Anda di halaman 1dari 48

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi & Fisiologi


1. Anatomi sistem saraf

Gambar 2. 1 Anatomi Otak (Anonymous, 2014)


Sistem persarafan berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama
yang rapih dalam organisasi dan koordinasi dalam kegiatan tubuh. Dengan
pertolongan saraf dapat kita menerima suatu rangsangan dari luar
pengendalian pekerjaan otot.

8
9

a. Otak
Otak manusia berisi hampir 98% jaringan saraf tubuh atau
sekitar 10 miliar neuron yang menjadi kompleks secara kesatuan
fungsional. Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai volume
sekitar 1200 cc. Ada pertimbangan variasi akan besarnya ukuran otak,
yaitu otak laki-laki lebih besar 10% dari perempuan dan tidak ada
korelasi yang berarti antara besar otak dengan tingkat intelejensi.
Seseorang dengan ukuran otak kecil (750 cc) dan ukuran otak besar
(2100 cc) secara fungsional adalah sama. Otak lebih kompleks
daripada batang otak. Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari
berat badan orang dewasa. Otak menerima 15% dari curah jantung,
memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400
kilokalori energi setiap harinya (Syaifuddin, 2011; Untari, 2012).
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi
dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan
kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah
konstan. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa
ada masa istirahat. Bila aliran darah terhenti selama 10 detik saja,
maka kesadaran dapat hilang, dan penghentian dalam beberapa menit
saja dapat menimbulkan kerusakan permanen. Hipoglikemia yang
berkepanjangan juga merusak jaringan otak. Aktivitas otak yang tidak
pernah berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis sebagai
pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistem efektor
perifer tubuh, dan sebagai pengatur informasi yang masuk,
menyimpan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku. Otak
dibagi menjadi empat bagian, yaitu (Untari, 2012):
1) Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga
disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.
Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia
10

dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki


kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan
intelektual atau IQ uga ditentukan oleh kualitas bagian ini.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang
disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan
bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat
Lobus tersebut masing-masing adalah:
a) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada di paling depan
dari otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
b) Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
c) Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa
dalam bentuk suara.
d) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh
retina mata.
Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa
dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan
otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di
bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol
sisi kiri tubuh dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh.
Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik.
Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.
11

2) Cerebellum (Otak Kecil)


Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang
kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum
mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur
sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi
otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti
gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan
mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil,
dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak
otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak
mampu mengancingkan baju.
3) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak
atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang
punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur
fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung,
mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari)
saat datangnya bahaya. Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) Mesencephalon atau otak tengah (disebut juga Mid Brain)
adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan
otak besar dan otak kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil
mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti
detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
12

c) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke


pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang
menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
4) Sistem Limbik
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus,
amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Bagian
terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu
fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat
perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak
informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim
disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta
dan kejujuran (Syaifuddin, 2011).
b. Diensefalon
Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
struktur - struktur di sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti
bagian dalam serebrum. Diensefalon biasanya dibagi menjadi empat
wilayah, yaitu talamus, subtalamus, epitalamus, dan hipotalamus.
Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu memulai
atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut.
1) Talamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yang besar, masing-
masing mempunyai kompleks nukleus yang saling berhubungan
dengan korteks serebri homolateral, serebellum, dan dengan
berbagai kompleks nuklear subkortikal seperti yang ada di
hipotalamus, formasi retikularis batang otak, basal ganglia, dan
mungkin juga substansia nigra. Talamus merupakan stasiun
transmiter yang penting dalam otak dan juga merupakan
pengintegrasi subkortikal yang penting.
13

2) Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah talamus. Hipotalamus berkaitan
perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi. Beberapa
fungsi dari hipotalamus meliputi:
a) Pengendalian secara tidak sadar dari kontraksi otot-otot
skeletal
b) Pengendalian fungsi otonom
c) Koordinasi aktivitas sistem persarafan dan endokrin
d) Koordinasi ini dilakukan dengan menghambat atau
menstimulasi sel-sel kelenjar hipofisis untuk memproduksi
hormon regulator.
e) Sekresi hormon
Hipotalamus menyekresi 2 hormon, yaitu:
(1) Hormon antidiuretik (ADH).
(2) Hormon oksitosin.
f) Menghasilkan dorongan emosi dan perilaku
g) Koordinasi antara fungsi otonom dan volunter
h) Mengatur suhu tubuh
3) Subtalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon
yang penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus
ruber, substansia nigra, dan globus palidus dari ganglia basalis.
Fungsinya belum jelas diketahui, tetapi lesi pada subtalamus dapat
menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.
4) Epitalamus
Epitalamus berbentuk pita sempit jaringan saraf yang
membentuk atap diensefalon. Struktur utama daerah ini adalah
nukleus habenular dan komisura, komisura posterior, striae
medularis, dan epifisis. Epitalamus berhubungan dengan sistem
limbik dan sedikit berperan pada beberapa dorongan emosi dasar
dan integrasi informasi olfaktorius. Epifisis menyekresi melatonin
14

dan membantu mengatur irama sirkadian tubuh serta menghambat


hormon-hormon gonadotrop
c. Lapisan otak
Jaringan otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang
tengkorak dan tulang belakang, serta tiga lapisan jaringan
penyambung atau meningen, yaitu pia mater, arakhnoid, dan
duramater.
1) Pia Mater
Pia mater langsung berhubungan dengan otak dan jaringan
spinal, dan mengikuti kontur struktur eksternal otak dan jaringan
spinal. Pia mater merupakan lapisan vaskular, tempat pembuluh-
pembuluh darah berjalan menuju struktur dalam SSP untuk
memberi nutrisi pada jaringan saraf. Pia mater meluas ke bagian
bawah medula spinalis (spinal cord), yang seperti telah disebutkan
sebelumnya, berakhir kira-kira setinggi bagian bawah L1.
2) Arakhnoid
Arakhnoid merupakan suatu membran fibrosa yang tipis,
halus, dan avaskular. Arakhnoid meliputi otak dan medula spinalis,
tetapi tidak mengikuti kontur luar seperti pia mater. Daerah antara
arakhnoid dan pia mater disebut ruang subarakhnoid di mana
terdapat arteri, vena serebri, dan trabekula arakhnoid, dan cairan
serebrospinal yang membasahi SSP. Ruang subarakhnoid ini
mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut sisterna. Salah satu
pelebaran yang terbesar adalah sisterna lumbalis di daerah lumbal
kolumna vertebralis. Bagian bawah lumbal (biasanya antara L3 L4
atau L4-L5) merupakan tempat yang biasanya digunakan untuk
mendapatkan cairan serebrospinal untuk pemeriksaan lumbal
pungsi.
15

