Anda di halaman 1dari 28

Sasaran Belajar

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Meninges, Sistema Ventrikularis, LCS

1.1 Makroskopis

MENINGES
Meninges adalah sistem membran yang melapisi sistem saraf pusat. Meningen tersusun atas unsur
kolagen dan fibril yang elastis serta cairan serebrospinal Meninges terbagi menjadi tiga lapisan, yaitu
durameter, arachnoid dan piameter. Fungsi utama meninges dan kelenjar serebrospinal adalah untuk
melindungi sistem saraf pusat.

Fungsi utama dari meninges meliputi:

1. Melindungi otak dan sumsum bentuk cedera mekanik tulang belakang


2. Memberikan darah suply ke tengkorak dan belahan
3. Menyediakan ruang untuk aliran cairan serebrospinal.

Meninges terdiri dari:


A. Duramater
Dura = keras, mater = ibu
Merupakan pembungkus SSP paling luar yang terdiri dari jaringan ikat padat. Dalam otak
membentuk 5 sekat:
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebelli
3. Falx cerebelli
4. Diphragma sellae
5. Kantung Meckelli
Ditempat tertentu, antara lapisan luar dan dalam dura terbentuk ruang yaitu sinus (venosus)
duraematris yang termasuk dalam sistem pembuluh darah bail.
Berdasarkan bagian SSP yang dibungkusnya, dibedakan atas:

Duramater Encephali
a. Lapis Luar (lapis endosteal=lapis periosteal)
1. Melekat erat ke periosteum tengkorak
2. Perlekatan terkuat pada sutura dan basis crania
3. Lapis luar melekat erat pada foramen occipital magnum
4. Celah yang terbentuk antara lapis luar durameter dengan periosterum adalah
CAVUM EPIDURAL, isi dari cavum epidural :
1. Jaringan ikat jarang
2. Sedikit lemak
3. Plexus venosus
4. Vena, Arteri, Vasa lymphatica

b.Antara lapis dalam dan luar terjadi pembentukan sinus duraemetris

c. Lapis Dalam (meningeal)


1. Menghadap kearah arachnoidea
2. Dilapisi mesotel
3. Menghasilkan sedikit serosa berfungsi untuk lubrikasi permukaan dalam durameter dengan
permukaan luar arachnoidea jadi gesekan teredam

Duramater Spinalis
Lapis luar melekat pada :
1. Foramen occipital magnum lanjut menjadi durameter encephali
2. Periosteum VC 2-3
3. Lig. Longitudinal posterior
4. Mempunyai cavum epidural dan subdural
5. Setinggi os. Sacrale 2, duraeter spinalis membungkus filum terminale dan melekat pada
os.Coccygeus
6. Antara L2 dengan S2, cavum epidural diisi oleh caudal equine (untaian NN. Spinals)
7. Paling bawah medulla spinallis setinggi VL2 da banyak NN. Spinals

CAVUM SUBDURAL : ruangan antara durameter dengan arachnoidea, yang


mengandung :
1. Sedikit serosa untuk meredam gesekan
2. Menghubungkan vena cerebri superior kr sinus sagitalis superior : Bridging Vein

2. ARACHNOIDEA-MATER
Arachnoidea-mater selubung jaringan ikat tipis terdiri dari non vaskuler yang memisahkan
duramater dan piamater. Dipisahkan dengan piamater oleh cavum arachnoidea yang berisi liquor
cerebrospinalis.

Arachnoidea Encephali
1. Mengahadap durameter dilapisi oleh mesotel
2. Tidak memasuki sulci dan gyri kecuali falx dan tentorium
3. Permukaan yang menghadap kearah piameter punya pita-pita fibrotic halus, yang disebut
trabecular archnoidea
4. Bagian tertentu menonjol ke dalam sinus : villi arachnoidea
5. Villi arachnoidea berkembang sesuai dengan usia :
Bayi : belum ditemukan
< 3 tahun : masih jarang
< 7 tahun : merata ditemukan

Arachnoidea Spinalis
1. Ke cranial melalui foramen occipital magnum lanjut menjadi arachnoidea encephali
2. Ke caudal membentuk filum terminale

3. PIAMATER
Piamater adalah selubung tipis yang kayak dengan pembuluh darah dan langsung membungkus
otak dan medulla spinalis. Antara piameter dengan otak tidak ada rongga. Di permukaannya ada vassa
dan nervus. Dataran luarnya ditutupi oleh villi arachnoidea
Piamater Encephali
1. Membungkus seluruh permukaan otak dan cerebellum termasuk sulci dan gyri
2. Fisura cerebri tranversa membentuk tela choroidea ventriculi III bergabung dengan ependyma
untuk membentuk plexus choroideus ventriculi IV et lateralis
Piamater Spinalis
1. Lebih tebal dan kuat, vasa tidak sebanyak piamater encephali
2. VL3 tidak membungkus medulla spinalis (medulla spinalis ujungnya di VL2 atau VL1) dan
membentuk
filum terminale (benang) kemudian bergabung dengan durameter spinalis dan melekat pada os.
Coccygeus dan fiksasi di medulla spinalis
Terdiri dari dua lapis :
Lapisan luar:
a. Terdiri dari jaringan kolagen yang memanjang
b. Pada sisi segment medulla spinalis, membentuk lig.
denticulatum berjalan antara radix anterior
dengan radix posterior dan melekat pada n.
spinalis
Lapisan dalam : melekat pada seluruh permukaan
medulla spinalis dan membentuk sekatpada fisura
mediana anterior

LCS
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu proteksi untuk
melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang
dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan
serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml)dan darah sekitar 150 ml. 80% dari jaringan otak terdiri dari
cairan, baik ekstrasel maupun intra sel.

SISTERNA VENTRIKULARIS
Systema ventricularis berasal dari rongga tabung neuralis dan dindingnya dilapisi oleh sel ependyma.
Rongga systema ventricularis diisi oleh liquor cerebrospinalis.

Terdiri dari :
1. Ventriculus Lateralis
Berbentuk huruf C panjang dan menempati kedua hemisphaerum cerebri. Dia berhubungan dengan
ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monroi) yang terletak di bagian depan dinding
medial ventriculus.
Dibedakan :
a. Corpus, terletak dalam lobus parietalis
b. Cornu anterior, terletak dalam lobus frontalis
c. Cornu posterior, terletak dalam lobus occipitalis
d. Cornu inferior, terletak dalam lobus temporalis
e. Atrium s.trigonus, bagian yang terletak dekat splenium, dimana corpus dengan cornu posterior dan
inferior bertemu.

2. Ventriculus Tertius
a. Terletak antara kedua thalamus kanan dan kiri.
b. Berhubungan dengan ventriculus quartus melalui aquaeductus cerebri (Sylvii).
3. Ventriculus Quartus
a. Terletak antara pons, medulla oblongata bagian atas
dengan cerebellum.
b. Ke bawah melanjutkan diri ke canalis centralis yang
terdapat dalam medulla spinalis.
c. Ke atas melanjutkan diri ke cavum subarachnoidea
melalui 3 buah lobang di atap ventriculus quartus,
dimana liquor cerebrospinalis memasuki cavum
subarachnoidea tersebut, yaitu :
Foramen Magendie : pada ujungg bawah linea
mediana dari atap ventriculus IV.
Sepasang Foramina Luschka : pada ujung recessus
lateralis ventriculus quartus antara flocculus cerebelli
dengan N.glossopharyngeus.

