Anda di halaman 1dari 15

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA


5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
ANALISIS PETROGRAFI DAN XRD BATUAN ALTERASI GUNUNGAPI
UNGARAN, PRINGAPUS, KABUPATEN SEMARANG: KELIMPAHAN MINERAL
ALTERASI SEBAGAI POTENSI MINERAL INDUSTRI
Joshua Aditya Simanjuntak1*, Irvan Sumantri Pakpahan2, Jihan Almira Fauzia3,
Era Rio Sinuraya4, Sekar Indah Tri Kusuma5
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus
Tembalang, Semarang, Indonesia 50275
*corresponding author: joshuadityas@gmail.com

ABSTRAK
Dewasa ini kebutuhan akan bahan galian industri sangatlah tinggi. Hal ini menyebabkan
penemuann sumberdaya baru di bidang mineral industri sangatlah diperlukan. Daerah Pringapus,
Kabupaten Semarang memiliki potensi bahan galian industri yang tinggi, mengingat lokasinya yang
terletak pada daerah alterasi hasil Vulkanik Gunung Ungaran. Gunung Ungaran memiliki potensi
panas bumi sebesar 11,25 MWe (Wahyudi, 2005). Sistem panas bumi ini menghasilkan proses
samping berupa alterasi pada batuan disekitarnya yaitu batupasir dan breksi andesit. Penelitian ini
dilakukan melalui pemetaan permukaan seluas 3 x 3 km. Dari sampel batuan teralterasi pada daerah
vulkanik Ungaran ini, dilakukan pengujian sampel melalui analisis petrografi untuk mengetahui
kelimpahan mineral penyusun dan analisis XRD untuk mendeterminasi jenis mineral secara lebih
spesifik yang tidak dapat dilihat pada sayatan petrografi. Berdasarkan hasil analisis petrografi
didapatkan kehadiran mineral penciri alterasi berupa aktinolit, serisit, kalsit, kuarsa sekunder, dan
mineral lempung yang cukup mendominasi pada litologi batupasir dan breksi andesit. Berdasarkan
hasil analisis laboratorium XRD didapatkan kehadiran mineral dominan berupa smektit. Dengan
ditemukannya mineral-mineral lempung yang melimpah maka dapat dinterpretasikan bahwa mineral
tersebut sebagai mineral penciri zona argilik. Melimpahnya mineral lempung yang mencapai 75%
pada batuan teralterasi ini sangatlah menarik untuk diteliti dan memiliki potensi yang besar sebagai
bahan baku dibidang industri yaitu kosmetik, kertas, farmasi, keramik dan gerabah.
Kata Kunci : Vulkanik Gunung Ungaran, Batuan Alterasi, Mineral Lempung, Bahan Galian Mineral
Industri.

1. Pendahuluan
Dewasa ini, bidang teknologi dan industri berkembang sangat pesat dan membutuhkan pasokan
mineral industri dalam jumlah yang tinggi. Hal ini menyebabkan penelitian dan penemuan-penemuan
terhadap sumberdaya mineral industri sangatlah penting. Daerah Pringapus, Semarang menrupakan
daerah yang potensial terhadap pemanfaatan mineral industri, hal ini karena lokasinya yang berada di
daerah Vulkanik Gunung Ungaran. Gunung Ungaran memiliki sistem panas bumi dengan total potensi
geotermal sekitar 1,25 MWe (Wahyudi, 2005). Adanya proses geotermal ini memiliki proses samping
berupa alterasi hidrotermal yang mempengaruhi litologi di sekitar Lokasi penelitian. (Gambar 1)
Daerah penelitian terletak pada 3 formasi meliputi Formasi kerek (Tmk), Formasi Kaligetas
(Qpkg) dan Formasi Kalibeng (Tmpk). Alterasi umumnya terjadi pada litologi berupa breksi andesit
dan batupasir yang berada pada bagian tengah dari lokasi penelitian. Breksi andesit ini termasuk pada
formasi Kaligetas, sedangkan batupasir ini diinterpretasikan berasal dari formasi Kalibeng. Daerah
penelitian memiliki struktur geologi yang cukup intensif, dimana berdasarkan peta geologi regional
ditemukan adanya sesar naik yang melintang pada bagian tengah lokasi penelitian. Sesar ini
diindikasikan menjadi penyebab munculnya jalur yang menyebabkan terjadinya alterasi yang intensif
pada bagian tengah daerah penelitian.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode pengamatan lapangan secara langsung dan analisis
laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan melalui Pemetaan Geologi seluas 3 x 3 km pada
440028 mT – 442938 dan 9208245 -9205399 mU. Analisis laboratorium dilakukan melalui analisis
petrografi dan XRD. Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui komposisi mineral penyusun
beserta persentasenya. Analisis ini dilakukan pada 6 sampel di lokasi penelitian. Analisis XRD ( X-Ray
Diffraction) dilakukan guna mengetahui mineral yang tidak bisa di determinasi oleh petrografi,
contohnya pada mineral lempung. Analisis ini dilakukan pada 2 litologi yang terkena alterasi pada
lokasi penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dominansi jenis mineral alterasi yang terbentuk
beserta persentasenya, sehingga dapat dijadikan gambaran apakah mineral alterasi di lokasi penelitian
cukup potensial untuk diekploitasi sebagai sumber mineral industri atau tidak.

