Anda di halaman 1dari 5

Hubungan Efek Tayangan Pornografi Di Media Massa Terhadap Perilaku Remaja di

Man 1 Konawe Saat Pandemic Covid 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun (WHO,2015)

Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secra fisik, maupun psikologis.

Salah satu penyebabnya adalah kehidupan dan pergaulan di kota besar yang penuh

dengan tekanan dan tuntutan bagi pertumbuhan dan perkembangan remaja (Jochen

& Patti, 2016).

Perkembangan psikologi remaja pria mengalami pertumbuhan pesat pada

organ testis, pembuluh yang memproduksi sperma dan kelenjar prostat.

Kematangan organ-organ seksualitas ini memungkinkan remaja pria, sekitar usia 14

– 15 tahun, mengalami “mimpi basah”, keluar sperma. Pada remaja wanita, terjadi

pertumbuhan cepat pada organ rahim dan ovarium yang 3 memproduksi ovum (sel

telur) dan hormon untuk kehamilan. Akibatnya terjadilah siklus “menarche”

(menstruasi pertama). Siklus awal menstruasi sering diiringi dengan sakit kepala,

sakit pinggang, kelelahan, depresi, dan mudah tersinggung.

Perubahan tumbuh kembang ini menyebabkan remaja memiliki karakteristik

yang khas.Karakteristik remaja yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi,

menyukai tantangan dan cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya

tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Sifat tersebut dihadapkan pada

ketersediaan sarana di sekitarnya yang dapat memenuhi keingintahuan tersebut.

Keadaan ini sering kali mengakibatkan konflik dalam diri remaja. Apabila keputusan
yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat maka berdampak pada perilaku

berisiko (Kemenkes RI, 2015).

Pada tahun 2018, 1 dari 9 anak perempuan menikah di Indonesia.

Perempuan umur 20-24 tahun yang menikah sebelum berusia 18 tahun di tahun

2018 diperkirakan mencapai sekitar 1.220.900 dan angka ini menempatkan

Indonesia pada 10 negara dengan angka absolut perkawinan anak tertinggi di dunia.

Analisis data perkawinan anak melihat perempuan umur 20-24 tahun yang menikah

sebelum mereka berusia 15 dan 18 tahun dan juga perkawinan anak laki-laki.

(UNICEF, 2018)

Seluruh provinsi di Pulau Sulawesi dan Kalimantan memiliki prevalensi

perkawinan anak lebih tinggi dari angka nasional. Prevalensi perkawinan anak di

Pulau Sulawesi berkisar antara 14 – 19 persen. Prevalensi tertinggi di Provinsi

Sulawesi Barat sebesar 19,43 persen, sedangkan yang terendah Sulawesi Selatan

sebesar 14,10 persen. Di sisi lain, rentang prevalensi untuk Pulau Kalimantan lebih

lebar, antara 11,54 persen pada Provinsi Kalimantan Timur sampai 19,13 persen

yaitu Provinsi Kalimantan Tengah. Di Pulau Sumatera, Provinsi dengan prevalensi

tertinggi yaitu Bengkulu (14,33 persen) sedangkan terendah Provinsi Kepulauan

Riau (4,68 persen). Provinsi NTB memiliki prevalensi perkawinan usia anak tertinggi

untuk wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara sebesar 15,48 persen, sedangkan yang

terendah adalah DKI Jakarta. Lebih lanjut, untuk wilayah Maluku dan Papua,

Provinsi Maluku Utara memiliki prevalensi perkawinan anak tertinggi sebesar 13,36

persen, sedangkan Provinsi Maluku prevalensinya terendah sebesar 8,94 persen.

Hal ini berkaitan dengan canggihnya perkembangan teknologi komputer yang

berbasis sistem telekomunikasi yang disebut internet (Siberu,2011)


Menurut Anisah (2016) faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seksual

pada remaja adalah media yang menyajikan informasi dan rangsangan seksual.

Penyebaran informasi seksual atau materi pornografi yang diperoleh melalui satu

telepon genggaman ke telepon genggaman yang lain. Salah satu cara yang paling

mudah dan cepat untuk mengirim materi pornografi dari telepon genggam

(handphone) yaitu adanya aplikasi Bluetooth yang biasa digunakan oleh pengguna

Smartphone pada umumnya. Bluetooth merupakan teknologi yang sangat baik dan

praktis. Bluetooth mempunyai kemampuan memindahkan data dari satu perangkat

ke perangkat lainnya tanpa menggunakan kabel atau disebut sebagai teknologi

wireless. Sehingga Bluetooth merupakan aplikasi yang banyak dijumpai di

smartphone. Pornografi yang telah tumbuh pesat di Indonesia menjadi penyumbang

masalah psikososial. Saat ini remaja merupakan populasi terbesar yang menjadi

sasaran pornografi. Beberapa survei menunjukkan bahwa media pornografi yang

sering diakses remaja adalah media online (Yutifa, dewi, misrawati, 2015).