3) Dura Mater
Dura mater merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis, dan
mirip kulit sapi, yang terdiri atas dua lapisan-bagian luar yang
disebut duraendosteal dan bagian dalam yang disebut dura
meningeal. Lapisan endosteal membentuk bagian dalam periosteum
tengkorak dan berlanjut sebagai periosteum yang membatasi
kanalis vertebralis medula spinalis. Medula spinalis dipertahankan
di sepanjang kanalis vertebralis oleh 20 sampai 22 pasang
ligamentum dentatum atau dentikulatum. Ligamenta yang melekat
pada dura mater dalam jarak-jarak tertentu ini, merupakan
perpanjangan lateral dari jaringan kolagen pia mater yang
memisahkan radiks dorsal dan radiks ventral.
Hemisfer serebri kanan dan kiri dipisahkan pada fisura
longitudinal oleh falks serebri. Tentorium serebeli memisahkan
serebrum dari serebellum. Sinus-sinus vena terletak di antara kedua
lapisan dura mater di tempat-tempat di mana kedua lapisan tersebut
memisah. Sinus-sinus ini tidak mempunyai jaringan vaskular dan
terdiri atas dura mater yang dilapisi oleh jaringan endotel. Pada
kerusakan vaskular otak dapat terjadi perdarahan di ruang
ekstradural atau epidural (antara duraendosteal dan tulang
tengkorak), ruang subdural(antara durameningeal dan arakhnoid),
ruang subarakhnoid (antara arakhnoid dan pia mater), atau di
bawah pia mater ke dalam otak sendiri.
Kulit kepala merupakan struktur tambahan lain yang juga
harus dipertimbangkan sebagai salah satu penutup SSP. Kulit
kepala yang melapisi tengkorak dan melekat pada tengkorak
melalui otot frontalis dan oksipitalis merupakan jaringan ikat padat
fibrosa yang dapat bergerak dengan bebas, yang dinamakan galea
aponeurotika (dalam bahasa Latin "galea" berarti " helm"). Galea
membantu meredam kekuatan trauma eksternal, terutama pukulan
yang tidak tepat. Tanpa lindungan kulit kepala, tengkorak jauh
16

lebih rentan terhadap fraktur. Di atas galea terdapat lapisan


membran yang mengandung banyak pembuluh darah besar, lapisan
lemak, kulit, dan rambut. Bila sobek, maka pembuluh-pembuluh
darah tersebut tidak dapat berkonstriksi dengan baik, yang
menyebabkan perdarahan hebat namun dapat dikontrol dengan
menekannya dengan jari.
d. Cairan otak
Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi khusus yang
dinamakan pleksus koroideus. Pleksus koroideus inilah yang
menyekresi CSS yang jernih dan tak berwarna, yang merupakan
bantal cairan pelindung di sekitar SSP. CSS terdiri atas air, elektrolit,
gas oksigen dan karbon dioksida yang terlarut, glukosa, beberapa
leukosit (terutama limfosit), dan sedikit protein. Cairan ini berbeda
dari cairan ekstraselular lainnya karena cairan ini mengandung kadar
natrium dan klorida yang lebih tinggi, sedangkan kadar glukosa dan
kalium lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa pembentukannya lebih
bersifat sekresi bukan hanya filtrasi.
Setelah mencapai ruang subarakhnoid, maka CSS akan
bersirkulasi di sekitar otak dan medula spinalis, lalu keluar menuju
sistem vaskular (SSP tidak mengandung sistem getah bening).
Sebagian besar CSS direabsorpsi ke dalam darah melalui struktur
khusus yang disebut villi arakhnoidalis atau granulasio arakhnoidalis,
yang menonjol dari ruang subarakhnoid ke sinus sagitalis superior
otak. CSS diproduksi dan direabsorpsi terus-menerus dalam SSP.
Volume total CSS di seluruh rongga serebrospinal sekitar 125 ml,
sedangkan kecepatansekresi pleksus koroideus sekitar 500-750 ml per
hari. Adanya tekanan oleh cairan serebrospinal memengaruhi
kecepatan proses pembentukan cairan dan resistensi reabsorpsi oleh
vili arakhnoidalis. Tekanan CSS sering diukur pada saat lumbal
pungsi dan pada posisi telentang biasanya berkisar antara 130 mmH20
(13 mmHg).
17

Fungsi CSS antara lain:


1) Sebagai alas atau bantalan dari struktur neuron.
2) Sebagai penyangga dari otak. Secara anatomis otak berada dalam
rongga kranium dan mengapung di dalam cairan serebrospinal.
Otak manusia mempunyai berat sekitar 1400 g dan hanya seberat
50 g apabila mendapat sanggahan dari CSS.
3) Transportasi nutrisi, pesan kimia, dan produk sisa.
e. Saraf Kranial
Susunan saraf terdapat pada bagian kepala yang keluar dari otak
dan melewati kubang yang terdapat pada kubang tengkorak
berhubungan erat dengan otot panca indera mata, telinga, hidung,
lidah dan kulit. Di dalam kepala ada 12 saraf cranial, beberapa
diantaranya adalah serabut campuran gabungan saraf motorik dan saraf
sensorik tetapi ada yang terdiri dari saraf motorik saja atau hanya sensorik
saja, misalnya alat-alat panca indera. Saraf kepala terdiri dari:
1) Nervus olfaktorius
Sifatnya sensorik menyerupai hidung membawa rangsangan aroma
(bau- bauan) dari rongga hidung ke otak. Fungsinya saraf pembau
yang keluar dari otak di bawah dahi yang disebut lobus olfaktorius,
kemudian saraf ini melalui lubang yang ada di dalam tulang tapis
akan menuju rongga hidung selanjutnya menuju sel-sel panca
indera.
2) Nervus optikus
Sifatnya sensoris, mensarafi boal mata membawa rangsangan
penglihatan ke otak. Fungsinya serabut mata yang serabut-serabut
sarafnya keluar dari bukit IV dan pusat-pusat di dekatnya serabut-
serabut tersebut memiliki tangkai otak dan membentuk saluran
optic dan bertemu di tangkai hipofise dan membentang sebagai
saraf mata, serabut tersebut tidak semuanya silang.
18

3) Nervus okulomotoris
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola
mata). Di dalam saraf ini terkandung serabut-serabut saraf otonom.
Fungsinya saraf penggerak mata keluar dari sebelah tangkai otak
dan menuju ke lekuk mata dan megusahakan persarafan otot yang
mengangkat kelopak mata atas, selain dari otot miring atas mata
dan otot lurus sisi mata.
4) Nervus troclearis
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola
mata). Fungsinya saraf pemutar mata yang pusatnya terletak di
belakang pusat saraf penggerak mata dan saraf penggerak mata
masuk ke dalam lekuk mata menuju orbital miring atas mata.
5) Nervus trigeminalis
Sifatnya majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai 3 buah
cabang yaitu :
a) Nervus optalmikus sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir, kelopak mata
dan bola mata.
b) Nervus maksilaris sifatnya sensoris, mensarafi gigi-gigi atas,
bibir atas, palatum, batang hidung, rongga hidung dan sinus
masaelaris.
c) Nervus mandibularis sifatnya majemuk (sensoris dan motoris),
serabut-serabut motorisnya mensarafi otot pengunyah, serabut-
serabut sensorinya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal
dan dagu. Fungsinya sebagai saraf kembar 3 dimana saraf ini
merupakan saraf otak terbesar yang mempunyai 2 buah akar
saraf besar yang mengandung serabut saraf penggerak dan di
ujung tulang belakang yang terkecil mengandung serabut
penggerak.
19

6) Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai
saraf penggoyang sisi mata dimana saraf ini keluar disebelah
bawah jembatan pontis menembus selaput otak sela tursika,
sesudah sampai di lekuk mata lalu menuju ke otot lurus sisi mata.
7) Nervus facial
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris). Serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir dan selaput
lendir rongga mulut. Di dalam saraf ini terdapat serabur-serabut
saraf otonom untuk wajah dan kulit kepala. Fungsinya sebagai
mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap, yang mana saraf
ini keluar di sebelah belakang dan beriringan dengan saraf
pendengar.
8) Nervus auditorius
Sifatnya sensoris, mensarafi alat pendengaran membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya
sebagai saraf pendengaran yang mana saraf ini mempunyai 2 buah
kumpulan serabut saraf yaitu rumah keong (koklea), disebut akar
tengah adalah saraf untuk mendengar dan pintu halaman
(vestibulum), disebut akar tengah adalah saraf untuk
keseimbangan.
9) Nervus glossofaringeus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), mensarafi faring, tonsil dan
lidah.saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak,di
dalamnya mengandung saraf otonom. Fungsinya sebagai saraf lidah
tekak dimana saraf ini melewati lorong diantara tulang belakang dan
karang, terdapat 2 buah simpul saraf yang di atas sekali dinamakan
ganglion jugularis atau ganglion atas dan yang di bawah dinamakan
ganglion petrosum atau ganglion bawah.
20

10) Nervus vagus


Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris), mengandung serabut-
serabut saraf motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring,
paru-paru, osofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar
pencernaan dalam abdomen dll. Fungsinya sebagai saraf perasa,
di mana saraf ini keluar dari susum penyambung dan terdapat di
bawah saraf lidah tekak.
11) Nervus assesorius
Sifatnya motoris, mensarafi muskulus sternokloide mastoid dan
muskulus trapezius. Fungsinya sebagai saraf tambahan, terbagi
atas 2 bagian yaitu bagian yang berasal dari sumsum tulang
belakang.
12) Nervus hipoglosus
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah. Fungsinya sebagi
saraf lidah dimana saraf ini terdapat di dalam sumsum
penyambung. Akhirnya bersatu dan melewati lubang yang
terdapat di sisi foramen occipital, saraf ini juga memberikan
ranting-ranting pada tulang lidah dan otot lidah. (Syaifuddin,
2011).
f. Saraf Spinal
Medulla spinalis membentang dari foramen magnum sampai
setinggi vertebrae lumbalis I dan II. Ujung bawahnya runcing
menyerupai kerucut yang disebut konus medularis. Medula spinalis
dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari
hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung otak dan
saraf perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45 cm dan
menipis pada jari-jari.
Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen
servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 4 segmen koksigeus.
Medulla spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal; masing-masing
segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh. Medulla spinalis
21

terdiri dari substansi grisea dan alba. Substansia grisea di dalam otak
ada di daerah eksternal dan substansia alba pada bagian internal. Di
medulla spinalis, substansia grisea ada di bagian tengah dan semua
sisi saraf dikelilingi oleh substansia alba.
Kolumna vertebral melindungi medulla spinalis, memungkinkan
gerakan kepala dan tungkai, dan menstabilkan struktur tulang untuk
ambulasi. Vertebra terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal
pertama dan kedua, sakral dan tulang belakang koksigeus. Masing-
masing tulang belakang mempunyai hubungan dengan ventral tubuh
dan dorsal atau lengkungan saraf, dimana semua berada di bagian
posterior tubuh. Medulla spinalis dikelilingi oleh meningen,
duramater, arakhnoid dan piamater. Di antara duramater dan kanalis
vertebralis terdapat ruang epidural. Medulla spinalis berbentuk
struktur H dengan badan sel saraf (substansia grisea) dikelilingi
traktus asenden dan desenden. Bagian bawah yang berbentuk H
meluas dari bagian atas dan bersamaan menuju bagian tanduk anterior.
Keadaan tanduk-tanduk ini berupa sel-sel yang mempunyai serabut-
serabut, yang membentuk ujung akar anterior (motorik) dan berfungsi
untuk aktivitas yang disadari dan aktivitas refleks dari otot-otot yang
berhubungan dengan medulla spinalis. Bagian posterior yang tipis
mengandung sel-sel berupa serabut-serabut yang masuk ke ujung akar
posterior (sensorik) dan kemudian bertindak sebagai relay station
dalam jaras refleks/sensorik (Syaifuddin, 2011; Untari, 2012).
2. Fisiologi sistem saraf
Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi
otot, peristiwa viseral yang berubah dengan cepat, menerima ribuan
informasi dari berbagai organ sensori dan kemudian mengintegrasikannya
untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh. Membran sel
bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang amat efektif dan selektif antara
cairan ekstraselular dan intraselular.
22

Di dalam ruangan ekstraselular, di sekitar neuron, terdapat cairan


dengan kadar ion natrium dan klorida. Sedangkan dalam cairan intraselular
terdapat kalium dan protein yang tinggi. Perbedaan konsumsi dan kadar
ion-ion di dalam dan di luar sel mengakibatkan timbulnya suatu potensial
listrik dan permukaan membran neuron yang disebut dengan potensial
membran. Dalam keadaan istirahat cairan ekstraseluler adalah elektro
positif dan cairan intraseluler adalah elektro negatif. Tugas pokok sistem
saraf:
a. Kontraksi otot rangka seluruh tubuh.
b. Kontraksi otot polos dalam organ internal.
c. Sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin dalam tubuh.
SSP seperti juga jaringan tubuh lainnya sangat tergantung pada
aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa
metabolismenya. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, saling berhubungan
erat sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel. Suplai
darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri Nertebralis dan arteri
karotis interna, yang memiliki cabang-cabang yang beranastomosis
membentuk sirkulus arteriosus serebri Willisi. Aliran vena otak tidak
selalu paralel dengan suplai darah arteri; pembuluh vena meninggalkan
otak melalui sinus dura mater yang besar dan kembali ke sirkulasi umum
rnelalui vena jugularis interna. Arteri medula spinalis dan sistem vena
paralel satu sama lain dan mempunyai hubungan percabangan yang luas
untuk mencukupi suplai darah ke jaringan (Syaifuddin, 2011; Untari,
2012).
a. Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis kirakira setinggi kartilago tiroid. Arteri karotis komunis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta, sedangkan arteri karotis komunis
kanan berasal dari arteri brakiosefalika (merupakan sisa dari arkus aorta
kanan yang panjangnya 1 inci). Arteri karotis eksterna memperdarahi
23

