Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DENGUE HEMORHAGIC

FEVER) DI RUANG ANGGREK RSUD KELAS B


KABUPATEN SUBANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Pada Praktik Klinik


Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
EUIS MULYATI, S.Kep
NIM : 20149012017

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
YPIB MAJALENGKA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DHF

1. Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)(Resti, 2016)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya
memburuk setelah 2 hari pertama. (Syaifuddin 2014)
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa
nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar
secara efidemik. (PADILA, 2012)
Kesimpulannya : dengue hemorogik fever atau demam berdarah dengue
merupakan deman oleh infeksi akut yang disebabkan oleh virus atau arto virus dengan
melalui gigitan nyamuk aedes dengan ditandai pelebaran permiabilitas kapiler, kelainan
nomeostasis, perdarahan dan bertendensi menyebabkan syok.

2. Anatomi Fisiologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sum-sum tulang dan nodus limfa.Darah merupakan medium transport tubuh, volume
darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.
Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :
a. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan
protein darah.
b. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut:
1) Eritrosit (sel darah merah)
2) Leukosit (sel darah putih)
3) Trombosit (platelet) butir pembeku darah.

a. Sel darah merah (eritrosit)


Merupakan cairan bikonkav dengan diameter sekitar 7 mikron, yang
memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak
yang pendek antara membrane dan inti sel, warnanya kuning kemerah-merahan
karena didalamnya mengandung hemoglobin.
Komponen eritrosit :
1) membran eritrosit
2) Sistem enzim
3) Hemoglobin, komponennya terdiri atas :
a) Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi
b) Globin : bagian protein yang terdiri aats 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul Hb dalam setiap sel darah merah. Tugas
akhir Hb adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke
paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari Hb.
Sifat-sifat sel darah merah :
1) Normositik = sel yang ukurannya normal.
2) Normokromik = sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.
3) Mikrositik = sel yang ukurannya terlalu kecil.
4) Makrositik = sel yang ukurannya terlalu besar.
5) Hipokromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.
6) Hiperkromik = sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.

b. Sel darah putih (Leukosit)


Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki
palsu.Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari
golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T dan B:
monosit dan makrofag serta golongan yang bergranula,yaitu eosinofil, basofil, dan
neutrofil.
Fungsi sel darah putih adalah :
1) Sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit atau
bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan sistem retikulo endotel.
2) Sebagai pengangkut yaitu mengangkut atau membawa zat lemak dari dinding
usus melalui limfa terus ke pembuluh darah.
Jenis-jenis sel darah putih:
Sel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut:
1) Agranulosit
Memiliki diameter sekitar 10-12 mikron. Granulosit terbagi menjadi 3
kelompok:
a) Neutrofil : granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai,
kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus
atau granula, banyaknya sekitar 60-70%.
b) Eosinofil : berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya
hampir sama dengan neutrofil banyaknya kira-kira 24%.
c) Basofil : berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil dari pada
eosinofil, mempunyai inti yang bentuknya teratur banyaknya kira-kira 0.5%
disumsum merah. Basofil bekerja sebagalimfosit sel mast dan
mengeluarkan peptide vasoaktif.
2) Granulosit
Terdiri atas limfosit dan monosit:
a) Limfosit
Memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel
limfosit berkembang dalam jaringan limfe.Ukurannya sekitar 7-15 mikro,
banyaknya 20-25 % dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang
masuk dalam jaringan tubuh.
Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan B.
Limfosit T :
Meninggalkan susmsum tulang dan berkembang lama, kemudian
bermigrasi menuju ketimus, kemudian sel-sel beredar dalam darah sampai
mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana mereka telah
diprogramkan untuk mungenalinya. Setelah dirangsang oleh antigennya.
Sel iniakan mengahasilkan bahan-bahan kimia yang menghancurkan
mikroorganisme dan memberitahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah
terjadi infeksi.
Limfosit B :
Terbentuk di sumsum tulang lalu bersirkulasi dalam darah sampai
menjumpai antigen dimana mereka telah diprogram untuk mengenalinya.
Pada tahap ini, limfosit B mengalami pematangan lebih lanjut dan menjadi
sel plasma serta menghasilkan antibody.
b) Monosit
Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru
sedikit abu-abu serta mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit
dibentuk didalam sumsum tulang masuk kedalam sirkulasi dalam bentuk
hematom dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah
masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai fagosit, jumlahnya 34 % dari total
komponen yang ada di sel darah putih.
Jumlah sel darah putih.
Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 10 9/l yang
terbagi sebagi berikut.
Granulosit :
a) Neutrofil 2,5 – 7,5 x 109
b) Eosinofil 0,04 – 0,44 x 109
c) Basofil 0 – 0,10 x 109
Limfosit 1,5 – 3,5 x 109
Monosit 0,2 – 0,8 x 109
c. Keping darah (Trombosit)
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum
tulang yang berbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan
hidup sekitar 10 hari.
Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000-
400.000/milimeter), sekitar 30-40% terkonsentrasi di dalam limpa dan
sisanya bersirkulasi dalam darah.
Fungsi trombosit yaitu berperan penting dalam pembentukan bekuan
darah diantaranya mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan
pembuluh yang cedera.
d. Plasma darah
Plasma darah adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah,
warnanya bening kekuning-kuningan hamper 90% dari plasma darah terdiri
atas air.
Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah sebagai berikut :
1. Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
2. Garam-garam mineral seperti garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-
lain yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
3. Protein darah (albumin dan globulin) menigkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan
dalam tubuh
4. Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, vitamin).
5. Hormone, yaitu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
6. Antibody.
e. Limpa
Merupakan organ lunak kurang lebih berukuran 1 kepalan tangan.
Limpa terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah costa, limpa terdiri
atas kapsula limpa fibroelastin, folikel (masa jaringan limpa) dan pulpa
merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit).