4. Ventriculus Terminalis
Merupakan ujung paling bawah caudalis centralis yang sedikit melebar.

1.2 Mikroskopis

MENINGES
A. Duramater
Duramater adalah jaringan ikat kolagen, yang
terletak di permukaan paling atas dari meningens.
Cavum Epidural memisahkan duramater dan
periosteum.Terdiri dari lapisan luar dan lapisan dalam.
Lapisan luar (endosteum) merupakan jaringan ikat padat
dengan banyak pembuluh darah dan saraf. Lapisan dalam
(fibrosa) kurang mengandung pembuluh darah, dilapisi epitel
selapis gepeng di mesoderm.
B. Arachnoid
1. Membran tipis, halus non vaskuler , fibrosit gepeng
yang menempel ke permukaan duramater
2. Membran arachnoid dan trabekulanya, tersusun dari
serat-serat kolagen halus dan serat elastis
3. Semua permukaan dilapisi oleh lapisan yang
kontinyu terdiri dari epitel selapis gepeng.
C. Piamater
Piamater terdiri dari serat kolagen di sepanjang permukaan substansia alba (white matter) dan
fibrosit gepeng membentuk garis di sepanjang cavum subarachnoid. Terdapat ligament denticulate yang
memanjang dari piamater ke duramater.  Ligamen denticulate adalah pelebaran dari serat kolagen pia
mater.Lapisan piamater yang lebih superfisial, tersusun dari anyaman-anyaman jaring serat kolagen,
yang berhubungan dengan arachnoid dan lebih nayat pada medulla spinalis. Lapisan dalam terdiri dari
serat-serat retikular dan elastin yang halus, lapisan tersebut memberi septum median posterior yang
fobrosa ke dalam subtansia medulla spinalis. Permukaan piamater tertutup epitel selapis gepeng, yang
melanjutkan diri menjadi sel-sel yang melapisi jaringan arachnoid.

LCS
CSS dibentuk dalam pleksus koroid di semua empat ventrikel otak dan mereka tersebar di semua
ventrikel. Pleksus koroid terdiri dari sel-sel ependymal dan kapiler yang melekat pada pia mater dan
menciptakan CSF. Silia dari mereka menonjol ke dalam ruang dalam ventrikel. Di bawah sel ependymal
adalah kapiler. Plasma darah berdifusi keluar kapiler dan bergerak ke dalam sel ependymal. Setelah
plasma darah keluar, hal itu disebut CSS. Komposisi CSS ini adalah air, sodium, glukosa, oksigen,
vitamin, dll

SISTERNA VENTRIKULARIS
• Sel ependim → melapisi dinding rongga ventriculus di otak dan kanalis sentralis medula spinalis
• Plexus Choroidalis → merupakan lipatan-lipatan invaginasi piamater yg menembus ventrikel. Terdiri
dari jaringan penyambung piamater, dilapisi oleh epitel selapis kuboid atau torak rendah yg berasal dr
neural tube → menghasilkan cairan cerebrosipnalis (LCS)

2. Memahami dan Menjelaskan LCS

2.1 Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis

Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal


dapat diketahui dengan memperhatikan:

a. Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna: kuning,santokhrom, cucian
daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein yang penting
danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink
berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh
akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis dalam satu jam danakan memberikan warna
cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit
lebih dari 1000 sel/ml.

b. Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap absorpsi
melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari
keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka
tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerahh lumbal, siterna magna dan
ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O.
Kalau tidak ada sumbatan pada ruang subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan
ditransmisikan melalui ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan
sedikit naik padaperubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu
batuk.

Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt yaitu dengan
penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis akan meninggikan
tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak
terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku, tekanan intrakranial
juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena peningkatan volume dalam ruang kranial,
peningkatan cairan serebrospinal atau penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri.
Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus. Keadaan ini
sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus
komunikans terjadi gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarakhnoid
tidak terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid, trombosis
sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat danproduksi CSS yang
meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau
pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau
penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe.
Kelainan tersebut bis aberupa kelainan bawaan atau didapat.
c. Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel polymorphonuklear
saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera
mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel
akan mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara
bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada
meningitis bakterial akut akan cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap
peradangan dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel
lebih dari 1000 sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel
meningkat secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri
atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah penyebab
peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes. Eosinophil relatif jarang
ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga
meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.

d. Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat bervariasi di
dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di ventrikel,
sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal
dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan serebrospinal
secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa cairan serebrospinalis rendah, pada
keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara.
Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum,
keadaan ini ditemukan pada derjat yang bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut,
tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga
ditemukan pada meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau
meningitis zat khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rhematoid
mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral, mump,
limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.

e. Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25 mg% dan
pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar
protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada
peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari
1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang
menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena
hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau peningkatan sintesis
immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada keadaan peradangan,iskemia
baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang
berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis atau
perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan serebrospinal ditemukan pada
multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga ditemukan pada tumor intra kranial dan
penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis
dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat
umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi
susunan saraf pusat.

f. Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg 2,7
mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada kelainan
neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.

g. Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat perubahan
osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.

h. PH
Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik alkalosis. PH
cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal.
Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi
secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis terjadi secara cepat.

Volume LCS yang diperlukan untuk pemeriksaan antara 15 sampai 20 ml dan dibagi dalam 3 buah tabung
steril :
1. Tabung pertama untuk analisa kimia, serologi, dan pemeriksaan khusus misalnya imunologi.
2. Tabung kedua untuk analisa bakteriologi.
3. Tabung ketiga untuk analisa mikroskopis sel.

Adakalanya sukar untuk menafsirkan adanya darah segar dalam specimen LCS karena pungsi dapat
melukai pembuluh darah dan menyebabkan ada darah biarpun LCS sebetulnya jernih.. Untuk
membedakannya perlu dinilai dalam hal :
1.  Pada trauma pungsi menunjukkan adanya penjernihan darah yang berarti antara tabung-tabung
pertama dan ketiga. Jika darah tetap sama banyaknya dalam ketiga tabung, darah itu sangat mungkin
sudah ada sebelum dilakukan pungsi (perdarahan intraserebral/subarakhnoid).
2.  Setelah tabung-tabung disentrifugasi cairan atas tidak berwarna jika darah berasal dari trauma pungsi,
jika sudah ada darah sebelum pungsi cairan atas berwarna kuning pucat sampai kuning tegas
(xanthokromia) yang terjadi karena pelepasan hemoglobin dari eritrosit yang lisis. Hal ini disebabkan
kemungkinan tidak adanya protein dan lemak yang diperlukan untuk menstabilkan membran eritrosit.. 

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Pemeriksaan makroskopis meliputi warna, kekeruhan, pH, konsistensi (bekuan), dan berat jenis :
1. Warna
1. Normal warna LCS tampak jernih, ujud dan viskositasnya sebanding air.
2. Merah muda → perdarahan trauma akibat pungsi.
3. Merah tua atau coklat → perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan akan terlihat jelas sesudah
disentrifuge.
4. Hijau atau keabu-abuan →  pus.
5. Coklat → terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik.
6.  Xanthokromia → mengacu pada warna kekuning-kuningan biasanya akibat pelepasan hemoglobin
dari eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); tetapi mungkin juga disebabkan
oleh kadar protein tinggi, khususnya jika melebihi 200 mg/dl.

