Anda di halaman 1dari 6

Nama : Natalince Marpaung

Nim : 20180311144
Tugas : 4 farmakologi infeksi kanker dan endokrin

Rancangan formula Formula krim anti jamur dari ketoconazol dengan Esperson

Tujuan Percobaan
Mahasiswa mampu membuat dan mengevaluasi sediaan cream dengan melihat formula dari
suatu bahan sediaan dengan baik dan tepat.

Latar Belakang
Pengertian Krim Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu
atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formularium
Nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak
kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan.
Maka krim harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada
dalam kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak
dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim
padat atau cair pada penggunaan (Anief, 1994).
Prinsip ketoconazol bekerja menghambat pertumbuhan enzim sitokrom dari jamur sehingga akan
menggangu sintesa ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran sel jamur.

Zat Aktif · Penggunaan Untuk penggunaan topikal pada pengobatan infeksi dermatofit pada
kulit, seperti tinea korporis, tinea kruris, tinea manus, dan tinea pedis yang disebabkan oleh
Tricophyton rubrum, Tricophyton mentagrophytes, Mycosporum canis, Epidermophyton
floccosum, juga pengobatan pada kandidiasis kutis dan tinea versikolor.
Farmakologi Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolane sintetis yang memiliki
aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit dan ragi, misalnya Tricophyton Sp,
Epidermophyton floccosum, Pityrosporum Sp, Candida Sp.

Preformulasi dan Permasalahan Farmasetik


a. Preformulasi zat aktif
 Nama zat aktif : Ketokonazol ·(: FI IV hal 486 )
Ketokonazol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari
102,0%. C26H28CL2N4O4 , dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Rumus Molekul : C26H28CL2N4O4.
Berat Molekul : 531,44.
Pemerian : Serbuk Putih.
Titik lebur : 148° dan 152°.
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
 Nama zat aktif : Desoksimetason ( FI IV hal 285 )
Desoksimetason mengandung tidak kurang dari 97 % dan tidak
lebih dari 103,0 % C22H29FO4 dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan .
Pemerian : serbuk hablur ,putih sampai praktis putih ,tidak berbau
Kelarutan : tidak larut dalam air ,mudah larut dalam etanol ,dalam
aseton dan dalam kloroform .

b. Preformulasi zat tambahan


1. Acidum Stearicum · ( FI III hal 57 )
Asam stearat adalah campuran asam organic padat yang diperoleh dari lemak,
sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat dan asam heksadekanoat. ·
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan hablur putihatau kuning
pucat mirip lemak lilin. ·
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol (95%) P dalam
2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P.
Suhu Lebur : Tidak Kurang dari 54°.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Zat tambahan.

2. Triaethanolaminum ·( FI III hal 612 )


Trietanolamina adalah campuran dari trietanolamina, dietanolamina
dan monoetanolamina. Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan
tidak lebih dari 107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamina. ·
Pemerian : Cairan kental; tidak berwarna hingga kuning pucat; bau lemah mirip
amoniak; higroskopik. ·
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P , larut dalam kloroform P
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,05%.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.
Khasiat : Zat tambahan.

3. Adeps Lanae (FI III hal 61 )


: Lemak bulu domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan , diperoleh
dari bulu domba Ovisaries Linne (Fam Bovidae), mengandung air tidak
lebih dari 0,25%.
Pemerian : Zat serupa lemak, liat lekat;kuning muda atau kuning pucat, agak
tembus cahaya; bau lemah dan khas.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) P
; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P.
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,15%.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, ditempat sejuk
Khasiat : Zat tambahan.

4. Paraffinum Liquidum (FI III hal 474 )


: Paraffin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak
mineral; sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau
butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpj.
Pemerian : Cairan kental , transparan, tidak berfluoresensi; tidak berwarna; hampir
tidak berbau; hampir tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P ; larut dalam
kloroform P dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Khasiat : Laksativum.

5. Aqua Destillata (FI III hal 96 )


: Air suling dibuat denga menyuling air yang dapat diminum
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.
Sisa Penguapan : Tidak lebih dari 0,001% b/v , penguapan dilakukan diatas tangas air
hingga kering
Penyimpanan : Dalam wadah tetutup baik.
Khasiat : Pelarut.

6. Nipagin
: Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 101,0% C8H803.
Pemerian : Serbuk hablur halus; putih; hampir tidak berbau; tidak mempunyai rasa;
kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon tetraklorida , mudah
larut dalam etanol dan dalam eter. · Suhu lebur : 125° sampai 128°
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : Pengawet.

Ketokonazol tidak bisa diberikan secara tunggal secara langsung untuk memberikan efek terapi
yang nyaman. · Sediaan yang dibuat adalah krim yang diberikan secara topical, sehingga krim
dapat dipakai untuk jangka panjang. · Pada sediaan krim mudah terjadi penjamuran , maka harus
ditambah nipagin sebagai pengawet .

Metoda Formula :
a. Formula
R/ Desoksimetason 250mg
Ketoconazole 200 mg
Nipagin qs
Basis cream ad 5 gram
Mf cream
sue

Basis cream (cleansing cream)


R/ Acid stearin 145 g
TEA 15g
Adeps Lanae 30g
Paraffin Liquid 250g
Aqua dest. 550ml

b. Perhitungan dan Penimbangan


1 tube = 5gram à5 X 10 = 50 gram
Ketokonazol = 200 mg x 10 = 2000 mg = 2 gram,
Desoksimetason = 250 mg x 10 = 2500 mg = 2,5 gram
Nipagin = 0,15 % x 50 = 0,075 gram

Basis cream @5g = 5 x 10 = 50 – ( 2+2,5 +0,075) = 45,425


Acid stearin = 145/990 x 45,425 = 6,65 gram
TEA = 15/990 x 45,425 = 0,69 gram
Adeps lanae = 30/990 x 45,425 = 1,38 gram
Paraf liq. = 250/990 x 45,425 = 11,47 gram
Aqua dest. = 550/990 x 45,425 = 25,2 ml

c. Alat dan bahan


Alat : · Lumpang dan alu · Spatula · Cawan porselen · Pipet · Pinset · Serbet · Tube ·
Sudip · Beaker glass · Perkamen · Waterbath
Bahan : · Ketokonazol · Nipagin · Acid stearin · TEA · Adeps lanae · Paraf liq. · Aqua dest.

d. Prosedur pembuatan
 . Setarakan timbangan
 Panaskan mortar dengan air panas
 Timbang paraf liq. Dalam cawan porselen
 Timbang adeps lanae dan acid stearin lalu lebur bersama paraf liq di cawan dengan
waterbath
 Buang air yang ada didalam mortar, lalu keringkan
 Masukkan TEA dan aqua dest sedikit demi sedikit
 Masukkan massa yang ada di cawan porselen kedalam mortie aduk ad massa cream
 Gerus ketokonazol tambah desoksimetason dan nipagin campur dengan massa
cream aduk ad homogen
 Timbang tube kosong, lalu timbang tube beserta isinya.
 Lakukan evaluasi

e. Evaluasi
 Evaluasi homogenitas Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain
harus menunjukkan keadaan yang homogen atau tidak adanya lagi butiran-butiran halus.
Hasil Pengamatan : hasil evaluasi homogenitas kelompok kami yaitu homogen.
 Evaluasi pH Evaluasi pH menggunakan kertas pH indicator , dengan perbandingan 60 g :
200 ml air yang digunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga homogen dan
diamkan agar mengendap, dan airnya yang diukur denga kertas pH indicator dengan
mencelupkan ujung kertasnya. Lalu lihat perubahan warnanya, sesuaikan dengan warna
pada kemasan kertas pH indicator. Hasil Pengamatan : hasil Evaluasi pH dari sediaan
krim yang kelompok kami buat yaitu pH 6.
 Evaluasi organoleptis Evaluasi organoleptis dilakukan dengan menggunakan panca
indra, mulai dari bau, warna, tekstur sediaan dan sebagainya. Hasil pengamatan : Hasil
Evaluasi organoleptis kelompok kami yaitu : · Bau : tidak berbau, bau khas cleansing
cream · Warna : berwarna putih · Bentuk : semi solid
 Evaluasi Pertumbuhan Mikroorganisme Lihatlah apakah pada krim terdapat jamur
ataupun mikroorganisme lain. Hasil Pengamatan : Tidak terdapat mikroorganisme
 Evaluasi stabilitas pada suhu kamar Stabilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan
suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan, sifat karakteristiknya sama dengan pada saat produk
dibuat. Hasil pengamatan : Stabil pada suhu kamar

Pembahasan
Pada pembuatan sediaan krim anti jamur dengan zat aktifnya yaitu ketokonazol dan
desoksimetason. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan
setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Ketokonazol adalah suatu derivat imidazole-dioxolan sintetis yang
memiliki aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit, ragi, misalnya Tricophyton
Sp, Epidermophyton floccosum, Pityrosporum Sp, Candida Sp. Ketokonazol bekerja
menghambat pertumbuhan enzim sitokrom dari jamur sehingga akan menggangu sintesa
ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran sel jamur. Ketokonazol tidak
bisa diberikan secara tunggal secara langsung untuk memberikan efek terapi yang nyaman.
Maka sediaan yang dibuat adalah krim yang diberikan secara topical, sehingga krim dapat
dipakai untuk jangka panjang. Dan dalam pembuatannya ditambahkan nipagin sebagai
pengawet. Ada hal yang harus dperhatikan dalam pembuatan krim yaitu sediaan krim dapat
menjadi rusak bila terganggu sistem campurannya terutama disebabkan oleh perubahan suhu
dan perubahan komposisi karena penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Agar
lebih stabil disamping ditambahkan zat pengawet, ditambahkan juga zat antioksidan.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok. Krim yang
sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan. Selain zat aktif yang digunakan
dalam pembuatan sediaan krim, juga memerlukan basis cream nya. Basis cream yang
dipakai yaitu basis cleansing milk, yang terdiri dari acid stearin, TEA, paraf liq. , aqua dest,
adeps lanae, dan juga nipagin. Pertama panaskan lumpang dengan menggunakan air panas.
Lalu timbang paraf liq. di cawan porselen. Timbang juga adeps lanae dan acid stearin. Lalu
leburlah di waterbath acid stearin, adeps lanae dan paraf liq. Dengan cawan porselen. Lalu
buang air yang ada didalam lumpang dan keringkan. Lalu masukkan TEA dan sedikit demi
sedikit aqua dest. Lalu masukan masa yang ada di cawan porselen lalu aduk sampai masa
krim terbentuk. Setelah terbentuk krim masukkan nipagin dan ketokonazol dan
desoksimetason yang sebelumnya telah dihaluskan. Timbang tube tanpa isi. Lalu masukkan
krim kedalam tube dan timbang lagi. Hitunglah selisihnya. Lakukanlah evaluasi sediaan
yaitu, evaluasi homogenitas, evaluasi stabilitas pada suhu kamar, evaluasi Ph, evaluasi
organoleptis, evaluasi pertumbuhan mikroorganisme dan sebagainya.

Kesimpulan
Ketokonazol cream 2% berkhasiat sebagai obat infeksi jamur, tinea korporis, tinea pedis,
tinea versikolor, tinea kruris, dan dermatitis seboroik. Ketokonazol cream dirumuskan dalam
sebuah kendaraan krim berair yang terdiri dari butilated hydroxyanisole (BHA), etil alcohol,
isopropyl miristat, polisorbat 60, polisorbat 80, propilenglikol, air murni, sorbitan
monostearat, dan steril alkohol.

Daftar Pustaka
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Anief.2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : UGM Pres
Moedarso, R. 1966. Formularium Medicamentorum Selectum. Surabaya: Dinas Kesehatan
Jawa Timur

Anda mungkin juga menyukai