Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KEBIJAJAN PERUBAHAN PERILAKU DALAM PERCEPATAN


KEBUTUHAN AIR BERSIH DI DAERAH KUMUH, MELALUI PENDEKATAN
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

Untuk Memenuhi Salah Satu


Tugas Mata Kuliah Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)

DISUSUN OLEH :

Shakila Ramadhania
PO71330180027

DOSEN PEMBIMBING :

DR. Sukmal Fahri,S.Pd.,M.Kes


NIP. 196702211989031001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN PRODI-III
SANITASI TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat(STBM) dengan judul “kebijakan perubahan perilaku dalam
percepatan kebutuhan air bersih didaerah kumuh, melalui pendekatan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat(STBM).”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jambi, September 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan penduduk kota – kota di Indonesia baik sebagai akibat


pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya
masalah perkotaan yang serius, diantaranya tumbuh kawasan permukiman kumuh.
Permukiman kumuh adalah merupakan suatu kondisi kawasan permukiman yang tata
letak bangunannya tidak teratur, halamannya yang sempit dan bahkan langsung
berbatasan dengan jalan, bangunan yang berdempet serta sarana dan prasarana yang
kurang memadai. Berdasarkan aspek sosial, permukiman kumuh ditandai dengan
pertambahan penduduk yang tinggi, tingkat pendapatan dan kesehatan yang rendah.
Pada dasarnya kemunculan kawasan permukiman kumuh diakibatkan karena
adanya daya tarik daerah perkotaan yang memiliki tingkat pelayanan fasilitas kota yang
tinggi, banyaknya lowongan pekerjaan dan kemudahan jangkauan. Daya tarik tersebut
semakin diperkuat oleh adanya pengaruh dari wilayah desa (non urban) yaitu
rendahnya fasilitas tingkat pelayanan, sempitnya lapangan pekerjaan, sulitnya
pengembangan perekonomian dan makin berkurangnya lahan produktif. Kedua faktor
tersebut mempengaruhi keinginan penduduk desa untuk berpindah ke kota yang
menyebabkan timbulnya berbagai macam masalah, yang berawal dari rendahnya
pengetahuan, keterampilan, modal dan kesadaran yang mereka miliki. Kondisi ini
mendorong timbulnya kawasan permukiman di daerah perkotaan.

Keberadaan kawasan permukiman kumuh di kota – kota besar dan berkembang


telah menjadi masalah serius bagi masyarakat maupun pemerintah baik ditinjau dari
aspek tata ruang, estetika, lingkungan, dan sosial. Kondisi ini disebabkan oleh adanya
budaya masyarakat yang suka hidup mengelompok dan kurang memperhitungkan
ruang – ruang untuk fasilitas penunjang kawasan permukiman dalam melakukan
pembangunan rumah. Akibatnya kawasan yang 2 terbangun tidak memperhatikan
aspek keruangan, lingkungan dan sosial yang berimplikasi memberikan gambaran
suatu kawasan permukiman yang kumuh.

Pada umumnya daerah – daerah kumuh terbentuk sejalan dengan proses


perkembangan dan pemadatan lingkungan kota. Lingkungan kumuh tidak hanya
memberikan efek visual yang buruk, juga memberikan konstribusi yang tidak baik bagi
perkembangan fisik kota secara umum serta hanya membantu penduduk untuk sekedar
tinggal tanpa memberikan dampak sosial maupun ekonomi yang positif.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana kebijakan perubahan perilaku dalam percepatan kebutuhan air


bersih didaerah kumuh, melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat(STBM).

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui kebijakan perubahan perilaku dalam percepatan kebutuhan


air bersih di daerah kumuh, melalui pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Air Bersih dalam kehidupan sehari-hari.