3. Data
Berdasarkan hasil pemetaan secara langsung dilapangan, ditemukan jenis batuan yang telah
mengalami alterasi. Dimana sampel batuan yang telah teralterasi kemudian dilakukan analisis lebih
lanjut melalui analisis petrografi dan analisis XRD. Terdapat dua buah sampel yang dianalisis lebih
lanjut secara petrografi dan XRD sebagai hasil representasi daerah penelitian. Sampel pertama
memiliki kode JS yang merupakan sampel pada satuan litologi Batupasir teralterasi yang terletak pada
stasiun pengamatan pertama. Sampel kedua memiliki kode MJA yang merupakan sampel pada satuan
litologi Batulempung yang terletak pada stasiun pengamatan pertama.

3.1 Data Mineral Berdasarkan Analisis Petrografi


Pada kode sampel JS terdapat dua jenis mineral, yakni mineral primer yang berupa plagioklas
(20%) dan mineral opaq (25%), sedangkan mineral sekunder yang terdapat pada sampel penelitian ini
(Tabel 1 dan 2) adalah kuarsa sekunder (5%), aktinolit (5%), serisit (5%), kalsit (15%) dan mineral
lempung (15%) (Foto 2). Berdasarkan keterdapatan mineral sekunder, maka dapat dideterminasi
intensitas alterasi pada sampel JS ialah seperti pada perhitungan dibawah ini.
Komposisi Mineral Sekunder 45 %
Intensitas Alterasi Sampel Batuan JS = = =o,45 (Intensitas
Komposisi Mineral Total 100 %
Alterasi Menengah).
Pada sampel penelitian selanjutnya yakni sampel MJA terdapat dua jenis mineral, yakni mineral
primer yang berupa mineral opaq (25%), sedangkan mineral sekunder yang terdapat pada sampel
penelitian ini (Tabel 3 dan 4) adalah mineral lempung (40%), kalsit (15%) dan serisit (20%) (Foto 3).
Berdasarkan keterdapatan mineral sekunder, maka dapat dideterminasi intensitas alterasi pada sampel
MJA ialah seperti pada perhitungan dibawah ini.
Komposisi Mineral Sekunder 75 %
Intensitas Alterasi Sampel Batuan JS = = =o,75 (Intensitas
Komposisi Mineral Total 100 %
Alterasi Tinggi)