2.  Kekeruhan
1. Normal → tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang jernih terdapat juga pada
meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis, dan meningitis tuberkulosa.
2. Keruh  → ringan seperti kabut mulai tampak jika jumlah lekosit 200-500/ul 3, eritrosit > 400/ml,
mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba), aspirasi lemak epidural sewaktu dilakukan pungsi, atau
media kontras radiografi.

3.  Konsistensi bekuan
Terjadinya bekuan menandakan bahwa banyak darah masuk ke dalam cairan pungsi pada waktu
pungsi; darah dalam LCS yang disebabkan perdarahan subarachnoid tidak membeku.
  Normal → tidak terlihat bekuan
 Bekuan → banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin. Disebabkan oleh trauma pungsi,
meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa. Jendalan sangat halus dapat terlihat setelah LCS
didiamkan di dalam almari es selama 12-24 jam.

 ANALISA LABORATORIUM

1.  Metode : perbandingan dengan aquadest secara visual


2.  Prinsip : pada keadaan normal ujud LSC seperti air, dengan membandingkannya dapat dinilai adanya
perubahan ujud LCS.
3.  Peralatan yang dipergunakan :
a. Tabung reaksi
b. Kertas putih
4. Tata cara pemeriksaan :
a. Tabung reaksi diisi aquadest secukupnya sebagai pembanding.
b. Contoh bahan diisikan pada tabung reaksi yang sama ukurannya dengan pembanding.
c. Kedua tabung diletakkan berdekatan dengan latar belakang kertas putih.
d. Bandingkan contoh bahan dengan aquadest.
5.  Tata cara pembacaan hasil :
a. Warna
b. Kejernihan / kekeruhan
  0 = jernih
  + 1 = berkabut
  + 2 = kekeruhan ringan
  + 3 = kekeruhan nyata
  + 4 = sangat keruh
c. Bekuan, tidak ada (negatif) atau ada bekuan (positif)

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Eritrosit dan leukosit masuk ke dalam LCS jika ada kerusakan pada pembuluh darah atau sebagai akibat
reaksi terhadap iritasi. Bilirubin yang dalam keadaan normal tidak ada dalam LCS, mungkin dapat
ditemukan dalam LCS seorang yang tidak menderita ikterus setelah terjadi perdarahan intrakranial.
Bilirubin itu adalah bilirubin tidak dikonjugasi dan karena itu menandakan adanya katabolisme
hemoglobin setempat dalam SSP.

Perhitungan sel lekosit dan eritrosit harus segera dilakukan, hal ini dikarenakan 40% dari lekosit dapat
lisis setelah 2 jam, sedangkan eritrosit akan lisis setelah 1 jam pada suhu ruangan. Perhitungan jumlah
eritrosit LCS memiliki nilai diagnostik terbatas yaitu untuk differensial diagnosis trama pungsi vs
hemorhagi subarakhnoid dan koreksi jumlah lekosit LCS dan protein untuk kontaminasi darah tepi yang
ada kaitannya dengan trauma pungsi.

Nilai rujukan normal pada anak dan dewasa untuk jumlah lekosit (monosit dan limposit) adalah 0 – 5
sel/ul, sedangkan untuk neonatus 0 – 30 sel/ul. Walaupun belum ada kesepakatan batas tertinggi normal
netropil dalam LCS sebagai patokan dapat dipergunakan sampai angka 7%, hal ini dapat disebabkan
adanya kontaminasi minimal dari darah tepi. Sedangkan monosit (14%) lebih rendah dibandingkan
limposit (86%), tingginya perbedaan ini dapat disebabkan karena monosit sering diklasifikasikan sebagai
limposit.

Pada tahap dini meningitis bakteria akut, netrofil biasanya lebih dari 60%. Peningkatan monosit
biasanya diikuti peningkatan limposit, netropil, dan sel plasma merupakan cirri khas meningitis
tuberkulosa, meningitis fungi, dan meningitis bakteria kronis. Sedangkan pada meningoensepalitis
viruspada awalnya terjadi netrofilia kemudian berubah ke respons limposit.

Spesimen yang Mengandung Darah


Adakalanya perlu untuk mengetahui jumlah leukosit atau kadar protein dalam LCS yang mengandung
darah oleh trauma pungsi. Satu cara kasar untuk meniadakan pengaruh dari darah trauma ialah dengan
menganggap bahwa darah itu berisi 1-2 lekosit per 1000 eritrosit; demikian kalau dalam LCS hanya ada
darah yang berasal dari trauma pungsi didapat 20.000 eritrosit/ul maka jumlah lekosit tidak lebih dari 30-
40 per ul. Kecuali jika dalam darah pasien itu ada leukositosis tegas, maka menemukan lebih dari 45
leukosit/ul menunjukkan ada pleiositosis yang sudah ada sebelum pungsi. Selain itu perdarahan oleh
trauma pungsi menambah sekitar 1 mg protein/dl untuk setiap 1000 eritrosit/ul.

 ANALISA LABORATORIUM JUMLAH LEKOSIT


1. Metode : bilik hitung Improved Neubauer
2. Prinsip : LCS diencerkan dalam perbandingan tertentu dan lekosit dihitung dalam volume tertentu.
3. Alat yang dipakai :
a. Pipet lekosit
b. Bilik hitung Improved Neubauer
c. Tabung reaksi kecil
d. Mikroskop
4. Reagen yang dipakai : larutan Turk
5. Tata cara pemeriksaan
a.  Kocoklah dengan perlahan-lahan LCS yang akan diperiksa.
b.  Isaplah larutan Turk dengan pipet lekosit sampai tanda 1 (satu).
c.  Kemudian LCS dihisap sampai tanda 11 (sebelas) dan seterusnya dikocok.
d.  Letakkan kaca penutup di atas bilik hitung.
e.  Larutan LCS yang ada dalam pipet lekosit dibuang antara 2-3 tetes, kemudian diteteskan pada bilik
hitng hingga bidang-bidang pada bilik hitung terisi. Diamkan lebih kurang 5 menit dalam posisi
datar.
f.  Kemudian diperiksa dalam mikroskop cahaya dengan pembesaran lensa obyektif 10 kali.
g.  Hitung semua lekosit yang terdapat pada 9 (sembilan) bidang besar.

PEMERIKSAAN KIMIA
Analisa kimia LCS dapat banyak membantu dalam diagnosis atau menilai prognosis terhadap penderita.
Pemeriksaan rutin yang sering dilakukan adalah penetapan protein secara kualitatif, kadar protein, dan
kadar glukosa.

ANALISA LABORATORIUM PROTEIN KUALITATIF


Dalam keadaan normal, cairan otak hanya mengandung sedikit sekali protein, karena sawar darah-otak
tidak dapat ditembus oleh protein-protein plasma yang besar molekulnya. Konsentrasi normal kurang dari
1% dari kadar protein dalam serum yang nilainya 5-8 g/dl. Perbandingan antara albumin dan globulin
lebih besar dalam LCS daripada dalam plasma karena molekul albumin lebih kecil sehingga lebih mudah
melalui sawar endotel.
Ada bermacam-macam sebab konsentrasi protein meningkat. Satu di antaranya adalah permeabilitas
sawar darah-otak yang menigkat oleh radang. Pada meningitis yang berat, semua jenis protein dapat
menembus ke dalam LCS, termasuk juga fibrinogen yang molekulnya besar sekali. Pada meningitis
purulenta, protein dalam LCS lebih meningkat lagi oleh karena bakteri dan sel-sel, baik yang utuh
maupun yang rusak menambah protein ke dalam LCS.

