenis tumbuhan. Hasil penelitian lainnya tentang
ekofloristik dalam DAS Batang Toru (Sambas EN & Siregar M 2016) menemukan
setidaknya 387 spesies flora dari 116 marga dan 77 famili. Jumlah tersebut didominasi oleh
habitus pohon dengan kekayaan hampir 200 jenis.

Sebaran Ekosistem dan Sistem lahan


Berdasarkan hasil analisis perangkat GIS, di wilayah kajian dikelompokkan sebanyak
tujuh tipe ekosistem alami yakni hutan pantai, hutan rawa, hutan rawa gambut, ekosistem
karst (hutan kapur), hutan dataran rendah lahan kering, hutan pegunungan rendah dan
ekosistem danau. Ekosistem dataran rendah dan pegunungan merupakan kelas eksosistem
terluas di wilayah kajian. Ekosistem lahan basah umumnya terkonsentrasi di Kecamatan
Muara Batang Toru dan Angkola Selatan. Adapun lokasi ekosistem karst tersebar di tiga
tempat yakni di Kecamatan Saipar Dolok Hole, Sayur Matinggi dan Aek Bilah.
Mengacu pada sistem lahan RePPProT, bahwa di wilayah kajian terdapat 42 sistem
lahan, artinya lebih dari 50% sistem lahan di Pulau Sumatera terdapat di Kabupaten Tapanuli
Selatan. Kelas pegunungan rendah serta perbukitan dataran rendah merupakan ekosistem
yang dominan dengan perpaduan sistem lahannya seperti BDD (Bukit Daodao), BRW
(Beriwit), PDH (Pendreh), BYN (Bukit Ayun), BPP (Batang Pelapat), GSM (Gunung
Samang), SBB (Sibualbuali), TWI (Telawi), BPD (Bukit Pandan) dan GGD (Gunung
Gadang).
A. HASIL
Hutan di Kabupaten Tapanuli selatan merupakan bagian dari Kawasan Hutan Batang
Toru atau biasa disebut dengan “Harangan Tapanuli”, yang memiliki keunikan dan
kekayaaan keanekaragaman hayati, karena adanya variasi habitat yang kaya yang dapat
mendukung kehidupan berbagai jenis flora dan fauna. Variasi habitat berupa ekosistem yang
masih asli dan relatif utuh, seperti perwakilan ekosistem hutan hujan dataran rendah dan
perbukitan (300 meter dpl), hutan batuan gamping (limestone), hutan pegunungan rendah dan
hutan pegunungan tinggi di Puncak Gunung Lubuk Raya (1856 dpl). Kawasan Hutan Batang
Toru ini merupakan wilayah paling selatan di sumatera sebagai habitat bagi orangutan yang
terancam punah.
Dari Buku Laporan Penilaian Kajian Keanekaragaman Hayati Identifikasi Nilai
Konservasi Tinggi (NKT) dan StokKarbon Tinggi(SKT) Terintegrasi di Lanskap Kabupaten
Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara ( Moh.Said, SH. 2020). Berdasarkan hasil analisis
desktop study dan pengamatan langsung di lapangan, di ketahui bahwa di lanskap Tapanuli
Selatan terdapat ekosistem hutan dataran dataran rendah, hutan pegunungan bawah, karst,
mangrove, rawa air tawar, riparian, hutan pantai dan gambut. Dari keragaman tipe ekosistem
tersebut, di lanskap Tapanuli Selatan setidaknya masih dijumpai 31 jenis mamalia, 37 jenis
herpetofauna, 74 jenis burung, 117 jenis tumbuhan (pengamatan langsung dan data
sekunder).
Keseluruhan jenis tersebut dilakukan penelusuran status perlindungan berdasarkan
Red List IUCN versi 2019, Appendix CITES versi Oktober 2017 dan Peraturan Pemerintah RI
melalui PP no 7 Tahun 1999 yang selanjutnya revisi lampirannya melalui Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 jo
P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 jo Permen LHK No P.106/MENLHK/Setjen/Kum.
1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Berdasarkan hasil
penelusuran tersebut diketahui bahwa dalam lanskap Tapanuli Selatan terdapat spesies RTE
(Rare Threatened or Endangered) untuk jenis mamalia berjumlah 21 jenis, 16 jenis burung,
herpetofauna 10 jenis dan tumbuhan 12 jenis. Secara lengkap spesies yang masuk kategori
RTE di Lanskap Kabupaten Tapanuli Selatan terlihat pada tabel dibawah ini.
(Sumber : Laporan Penilaian Kajian Keanekaragaman hayati Identifikasi NKT & NKT di Lanskap Tapanuli Selatan)
B. PEMBAHASAN