wajah, tiroid, lidah, dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu
arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur dalam di daerah
wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar ke dura mater. Arteri
karotis interna yang sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya
disebut sinus karotikus. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media (Syaifuddin, 2011; Untari, 2012).
b. Arteri Serebri
Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur
seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, bagian-bagian
kapsula interna dan korpus kalosum, serta bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks
somestetik dan korteks motorik. Bila arteri serebri anterior mengalami
sumbatan pada cabang utamanya, maka akan terjadi hemiplegia
kontralateral yang lebih berat di bagian kaki dibandingkan bagian
tangan (ekstremitas bawah lebih terkena dibandingkan dengan
ekstremitas atas). Paralisis bilateral dan gangguan sensorik timbul bila
terjadi sumbatan total pada kedua arteri serebri anterior, tetapi pada
keadaan ini pun ekstremitas bawah terserang lebih parah dibandingkan
dengan ekstremitas atas. Arteri serebri media menyuplai darah untuk
bagian lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri, serta
membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas.
Korteks auditorius, somestetik, motorik, dan pramotorik disuplai oleh
arteri ini seperti juga korteks asosiasi yang berkaitan dengan fungsi
integrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis tersebut.
Apabila arteri serebri media tersumbat di dekat percabangan
kortikal utamanya (pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat
bila yang terkena hemisfer serebri dominan bahasa. Selain itu, juga
mengakibatkan kehilangan sensasi posisi dan diskriminasi taktil dua
titik kontralateral serta hemiplegia kontralateral yang berat, terutama
ekstremitas atas dan wajah (Syaifuddin, 2011; Untari, 2012).
24

c. Drainase Vena Otak


Aliran vena batang otak dan serebellum berjalan paralel dengan
distribusi pembuluh arterinya. Sebagian besar drainase vena serebrum
adalah melalui vena-vena dalam, yang mengalirkan darah ke pleksus
vena superfisialis dan ke sinus-sinus dura mater. Akhirnya, sinus-sinus
ini mengalirkan darah ke vena jugularis interna pada dasar tengkorak
dan bersatu dengan sirkulasi umum. Sinus-sinus dura mater terdiri atas
sinus sagitalis superior dan inferior, sinus sigmoideus transversus
(lateral), sinus rektus, dan sinus kavernosus.
d. Suplai Darah
Medula spinalis menerima darah melalui cabang-cabang arteri
vertebralis (arteri spinatis anterior dan posterior serta cabang-
cabangnya) dan dari pembuluhpembuluh segmental regional yang
berasal dari aorta torakalis dan abdominalis (arteri radikularis dan
cabang-cabangnya). Dari tempat percabangannya pada arteri vertebralis
di sepanjang medula, arteri spinalis anterior dan posterior akan berjalan
menuju medula spinalis (Syaifuddin, 2011; Untari, 2012).
25

B. Definisi Stroke Non Hemoragik

Gambar 2.3 Stroke Non Hemoragik (wordpress.com, 2017)

Gambar 2.2 Iskemik Stroke (Wicaksono,2015)


Stroke merupakan disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak, berlangsung kurang dari
24 jam, sehingga pasokan darah ke otak terganggu mengakibatkan kelainan
fungsionaldari sistem saraf pusat (Wicaksono, 2015).
Stroke Non Hemoragik dapat berupa iskemik atau emboli dan
thrombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi pendarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan penurunan oksigen dan nutrisi (Dosen KMBI,
2016).
Stroke Non Hemoragik merupakan suatu gangguan yang disebabkan
oleh iskemik, trombosis, emboli dan penyempitan lumen (Irawati, 2016).
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Stroke Non Hemoragik adalah suatu keadaan disfungsi neurologi akut (< 24
jam) akibat terhambatnya suplai nutrisi dan O2 ke otak.
26

C. Klasifikasi Stroke Non Hemoragik


Adapun klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Ariani (2012) adalah
sebagai berikut:
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam
waktu tidak lebih dari 24 jam.
2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena
iskemia otak berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa
dalam waktu 1-3 minggu.
3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
4. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan
mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
5. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah stroke dengan defisit neurologis yang
menetap dan sudah tidak berkembang lagi.

D. Etiologi Stroke Non Hemoragik


Adapun penyebab dan faktor pendukung terjadinya Stroke Non
Hemoragik (Ariani, 2012; Nurarif & Kusuma, 2013):
1. Penyebab terjadinya stroke iskemik (non hemoragik) dibagi menjadi 3
jenis, antara lain :
a. Trombosis serebral, yaitu proses terbentuknya trombus yang membuat
penggumpalan di pembuluh darah serebral.
27

b. Embolisme serebral, yaitu tertutupnya pembuluh arteri oleh udara pada


pembuluh darah serebral.
c. Hipoperfusion sistemik, yaitu berkurangnya aliran darah keseluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
2. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan stroke yaitu:
a. Faktor resiko medis, antara lain:
1) Hipertensi ( penyakit tekanan darah tinggi)
2) Hiperglikemia
3) Hiperlipidemia
4) Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
5) Gangguan jantung
6) Riwayat stroke dalam keluarga
7) Penyakit ginjal
b. Faktor resiko perilaku, antara lain:
1) Kurang olahraga
2) Merokok (aktif dan pasif)
3) Makanan tidak sehat (junk food, fast food)
4) Kontrasepsi oral
5) Narkoba
6) Obesitas
7) Stress

E. Epidemiologi Stroke Non Hemoragik


Stroke merupakan pembunuh nomor 3 setelah penyakit jantung dan
kanker. Sebanyak 75% pasien stroke di Amerika menderita kelumpuhan dan
kehilangan pekerjaan. Ditemukan sekitar 650.000 kasus baru di Eropa stroke
setiap tahunnya (Irawati, 2016). Menurut data Center for Disease Control
(CDC) stroke merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga setelah
penyakit jantung dan keganasan (Jojang, 2016).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar
28

12,1 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di


Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung,
dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan
terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%),
DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur
sebesar 16 per mil. Stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia >
45 tahun yaitu 15,4% dari seluruh kematian dari 987.205 subjek di 33
provinsi di Indonesia (Wicaksono, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh di Ruang Rubi RSUD Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin dalam 3 bulan terakhir (April, Mei dan Juni 2017),
dari 10 penyakit tertinggi, Stroke Non Hemoragik menempati urutan nomor
satu dengan tingkat kejadian 40% (Ruang Perawatan Rubi RSUD Dr. H.
Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, April-Mei-Juni 2017)

F. Manifestasi Klinis Stroke Non Hemoragik


Gejala utama Stroke Non Hemoragik adalah timbulnya defisit
neurologis secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila
trombus cukup besar. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dari lokasinya.
Menurut Ariani (2012) dan Dosen KMBI (2016) maninfestasi klinis
Stroke Non Hemoragik:
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan
2. Tiba-tiba hilang rasa peka
3. Gangguan bicara dan bahasa
4. Gangguan penglihatan
5. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
6. Gangguan daya ingat
7. Nyeri kepala hebat
8. Vertigo
9. Kesadaran menurun
29

10. Proses BAK terganggu

G. Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


1. Narasi
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infrak pada otak.
Trombos dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi. Infark serebral terjadi saat otak kekurangan suplai darah
ke area tertentu. Luasnya infark begantung pada faktor-faktor seperti
lokasi dari besarnya pembulu darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembulu darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah(makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Trombos dapat pecah dari dinding pembulu darah terbawa sebagai
emboli dari aliran darah. Trombos dapat mengakibatkan iskemia jaringan
otak yang disuplai oleh pembulu darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area adema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infrak itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurang edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
trombosis bisanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembulu darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembulu darah yang tersumbat menyebabkan diatasi aneurisma
pembulu darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika
aneurisma pecah tau ruptur.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan
30

kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf


di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang
keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc resiko
sebesar 93% pada perdarahan dalam 71% pada perdarahan lobar.
Sedangkan jika terjadi terjadi perdarahan serebelar dengan voleme antara
20-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Muttaqin,
2011; Ariani, 2012, Nurarif & Kusuma., H. 2013; Dosen KMBI, 2016).