3.2 Data Mineral Lempung Berdasarkan Analisis XRD


Berdasarkan Hasil XRD pada sayatan batulempung kode sampel (MJA) dan batupasir (JS)
yang didapat berdasarkan penamaan mineral oleh Pei-Yuan Chen. Pada sampel MJA (Tabel 6)
terdapat 15 peak dengan mineral dari peak 1-15 secara berurutan yaitu boemmite, sulfur ortorombic,
silimanite, smektit, wollastonite, halite, rutile, alunite, boemmite, chlorite, maghemite, dan siderite.
Pada Sampel JS (Tabel 7) terdapat 22 peak dengan mineral dari peak 1-22 secara berurutan yaitu
halloysite, chlorite, dicktite, stillbite, sulfur, halloysite, mordenite, stilbite, smektit, chlorite, amesite,
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
manganite, vaterite, marganite, margarite, talc, diaspor, corundum, quartz, lime, siderite, dan
siderite.
4. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pemetaan, secara petrologi diperoleh beberapa satuan litologi yang dibahas
lebih lanjut pada Subbab karakteristik litologi daerah penelitian dibawah ini.
4.1 Karakteristik Litologi Daerah Penelitian
Karakteristik litologi daerah penelitian melalui pemetaan geologi terdiri atas 4 satuan litologi
yang dapat dianalisis secara petrologi, yakni satuan batulempung, satuan breksi andesit, satuan
batupasir teralterasi dan satuan alluvium (Gambar 2 dan 3).
4.1.1 Satuan Batulempung
Satuan batulempung pada daerah penelitian (Foto 1) merupakan bagian dari susunan
formasi kerek yang menunjukkan suatu struktur sedimen khas yaitu perlapisan bersusun
yang juga mencirikan suatu gejala flysch yaitu suatu perlapisan batuan sedimen yang
berkembang di lingkungan laut dalam sebagai hasil dari proses turbidity flow, formasi
kerek secara waktu geologi terendapkan pada Miosen Tengah (N10) hingga Miosen Akhir
(N17). Berdasarkan pendeskripsian secara megaskopis terhadap sampel yang didapatkan di
lapangan, pada satuan batulempung ditemukan 2 jenis karakteristik. Karakteristik pertama
memiliki warna abu-abu kehijauan, struktur batuan yang masif, memiliki tekstur berupa
ukuran butir <1/256 mm, kemudian matriks berupa material berukuran lempung dan
kandungan semen yang bersifat karbonatan. Tingkat pelapukan pada satuan litologi
tersebut relatif tinggi. Batulempung jenis ini dapat ditemukan pada STA 2 hingga STA 7
disepanjang sungai daerah Wonorejo – Gondoriyo. Pada lokasi pengamatan lain,
ditemukan pula batulempung namun lebih kompak, seperti yang ditemukan di STA 8
hingga STA 13 di sepanjang sungai di daerah Gondoriyo. Selain litologi batulempung juga
ditemukan batupasir yang posisinya berselingan dengan batulempung. Batupasir tersebut
memiliki warna abu-abu kekuningan dengan struktur sedimen wavy lamination. Kemudian
secara kenampakan tekstur litologi ini memiliki ukuran butir 1/4 - 1/8 mm. Memiliki
tekstur berupa kemas yang terbuka dan sortasi yang tergolong Well Sorted. Litologi
tersebut memiliki fragmen berukuran pasir halus, matriks berukuran lempung dan semen
yang bersifat karbonatan. Ditemukan beberapa perbedaan karakteristik pada litologi
batupasir di beberapa STA, seperti pada batupasir STA 2 yang memiliki warna putih terang
dengan komposisi semen yang non karbonat. Kemudian ditemukan adanya perubahan
ukuran butir pada STA 10 hingga STA 13 yang mana batupasir pada STA ini cenderung
berukuran 1/2 – 1 mm atau tergolong pasir kasar. Pada satuan perselingan Batulempung –
Batupasir ini ditemukan dominasi batulempung yang lebih tebal dibandingkan batupasir
disepanjang lintasan yang dilalui dari STA 2 hingga STA 13.
4.1.2 Satuan Breksi Andesit
Satuan Breksi Andesit pada daerah penelitian merupakan bagian dari susunan formasi
Kaligetas yang secara waktu geologi terendapkan pada kala Pleistosen. Berdasarkan
pendeskripsian secara megaskopis didapatkan bahwa Satuan ini menunjukkan warna abu-
abu tua dengan struktur batuan tergolong masif. Secara kenampakan tekstur memiliki
ukuran butir 4 – 64 mm atau tergolong ukuran Pebble (Wentworth, 1922) dengan antar
kontak antar butirnya sangat renggang dengan komposisi matriks yang dominan atau dapat
disebut memiliki kontak butir Floating. Kemudian secara keseluruhan ukuran butir pada
litologi ini tidak seragam. Dapat disimpulkan bahwa litologi ini memiliki kemas yang
tergolong terbuka dan sortasi yang Poorly Sorted. Secara sudut pandang komposisi, batuan
ini memiliki fragmen litik berupa andesit berukuran kerakal - berangkal dengan komposisi
matriks tergolong tuff, namun berbeda pada STA 14 pada matriksnya disusun oleh material
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
pasir. Pada kandungan semennya tergolong Non karbonatan, hal ini disimpulkan dari
respond batuan saat uji HCl tidak mengeluarkan buih/busa. Litologi breksi ini ditemukan di
sungai STA 14 pada daerah Wringin Putih dan sungai STA 18 hingga STA 20 pada daerah
Wonoyoso.
4.1.3 Satuan Batupasir Teralterasi
Satuan batuan alterasi (Foto 1) pada daerah penelitian terdapat pada STA 1 yang mana
merupakan kawasan mata air Kaliulo Desa Wonorejo yang diinterpretasikan merupakan
bagian dari susunan formasi kaligetas. Pada satuan ini terdapat hostrock berupa batupasir
masif berwarna putih pucat dengan ukuran butir 1/8 – ¼ mm. Pada litologi teralterasi
tersebut didapatkan sejumlah urat yang disusun oleh mineral Kalsit yang mana urat kalsit
ini tergolong jenis urat crustiform dan juga terdapat cavity filling yang mana
diinterpretasikan merupakan hasil endapan epitermal sulfida rendah. Selain itu juga
didapatkan litologi andesit teralterasi disingkapan yang sama dengan batupasir tersebut.
Disekitar lokasi singkapan juga dapat ditemukan suatu manifestasi berupa mata air panas
yang dikenal dengan mata air Kaliulo Desa Wonorejo.
4.1.4 Satuan Aluvium
Satuan Aluvium pada daerah penelitian tersebar ditunjukkan oleh STA 15 – STA 17
dan STA 21 – STA 23 yang tersebar didaerah Pringapus, Pringsari, dan Wonoyoso yang
hampir keseluruhan merupakan daerah pemukiman, jalan lalu lintas, dan lahan persawahan
warga setempat. Satuan aluvium ini diinterpretasikan merupakan hasil endapan erosional
dari produk erupsi ungaran. Hal ini didukung dengan ditemukan lepasan bongkah andesit
yang mana diinterpretasinya merupakan hasil erosional dari produk Ungaran Muda.