Air adalah sumber daya alam yang mutlak diperlukan bagi kehidupan manusia
dan dalam sistem tata lingkungan, air adalah unsur lingkungan. Kebutuhan manusia
akan kebutuhan air selalu meningkat dari waktu ke waktu, bukan saja karena
meningkatnya jumlah manusia yang memerlukan air tersebut, melainkan juga karena
meningkatnya intensitas dan ragam dari kebutuhan akan air, (Silalahi. M.D., 2002).
Kebutuhan air adalah banyaknya jumlah air yang dibutuhkan untuk keperluan rumah
tangga, industri, penggelontoran kota dan lain-lain. Prioritas kebutuhan air meliputi
kebutuhan air domestik, industri, pelayanan umum dan kebutuhan air untuk mengganti
kebocoran, (Moegijantoro, 1995). Kebutuhan akan air dikategorikan dalam kebutuhan
air domestik dan non domestik. Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang
digunakan untuk keperluan rumah tangga yaitu untuk keperluan minum, masak, mandi,
mencuci pakaian serta keperluan lainnya, sedangkan kebutuhan air non domestik
digunakan untuk kantor, tempat ibadah, niaga dan lain-lain.

Standar kelayakan kebutuhan air bersih adalah 49,5 liter/kapita/hari. Untuk


kebutuhan tubuh manusia air yang diperlukan adalah 2,5 lt perhari. Standar kebutuhan
air pada manusia biasanya mengikuti rumus 30 cc per kilo gram berat badan per hari.
Artinya, jika seseorang dengan berat badan 60 kg, maka kebutuhan air tiap harinya
sebanyak 1.800 cc atau 1,8 liter. Badan dunia UNESCO sendiri pada tahun 2002 telah
menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 ltr/org/hari. Direktorat
Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum membagi lagi standar kebutuhan
air minum tersebut berdasarkan lokasi wilayah sebagai berikut:

a) Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter / per kapita / hari.


b) Kota Kecil dengan kebutuhan 90 liter / per kapita / hari.
c) Kota Sedang dengan kebutuhan 110 liter / per kapita / hari.
d) Kota Besar dengan kebutuhan 130 liter / per kapita / hari.
e) Kota Metropolitan dengan kebutuhan 150 liter / per kapita / hari.
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006
tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum pada Perusahaan
Daerah Air Minum BAB I ketentuan umum Pasal 1 ayat 8 menyatakan bahwa: “Standar
Kebutuhan Pokok Air Minum adalah kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/kepala
keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari, atau sebesar satuan volume lainnya yang
ditetapkan Iebih lanjut oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sumber daya air”. Untuk kebutuhan air minum nasional data dari Departemen
Pekerjaan Umum menunjukkan, bahwa kebutuhan air minum nasional sebanyak
272.107 liter per detik, sedangkan kapasitas air minum eksistingnya sebanyak 105.000
liter perdetik.

2.2 Kebijakan perubahan perilaku dalam percepatan kebutuhan air bersih di


daerah kumuh

Perilaku masyarakat dalam menentukan pilihan sumber air bersih dapat


dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berbeda-beda. Pada penduduk di Kelurahan
Tamansari tidak semua memilih air perpipaan walaupun jaringan distribusi air PDAM
tersedia, sebagian penduduk masih mengandalkan sumber air tanah yang lebih berisiko
terkontaminasi dikarenakan masih banyak perilaku masyarakat yang belum
menggunakan jamban sehat. Penduduk yang menggunakan sumber air sumur masih
banyak yang belum memperhatikan syarat pembuatan sumur yang baik sehingga
sebagian masih merupakan STT. Integrated Behavioral Model (IBM) merupakan teori
perilaku kesehatan yang berfokus pada individu yang merupakan sasaran paling
penting dalam perubahan perilaku yang diharapkan sehingga informasi mengenai peran
individu dalam perubahan perilaku sangat diperlukan untuk menyusun rencana
intervensi. IBM menekankan pentingnya niat sebagai motivasi untuk berperilaku.
Perilaku tertentu paling mungkin terjadi jika seseorang memiliki niat kuat untuk
melakukan, memiliki pengetahuan serta keterampilan untuk melakukannya, tidak ada
kendala lingkungan yang serius menghalangi, perilaku tersebut diyakini penting, dan
orang tersebut telah melakukan perilaku sebelumnya sebagai kebiasaan. Niat sebagai
faktor paling penting ditentukan oleh sikap terhadap perilaku, norma yang
dipersepsikan, dan faktor personal. Perilaku mempergunakan air bersih menjadi dasar
penilaian pada faktor-faktor perilaku hidup bersih sehat di rumah tangga. Faktor
penentu perilaku digunakan untuk memahami perilaku dan menentukan strategi
intervensi untuk menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan. Penelitian ini
bertujuan mengetahui faktorfaktor apa yang paling dominan memengaruhi perilaku
terhadap penggunaan sumber air bersih khususnya pada masyarakat kumuh
perkotaan, teori yang paling sesuai untuk dapat diaplikasikan adalah teori IBM karena
teori ini mengintegrasikan antara pengaruh internal individu dan pengaruh hambatan
lingkungan. Hasil penelitian ini juga diharapkan mampu meningkatkan upaya intervensi
dalam program pencegahan penyakit menular khususnya dalam upaya
mengembangkan promosi kesehatan yang tepat dalam penggunaan air bersih.