Menurut Matar & Jaalouk (2017) film porno dapat mempengaruhi sikap dan

perilaku remaja Studi kasus (Mariyati, Khusnul Aini) dimana sikap dan perilaku

tersebut dapat terjadi apabila terdapat dorongan dalam diri remaja untuk

menyaksikan tayangan dan mengimitasi hal-hal yang terdapat dalam film porno.

Sebenarnya film merupakan hiburan yang murah dan praktis. Akan tetapi dengan

semakin banyaknya film porno, seperti kecenderungan remaja menonton film porno

akan mengakibatkan remaja sulit berkonsetrasi dalam belajar, sehingga hasil

belajarnya rendah. Kemajuan teknologi dewasa ini memudahkan remaja untuk

memperoleh informasi. Informasi seperti ini cenderung menjerumuskan remaja pada

permasalahan seksual dan tingkah laku seksual yang tidak bertanggung jawab.
Remaja yang terpapar pornografi mengalami perubahan pada perilaku seksualnya

dan ekpektasi terhadap seksualnya (Marripedia, 2017).

Apalagi pada masa Masa pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarkat

di rumah saja berdampak pada peningkatan kunjungan situs pornografi. Bahkan

pengingkatan kunjungan cukup signifikan. PornHub, meluncurkan data terbaru

mereka terkait naik drastinya traffik website mereka selama masa karantina diri ini.

terjadi peningkatan traffic rata-rata harian sebesar 5,7 persen dibanding biasanya.

(PornHub , 2020 )Dari banyaknya pengunjung situs film tersebut pada tahun 2015

dan 2016 bahwa Indonesia menunjukan ranking kedua pengakses pornografi

setelah India (PornHub ,2016)

Hasil Penelitian yang dilakukan Minarlin (2015) perilaku seks pranikah di SMA

Prayatna Medan menyatakan bahwa responden pernah melakukan hubungan

seksual sebanyak 8 orang (7,5%), pasangan suka mencari tempat-tempat sepi untuk

bisa saling berciuman sebanyak 11 orang (10,4%), mencium pasangan setiap kali

bertemu sebanyak 12 orang (11,3%), ketika sedang berkencan saling mencumbu

satu sama lain sebanyak 16 orang (15,1%), tidak menolak untuk diraba pada bagian

tubuh yang sensitive sebanyak 15 orang (14,2%), tidak menolak jika pasangan

mencumbui sebanyak 13 orang (12,3%), saat berduaan dengan pasangan dan

saling meraba daerah sensitif pasangan sebanyak 13 orang (12,3%), melakukan

petting (saling menggesekkan alat kelamin) supaya sama-sama terangsang

sebanyak 7 orang (6,6%). Dari hasil observasi yang dilakukan dengan teknik

wawancara kepada salah seorang guru di sekolah tersebut, terdapat video porno di

dalam handphone siswa pada saat dilakukan razia serta pernah kedapatan siswa

yang berpacaran di dalam kelas saat istirahat dan mereka saling berpegangan

tangan dan bermesraan. Guru tersebut juga mengatakan bahwa setiap tahunnya
terdapat 2 sampai 3 siswi yang sudah pernah melakukan perilaku seksual pranikah

yang berdampak pada kehamilan dan akhirnya siswi tersebut tidak dapat

melanjutkan pendidikannya di sekolah tersebut.

Dari Data diatas dan berdasarkan penelitian terkait tentang perilaku remaja

SMA maka faktor yang di teliti adalah pengetahuan dan efek tayangan pornografi.

Situasional efek tayangan pornografi dari internet yang menyebabkan dorongan

seksual dan perilaku seksual pada remaja sehingga terjadi kehamilan yang tidak di

inginkan dan berujung pada perilaku aborsi. Maka peneliti mengambil judul

Hubungan Efek Tayangan Pornografi Di Media Massa Terhadap Perilaku Remaja di

Man 1 Konawe Saat Pandemic Covid 19

Anda mungkin juga menyukai