TEST PANDY
1.  Prinsip : reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam bentuk
kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan seperti kabut.
2.  Alat dan reagen yang dipakai
a. Tabung serologi (garis tengah 7 mm)
b. Kertas putih
c. Reagen Pandy (larutan phenol jenuh dalam air)
3.  Tata cara pemeriksaan
a. Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Pandy
b. Tambahkan 1 tetes LCS
c.  Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan.
4.  Tata cara pembacaan hasil
a. Negatif : tidak ada kekeruhan
b. Positif : terlihat kekeruhan yang jelas
+1  : opalescent (kekeruhan ringan seperti kabut)
+2  : keruh
+3  : sangat keruh
+4  : Kekeruhan seperti susu

TEST NONNE APELT


1. Prinsip : reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk kekeruhan yang
berupa cincin. Ketebalan cincin yang terbentuk berhubungan dengan kadar globulin, makin tinggi
kadarnya maka cincin yang terbentuk makin tebal. Pada keadaan normal, tidak terjadi kekeruhan.
2. Alat dan reagen yang dipakai
a.  Tabung serologi (garis tengah 7 mm)
b.  Reagen Nonne (larutan ammonium sulfat jenuh dalam air)
3. Tata cara pemeriksaan
a.  Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Nonne
b. Tambahkan 1 ml LCS dengan cara pelan-pelan sehingga terbentuk 2 lapisan, di mana lapisan atas
adalah LCS. Diamkan selama 3 menit.
c.  Kemudian dilihat pada perbatasan kedua lapisan dengan latar belakang gelap.
4. Tata cara pembacaan hasil
a. Negatif : tidak terbentuk cincin antara kedua lapisan
b. +1 : cincin yang terbentuk menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya).
c. +2 : setelah dikocok terjadi opalesensi
d. +3 : mengawan setelah dikocok

GLUKOSA
Menyusutnya kadar glukosa dalam LCS paling mengesankan pada meningitis purulenta di mana kominasi
metabolisme leukosit dan bakteri dapat menurunkan kadar glukosa menjadi nol. Metabolisme glukosa
adalah satu proses aktif yang tetap masih dapat berlanjut setelah sampel diaspirasi; karena it penetapan
glukosa harus segera dilakukan apabila ada persangkaan bahwa LCS berisi granulosit dan bakteri. Karena
semua macam mikroorganisme menggunakan glukosa, maka penurunan kadar glukosa dapat disebabkan
oleh fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan bakteri piogen. Meningitis oleh virus hanya sedikit
merendahkan kadar glukosa dalam LCS.

ASAM LAKTAT
Konsentrasi asam laktat mencerminkan aktifitas glikolisis setempat dan karena itu penetapan kadarnya
dapat menambah informasi apabila hasil pemeriksaan lainnya meragukan. Kadar asam laktat lebih dari 35
mg/dl jarang terjadi kecuali pada meningitis oleh bakteri atau fungi. 

3. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Lumbal Pungsi

3.1 Definisi

Pengambilann cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi atau
Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro diagnostik yang paling sering
dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.

3.2 Cara

1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan leher, punggung,
pinggul dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis dibawah kepala atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vetebralis setinggi L 3-4, yaitu setinggi crista
iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau ke bawah. Pada bayi dan anak
setinggi intervertebrale L4-5
3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi
4. Dapat diberikan anasthesi lokal lidocain HCL
5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan punksi, masukkan jarum tegak lurus dengan ujung jarum
yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus jaringan meningen penusukan
dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian pinggir yang miring menghadap ke kepala.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan test Queckenstedt bila diperlukan.
Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar gula, protein, kultur baktri dan
sebagainya.
3.3 Prosedur

1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP


2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasen/keluarga terutama pada LP
dengan resiko tinggi

3.4 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi Lumbal Punksi:


1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksan sel, kimia dan bakteriologi
2. Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, anti tumor dan spinal anastesi
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi, dan zat kontras
pada myelografi

Kontra Indikasi Lumbal Punski:


1. Adanya peninggian tekanan intra kranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah dan papil edema
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Punksi

3.5 Efek samping

1. Sakit kepala
Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal punksi, ini timbul karena pengurangan cairan serebrospinal
2. Backache, biasanya di lokasi bekas punksi disebabkan spasme otot
3. Infeksi
4. Herniasi
5. Untrakranial subdural hematom
6. Hematom dengan penekanan pada radiks
7. Tumor epidermoid intraspinal

3.6 Manfaat

Lumbal pungsi sangat penting untuk alat diagnosa.Prosedur ini memungkinkan melihat bagian dalam
seputar medulla spinalis, yang mana memberikan pandangan pada fungsi otak juga.
Prosedur ini relatif mudah untuk dilaksanakan dan tidak begitu mahal. Dokter yang berpengalaman,
Lumbal Pungsi akan menunrunkan angka komplikasi. Ia akan melakukannya dengan cepat dan
du\ilaksanakan di tempat tidur pasien.

4. Memahami dan Menjelaskan Meningoencephalitis

4.1 Definisi

Meningitis : peradangan selaput otak


Ensefalitis : peradangan jaringan otak
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens. Nama lain dari
meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan meningocerebritis.
4.2 Etiologi

1. Infeksi virus:
-Dari orang ke orang: morbili, gondong, rubella, kelompok enterovirus, kelompok herpes, kelompok
pox, influenza A dan B, HIV
-Lewat arthropoda: Eastern equine, Western equine, Dengue, Colorado tick fever.
-Ricketsia
-Toxoplasma gondii
2. Infeksi bakteri
-Mycobacterium tuberculosa
-Diplococcus pneumoniae (pneumokok)
-Neisseria meningitis (meningokok)
-Streptococus haemolyticuss
-Staphylococcus aureus
-Haemophilus influenza
-Escherichia coli
-Klebsiella pneumonia
-Peudomonas aeruginosa
3. Infeksi non virus:
-Mycoplasma pneumoniae
-Spirocheta: sifilis, leptospirosis.
-Cat-scratch fever.
-Jamur: kriptococus, histoplasmosis, aspergilosis, mukomikosis, kandidosis, koksidiodomikosis.
-Protozoa: plasmodium, tripanosoma, toksoplasma.
-Metazoa: throchinosis, ekinokokosis, sistiserkosis, skistosomiasis.
4. Parainfeksi-postinfeksi, alergi:
-MMR, influenza, pertusis, ricketsia, influensa A, B, hepatitis.
-Pasca vakainasi MMR, influensa, vaksinasi, pertusis, yellow fever, tifoid.
5. Human Slow Virus:
-PE
-Jackop-Creutzfeldt disease
-Progessive multifokal leucoencephalophaty
-Kuru
6. Kelompok tidak diketahui

4.3 Klasifikasi

1.Meningitis serosa
adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih.Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.