2. Pathway

Trombus. Emboli, hiperfusi Pola hidup: alcohol,


sistemik, penyakit mendasari merokok, stress,
(hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, kurang
hiperglikemia, gangguan olahraga, kontasepsi,
jantung, ateroskelrosis) dan narkoba
genetik

Aterosklerosis Pembentukan
Kepekatan darah
(elastisitas pembuluh thrombus
meningkat
darah menurun)

Obstruksi thrombus di otak

Penurunan darah ke otak

Hipoksia Cerebri

Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral Infark jaringan otak
31

Kerusakan pusat gerakan motorik di


Kelemahan pada Gangguan
lobus Frontalis
Nervus V,VII,IX, X komunikasi
Hemisphare/hemiplagia
verbal

Penurunan kemampuan otot


mengunyah/menelan

Mobilitas menurun
Kerusakan
mobilitas fisik
Gangguan reflek Resiko nutrisi
menelan kurang dari
kebutuhan tubuh
Tirah baring

Gangguan
menelan

Kerusakan Defisit
Integritas Perawatan
Kulit Diri

Skema 2.1 Pathway Stroke Non Hemoragik


(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012, Nurarif & Kusuma., H. 2013; Dosen KMBI, 2016)
32

H. Komplikasi Stroke Non Hemoragik


Komplikasi Stroke Non Hemoragik adalah sebagai berikut (Ariani, 2012;
Nurarif & Kusuma., H. 2013):
1. Dini ( 0-48 jam)
a. Edema Serebri
Defisit neurologis cendrung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan TIK, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark Miokard
2. Jangka Pendek (1-14 hari)
a. Pneumonia akibat immobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru
Cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, sering kali terjadi pada
saat penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren : dapat terjadi pada setiap saat.
3. Jangka Panjang ( > 14 hari)
a. Stroke rekuren
b. Infark Miokard

I. Prognosis Stroke Non Hemoragik


Prognosis Stroke Non Hemoragik menurut Ariani (2012) dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Berdasarkan tingkat kesadaran:
a. Sadar 16% meninggal
b. Somnolen 39% meninggal
c. Stupor 71% meninggal
d. Koma 100% meninggal
2. Berdasarkan usia: usia > 70 tahun angka kematian meningkat tajam
3. Berdasarkan jenis kelamin:
a. Laki – laki 16% meninggal
b. Perempuan 39% meninggal
33

4. Berdasarkan tekanan darah: hipertensi memiliki prognosis yang buruk

J. Manajemen Keperawatan Kolaborasi Stroke Non Hemoragik


1. Menurut Ariani (2012) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik adalah:
a. Pemeriksaan Darah
Darah rutin (eritrosit, leukosit, trombosit), apusan darah tepi,
hitung jenis darah, kadar lemak dalam darah (HDL, LDL, kolesterol
total, trigliserida), tujuan mencari factor-faktor resiko stroke agar
dapat mencegah terjadinya stroke yang berulang dikemudian hari dan
mencari kemungkinan adanya penyebab lain dari gejala yang
menyerupai atau mirip dengan stroke.
b. Elektrokardiografi (EKG)
Untuk menilai adanya kelainan aritmia jantung dan penyakit
jantung yang mungkin pernah diidap sebelumnya, seperti penyakit
miokard infark.
c. Pemeriksaan Pemindai Terkomputerisasi (CT Scan dan MRI)
CT Scan (Computed Tomography Scanning) amat diprioritaskan
pada penderita stroke ketika pertama kali tiba di rumah sakit karena
CT scan amat sensitif untuk memeriksa stroke tipe iskemik atau
perdarahan. Sedangkan MRI (Magnetic Resonance Imaging) hampir
sama dengan CT scan namun menggunakan pancaran gelombang
radio dan medan elektromagnetik.
d. Pemeriksaan Angiografi (MRA / Magnetic Resonancce Angiography)
Mengetahui terjadinya kelainan pada pembuluh darah pada
penderita stroke.
e. Ultrasonography Transkranial
Untuk mengetahui penyebab penyakit stroke yang diakibatkan
oleh stenosis arteri karotis, arteri serebralis media dan juga bermanfaat
untuk mendeteksi suatu spasme pada pembuluh darah.
34

2. Pembedahan
Menurut Ariani (2012) tindakan pembedahan biasanya dilakukan
pada penderita stroke hemoragik. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan,
menghentikan, dan mencegah perdarahan yang terjadi di pembuluh darah
otak. Pembedahan dilakukan saat 24-48 jam pertama pada stadium 1 dan
2. Tindakan bedah akan ditunda jika terjadi vasopasme ( pengerutan )
pembuluh darah otak sebab tindakan bedah akan semakin memperparah
kodisi pasien
3. Medikasi
Menurut Ariani (2012) obat atau terapi pengobatan yang paling
umum untuk stroke antara lain :
a. Anti Trombosis
Antitrombosis mencegah pembentukan bekuan darah yang dapat
menjadi plak di arteri otak dan menyebabkan stroke. Obat anti platelet
mencegah pembekuan dengan menurunkan aktivitas platelet sel darah
yang berhubungan dengan proses pembekuan darah. Obat ini
digunakan untuk pencegahan dan mengurangi resiko stroke iskemik.
Obat tersebut antara lain Aspiri, Clopidogrel, dan Tiklopidin.
b. Anti Koagulan
Antikoagulan mengurangi risiko stroke dengan mengurangi
substansi untuk proses pembekuan darah. Yang paling umum
digunakan antikoagulan warfarin ( dikenal juga sebagai Coumadin)
dan heparin.
c. Trombolitik Agen
Digunakan untuk mengobati stroke rekuren iskemik akut yang
disebabkan oleh oklusi arteri. Obat ini berfungsi melarutkan bekuan
darah yang menghalangi aliran darah ke otak. Penggunaan obat ini
harus hati-hati dan harus dengan pemeriksaan darah lengkap karena
dapat memicu terjadinya perdarahan.
35