3. IMUNITAS
Imunitas adalah keadaan seseorang yang terlindung dari pembentukan
penyakit.Imunitas dapat bersifat inheren/bawaan (innate), pasif, atau didapatkan setelah
panjanan terhadap suatu mikroorganisme.

4. Imunitas Inheren
Imunitas inheren atau bawaan adalah imunitas yang terjadi karena retensi alami
organisme. Imunitas inheren mencakup sawar terhadap infeksi yang dihasilkan oleh
kulit, asam lambung atau usus, air mata serta mediator-mediator peradangan yang
nonspesifik.
a. Imunitas Pasif
Imunitas pasif mengacu kepada imunitas yang diberikan kepada seseorang
melalui transfer antibody dari orang lain atau pemberian suatu sitotoksin yang telah
dipersiapkan. Antitoksin adalah antibody yang diproduksi secara spesifik terhadap
toksin bakteri tertentu. Imunitas pasif teradi apabila antibody dari suatu ibdividu
untuk melawan virus hepatitis B di ambil dan dipindahkan ke individu lain yang
telah terpajan pada virus, namun sel-selnya belum terinfeksi oleh virus tersebut.
b. Imunitas Aktif
Imunitas aktif adalah respon imun selular dan humoral yang dibentuk
seseorang yang telah secara bermakna terpajan ke suatu mikroorganisme atau
toksin. Pajanan dapat terjadi dalam bentuk proses penyakit atau akibat imunisasi.
Imunitas aktif di tandai oleh memori baik di sel T maupun sel B, dan pembentukan
sel T dan antibody spesifik. Dapat dilakukan pengukuran titer (kadar) antibody
dalam serum biakan untuk mengetahui telah terbentuknya imunitas terhadap suatu
mikoorganisme atau toksin. Titer yang positif (kecuali pada bayi) mencerminkan
imunitas aktif.