2.Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis.Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae,Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa

3. Meningitis Tuberkulosis Generalisata


Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda perangsangan
meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat labil/lambat,hipertensi umum, abdomen
tampak mencekung, gangguan saraf otak. Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.
Diagnosis : Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak, darah, radiologi,
test tuberkulin.

4. Meningitis Kriptikokus
adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk ke tubuh kita saat kita
menghirup debu atau kotoran burung yang kering. Kriptokokus ini dapat menginfeksikan kulit, paru,
dan bagian tubuh lain. Meningitis Kriptokokus ini paling sering t e r j a d i p a d a o r a n g
d e n g a n C D 4 d i b a w a h 1 0 0 . D i a g n o s i s : D a r a h a t a u c a i r a n s u m s u m t u l a n g belakang
dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara. Tes yang disebut ‘CRAG’ mencari antigen
(protein) yang dibuat oleh kriptokokus. Tes ‘biakan’ mencoba menumbuhkan jamur
kriptokokus dari contoh cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi l pada hari yang
sama. Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil
positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai dengan tinta India.

5. Viral meningitis
Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya penderita dapat sembuh
sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat di musim panaskarena pada saat itu orang lebih
sering terpapar agen pengantar virus. Banyak virus yang bisamenyebabkan viral meningitis. Antara lain
virus herpes dan virus penyebab flu perut.

6. Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu bakterinya adalah
meningococcal bacteria Gejalanya seperti timbul bercak kemerahan atau kecoklatanpada kulit. Bercak ini
akan berkembang menjadi memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat
berakibat fatal dan menyebabkan kematian.

4.4 Epidemiologi

Mortalitas &morbiditas
Mortalitas meningitis bervarias tergantung agent spesifik.
• Angka mortalitas untuk meningitis virus (tanpa encephalitis) kurang dari 1 %. Pada pasien dengan
defisiensi imunitas humoral (misalnya, agammaglobulinemia), enterovirus meningitis dapat
memberikan hasil yang fatal.
• Meningitis bakterial umumnya fatal sebelum era antimicrobial. Dengan adanya terapi antimicrobial,
keseluruhan angka mortalitas meningitis bakterial menurun tapi masih masih mengkuatirkan. Laju
mortalitas diperkirakan 25%. Diantara penyebab yang sering dari acute bakterial meningitis, angka
mortalitas tertinggi ditemukan pada pneumococcus. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk tiap-tiap
organism spesifik adalah 19-26% untuk S pneumoniae meningitis, 3-6% untuk H influenzae
meningitis, 3-13% untuk N meningitidis meningitis, dan 15-29% untuk L monocytogenes
meningitis.1,3,5

Ras dan jenis kelamin


Semua ras tanpa terkecuali dapat terkena. Di Amerika Serikat, kulit hitam pria dilaporkan 3.3 kasus per
100,000 populasi dibandingkan dengan 2.6 wanita per 100,000 populasi. Angka serangan untuk
meningitis bakterial dilaporkan 3.3 kasus pria per 100,000 populasi sedangkan wanita 2.6 kasus per
100,000 populasi.

4.5 Patofisiologi

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia, yang
menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup infeksi
jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring
posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena
meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang
dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.
Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membrane ventrikel serebral.Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak
(barier oak),edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin
bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-
Friderichssen)sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah
yangdisebabkan oleh meningokokus

4.6 Manifestasi Klinis

1.    Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare, tonus otot melemah,
menangis lemah.
2.    Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah
terstimulasi, foto pobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan
brudzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi meningococal).

Secara umum tanda dan gejala dari meningoencephalitis yaitu (Nelson, 1992) :
1.     Panas tinggi (gejala kardinal).
2.     Kesadaran menurun (gejala kardinal)
3.     Kejang fokal maupun umun (gejala kardinal)
4.     Nyeri kepala
5.     Mual, muntah
6.     Mengigau dan berteriak teriak.
4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

1. Anamnesis
Dapat dilakukan dengan autoanamnesis atau alloanamnesis bila pasien tidak koperatif
2. Pemeriksaan fisik
Perhatikan tanda rangsang meningeal positif: Kaku kuduk,Kernig sign dan Burdzinsky.
Pemeriksaan Fisik
A. Tingkat kesadaran (kualitatif) terbagi atas:
-     Normal (compos mentis)
-     Delirium
Penurunan kesadaran disertai peningkatan yg abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur-bangun
yang terganggu. Tampak pasien gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak-teriak, meronta-ronta.
Penyebabnya: gangguan metabolic toksik, penghentian minum alcohol/obat-obatan, dsb.
-     Somnolen
Keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang, mampu mem-beri jawaban verbal, dan
menangkis rangsang nyeri. Somnolen disebut juga sbg letargi, obtundasi.
-     Sopor (Stupor)
Kantuk yang dalam. Penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun
kesadarannya segera menurun lagi. Masih dapat mengikuti perintah singkat, masih ada gerakan spontan,
dengan rangsang nyeri tidak dapat dibangunkan sempurna, gerak motorik untuk menangkis rangsang
nyeri masih baik.
-     Koma-Ringan (Semi Koma)
Tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks kornea dan pupil  masih baik. Gerakan terutama
timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri.
-     Koma-Dalam (Komplit)
Tidak ada gerakan spontan, tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri.

B. Tingkat Kesadaran (Kuantitas) dinilai dgn GCS


Terdiri atas respon:
1.    Membuka Mata / Eye (E); nilai normal = 4
2.    Bicara / Verbal (V); nilai normal = 5
3.    Gerakan / Motorik (M); nilai normal = 6Glasgow Coma Scale (GCS)
·      Interpretasi

1.   GCS = E4M6V5 (15) : compos mentis


2.   GCS ≤ 7 : koma
3.   GCS = E1M1V1 (3) : koma dalam
4.   GCS = E4M6V- : Afasia motorik
5.   GCS = E4M1V1 : coma vigil

C. Pemeriksaan neurologis: gangguan kesadaran, hemiparesis, tonus otot meningkat, spastisitas, terdapat
refleks patologis, refleks fisiologis meningkat, klonus, gangguan nervus kranialis (buta, tuli), ataksia.

D. Rangsang Selaput Otak


      Rangsang meningeal positif (+) bila terdapat radang selaput otak (ex. meningitis), benda asing di
rongga subarachnoid (ex. darah, seperti pada perdarahan subarachnoid)

Berikut akan dibahas secara ringkas mengenai teknik pemeriksaan rangsang selaput otak.
1.    Kaku Kuduk
-     Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang baring. Kepala ditekuk
(fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.
-     Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
-     Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, arthritis di
servikal.

2.    Tes Lasegue


-     Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua
tungkainya. Kemudian satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya
lagi dalam keadaan lurus (tidak bergerak)

-     Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada
sudut < 70° (dewasa) dan < 60° (lansia)
-     Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral (ex.HNP
lumbosakralis)

3.    Tanda Kernig/Kernig Sign


-     Caranya:  Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut 90°. Lalu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut
135°.
-     Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan
rasa nyeri sebelum mencaai sudut 135°
-     Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit – penyakit seperti yang
terdapat pada tanda lasegue (+)

4.Brudzinski (I, II, III, IV)

Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)


-     Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi) sampai
dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah
diangkatnya badan.
-       Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua
tungkai

Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)


-       Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul, sedang
tungkai yang satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
-       Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+)  bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.