d. Neuroprotectants
Merupakan obat-obat yang melindungi sel otakdari cedera
sekunder akibat stroke. Obat ini terbagi dalam kelas, sperti antagonis
Calsium, Antagonis glutamat, Antagonis Opiat, Antiokidan dan
lainnya. Salah satu antagonis calsium, Nimodipine, memiliki efek
mengurangi resiko vasospasme otak.
4. Treatment
Menurut Ariani (2012) adapun perawatan yang bisa dilakukan pada
pasien dengan Stroke Non Hemoragik:
a. Prinsip pengobatan dan perawatan penderita stroke meliputi tiga
aspek, yakni :
1) Penangan fase akut ( emergensi )
2) Perawatan pasien di ruang rawat inap rumah sakit
3) Perawatan dan rehabilitasi pasien stroke di luar rumah sakit
b. Keberhasilan penanganan stroke ditentukan oleh beberapa hal
diantaranya:
1) Kecepatan penderita dirujuk secara aman ke rumah sakit yang
memiliki fasilitas memadai.
2) Penanganan stroke yang bersifat kerja tim dokter yangm meliputi
ahli saraf, ahli penyakit dalam, ahli radiologi, ahli bedah saraf dan
perawat
3) Serta kelengkapan sarana penunjang diagnostik stroke yang
dimiliki sarana layanan kesehatan
5. Diet
Menurut Untari (2012) makanan yang harus dikonsumsi penderita
harus cukup gizi dan menyehatkan, seperti :
a. Konsumsi sayuran hijau
Sayuran hijau yang kaya akan kandungan kadar folat
ditemukan sayuran pada sayuran brokoli, bayam, daun adas, daun
papaya dan lain-lain. Kandungan kadar folat dapat membantu
mengurangi resiko kemunduran kemampuan bicara.
36

b. Konsumsi protein hewani


Memperbanyak konsumi jenis ikan berlemak seperti salmon,
dimana jenis ikan ini kaya kandungan akan omega 3 yang dapat
membantu mengurangi plak pembuluh darah pada otak hingga 70
persen. Kandungan kadar plak dalam pembuluh darah merupakan
salah
c. Konsumsi buah-buahan
Memperbanyak konsumsi buah-buahan akan meningkatkan
konsentrasi anti oksidan dan quercetin dalam otak. Buah yang
banyak mengandung anti oksidan seperti buah apel. Dalam penelitian
konsentrasi anti oksidan dan quercetin dapat membantu
meminimalisir kerusakan sel otak yang disebabkan oleh radikal
bebas yang sangat sulit dihindari jika kita hidup di lingkungan
perkotaan seperti sekarang ini.
d. Jika Anda menggoreng, pilihlah minyak nabati seperti minyak bunga
matahari, lobak atau zaitun.
6. Aktivitas
Menurut Ariani (2012) penderita yang dirawat dengan stroke
biasanya harus bedrest di tempat tidur dan tidak boleh melakukan
aktivitas yang berat. Hal ini mencegah terjadinya cedera atau kecelakaan
saat beraktivitas. Apabila kondisi pasien sudah stabil, bisa dilakukan
fisioterapi untuk memulihkan kekuatan otot dan kelenturan sendi, selain
itu bisa juga dilakukan terapi wicara dan terapi okupasi. Terapi
psikologis harus diberikan pasca perawatan di rumah sakit agar pasien
dapat termotivasi untuk sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa
kembali
7. Pendidikan kesehatan
Menurut Ariani (2012) hal - hal yang harus dimodifikasi oleh
penderita stroke dalam kehidupan sehari-hari antara lain :
a. Merokok. Jika anda merokok, Anda harus membuat setiap usaha
untuk berhenti. Bahan kimia dalam tembakau dibawa dalam aliran
37

darah anda dan dapat merusak arteri Anda. Jika anda merokok,
berhenti merokok dapat sangat mengurangi resiko anda mengalami
stroke.
b. Tekanan darah tinggi. Pastikan tekanan darah Anda diperiksa
setidaknya sekali setahun. Jika tinggi itu harus diobati. Tekanan darah
tinggi biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat merusak arteri
Jika anda memiliki tekanan darah tinggi, pengobatan tekanan darah
cenderung memiliki efek paling besar untuk mengurangi resiko anda
mengalami stroke.
c. Jika anda kelebihan berat badan, menurunkan berat badan disarankan.
d. Memiliki kolesterol tinggi.
e. Anda harus berusaha untuk melakukan beberapa aktivitas fisik
moderat beberapa hari dalam seminggu paling sedikit selama 30
menit. Misalnya, berjalan cepat, berenang, bersepeda, menari,
berkebun, dll.
f. Alkohol harus dikurangi atau bahkan harus dihentikan .
g. Jika anda memiliki diabetes, perawatan untuk menjaga kadar gula
darah anda sebagai mendekati normal mungkin penting.
38

K. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan Stroke Non Hemoragik meliputi anamesis
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan
pengkajian psikososial dan catatan kesehatan (Muttaqin, 2011; Ariani,
2012; Hidayat & Uliyah, 2014; Dosen KMBI, 2016).
a. Anamesis
Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, agama, suhu bangsa, tanggal, dan jam masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnosa medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien untuk
meminta bantuan kesehatan adalah anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo,tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaraan.
1) Riwayat Penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung
sangat mendadak pada saat pasien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang
sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingat kesadaraan dalam hal perubahan
perilaku juga umum terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala,kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian obat yang sering digunakan pasien,
seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol, dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
39

riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk


mengkaji lebih dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari
generasi terdahulu.
b. Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis pasien stroke meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi
yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
pasien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga
penting untuk menilai respons emosi pasien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruh dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada pasien, yaitu timbul ketakutan atau
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pola presepsi dan konsep diri yang didapatkan, pasien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif. Pola penanggulangan stress, pasien biasanya
mempunyai kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses pikir dan kesulitan berkomunikasi. Pola tata nilai
dan kepercayaan, pasien biasanya jarang melakukan ibadah
spiritual karena tingkah laku tidak stabil, kelemahan atau
kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Karena pasien harus
menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak
pada status ekonomi pasien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Stroke memang
40

suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,


pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga
sehinnga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
piiran pasien dan keluarga. Perawat juga memasuki pengkajian
terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis
yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif keperawatan
dalam mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang
disebabkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan
peran sosial pasien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi pada gangguan neurologis di dalammsistem dukungan
individu (Muttaqin, 2011; Ariani, 2012; Hidayat & Uliyah, 2014;
Dosen KMBI, 2016).
c. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data
dari pengajian anamesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan yang terarah
(head to toe) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan pasien
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012; Hidayat & Uliyah, 2014; Dosen
KMBI, 2016):
1) Keadaan Umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara
kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan fisik
a) B1 (Breating)
Inspeksi didapatkan pasien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak nafas, penggunaan frekuensi
pernapasan. Aukultasi bunyi napas tambahan seperti ronki
pada pasien dengan peningkatan produksi sekret dan
41

kemampuan batuk yang menurun yang sering ditemukan


pada pasien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran,
koma.
Pada pasien dengan kesadaraan composmetis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi
thorax didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Aukultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan
(Muttaqin, 2011).
b) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan
renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada
pasien Stroke Non Hemoragik. Tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi
masif lebih dari 200 mmHg (Muttaqin, 2011).
c) B3 (Brain)
Stroke Non Hemoragik menyebabkan berbagai
defisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area dan perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral. Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya, pengkajian B3
merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
(1) Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter
yang paling mendasar dan paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran pasien
dan respon terhadap lingkungan adalah indikator
paling sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem dibuat untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
kesadaran. Tingkat kesdaran pasien diukur secara
42

kuantitatif dan kualitatif. Untuk pengukuran secara


kuantitaif digunakan Glasgowa Coma Scale (GCS).
GCS sendiri diukur dengan menguji 3 aspek:
mata, verbalisasi, dan motorik. Dengan kesimpulan
secara kualitatif yakni: Compostemtis : 15 – 14,
Apatis : 13 – 12, Somnolen : 11 – 10, Stupor : 9 – 8,
Koma: < 5 (Nurarif & Kusuma, 2012).
(2) Fungsi Serebri
(a) Status mental: observasi penampilan pasien dan
tingkah lakunya, nilai gaya bicara pasien,
observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
dimana pada pasien stroke tahap lanjut biasanya
status mental pasien mengalami perubahan.
(b) Fungsi intelektual: didapatkan penurunan dalam
ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus
pasien mengalami kerusakan otak, yaitu
kesukaran untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
(c) Kemampuan bahasa: penurunan kemampuan
bahasa tergantungdari daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada
hemisfer yang dominan pada daerah posterior
dari girus temporalis superior (area wernicke)
didapatkan disfasia reseptif, yaitu pasien tidak
dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior
dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif dimana pasien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab
43

dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.