Dari hasil tersebut, terdapat beberapa Spesies yang tersebar di Tapanuli Selatan. Spesies
tersebut terbagi dari Burung, Mamalia, Reptil, Tumbuhan Dan Tumbuhan Bakau. Habitat
Spesies tersebut di Rawa gambut, Gambut, Hutan Dataran Rendah (HDR) , Hutan Perbukitan
(HPB), South Shore (SS) , Danau, Hutan Pantai, Karst, Sungai Besar.
1. Burung
Dari hasil tabel tersebut dapat dilihat jenis-jenis Burung yang terdapat di Tapanuli
Selatan memiliki habitat di Rawa Gambut, HDR, HPB, Danau, Hutan Pantai.
2. Mamalia
Untuk jenis Spesies Mamalia yang terdapat di Tapanuli Selatan menyebar pada Habitat
HDR, HPB , Karst, Rawa gambut, Gambut, Hutan pantai dan SS
3. Reptil
Pada Spesies Reptil yang menyebar di Tapanuli Utara berada di Habitat HDR, HPB,
Karst, rawa gambut , Sungai Besar dan Hutan Pantai
4. Tumbuhan
Dari hasil berikut, umtuk Habitat Tumbuhan yang berada di Tanuli Selatan berada di
HDR dan Rawa Gambut
5. Tumbuhan Bakau
Dan untuk Tumbuhan Bakau di Tapanuli Selatan berada di habitat HDR dan HPB
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan berikut dapat disimpulkan bahwa Spesies yang tersebar di Tapanuli
Selatan tersebut terbagi dari Burung, Mamalia, Reptil, Tumbuhan Dan Tumbuhan Bakau.
Habitat pada Spesies tersebut terdapat di Rawa gambut, Gambut, Hutan Dataran Rendah
(HDR) , Hutan Perbukitan (HPB), South Shore (SS) , Danau, Hutan Pantai, Karst, Sungai
Besar.

B. Saran

Untuk masyarakat setempat agar tidak merusak habitat dari spesies atau flora dan
fauna yang berada di Tapanuli Selatan agar tetap dapat bertahan di habitatnya dan penulis
juga berharaap kritik dan saran dari Ibu Dosen dan teman-teman agar makalah ini dapat lebih
baik dan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

 Laporan Penilaian Kajian Keanekaragaman hayati Identifikasi NKT & NKT di


Lanskap Tapanuli Selatan. 2020
https://goodgrowthpartnership.com/wp-content/uploads/HCV-HCS-CI-Final-
Report.pdf
 Profil Umum Kabupaten Tapanuli Selatan.
http://sippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file/dokumen/rpi2jm/DOCRPIJM_1
491495493bab_4.pdf
 Bagja Waluya. Persebaran Flora Dan Fauna. http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
MODES/TEMPAT_RUANG_DAN_SISTEM_SOSIAL/BBM_4.pdf
 https://luciafebriarlita17.wordpress.com/2020/07/15/faktor-faktor-yang-
memengaruhi-persebaran-flora-dan-fauna/

Anda mungkin juga menyukai