Brudzinski III
-       Caranya: Tekan os zigomaticum
-       Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior (lengan
tangan fleksi)

Brudzinski IV
-       Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
-       Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)

3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah: darah lengkap: HB, HT, LED, eritrosit, leukosit, elektrolit darah.
Pungsi lumbal untuk pemeriksaan LCS (indikasi infeksi: peningkatan sel darah putih, protein,
tekanan CSF > 180 mmHg, dan penurunan glukosa).
4. Kultur darah.
5. Biopsi
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis, terutama pada
pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk pasien dengan ensefalopati
berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis tetap tidak jelas. Lesi kulit petechial,
jika ada, harus dibiopsi. Ruam hasil meningococcemia dari dermal pembenihan organisme dengan
kerusakan endotel vaskular, dan biopsi dapat mengungkapkan organisme pada Gram stain.Untuk
melihat ada lesi desak ruang akibat progresi inflamasi seperti abses, dan penumpukan cairan LCS
(hidrosefalus).

6. Neuroimaging
Hampir semua pasien dengan meningitis bakteri akan memiliki neuroimaging studi yang dilakukan
selama mereka sakit. MRI lebih disukai daripada CT karena sifatnya superioritas dalam menunjukkan
daerah edema serebral dan iskemia. Pada pasien dengan meningitis bakteri, difus peningkatan
meningeal sering terlihat setelah administrasi gadolinium. Peningkatan meningeal tidak diagnostik
meningitis, tetapi terjadi dalam SSP penyakit yang berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
BBB.

DIAGNOSIS BANDING
• Meningitis
• Behcet's syndrome
• Systemic lupus erythematosus
• Post-vaccine encephalomyelitis
• Stroke
• Multiple sclerosis
• Syphilis
• Intracerebral tumour
• Leukaemia
• Lymphoma

4.8 Tatalaksana

1. Tatalaksana penderita rawat inap:


a. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.
b. Perbaiki hemostasis: Infus D5-1/2 S atau D5-1/4S (tergantung umur), dan pemberian oksigen.
c. Deksamethason/Prednison
Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4 minggu, dilanjutkan tapering off.
Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan dosis 0.6
mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu. Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan
penggunaan rutin deksametason pada semua pasien dengan meningitis
d. Manitol.
e. Antibiotik
 Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
- Seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam; atau
- Sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.
 Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan:
- Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
- Ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
 Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5 hari,
dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi. Apabila ada
gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara parenteral. Lama pengobatan
seluruhnya 10 hari.
 Jika tidak ada perbaikan:
- Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses serebral. Jika hal
ini dicurigai, rujuk.
- Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis pada daerah
suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.
- Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 3–5 hari, ulangi pungsi
lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
 Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat ditambahkan. Untuk
Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
- INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 6–9 bulan
- Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) – selama 6-9 bulan
- Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan pertama
- Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 30-50 mg/kgBB/hari
(maksimum 1 g) – selama 2 bulan
f. Fisioterapi dan terapi bicara
g. Makanan Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein (TKTP)
h. Perawatan yang baik
i. Pemantauan: Keadaan umum, kesadaran, tanda vital, kejang, gizi, pungsi lumbal, kelainan THT,
Cushing sign.
2. Tatalaksana penderita rawat jalan:
a. Pemantauan kelainan yang dijumpai selama rawat inap.
b. Medikamentosa
c. Konsultasi THT rutin
d. Fisioterapi: terapi wicara.
3. Perawatan Penunjang
Pada anak yang tidak sadar:
- Jaga jalan napas
- Posisi miring untuk menghindari aspirasi
- Ubah posisi pasien setiap 2 jam
- Pasien harus berbaring di alas yang kering
- Perhatikan titik-titik yang tertekan.
4. Observasi
- Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat.
- Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau perubahan perilaku
anak.
- Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam, selama setidaknya
dalam 48 jam pertama.
- Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama gangguan pendengaran.
Ukur dan catat ukuran kepala bayi. Jika terdapat kerusakan syaraf, rujuk anak untuk fisioterapi, jika
mungkin; dan berikan nasihat sederhana pada ibu untuk melakukan latihan pasif. Tuli sensorineural
sering terjadi setelah menderita meningitis. Lakukan pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien
pulang dari rumah sakit.

4.9 Komplikasi

a. cairan subdural.
b. Hidrosefalus.
c. Sembab otak
d. Abses otak
e. Renjatan septic.
f. Pneumonia (karena aspirasi)
g. Koagulasi intravaskuler menyeluruh.

Komplikasi mayor meningitis bakteri


1. Cerebral - Edema otak dengan resiko herniasi
2. Komplikasi pemb darah arteri: arteritis vasopasme, fokal kortikal hiperperfusi, ggn serebrovaskular
autoregulasi
3. Septik sinus/ trombosis venous terutama sinus sagitalis superior, tromboflebitis kortikal
4. Hidrosefalus
5. Serebritis
6. Subdural efusi (pada bayi dan anak)
7. Abses otak, subdural empiem

Komplikasi ekstrakranial
1. Septik shock
2. DIC
3. Respiratory distress sindrom
4. Arteritis (septik atau reaktif
5. Ggn elektrolit: hiponatremi, SIADH, central diabetes insipidus (jarang)
6. Komplikasi spinal :mielitis, infar

4.10 Pencegahan

1. Pencegahan Medis
a. Vaksinasi rutin untuk anak-anak
- Vaksin yang terkenal untuk anak-anak antara penyebab dapat dicegah meningitis meliputi:
- Vaksin mengingococcal terhadap tipe C meningococcus
- Konjugat vaksin pneumokokus (PCV) yang melindungi terhadap infeksi pneumokokus. Vaksin
pneumokokus polisakarida mencakup lebih dari 23 strain.
- Virus penyebab seperti campak dan gondok oleh campak, gondok dan vaksin Rubela
- DTaP/IPV/Hib vaksinasi yang melindungi terhadap Hemophilus influenza tipe b, difteri, batuk
rejan, tetanus dan polio
- Vaksinasi masa kanak-kanak dengan Bacillus Calmette-Guérin atau BCG telah dilaporkan secara
signifikan mengurangi tingkat tuberculous meningitis
b. Vaksin untuk orang tua (lebih dari 65 tahun) dan orang-orang dengan immune-supresi
Prestasi paling mengagumkan adalah vaksin pneumokokus yang melindungi terhadap meningitis
pneumokokus. PCV diberikan secara khusus dalam kelompok-kelompok tertentu (misalnya mereka
yang memiliki splenectomy, operasi pengangkatan limpa)
c. Vaksin Traveler
Mereka yang bepergian ke daerah dengan tinggi kejadian infeksi meningitis perlu divaksinasi sebelum
mereka bepergian. Vaksin terdiri dari kelompok-kelompok A, C, W135, Y meningococcal bakteri dan
vaksin pneumokokus terhadap infeksi pneumokokus.
Daerah berisiko tinggi : Afrik, Haji atau Umrah di Arab Saudi
d. Antibiotik untuk pencegahan meningitis
Antibiotik seperti Rifampicin yang diberikan untuk jangka pendek di antara semua orang yang terkena
meningococcal meningitis. Dalam kasus meningococcal meningitis, perawatan profilaksis kontak
dekat dengan antibiotik (misalnya rifampicin, siprofloksasin atau ceftriaxone) dapat mengurangi
risiko tertular kondisi. Tidak seperti vaksin, antibiotik tidak melindungi terhadap infeksi masa depan
pada pemaparan terhadap infeksi.