4.2 Analisis Petrografi


Hasil Deskripsi petrografi preparat dengan kode MJA yang berasal dari formasi kalibeng
ditunjukkan pada tabel 5. Berdasarkan hasil pengamatan batuan tersebut memiliki kenampakan
berupa ukuran butir yang berkisar dari <1/256 mm. Karena ukuran butirnya yang terlalu kecil
maka tekstur umum dari batuan tersebut tidak dapat terlihat dengan pengamatan secara
petrografis. Batuan tersebut tersusun atas matriks 75%, Plagioklas 15 %, dan semen 10%.
Plagioklas yang terdapat pada batuan tersebut telah mengalami ubahan menjadi mineral Serisit.
Semen pada preparat tersebut memiliki kenampakan berupa belahan 3 arah sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa semen yang mengisi batuan tersebut adalah mineral kalsit. Berdasarkan
komposisi penyusunnya batuan tersebut digolongkan sebagai Mudrock (pettijohn, 1975).
Pengamatan yang dilakukan secara petrografis pada preparat selanjutnya ialah pada kode JS
yang berasal dari formasi kalibeng (Tabel 5) memiliki kenampakan berupa ukuran butir yang
berkisar dari 1/8 - 1/4 mm. Memiliki bentuk butir yang cenderung membulat atau subrounded,
namun memiliki kebundaran yang cenderung rendah atau low sphericity. Dimana antar butir
penyusunnya memiliki ukuran yang relatif berbeda atau memiliki sortasi yang cenderung poorly
sorted. Kontak antar butirnya cenderung bersinggungan diujung atau dikenal dengan kontak butir
yang point. Batuan tersebut tersusun atas 65% Fragmen, 20% matriks dan 15% semen. Fragmen
tersusun atas 30% mineral plagioklas, 15% mineral kuarsa dan 20% mineral opaq. Mineral
plagioklas yang terdapat pada preparat sudah mengalami ubahan menjadi mineral serisit sebesar
15%. Mineral kuarsa yang terdapat pada preparat tersebut memiliki kenampakan polikristalin.
Semen pada preparat tersebut memiliki kenampakan berupa belahan 3 arah sehingga dapat
diinterpretasikan bahwa semen yang mengisi batuan tersebut adalah mineral kalsit. Berdasarkan
komposisi penyusunnya batuan tersebut digolongkan sebagai Feldspatic Wacke (Pettijohn, 1975).

4.3 Analisis Geokimia


PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Berdasarkan hasil grafik XRD dengan tabel XRD Lines oleh Yuen Chen pada sampel MJA
(Gambar 4), diperoleh 15 peak data yang dapat diketahui penaaman mineralnya berdasarkan nilai
2Theta dan nilai dValues. Penamaan mineral pada ke 15 peak dari P1-P15 yang secara berurutan
ialah Boemmite, Sulfur Ortorombic, Silimanite, Smektit, Wollastonite, Halite, Rutile, Alunite,
Chamosite, Margasite, Alunite, Boemmite, Chlorite, Maghemite, Siderite. Dari nilai intensitas
pada Tabel 5. dapat dideterminasikan mineral yang dominan pada sampel MJA ialah mineral
Smektit dengan nilai persen berdasarkan hasil normalisasi adalah 55, 16%.
Pada sampel JS diperoleh 22 peak data yang dapat diketahui penaaman mineralnya
berdasarkan nilai 2Theta dan nilai d-spacing Values berdasarkan hasil grafik XRD dengan tabel
XRD Lines oleh Pei Yuan Chen (1977) (Gambar 5). Penamaan mineral pada ke 22 peak dari P1-
P22 yang secara berurutan ialah halloysite, chlorite, dicktite, stillbite, sulfur, halloysite,
mordenite, stilbite, smektit, chlorite, amesite, manganite, vaterite, marganite, argarite, talc,
diaspor, corundum, quartz, lime, siderite, dan siderite. Dari nilai intensitas pada Tabel 5. dapat
dideterminasikan mineral yang dominan pada sampel JS ialah mineral Smektit dengan nilai
persen berdasarkan hasil normalisasi adalah 48,14%.
Dapat dideterminasikan berdasarkan hasil uji XRD dari kedua sampel batuan pada sampel
MJA dan JS terdapat mineral lempung yang relatif dominan berupa smektit. Mineral Smektit
adalah sekelompok mineral silikat berlapis berukuran lempung yang terbentuk secara alami.
Mineral ini termasuk dalam mineral sekunder dimana dapat terbentuk dari proses alterasi
hidrotermal. Golongan mineral ini merupakan golongan yang sangat khas, yaitu akan
mengembang pada keadaan basah dan mengerut pada saat kehilangan air. Hal ini disebabkan sifat
kisi kristal yang dapat mengembang karena kation dan molekul air mudah masuk pada rongga
antar unit kristal mineral. Anggota kelompok smektit antara lain monmorilonit, saponit, berdelit,
nontronit, hektorit, sankonit, farasikit, lembugit, volkhomskoit, pirelit, dan kardenit. Anggota
penting dari kelompok smektit adalah mineral montmorilonite dan hektorit dengan komposisinya
terdiri dari mineral monmorilonit, debu kuarsa dan kalsit.