Disartria (kesulitan berbicara) ditunjukan
dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya) seperti terlihat
ketika pasien mengambil sisir dan berusaha
untuk menyisir rambutnya.
(d) Lobus frontal: kerusakan fungsi kongnitif dan
efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori,
atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan
dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi,
yang menyebabakan pasien ini menghadapi
frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum mungkin terjadi dan diperberat
oleh respon alamiah pasien tehadap penyakit
katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga
umum terjadi dan dimanisfestasikan oleh
labilitas emosional, bermusuhan, frustasi dan
kurang kerja sama.
(e) Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkan
hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk,
dan mempunyai kerentanan terhadap sisi
kolateral. Sehingga kemungkinan terjatuh ke
sisi yang bertlawanan tersebut, stroke pada
hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
44

lapang pandang sebelah kanan, disfagia global,


afasia, dan mudah frustasi.
(3) Pemeriksaan pola fungsi kesehatan
(a) Pola pemeliharaan kesehatan
(b) Pola aktivitas latihan
(c) Pola nutrisi dan metabolik
(d) Pola eliminasi
(e) Pola tidur dan istirahat
(f) Pola kognitif dan persepsi
(g) Pola koping stress
(h) Pola konsep diri
(i) Pola seksual dan reproduksi
(j) Pola hubungan peran
(k) Pola nilai dan keyakinan
(4) Sistem motorik
(a) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
(b) Kekuatan otot, pada penilaian dengan
mengunakan nilai kekuatan otot pada sisi yang
sakit didapatkan nilai 0.
(c) Keseimbangan dan koordinasi, mengalami
gangguan karena hemiparese dan hemiplegia.
(d) Pemeriksaan refleks fisiologis: reflek dalam,
reflek bisep, reflek trisep, reflek brakioradialis,
reflek patella, refelk achiles, dan reflek
abdominalis (Bahar & Devi, 2015).
(e) Pemeriksaan refleks patologis: reflek Hoffmann,
reflek tromner, reflek Babinski. Pada fase akut
45

refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan


menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahului
dengan refleks patologis (Bahar & Devi, 2015)
(f) Gerakan Involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic (kontraksi
saraf berulang), dan distonia. Pada keadaan
tertentu, pasien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan stroke
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang berhubungan sekunder akibat fokal
kortikal yang peka.
(5) Sistem Sensorik
Gangguan hubungan visual spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
Kehilangan sensorik karena stroke dapat berupa
kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,
dengan kehilangan proprioseptif (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual,
taktil, dan auditorius.
d) B4 (Bladder)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan dan
ketidakmampuan untuk mengunakkan urinal karena
46

kerusakan kontrol motoril dan postural. Kadang-kadang


kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten
dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut.
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis yang luas.
f) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas,
gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor
paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis, atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah
tanda yang lain. Pada kulit, jika pasien kekurangan O2
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang
menonjol karena pasien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan sensorik, atau paralisis / Hemiplegia
47

mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas


dan istirahat.

2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
aliran darah ke serebral, gangguan oklusif, vasospasme serebral,
edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler, kelemahan, paralisis hipotonik, paralisis spastis.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirulasi
serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasia/oral.
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol atau koordinasi otot.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta perawatan
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012, Dosen KMBI, 2016; Wilkinson, 2016)

3. Rencana asuhan keperawatan


a. Diagnosa I:
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbaikan, kognisi
dan fungsi motorik atau sensori, mendemostrasikan tanda-tanda
vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan Tekanan
Intrakranial (TIK).
2) Intervensi Diagnosa I :
a) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan
tertentu atau yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial peningkatan TIK. Rasional :
Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan atau
kemunduran tanda atau kemunduran tanda atau gejala
neurologis atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal
48

memerlukan pembendahan dan atau pasien harus di pindahkan


ke ruang perawatan kritis (ICU).
b) Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan
bandingkan dengan keadaan normalnya atau standar. Rasional :
Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan
kemajuan/resolusi kerusakan Sistem Saraf Pusat (SSP). Dapat
menunjukan Transient Ischemic Attack (TIA).
c) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika
pasien sadar. Rasional : Perubahan dalam isi kognitif dan
bicara merupakan indikator dari lokasi/derajat gangguan
serebral dan mungkin mengidentifikasikan dengan
penurunan/peningkatan TIK.
d) Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang
tenang; batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi.
Berikan istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan,
batasi lamanya setiap prosedur. Rasional : Aktivitas/stimulasi
yang kontinu dapat meningkatkan TIK. Istirahat total dan
ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke hemoragi.
e) Pantau tanda-tanda vital seperti adanya hipertensi/hipotensi,
bandingkan tekanan darah yang terbaca pada kedua lengan.
Rasional : Hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus.
Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolaps sirkulasi vaskuler).
Peningkatan TIK dapat terjadi karena edema, adanya formasi
bekuan darah. Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan
dengan adanya perbedaan tekanan pada kedua lengan.
f) Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan
antara kiri dan kanan, dan reaksinya terhadap cahaya. Rasional
: Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor (III) dan
berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih
49

baik. Ukuran dan kesamaaan pupil ditentukan oleh


keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis
yang mempersarafinya.
g) Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan
yang kabur, ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman
persepsi. Rasional : Gangguan penglihatan yang telah spesifik
mencerminkan daerah otak yang terkena mengindikasikan
keamanan yang harus mendapat perhatian dan mempengaruhi
intervensi yang harus dilakukan.
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012, Dosen KMBI, 2016; Wilkinson, 2016)
b. Diagnosa II:
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mempertahankan posisi yang optimal yang dibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan
dari fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku
yang memungkinkan melakukan aktivitas, serta mempertahankan
integritas kulit.
2) Intervensi diagnosa II:
a) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal
dengan cara yang teratur. Rasional : Mengidentifikasi
kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi sebab
teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan
flaksid.
b) Ubah posisi minimal tiap dua jam (miring, telentang). Rasional :
Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah
yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek
dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit/dekubitus
c) Lakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
(bila memungkinkan). Sokong ekstermitas dalam posisi
50

fungsionalnya, gunakan papan kaki selama periode paralisis.