2. Pencegahan Non-Medis
a. Menjaga kebersihan tangan. Cuci tangan dengan sabun setelah dan sebelum makan, setelah dari toilet,
dan sehabis memegang hewan peliharaan. Terutama apabila lingkungan Anda baru saja ada yang
terserang penyakit meningitis.
b. Menjaga kebersihan area peternakan unggas. Karena jamur triptokokus bisa berasal dari kotoran
unggas, maka bagi Anda pemilik unggas harus selalu menjaga kebersihan kandang. Bagi yang bukan
pemilik pun harus bersikap demikian, jika ada kotoran unggas di area rumah, segeralah bersihkan.
c.Menjaga stamina dan daya tahan tubuh. Menjaga stamina dan daya tahan tubuh dengan mengonsumsi
makanan yang bergizi. Cara ini adalah yang paling sederhana namun terkadang diabaikan, contohnya
dengan berolahraga. Cukupkan juga asupan vitamin C kamu agar terhindar dari virus-virus.
d. Kayu manis. Tambahkan kayu manis pada bumbu masakan Anda. Berdasarkan penelitian di
Texas ditemukan fakta bahwa kayu manis mengandung bahan yang dapat mengurangi resiko
tertularnya penyakit meningitis.
e.Kebersihan mainan dan area bermain anak. Cuci mainan dengan sabun anak setelah ia selesai
bermain. Apabila Anda hendak menitipkan anak ke taman bermain umum, pastikan tempat tersebut
bersih dan steril.
f. Hindari menggunakan alat-alat tertentu secara bersama-sama. Misalkan hindari meminum
menggunakan gelas bekas orang lain yang belum dicuci terkebih dahulu. Karena virus ini dapat
menular melalui air lender atau liur seseorang.

4.11 Prognosis

Prognosis bergantung pada penegakan diagnosis secara dini, penentuan organisme penyebab serta
pemberian obat yang tepat dan segera. Angka kematian bisa mencapai 50% atau bahkan lebih tinggi
lagi.Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau
mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
5. Memahami dan Menjelaskan Kejang Demam

5.1 Definisi

Kejang demam (Febrile Convulsion) merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak, biasanya menyerang pada anak berusia 3 bulan sampai dengan 5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas
38° C) yang disebabkan oleh berbagai hal.
4 tempat pengukuran suhu :

Tempat Rentang; rerata Demam


Jenis termometer
pengukuran suhu normal (oC) (oC)
Air raksa, 34,7 – 37,3;
Aksila 37,4
elektronik 36,4

Air raksa, 35,5 – 37,5;


Sublingual 37,6
elektronik 36,6

Air raksa,
Rektal 36,6 – 37,9; 37 38
elektronik
35,7 – 37,5;
Telinga Emisi infra merah 37,6
36,6

5.2 Etiologi

1. Demam itu sendiri


Oleh karena infeksi : infeksi saluran pernafasan atas(ISPA), otitis media, pneumonia,
gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
Dan karena imunisasi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman, virus) terhadap otak
6. Respons alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi
7. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
8. Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensefalopati
toksisk sepintas

Faktor Resiko :

1. Demam
2. Riwayat kejang demam pada orang tua atau sudara kandung
3. Perkembangan terlambat
4. Problem pada masa neonates
5. Anak dalam perawatan khusus
6. Kadar natrium rendah

Resiko rekurensi meningkat pada :


1. Usia dini
2. Cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Riwayat keluarga kejang demam
5. Riwayat keluarga epilepsi
5.3 Klasifikasi
4. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut:
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit 
b. Kejang umum tonik dan atau klonik 
c. Umumnya berhenti sendiri 
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam 

2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut:

a. Kejang lama, > 15 menit 


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial 
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam 

5.4 Epidemiologi

A. Frekuensi
a. Amerika Serikat
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke 5. Sekitar 1/3 dari
mereka paling tidak mengalami 1 kali rekurensi.
b. Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain berkisar antara 5
sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hong Kong, dan 0.5-1.5% di China.
B. Mortalitas/Morbiditas
Kejang demam biasanya tidak berbahaya. Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy sedikit
lebih tinggi dibandingkan yang tidak (2% : 1%). Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun berikutnya
meliputi kejang demam kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam keluarga, dan
hambatan pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor resiko tersebut mempunyai kemungkinan 10%
mendapatkan kejang demam.
C. Ras : semua ras.
D. Jenis kelamin : Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.
E. Usia : Kejang demam terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun

5.5 Patofisiologi

Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu senyawa glukosa yang didapat
dari proses metabolisme sel. Sel - sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ di dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terjadi beda potensial yang disebut
“Potensial Membran Sel Neuron”. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan
energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah.
Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membran sel yang didahului
dengan stimulus membrane sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+
tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na +, sehingga menyebabkan potensial membran sel lebih
positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi.
Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron repolarisasi, channel ion K + harus terbuka dan
channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K+ sehingga mengembalikan potensial
membran lebih negatif atau ke potensial membrane istirahat
5.6 Manifestasi Klinis

Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-
klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya
kelainan saraf.

Kejang demam dapat berlangsung lama dan/atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-
kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau
bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap.

1. Anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-
tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik - 5 menit (hampir
selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
2.Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada
umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
a. Anak hilang kesadaran
b. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
c.Sulit bernapas
d. Busa di mulut
e.Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
f. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat
3. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam
keadaan berdiri.
4. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20
detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung
selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia
(mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.

5.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis :
1.  Demam (suhu > 38oC)
2. Adanya infeksi di luar susunan saraf pusat (misalnya tonsillitis, tonsilofaringitis, otitis media akut,
pneumonia, bronkhitis, infeksi saluran kemih). Gejala klinis berdasarkan etiologi yang
menimbulkan kejang demam.
3. Serangan kejang (frekuensi, kejang pertama kali atau berulang, jenis/bentuk kejang, antara kejang
sadar atau tidak,berapa lama kejang, riwayat kejang sebelumnya (obat dan pemeriksaan yang
didapat, umur), riwayat kejang dengan atau tanpa demam pada keluarga, riwayat trauma)
4. Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penyakit keluarga, riwayat kehamilan ibu dan kelahiran,
riwayat pertumbuhan dan perkembangan, riwayat gizi, riwayat imunisasi
5. Adanya infeksi susunan saraf pusat dan riwayat trauma atau kelainan lain diotak yang juga
memiliki gejala kejang untuk menyingkirkan diagnosis lain yang bukan penyebab kejang demam
6. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,atau epilepsy yang kebetulan terjadi
bersama demam.
Pemeriksaan fisik :
1. Keadaan umum, kesadaran, tekanan darah ,nadi, nafas, suhu
2. Pemeriksaan sistemik (kulit, kepala, kelenjer getah bening, rambut, mata, telinga, hidung, mulut,
tenggorokan, leher, thorax : paru dan jantung,abdomen, alat kelamin, anus, ekstremitas : refilling
kapiler, reflek fisiologis dan patologis, tanda rangsangan meningeal)
3. Status gizi (TB, BB, Umur, lingkar kepala)
Pemeriksaan laboratorium :
1. Darah rutin ,glukosa darah, elektrolit
2. Urin dan feses rutin (makroskopis dan mikroskopik)
3. Kultur darah
Pemeriksaan penunjang :
1. Lumbal pungsi
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis dan ensefalitis. Resiko
terjadinya meningitis bakterialis 0,6-6,7 %. Pada bayi manifestasi meningitis bakterialis tidak jelas
karena itu Lumbal Pungsidianjurkan pada :
- Bayi < 12 bulan : sangat dianjurkan
- Bayi 12-18 bulan : dianjurkan
- Bayi > 18 bulan : tidak rutin
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes
ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. Pada kejang
demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi.
2. EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan liquor.
Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilatera lmenunjukan kejang demam kompleks.
Pemeriksaan elektroensefalogram (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karena itu tidak direkomendasikan. PemeriksaanEEG dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih
dari 6 tahun atau kejang demam fokal
3. PencitraanFoto X-ray, CT-Scan, MRI
dilakukan atas indikasi :
- Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)
- Paresis nervus VI
- Papiledema

DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab
kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi,
misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu waspada untuk
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Kriteri Kejang Epilepsi Meningitis
Banding Demam Ensefalitis
Demam Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu
demam dengan demam gejalanya demam
Kelainan Otak (-) (+) (+)
Kejang (+) (+) (+)
berulang
Penurunan (+) (-) (+)
kesadaran

8.8 Tatalaksana

1. Penatalaksana Medis
Menurut Livingston penatalaksanaan medis ada:
a) Menghentikan kejang secepat mungkin
 Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti.
Apabila datang dalam keadaaan kejang, obat paling cepat unutuk menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB
perlahan – lahan dengan kecepatan 1-2 mg / menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg.
 Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal.
- Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10 kg
- Dosis diazepam rektal 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg
- Dosis diazepam rektal 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun
- Dosis diazepam rektal 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun
 Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan
dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
 Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke Rumah Sakit. Di
Rumah Sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB.
 Bila kejang tetap belum berhenti dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 –
20 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
 Bila dengan fenitoin kejang masih belum berhenti maka pasien harus dirawat diruangan intensif
 Bila kejang telah berhenti maka pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis demam.
b) Pemberian oksigen
c) Penghisapan lendir kalau perlu
d) Mencari dan mengobati penyebab
Pengobatan rumah profilaksis intermitten. Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran
anti konvulsan dan antipiretika.
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam,
namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 – 15 mg /kgBB/kali diberikan 3 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 - 4 kali sehari.
2. Antikonvulsan : Diazepam IV/rektal, Fenitonin IV
5.9 Komplikasi

Awal (< 15 menit) Lanjut (15-30 menit) Berkepanjangan (>1jam)


5.10 Meningkatnya kecepatan Menurunnya tekanan Hipotensi disertai berkurangnya
denyut jantung darah aliran darah serebrum sehingga
Meningkatnya tekanan Menurunnya gula darah terjadi hipotensi serebrum
darah
Meningkatnya kadar Disritmia Gangguan sawar darah otak yang
glukosa menyebabkan edema serebrum
Meningkatnya suhu pusat Edema paru nonjantung
tubuh
Meningkatnya sel darah
putih

Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermiten)
Untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan antipiretika
pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam
b. Pencegahan kontinu
Untuk kejang demam komplikata dengan Asam Valproat 15-40 mg/KgBB/hari PO dibagi
dalam 2-3 dosis

5.11 Prognosis

Hampir semua studi populasi melaporkan bahwa anak-anak dengan kejang demam,
memiliki prognosis yang baik, serta intelektual anakk tidak terganggu. Kematian dan kerusakan
jaras neurologi sangat jarang terjadi, biasanya hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor
sebelum kejang terjadi. Namun, bila tidak ditangani dengan baik, bisa terjadi :
a. Kejang demam berulang
b. Epilepsi
c. Kelainan motorik
d. Gangguan mental dan belajar

6. Memahami dan Menjelaskan syarat dan rukun umroh dan haji

Pengertian Umrah adalah mengunjungi Ka’bah untuk melakukan serangkaian ibadah dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan.Umrah disunatkan bagi setiap muslim yang mampu. Pelaksanaan dapat dilakukan
kapan saja, kecuali pada hari Arafah, tgl 10 Zulhijah, dan hari-hari Tasyrik tgl 11, 12, 13 Zulhijah.

SYARAT
1. Islam. Orang kafir tidak disyariatkan melaksanakan umrah dan ibadah-ibadah lainnya karena dia
tidak mengakui dan menganut agama Islam.
2. Baligh (Dewasa). Anak kecil yang belum baligh tidak disyariatkan melaksanakan umrah,
meskipun umrahnya sah jika dia telah mumayyiz.
3. Aqil (Berakal sehat). Tidak ada perintah melaksanakan umrah bagi orang gila dan tidak pula sah
umroh yang dilakukan oleh orang gila.
4. Merdeka. Hamba sahaya (budak) tidak diperintahkan melaksanakan ibadah umrah karena umrah
memerlukan waktu yang panjang sehingga kepentingan tuannya akan terabaikan.
5. Istitha’ah atau memiliki kemampuan dari segi fisik, harta, dan keamanan

RUKUN
1. Niat Ihram. Setiap ibadah dimulai dengan niat, begitu pula dengan ihram jika tidak berniat maka
umrahnya tidak sah.
2. Thawaf Umrah. Berniat mengelilingi Ka’abah semata-mata untuk menunaikan tawaf karena Allah
S.W.T.
3. Sa’i. Sa’i dilakukan genap dan sempurna bilangan sebanyak tujuh kali perjalanan balik dari
Marwah ke Safa.
4. Tahallul (Cukur / gunting rambut). Bagi umrah seseorang itu boleh bertahallul setelah selesai
melaksanakan dengan sempurna semua rukun yang lain yaitu niat, tawaf dan Sai’e.
5. Tertib. Rukun tidak boleh ditinggalkan (harus dilaksanakan). Bila tidak dilaksanakan umrahnya
tidak sah.

Syarat Wajib Haji

Syarat wajib haji adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia diwajibkan untuk
melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat tersebut, maka dia
belum wajib menunaikan haji. Adapun syarat wajib haji adalah sebagai berikut : 

1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Merdeka
5. Mampu

Rukun Haji

Yang dimaksud rukun haji adalah kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji, dan jika tidak
dikerjakan hajinya tidak sah. Adapun rukun haji adalah sebagai berikut:

1. Ihram
Ihram, yaitu pernyataan mulai mengerjakan ibadah haji atau umroh dengan memakai pakaian ihram
disertai niat haji atau umroh di miqat.

2. Wukuf
Wukuf di Arafah, yaitu berdiam diri, dzikir dan berdo'a di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah.

3. Tawaf Ifadah
Tawaf Ifadah, yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah melontar jumrah Aqabah
pada tanggal 10 Zulhijah.
4. Sa'i
Sa'i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7 Kali, dilakukan sesudah
Tawaf Ifadah.

5. Tahallul
Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut setelah melaksanakan Sa'i.

6. Tertib
Tertib, yaitu mengerjakan kegiatan sesuai dengan urutan dan tidak ada yang tertinggal.

Anda mungkin juga menyukai