4.4 Zona Alterasi


Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis dimana dilakukan pendeskripsian secara
petrografi pada jenis batuan sedimen teralterasi yaitu batupasir dengan kode sayataan JS dan
batulempung dengan kode sayatan MJA. Sayatan JS dan MJA diambil dari daerah penelitian yang
berlokasi dekat dengan gunung genting dengan stasiun pengamatannya ialah STA 1. Pengamatan
mikroskopis pada sampel batuan teralterasi dilakukan untuk mengetahui kelimpahan mineral
sekunder yang merupakan produk alterasi, tingkat alterasi, intensitas alterasi, dan karakteristik
fluida. Dari hasil pengamatan pada sayatan JS, ditemukan mineral-mineral sekunder yaitu, kuarsa
5% (vuggy), aktinolit 5% (replacement), serisit 5% (replacement), clay mineral 15%
(replacement), dan kalsit 15% (vein). Sedangkan pengamatan pada sayatan MJA, ditemukan
mineral-mineral sekunder berupa clay mineral 40%, serisit 20% dan kalsit 15%. Pada pengamatan
ini mineral yang mendominasi pada batuan ini ialah clay mineral. Berdasarkan adanya kelimpahan
kuarsa sekunder, klorit, dan clay mineral, maka diinterpretasikan pada lokasi daerah penelitian
termasuk ke dalam jenis zona alterasi argillic (Lowell and Guilbert 1970). Fluida hidrotermal
yang berada pada lokasi penelitian diinterpretasikan melewati celah-celah batuan baik melalui
porositas primer maupun porositas sekundernya seperti fracture pada tubuh batuan yang
kemungkinan diakibatkan oleh tektonik ataupun tekananan yang tinggi di bawah permukaan.
Fluida hidrotermal ini yang kemudian akan menggantikan mineral primer yang sudah ada dan juga
mengisi fracture-fracture pada tubuh batuan membentuk veints. Diinterpretasikan batupasir ini
memiliki kandungan plagioklas primer yang kemudian akibat pengaruh alterasi hidrotermal
terubahkan menjadi serisit dan terbentuk pula mineral kuarsa sekunder, kalsit, serta clay mineral.
Berdasarkan kelimpahan mineralnya diinterpretasikan dulunya batuan ini mengalami kontak
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
dengan fluida hidrotermal pada suhu 50 hingga 270 0C dimana menyebabkan terjadinya perubahan
mineral pada tubuh batuan sekitar 45% dari tubuh batuan total (sayatan JS) dan 75% dari tubuh
batuan total (MJA) dimana termasuk ke dalam kategori intensitas sedang. Kemudian berdasarkan
komposisi mineral juga dapat diinterpretasikan fluida hidrotermal yang mengubah mineral primer
pada tubuh batuan memiliki sifat salinitas rendah hingga menengah, pH netral, dan terbentuk pada
lingkungan mesotermal (Morrison, 1997). Berdasarkan karakteristik fluida nya diinterpretasikan
tipe fluida hidrotermal pada daerah penelitian tergolong pada tipe fluida Cl-netral (Morrison,
1997). Berdasarkan himpunan mineral sekunder yang teridentifikasi, diinterpretasikan fluida
tersebut terbentuk pada pH netral dan Temperatur yang cukup tinggi (Corbett and Leach, 1996).