Rasional : Meminimalkan atrofi otot, menurunkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur menurunkan resiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan.
d) Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi
tegak, sesuai indikasi. Rasional : Selama paralisis flaksid,
penggunaan penyangga dapat menurunkan resiko terjadinya
subluksasio lengan dan “sindrom bahu-lengan”
e) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi. Rasional :
Mempertahankan posisi fungsional.
f) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala) tempat tidur, bantu untuk duduk
disisi tempat tidur. Rasional : Membantu dalam melatih kembali
fungsi saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
g) Alasi kursi duduk dengan busa atau balon air dan bantu pasien
untuk memindahkan berat badan dalam interval yang teratur.
Rasional : Mencegah/menurunkan tekanan koksigeal atau
kerusakan kulit.
h) Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema atau
tanda lain dari gangguan sirkulasi. Rasional : Jaringan yang
mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan
penyembuhannya lambat.
i) Lakukan massase pada daerah kemerahan dan beri alat bantu
seperti bantalan lunak kulit sesuai kebutuhan. Rasional : Titik-
titik takanan pada daerah yang menonjol paling beresiko untuk
terjadinya penurunan perfusi/iskemia. Stimulasi sirkulasi dan
memberikan bantalan membantu mencegah kerusakan kulit dan
berkembangnya dekubitus.
j) Susun tujuan dengan pasien atau orang terdekat untuk
berpartisipasi dalam latihan dan mengubah posisi. Rasional :
51

Meningkatkan harapan terhadap perkembangan atau


peningkatan dan memeberikan perasaan kontrol atau
kemandirian.
k) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk
menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami
kelemahan. Rasional : Dapat berespon dengan baik jika daerah
yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan
dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kembali sebagai
bagian dari tubuhnya sendiri.
l) Kolaborasikan dengan ahli fisioterapi dan obat-obatan medis
dalam membantu pemulihan kondisi. Rasional : Program yang
khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang
berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan,
koordinasi, dan kekuatan.
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012, Dosen KMBI, 2016; Wilkinson, 2016)
c. Diagnosa III:
1) Kriteria hasil pasien akan:
Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi,
membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan, menggunakan sumber-sumber dengan tepat.
2) Intervensi diagnosa III:
a) Kaji derajat disfungsi, seperti pasien mengalami kesulitan
berbicara atau membuat pengertian sendiri. Rasional :
Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan serebral
yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh
tahap proses komunikasi.
b) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan
balik. Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa
komunikasi yang diucapkan tidak nyata. Umpan balik
52

membantu pasien merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak


mengerti atau berespon sesuai dan memberikan kesempatan
untuk mengklarifikasi isi atau makna yang terkandung.
c) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menunjukkan nama
dari objek tersebut. Rasional : Melakukan penilaian terhadap
adanya kerusakan motorik (afasia motorik) seperti pasien
mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
d) Minta pasien untuk menggucapkan suara sederhana seperti “Sh”
atau “Pus”. Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai
komponen motorik dari bicara (seperti : lidah, gerakan bibir,
kontrol nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi.
e) Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat pendek. Rasional
: Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam
membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari
afasia sensori dan afasia motorik.
f) Bicara dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat.
Berikan pasien jatak waktu untuk merespons. Bicaralah tanpa
tekanan pada sebuah respon. Rasional : Perawat tidak perlu
merusak pendengaran dan meninggikan suara dapat
menimbulkan pasien marah. Mefokuskan respons dapat
mengakibatkan frustasi dan mungkin menyebabkan pasien
terpaksa untuk bicara otomatis seperti : memutarbalikkan kata.
g) Anjurkan kepada orang terdekat untuk tetap memelihara
komunikasi dengan pasien. Rasional : Mengurangi isolasi sosial
pasien dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif.
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012, Dosen KMBI, 2016; Wilkinson, 2016)
d. Diagnosa IV:
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang memenuhi
kebutuhan perawatan diri, melakukan akativitas perawatan diri
53

dalam tingkat kemampuan sendiri, mengidentifikasi sumber


pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
2) Intervensi diagnosa IV:
a) Lakukan perawatan diri pada pasien. Rasional: pasien stroke
mengalami keterbatasan dalam pemenuhan ADLnya.
b) Mulai berikan makan per oral setengah cair, makanan lunak
ketika pasien dapat menelan air. Pilih/Bantu pasien untuk
memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan
mudah ditelan, contohnya : telur, agar-agar, makanan kecil yang
lunak lainnya. Rasional : Makanan lunak/cair kental lebih muda
untuk mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan resiko
terjadinya aspirasi.
c) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
Rasional : Menguatkan otot fasialis dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak.
d) Pertahankan masukan dan haluan dengan akurat, catat jumlah
kalori yang masuk. Rasional : Jika usaha menelan tidak
mamadai untuk memenuhi kebutuhan cairan dan makanan harus
dicarikan metode alternatif untuk makan.
e) Berikan cairan melalui IV dan/atau makanan melalui selang.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012, Dosen KMBI, 2016; Wilkinson, 2016)
e. Diagnosa V:
1) Kriteria evaluasi pasien akan :
Berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan pemahaman
tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik, memulai
perubahan gaya hidup yang diperlukan.
2) Intervensi diahnosa V:
54

a) Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan


rencana/kemungkinan melakukan kembali aktifitas. Rasional :
Meningkatkan pemahaman, memberikan harapan pada masa.
Datang dan menimbulkan harapan dari keterabatasan hidup
secara “normal”.
b) Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan.
Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang. Rasional :
Aktvitas yang dianjurkan, pembatasan dan kebutuhan obat/terapi
dibuat pada dasar pendekatan interdisipliner terkoordinasi.
Mengikuti cara tersebut merupakan suatu hal yang penting pada
kemajuan pemulihan/pencegahan komplikasi.
c) Sarankan menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berpikir. Rasional : Stimulasi yang beragam
dapat memperbesar gangguan proses berfikir.
d) Identifikasi sumber-sumber yang ada dimasyarakat, seperti
perkumpulan stroke, atau program pendukung lainnya. Rasional:
Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan
penanganan di rumah dan penyelesaian terhadap kerusakan.
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012, Dosen KMBI, 2016; Wilkinson, 2016)
55

4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan sebagai indikator evaluasi asuhan keperawatan
pada penderita Stroke Non Hemoragik adalah :
a. Fungsi serebral membaik dengan: tingkat kesadaran baik
(komposmentis), fungsi kognisi dan fungsi motorik atau sensori
baik, tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
b. Posisi yang optimal dapat dipertahankan: yang dibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan
dari fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku
yang memungkinkan melakukan aktivitas, serta mempertahankan
integritas kulit.
c. Masalah komunikasi dapat teridentifikasi, membuat metode
komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan, menggunakan
sumber-sumber dengan tepat.
d. Kebutuhan perawatan diri terpenuhi, melakukan akativitas perawatan
diri dalam tingkat kemampuan sendiri, mengidentifikasi sumber
pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai.
e. Pasien dapat berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik,
memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
(Muttaqin, 2011; Ariani, 2012, Dosen KMBI, 2016; Wilkinson,
2016)

Anda mungkin juga menyukai