5. Status Imun Janin dan Bayi Baru Lahir


Imunitas diperantarai sel (sel T) berawal di dalam Rahim.Respons imun
humoral primer (IgM) terhadap berbagai mikroorganisme dapat dirangsang di dalam
janin pada trimester ketiga kehamilan. Respons-respons imunlain terhadap suatu
antigen (IgG dan IgA) , fagotosis neutrofil dan makrofag dan pembentukan zat-zat
antara peradangan belum terdapat secara signifikan sampai 6-8 bulan setelah lahir. Hal
ini membuat janin dan bayi baru lahir rentan terhadap infeksi dan penyakit. Dalam
uterus , antibody IgG ibu secara aktif dipindahkan melintasi sel-sel plasenta dan dapat
dideteksi di dalam tubuh bayi selama paling sedikit 6 bulan setelah lahir. Antibody-
antibodi ini menghasilkan imunitas pasief terhadap berbagai mikroorganisme bagi
janin dan bayi. IgA dan immunoglobulin lian dapat sampai ke bayi melalui air
susu.Bayi sangat rentan ketika berusia sekitar 5-6 bulan setelah lahir sewaktu kadar
IgG ibu mulai berkurang, namun system imun bayi itu sendiri belum bekerja pada
puncaknya. Hal ini terutama berlaku apabila bayi tersebut tidak di beri air susu ibunya.
(Lynda Juall, 2013)

6. TEORI TUMBUH-KEMBANG MENURUT PAKAR KEPERAWATAN


a. Teori Tumbuh Kembang Sidmund Freud
Sidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah sadar dan pakar
psikoanalisis. Tapi kita sering lupa bahwa Freud lah yang menekankan pentingnya
arti perkembangan psikososial pada anak. Freud menerangkan bahwa berbagai
problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan oleh gangguan atau
hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya. Dasar psikaonalisis yang
dilakukannya adalah untuk menelusuri akar gangguan jiwa yang dialami penderita
jauh kemasa anak, bahkan kemasa bayi. Freud membagi perkembangan menjadi 5
tahap, yang secara berurut dapat dilalui oleh setiap individu dalam perkembangan
menuju kedewasaan.
1) Fase Oral
Disebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat kenikmatan dan
kepuasan berbagai pengalaman sekitar mulutnya. Fase oral mencakup tahun
pertama kehidupan ketika anak sangat tergantung dan tidak berdaya. Ia perlu
dilindungi agar mendapat rasa aman. Dasar perkembangan mental sangat
tergangtung dari hubungan ibu – anak pada fase ini. Bila terdapat gangguan
atau hambatan dalam hal ini maka akan terjadi fiksasi oral, artinya pengalaman
buruk, tentang masalah makan dan menyapih akan menyebabkan anak terfiksasi
pada fase ini, sehingga perilakunya diperoleh pada fase oral.
Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka persoalan ini
akan terbawa ke fase kedua. Ketidak siapan ini meskipun belum berhasil
dituupi biasanya kelak akan muncul kembali berupa berbagai gangguan tingkah
laku.
2) Fase Anal
Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak
menunjukkan sifat ke-AKU-annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic. Ia
pun mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan dari
pengalaman. Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini adalah
perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya mengeluarkan
bahasa suara yang tidak ada artinya, hanya untuk merasakan kenikmatan dari
sekitar bibir dan mulutnya. Pada fase ini hubungan interpersonal anak masih
sangat terbatas. Ia melihat benda-benda hanya untuk kebutuhan dan
kesenangan dirinya. Pada umur ini seorang anak masi bermain sendiri, ia
belum bias berbagi atau main bersama dengan anak lain. Sifatnya sangat
egosentrik dan sadistik.
3) Fase Falik
Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal
antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun. Fase oediopal denagn
pengenalan akan bagian tubuhnya umur 3 tahun. Disini anak mulai belajar
menyesuaiakan diri dengan hukum masyarakat. Perasaan seksual yang negative
ini kemudia menyebabkania menjauhi orang tua dengan jenisn kelamin yang
sama. Disinilah proses identifikasi seksual. Anak pada fase praoediopal
biasanya senang bermain denagn anak yang jenis kelaminnya berbeda,
sedangkan anak pasca oediopal lebih suka berkelompok dengan anak sejenis.
4) Fase Laten
Resolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase laten yang
terentang 7-12 tahun, untuk kemudian anak masuk ke permulaan masa pubertas.
Periode ini merupakan integrasi, yang bercirikan anak harus berhadapan dengan
berbagai tuntutan dan hubungan denagn dunia dewasa. Anak belajar untuk
menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru ini. Dalam fase berikutnya
berbagai tekanan sosial akan dirasakan lebih berat oleh karena terbaur dengan
keadaan transisi yang sedang dialami si anak.
5) Fase Genital
Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir
dalam perkembangannya. Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan yang
kompleks. Kesulitan sering timbul pada fase ini disebabkan karena si anak
belum dapat menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.