4.5 Potensi Mineral Industri


Analisis XRD dilakukan dengan tahapan yang dimulai dari pemisahan fraksi lempung yang
diperoleh dari agregat tanah lempung. Pemisahan dilakukan dengan metode sentrifugasi dengan
meletakkan fraksi lempung pada kaca preparat dan menganginanginkannya di udara terbuka (air-
dried) sebelum ditembak dengan XRD. Sampel ditembak kembali setelah diperlakukan dengan
etilen glikol (ethylene glycolated). Terakhir, sampel ditembak kembali setelah dipanaskan hingga
suhu 550°C. Perlakuan tambahan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi spesies mineral
lempung tertentu yang tidak muncul pada perlakuan air-dried. Dimana dua sampel yang diteliti
menggunakan metode XRD ialah sampel MJA dan sampel JS. Provenance atau batuan asal pada
sampel yang diteliti telah dideterminasi pada subbab karakteristik litologi sebelumnya.
Hasil analisis XRD didapatkan bahwa sampel MJA yang merupakan batulempung didominasi
oleh kandungan mineral Smektit sebesar 55.16 % (Tabel 5). Sedangkan untuk mineral lainnya
yang didapatkan dari hasil analisis XRD menunjukkan persentase sekitar 0 – 7 %. Untuk sampel
JS yang merupakan batupasir didominasi oleh kandungan mineral smektite sebesar 48.14% (Tabel
5) berdasarkan hasil analisis XRD. Hasil analisis petrografi menunjukan didominasi oleh mineral
serisit sebesar 15%. Pada sampel JS juga ditemukan beberapa mineral lainnya seperti kuarsa,
klorit dll yang hanya terdapat sekitar 0-6%. Sehingga didapatkan kedua sampel menunjukkan
keterdapatan mineral smektite dan serisite yang melimpah. Hal tersebut juga berkorelasi dimana
kedua sampel didapatkan di STA yang sama yaitu STA 1. Walaupun memiliki sumber yang
berbeda namun hanya mengalami satu proses ubahan, sehingga di dapatkan mineral ubahan yang
sama pula di kedua sampel.

4.6 Implikasi Mineral Alterasi Sebagai Pemanfaatan Mineral Industri


 Pada bidang industri yang terus berkembang dan membutuhkan pasokan mineral industri
dalam jumlah yang tinggi. Mineral industri yang berpotensi tinggi sehingga menjadikan
penelitian pada Daerah Pringapus, Semarang dapat memberikan suatu informasi terkait
potensi berdasarkan ketersediaan, dan kualitasnya yang dapat diketahui oleh karakteristik
mineral-mineral melalui analisis Petrografi dan XRD. Pada analisis data petrografi terdapat
mineral sekunder yaitu kuarsa sekunder, aktinolit, serisit, dan mineral lempung yang sangat
dominan. Pada analisis XRD terdapat mineral halloysite, smektit, dan serisit.
 Sebagai bahan industri kertas. Mineral lempung yang dapat digunakan dalam industri kertas
adalah Smektit. Smektit bisa digunakan sebagai bahan pelapis dan pengisi, bila memiliki
tingkat kecerahan yang tinggi dan tingkat abrasi yang rendah (Ciulli, 1996).
 Sebagai bahan industri keramik dan grabah. Smektit berdasarkan bahan baku utama dalam
industri keramik, berdasarkan analisis kimia, analisis besar butirnya, dan sifat fisiknya syarat
umum mutu smektit untuk semua kelas adalah harus mengandung mineral smektit. Sebagai
bahan baku gerabah Jenis mineral lempung yang paling umum digunakan sebagai bahan baku
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
gerabah adalah Smektit. Lempung tersebut harus cukup plastis dan mudah dibentuk, mudah
dibengkokkan serta tidak mudah patah (Smoot, 1961).
 Sebagai bahan industri kosmetik, Smektit digunakan sebagai bahan krim kosmetik, pelindung
kulit, bedak dan emulsi. Serisit digunakan sebagai bahan krim kosmetik, bedak dan emulsi
(Carretero, Pozo, 2009). Pemanfaatan lempung dalam industri farmasi kosmetik harus
memenuhi spesifikasi kandungan kimia tertentu.
 Sebagai bahan industri farmasi membutuhkan banyak bahan yang berasal dari mineral
lempung, diantaranya Kaolinit, Smektit, Smektit digunakan sebagai bahan antasida pelindung
lambung, dan anti diare (Carretero, Pozo, 2009).

5. Kesimpulan
Hasil analisis petrografi yang didapatkan litologi daerah penelitian adalah Mudrock dan
Feldspatic wacke (Pettijohn, 1975). Hasil analisis laboratorium XRD pada sampel MJA
terdapat 15 peak yang didominasi oleh mineral Smektite sebesar 55.14%. Pada sampel JS
terdapat 22 peak yang didominasi oleh mineral Smektite sebesar 44.16%. Hasil pemetaan
geologi dilapangan menunjukkan keterdapatan mineral lempung yang dominan sehingga
dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian digolongkan ke dalam zona Argilik. Berdasarkan
kandungan mineral yang didapat, mineral tersebut berpotensi sebagai bahan baku di bidang
industri yaitu kosmetik, kertas, farmasi, keramik dan gerabah.