2.3 Penggunaan Air bersih melalui pendekatan STBM

Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT) PAMM-RT


merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan pemanfaatan air minum dan
pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga.

Tahapan kegiatan dalam PAMM-RT, yaitu:

A. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga


 Pengolahan air baku Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal:
pengendapan dengan gravitasi alami, penyaringan dengan kain, dan
pengendapan dengan bahan kimia/tawas.
 Pengolahan air untuk minum Pengolahan air minum di rumah tangga dilakukan
untuk mendapatkan air dengan kualitas air minum. Cara pengolahan yang
disarankan, yaitu: air untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk
menghilangkan kuman dan penyakit melalui :
a) Filtrasi (penyaringan), contoh : biosand filter, keramik filter, dan
sebagainya.
b) Klorinasi, contoh : klorin cair, klorin tablet, dan sebagainya.
c) Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk koagulan
d) Desinfeksi, contoh : merebus, sodis (Solar Water Disinfection)
 Wadah Penyimpanan Air Minum Setelah pengolahan air, tahapan selanjutnya
menyimpan air minum dengan aman untuk keperluan sehari-hari, dengan cara:
a) Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik dilengkapi dengan kran
b) Air minum sebaiknya disimpan di wadah pengolahannya.
c) Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang bersih
dan selalu tertutup.
d) Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan kering atau
tidak minum air langsung mengenai mulut/wadah kran.
e) Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang bersih dan sulit
terjangkau oleh binatang.
f) Wadah air minum dicuci setelah tiga hari atau saat air habis, gunakan air
yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Air bersih dalam kehidupan manusia merupakan salah satu kebutuhan paling
esensial, sehingga kita perlu memenuhinya dalam jumlah dan kualitas yang memadai.
Salain untuk dikonsumsi air bersih juga dapat dijadikan sebagai salah satu sarana
dalam meningkatkan kesejahteraan hidup melalui upaya peningkatan derajat kesehatan
(Sutrisno, 1991:1). Mengingat betapa pentingnya air bersih untuk kebutuhan manusia,
maka kualitas air tersebut harus memenuhi persyaratan,yaitu : fisik, kimia dan biologi.

3.2 Saran

Kualitas lingkungan permukiman dipengaruhi oleh kualitas lingkungan fisik,


kualitas dan tingkat penyediaan fasilitas pelayanan (prasarana), serta keberadaan
tingkah laku sosial masyarakat. Melihat pentingnya pembangunan prasarana
permukiman ini, maka keberadaannya ini harus benar-benar tepat guna, artinya tepat
tempatnya dan benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga dapat
meningkatkan perkembangan suatu wilayah yang di dalamnya meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya. Untuk dapat mewujudkan pembangunan prasarana
yang efesien dan efektif, maka mulai dari perumusan rencana harus melalui
kesepakatan antara pemerintah sebagai pelaksana pembangunan dan masyarakat
sebagai pengguna. Hal tersebut agar dalam pelaksanaan dan pemeliharaan prasarana
permukiman menjadi bagian dari kegiatan komunitas. Oleh sebab kebijakan
pengembangan prasarana suatu wilayah tidak dapat dilepaskan dari keikutsertaan
masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan, walaupun
penentu kebijakan masih merupakan kewenangan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai