LUKA BATIN
Bonggas L. Tobing
Jl. Perjuangan 9, Setiabudhi, Tj. Rejo, Medan 20122
PENDAHULUAN
Saya mengenal sepasang suami-istri yang sudah tua dan sudah beranak-
cucu. Mereka selalu kompak menghadiri pesta-pesta dan acara-acara
keluarga, layaknya seperti suami-istri yang rukun. Karena si Suami adalah
seorang penetua gereja, mereka berdua kelihatan kompak melayani di
gereja. Saya pernah beberapa kali menginap di rumah pasangan suami-
istri ini. Jika kami berbincang-bincang di ruang tamu, mereka berdua selalu
duduk berdampingan. Setiap saya menginap di rumah mereka, saya tidak
pernah melihat mereka bertengkar. Suatu hari, si Suami dirawat di suatu
rumah sakit terkenal di Jakarta. Istri saya pergi menjenguknya. Setelah
berbincang-bincang mengenai penyakit yang diderita si Suami, istri saya
bertanya: “Di mana ibu, pak?” Tiba-tiba Si Suami menangis sambil berkata:
“Sudah bertahun kami pisah tempat tidur. Selama ini kami bersandiwara
seakan-akan kami hidup rukun.” Sungguh mengherankan! Satu rumah tapi
pisah ranjang! Selama ini mereka kelihatan rukun, ternyata mereka
menderita! Penderitaan mereka bukan karena ada penyakit di daging,
tetapi menderita karena menyimpan sakit hati atau menderita karena ada
luka di hatinya. Sakit hati atau luka hati adalah penyakit yang sehari-hari
disebut luka batin.
Penyakit luka batin dapat terjadi pada anak-anak, orang dewasa dan orang
yang sudah menikah. Banyak pasangan suami-istri yang menutupi luka
batinnya dengan hidup bersandiwara. Kelihatannya rukun, tetapi
sesungguhnya mereka menyimpan luka batin yang dalam. Seorang ibu
pernah berkata: “Hira neraka do rumah-tangganami, na maila do iba
sirang (rumah-tangga kami seperti neraka adanya, kami tidak bercerai
hanya karena berat menanggung malu)”. Baru-baru ini saya mendengar
seorang pria bercerita kepada temannya: ”Hanya karena memikirkan
anak-anak saja, saya tidak menceraikannya”.
Saya pernah mengunjungi seorang pria yang sakit lumpuh, suku Batak,
berumur kurang lebih tujuhpuluh tahun. Saya mengajaknya untuk berdoa
dan mengampuni orang-orang yang pernah melukai hatinya. Ketika saya
bertanya tentang siapa orang yang masih dia benci, ia menjawab dengan
wajah yang memancarkan kebencian: “Bapakku si ………... !” (ia menyebut
nama ayahnya, meskipun hal itu sangat pantang bagi suku Batak).
Menurut dia, pada masa kecilnya ia sering dihajar dengan kekerasan oleh
ayahnya. Ia masih menyimpan kebencian terhadap ayahnya, padahal ia
sudah berumur lebih tujuhpuluh dan ayahnya pun sudah lama meninggal!
Banyak orang seperti pria ini, terluka batin sejak masa anak-anak dan
tetap terluka sampai masa tuanya! Orangtua yang seperti ini, cenderung
melukai seisi rumahnya. Oleh karena itu, penyembuhan luka batin sangat
perlu dilakukan oleh setiap orang.
Berikut ini akan diuraikan tentang hal-hal yang menyebabkan luka-luka
batin, dampaknya terhadap kerohanian si penderita luka batin, cara
menanggulanginya dan berkat yang diperoleh karena kesembuhan luka
batin. Hal-hal tersebut akan lebih mudah dipahami dengan terlebih dahulu
memahami tubuh rohani manusia.
TUBUH ROHANI
Alkitab mencatat: ”Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang
dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jika ada tubuh alamiah, maka ada
pula tubuh rohaniah.” [1Kor. 15: 44]
Menurut ayat di atas, manusia terdiri dari dua tubuh, yaitu: tubuh alami
atau tubuh jasmani dan tubuh rohani. Penjelasan ini sesuai dengan
penciptaan manusia pertama. Ketika TUHAN menciptakan manusia,
TUHAN terlebih dahulu membentuk tubuh jasmani manusia. Bahan yang
digunakan TUHAN untuk membentuk tubuh jasmani itu adalah bahan
alami, yakni debu tanah. Kemudian TUHAN memberikan nafas hidup,
sehingga manusia itu hidup. [Kej. 2:7] Sumber nafas hidup itu adalah TUHAN,
sedang TUHAN adalah Roh [Yoh. 4:24], maka nafas hidup itu adalah roh.
Alkitab juga mencatat:
“Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna …… .” [Yoh.
6:63]