Acknowledgements
Seluruh penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Departemen
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro yang telah mewadahi dan menyalurkan seluruh ilmu
sehingga penelitian ini dapat dilakukan, terutama kepada Bapak Najib., S.T., M.Eng., Ph.D.
selaku ketua Departeman dan pak Tri Winarno., S.T., M.Eng. yang telah berkenan menjadi
mentor dalam penelitian. Penulis juga berterimakasih pada Laboratorium Tekmira, Bandung
sebagai penyedia jasa analisis XRD dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka
Carretero, M.I., Pozo, M. (2009). Clay and non-clay minerals in the pharmaceutical and
cosmetic industry part II active ingredients. Applied Clay Science, 47, p 171-181.
Chen, Yuan Pei. (1977). Table of key lines in x-ray powder diffraction patterns of minerals in
clays and associated rocks. Dept. of natural resources, Geological Survey Occasional,
Paper 21. Bloomington, Indiana.
Ciulli, P.A. (1996). Industrial Minerals and Their Uses, A Handbook & Formulary. New
Jersey: Noyes Publications.
Hastuti, I. (2009). Perkembangan Usaha Industri Kerajinan Gerabah, Faktor yang
Mempengaruhi dan Strategi Pemberdayaan pada Masyarakat di Desa Melikan
Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten. Thesis. Surakarta: Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret.
JD Lowell, JM Guilbert. (1970). Lateral and vertical alteration-mineralization zoning in
porphyry ore deposits.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Lopez-Galindo, A., Viseras, C., Cerezo, P. (2006). Compositional, technical and safety
specifications of clays to be used as pharmaceutical and cosmetic products. Applied
Science, 36, p 51-6
Pettijohn. (1975). Geochemical classification of terrigenous sands and shales. Sedimentary
Rocks, 3rd Edn, pp. 628
Smoot, Thomas W. (1961). Clay Minerals in the ceramic industries. Publication: Clays and
Clay Minerals, vol. 10, issue 1, pp. 309-317.
Wahyudi. (2005). geothermal investigation and its application recommendation in the
ungaran geothermal prospect area, central java. FMIPA-UGM, Yogyakarta.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

LAMPIRAN

Tabel 1. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Primer pada Kode Sampel JS
Sifat Optik Opaq (25%) Plagioklas (20%)
Warna Hitam Colorless
Relief Rendah Sedang
Gelapan - -
Kembaran - Carlsbad
Transparansi Opaque translucent

Tabel 2. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Sekunder pada Kode Sampel JS
Mineral Kuarsa Aktinolit Serisit (5%) Mineral Kalsit
Sekunder Sekunder (5%) Lempung (15%) (15%)
(5%)
Fitur Sebagai Vein Sebagai Sebagai Sebagai Sebagai
Alterasi Replacemen Replacement Replacement Vein
t
Warna Colourless Colourless Abu-abu Abu-abu Putih
kecoklatan kehitaman
Belahan - Ada - - 3 Arah
Gelapan Bergelombang - - - Ada
Kembaran - - - - -
Transparans Transparant Translucens Translucens Translucens Translucens
i
Relief Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Pleokroisme - Ada Ada Lemah Ada

Tabel 3. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Primer pada Kode Sampel MJA
Mineral Opaq (25%)
Primer
Warna Hitam
Relief Rendah
Gelapan -
Kembaran -
Transparansi Opaque

Tabel 4. Komposisi dan Sifat Optik Mineral Sekunder pada Kode Sampel JS
Mineral Sekunder Mineral Lempung (40%) Kalsit (15%%) Serisit (20%)
Fitur Alterasi Sebagai Replacement Sebagai Vein Sebagai Replacement
Warna Abu-abu kehitaman Putih Abu-abu Kecoklatan
Belahan - 3 Arah -
Gelapan - Ada -
Kembaran - - -
Transparansi Translucens Translucens Translucens
Relief Rendah Rendah Rendah
Pleokroisme Lemah Ada Ada
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 5. Tabel Analisis Petrografi


Kode Sampel MJA JS
Sortasi Poorly Sorted -
Kemas Tertutup -
Ukuran Butir (mm) 1/8 – 1/4 < 1/256
Bentuk Butir Subrounded, Low Sphericity -
Kontak Antar Butir Point -
Kuarsa Sekunder (%) 15 -
Plagioklas (%) 30 15
Mineral Opaq (%) 20 -
Matriks (%) 20 75
Semen (%) 15 10
Nama Batuan Feldsphatic Wacke (Pettijohn,1975) Mudrock (Pettijohn,1975)

Gambar 1 Blok diagram struktur volkano-tektonik Ungaran Tua (akhir Pleistosen). (Bemmelen,1943
vide Bemmelen, 1970 dengan perubahan)

PETA GEOLOGI
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2 Peta geologi daerah penelitian

PETA LINTASAN

Gambar 3 Peta lintasan daerah penelitian

a. b.

c. d.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Foto 1. Singkapan di lokasi Penelitian (a. STA batupasir teralteasi (JS); b. Tampak dekat STA
batupasir teralterasi (JS); c. STA batulempung teralterasi (MJA); d. Tampak dekat STA
batulempung teralterasi (MJA)

P9= Chamosite
P10= Margasite
P14= Maghemite
P4= Smektit
P2= Sulfur Ortorombic P7= Rutile

P8= Alunite
P15= Siderite
P6= Halite

P12= Boemmite
P11= Alunite
P1= Boemmite P3= Silimanite
P5= Wollastonite
P13= Chlorite
(CPS)

Gambar 4 Hasil grafik XRD dan interpretasinya dengan tabel XRD Lines oleh Pei Yuan Chen (1977)
Pada Sampel MJA

Tabel 6. Nilai 2(θ)Theta dan D-spacing Values Hasil XRD pada Sampel MJA
Peak 2(θ)Theta D-spacing Mineral Intensitas Intensitas
Number (deg) Values (A) dalam %
1 14.5600 6.07883 Boemmite 6 0.32
2 23.1235 3.84335 Sulfur
69 3.64
Orthorombic
3 26.5400 3.35584 Silimanite 17 0.90
4 29.4849 3.02702 Smektit 1047 55.16
5 29.8036 2.99537 Wollastonite 32 1.69
6 31.5033 2.83753 Halite 22 1.16
7 36.0476 2.48956 Rutile 75 3.95
8 39.5007 2.27952 Alunite 120 6.32
9 43.2616 2.08966 Chamosite 115 6.06
10 47.2096 1.92370 Margasite 34 1.79
11 47.6203 1.90807 Alunite 135 7.11
12 48.6121 1.87143 Boemmite 116 6.11
13 57.5118 1.60119 Chlorite 43 2.27
14 64.7996 1.43760 Maghemite 36 1.90
15 65.8000 1.41814 Siderite 31 1.63
TOTAL 1898 100
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

P8= Stillbite

P9= Smectit P12= Manganite


P15= Margarite

P11= Amesite P16= Talk


P18= Korondum
P4= Stillbite P13= Vaterite
P6= Halloysite

P5= Sulfur P21= Siderit


P7= Mordenite P14= Margarite P19= Kuarsa
P20= Lime
P1= Halloysite
P2= Klorit P10= Klorit
(CPS) P17= Diaspore
P22= Siderit
P3= Dickite

Gambar 5. Hasil Grafik XRD dan Interpretasinya dengan Tabel XRD Lines oleh Pei Yuan Chen
(1977) Pada Sampel JS

Tabel 7. Nilai 2(θ)Theta dan D-spacing Values Hasil XRD pada Sampel JS
Peak 2(θ)Theta D-spacing Mineral Intensitas Intensitas dalam
Number (deg) values (A) Persen (%)
1 8.7800 10.06336 Halloysite 6 0.31
2 14.3980 6.14686 Klorite 6 0.31
3 20.8833 4.25036 Dicktite 13 0.68
4 21.900 4.05523 Stilbite 12 0.63
5 23.1808 3.83398 Sulfur 62 3.24
6 26.7093 3.33495 Halloyaste 47 2.46
7 27.7749 3.20938 Mordenite 29 1.52
8 29.2843 3.04730 Stilbite 52 2.72
9 29.5452 3.02098 Smektit 920 48.14
10 31.4400 2.84310 Klorite 12 0.63
11 36.1159 2.48501 Amesite 86 4.50
12 39.5539 2.27657 Manganite 129 6.75
13 43.3159 2.08717 Vaterite 100 5.23
14 47.3035 1.92010 Marganite 43 2.25
15 47.6810 1.90578 Marganite 124 6.49
16 48.6774 1.86907 Talc 121 6.33
17 56.6697 1.62297 Diaspor 11 0.58
18 57.5773 1.59953 Corundum 50 2.62
19 60.8406 1.52131 Kuarsa 36 1.88
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

20 64.7800 1.43799 Lime 20 1.05


21 65.8449 1.41729 Siderite 20 1.05
22 73.0448 1.29432 Siderite 12 0.63
TOTAL 1911 100

XPL (MP1) Keterangan


Keterangan PPL (MP1)
Aktinolit (Sebagai Opaq
Replacement)
Kalsit (Sebagai Vein)
Plagioklas

Kuarsa Sekunder
(Sebagai Vuggy)

Opaq

Serisit (Sebagai Serisit (Sebagai


Replacement) Replacement)

XPL (MP2) Keterangan PPL (MP2)


Aktinolit (Sebagai
Replacement) Serisit (Sebagai
Kuarsa Sekunder Replacement)
(Sebagai Vuggy) Kalsit (Sebagai Vein)

Opaq
Plagioklas

Serisit (Sebagai
Replacement)

Foto 2. Sayatan Petrografi Sampel JS.


XPL (MP1) Keterangan
Keterangan PPL (MP1)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Mineral
Opaq Kalsit (Sebagai Vein)

Mineral
Opaq

Mineral Lempung
Mineral Lempung (Sebagai Replacement)
(Sebagai Replacement)

XPL (MP2) Keterangan


PPL (MP2) Keterangan

Mineral Lempung
(Sebagai Replacement)
Mineral Lempung
(Sebagai Replacement)

Mineral
Opaq

Kalsit (Sebagai Vein) Mineral


Serisit (Sebagai Serisit (Sebagai Opaq
Replacement) Replacement)

Foto 3. Sayatan Petrografi Sampel MJA.

Anda mungkin juga menyukai