b. Teori tumbuh Kembang Erik Erikson


Erikson melihat anak sebagai makhluk psisososial penuh energy. Ia
mengungkapakan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan
pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan psikologis. Ia
melihat adanya suatu keteraturan yang sama antara perkembangan psikologis dan
pertumbuhan fisis. Erikson membagi perkembangan manusi dari awal hingga akhir
hayatnya menjadi 8 fase dengan brbagai tugas yang harus diselesaikan pada setiap
fase. Lima fase pertama adalah saat anak tumbuh dan berkembang.
1) Masa Bayi
Kepercayaan dasar vs ketidak percayaan. Dalam masa ini terjadi interaksi
sosial yang erat antara ibu dan anak yang menimbulkan rasa aman dalam diri si
anak. Dari rasa aman tumbuh rasa kepercayaan dasar terhadap dunia luar.
2) Masa Balita
Kemandirian vs ragu dan malu. Masa balita dari Erikson ini kira-kira
sejajar dengan fase anal. Pada masa ini anak sedang belajar untuk menegakkan
kemandiriannya namun ia belum dapat berfikir, oleh karena itu masih perlu
mebdapat bimbingan yang tegas. Psikopatologi yang banyak ditemukan sebagai
akibat kekurangan fase ini adalah sifat obsesif-kompulsif dan yang lebih berat
lagi adalah sifat atau keadaan paranoid.
3) Masa Bermain
Inisiatif vs bersalah. Masa ini berkisar antara umur 4-6 tahun. Anak pada
umur ini sangat aktif dan banyak bergerak. Ai mulai belajar mengembangkan
kemampuannya untuk bermasyarakat. Inisiatifnya mulai berkembang pula dan
bersama temannya mulai belajar merencanakan suatu permainan dan
melakukannya dengan gembira.
4) Masa Sekolah
Berkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah masa anak
mulai memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha merebut
perhatian dan penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia mulai
senang untuk belajar bersama.
5) Masa Remaja
Identitas diri vs kebingungan akan peran diri. Pada sekitar umur 13 tahun
masa kanak-kanak berakhir dan masa remaja dimulai. Pertumbuhan fisis
menjadi sangat pesat dan mencapai taraf dewasa. Peran orang tua sebagai figure
identifikasi lain. Nilai-nilai dianutnya mulai diaragukan lagi satu per satu.

c. Teori Tumbuh Kembang Menurut Piaget


Piaget adalah pakar terkemuka dalam bidang teori perkembangan kognitif.
Seperti juga Freud, Piaget melihat bahwa perkembangan itu mulai dari suatu
orientasi yang egosentrik, kemudian makin meluas dan akhirnya memasuki dunia
sosial. Piaget membagi perkembangan menjadi empat fase:
1) Fase Sensori-motor (0-2 tahun)
Seorang anak mempunyai sifat yang sangat egosentrik dan sangat
terpusat pada diri sendiri. Oleh karena itu kebutuhan pada fase ini bersifat fisik,
fungsi ini menyebabkan si anak cepat menguasainya dan dibekali dengan
keterampilan tersebut melangkah ke fase berikutnya.
2) Fase Pra-operasional (2-7 tahun)
Fase ini dibagi menjadi dua, yaitu fase para konseptual dan fase intuitif.
Fase pra konseptual (2-4 tahun). Disini anak mulai mengembangkan
kemampuan bahasa yang memungkinkan untuk berkomunikasi dan
bermasyarakat dengan dunia kecilnya. Fase intuitif (4-7 tahun) anak makin
mampu bermasyarakat namun ia belum dapat berfikir secara timbal balik. Ia
banyak memperhatikan dan meniru perilaku orang dewasa.
3) Fase Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Pengalaman dan kemampuan yang diperoleh pada fase sebelumnya
menjadi mantap. Ia mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan teman-
temannyadan belajar menerima pendapat yang berbeda dari pendapatnya
sendiri.
4) Fase Operasional Formal (11-16 tahun)
Pada fase akhir ini kemampuan berfikir anak akan mencapai taraf
kemampuan berfikir orang dewasa. Tercapainya kemampuan ini
memungkinkan remaja untuk masuk ke dalam dunia pendidikan yang lebih
kompleks, yaitu dunia pendidikan tinggi.
Dari tiga teori berkembang tersebut diatas, yaitu teori Freud, Erikson, dan
Piaget, maka kita dapat melihat bagaimana para pakar tersebut mempelajari
perkembangan anak dari sudut yang berbeda namun semuanya sepeandapat bahwa:
1. Perkembanagn suatu proses yang diatur dan berurutan, yang dimulai dari
beberapa hal sederhana, dan terus berkembang menjadi semakin kompleks.
2. Timbulnya gangguan jiwa disebabkan oleh adanya kegagalan disalah satu fase
untuk menyelesaikan suatu tugas perkembangan tertentu.
3. Adanya kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dari pihak anak sendiri.

7. Etiologi
a. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus. (Syaifuddin,, 2014).
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2014)
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari.
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Nurarif, 2012).

8. Patofisiologi
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit dan makrofag.Hipotesis ini disebut antibody
dependent enchancement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD 4) dan T sitotoksik (CD 8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH 1 akan
memproduksi interferon gamma, IL 2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi
IL 4, IL 5,IL6 dan IL 10;
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi, namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag\
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya c3a dan c5a
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, dua peptida berdaya
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding itu sebaliknya diperlukan waktu yang cukup lama untuk
sampai terjadinya DIC (Disseminated intravaskular coagulated) disamping
trombositopenia , menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protrombin, faktor V,VII, IX ,X dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan traktus gastrointestinal pada
DHF.

Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan berbagai derajat perdarahan dihampir


semua organ, yang berupa diapedesis beberapa eritrosit sekitar pembuluh darah
kecil sampai perdarahan sekitar pembuluh darah kapiler dan arteriol.Sel endotel
arteriol dan kapiler membengkak.
Kemerahan atau bercak-bercak merah yang menyebar dapat terlihat pada
wajah, leher, dan dada dada selama separuh pertama periode demam dan ruam yang
jelas yang kemungkinan makulopapular ataupun menyerupai bentuk demam
skarlatina akan muncul pada hari ketiga atau hari keempat. Menjelang akhir periode
demam atau setelah fase defervesens, ruam diseluruh tubuh mulai menghilang
secara bertahap dan kumpulan bintik merah yang terlokalisasi akan muncul
didaerah punggung kaki, tungkai dan dilengan serta tangan. Pertemuan ruam dan
bintik merah ditandai dengan bidang-bidang bulat yang pucat dan menyebar pada
kulit normal.Ruam kadang disertai gatal.Pada uji torniket hasil positif dan atau
ptekhie.Trombositopenia sedang sampai berat yang disertai hemokonsentrasi dapat
dibedakan dengan hasil temuan laboratorium klinis.Komplikasi perdarahan seperti
epistaksis, gusi berdarah, perdarahan gastrointestinal, hematuria dan hipermenorhi
mungkin menyertai.Perubahan patologis utama yang menentukan tingkat keparahan
penyakit DHF dan membedakannya dengan DF adalah hemostatis yang abnormal
dan kebocoran plasma yang dimanifestasikan dengan trombositopenia dan jumlah
hematokrit yang meningkat.
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan temuan tetap dalam kasus
DHF.Penurunan jumlah trombosit dalam jumlah drastis sampai dibwah
100.000/mm3 biasanya ditemukan pada hari ketiga dan kedelapan
penyakit.Peningkatan jumlah hematokrit pada kasus DHF terutama kasus syok.
Peningkatan hemokonsentrasi dan hematokrit sampai 20% atau lebih dianggap
sebagai bukti objektif aanya peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan
kebocoran plasma
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan naditercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariosit. Kadar trombopoetin dalam
darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan,hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuentrasi diperifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin
dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trommbosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel.Berbagai penelitian menunjukkan terdinya koagulopati
konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.Aktivasi koagulasi pada
demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor
pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui faktor XIa namun tidak melalui aktivasi
kontak (Kalikrein C1-inhibitor complex )

9. PATHWAY
10. Tanda dan gejala
a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f. Sakit kepala.
g. Pembengkakan sekitar mata.
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).

11. Komplikasi:
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan
menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit.Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik
vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,
sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi
jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan
integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien
meninggal dalam 12-24 jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler.Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibodi.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
12. Klasifikasi:
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah
kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi
kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan
kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan
manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak
teraba.

13. Pemeriksaan diagnostik


a. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
1) Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total lekosit) disertai adanya limfosit plasma
biru >15% dari jumlah total lekosit yang pada fase syok akan meningkat.
2) Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
3) Hematokrit: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke 3
demam.
4) Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
5) Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
6) SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat
7) Ureum, kreatinin:bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8) Elektrolit: sebagai pemantauan pemberian cairan.
9) Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
10) Imunoserologi dilakukan pemeriksaaan IgM dan IgG terhadap dengue:
b. IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang
setelah 60-90 hari.
c. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke 2
Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk keperluan surveilans.
d. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto didapatkan efusi pleura, terutama pada hemothoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemithoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Ascites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

14. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
a. DHF tanpa perdarahan (renjatan)
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi
dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam
24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara
memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan
dalam kegiatan ini.Jika anak tidak mau minum sesuai ang dianjurkan tidak
dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi perdarahan.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres
dingin.Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun
75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3
mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
2) Hematokrit yang cenderung meningkat
Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului
mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan tekanan
nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya
hematokrit.Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita DHF harus
diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam
telah turun 1-2 hari.Nilai hematokrit itlah yang menentukan apabila pasien
perlu dipasang infus atau tidak.
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus sebagai
penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.Caiaran yang diberikan bisanya
Ringer Laktat.Jika pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan berat diberikan
infs harus diguyur dengan cara membuka klem infus.
Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar,
tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10
l/kgBB/jam.Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam, maka pemberian infus
dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik.
Pada pasien renjatan berat atau renjaan berulang perlu dipasang CVP
(Central Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna
atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang berat.Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila
nilai hemoglobin dan hematokrit menutun sedangkan perdarahanna sedikit tidak
kelihatan.Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka engan
keadaan ini dianjurka pemberian darah.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian :
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur
2. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan
B. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada
kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang
pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil. Kemudian apakah
anak sebelumnya pernah mengalami DBD juga atau tidak atau Penyakit apa saja yang
pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan
type virus yang lain
C. Alasan Masuk Rumah Sakit
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
D. Riwayat Kesehatan Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan
anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri
ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis. Riwayat Kesehatan Keluarga
E. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
F. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan menurun.
Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.
G. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang
bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
H. Pola kebiasaan
Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan
nafsu makan menurun.
Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF
grade III-IV bisa terjadi melena.
Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau
tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau
nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya
kurang.
Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung
kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk menjaga
kesehatan.
I. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
1. Kesadaran : Apatis
2. Vital sign : TD : 110/70 mmHg
3. Kepala : Bentuk mesochepal
4. Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis
5. Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
Pendengaran
6. Hidung : Ada perdarahan hidung / epsitaksis
7. Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada
rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada, nyeri
telan
9. Dada :
Inspeksi : Simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan
Perkusi : Sonor
Palpasi : Taktil fremitus normal
10. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
11. Ekstrimitas: Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang
12. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
J. Sistem integumen
1. Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan
lembab. Kuku sianosis atau tidak.
Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam
(flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan
terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).
2. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
3. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites. Ekstremitas :
akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji rumple leed / tourniquet positif
Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa
perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia. Air seni, mungkin
ditemukan albuminuria ringan
2. Serologi
Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa
3. Isolasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test secara
langsung / tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau penggabungan)
4. Identifikasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test secara
langsung atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate
5. Radiologi
Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi thorax
kanan
L. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan
konvulsi, peningkatan suhu tubuh di atas normal, takikardi, kulit kemerahan.
2. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler.
3. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan
4. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan
darah ditandai dengan
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan
perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang
terpajan/mengingat informasi ditandai dengan
6. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hemokonsentrasi ditandai dengan
7. Risiko tinggi terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan penurunan faktor
pertahanan tubuh.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Hipertermi berhubungan Suhu tubuh normal setelah  Kaji suhu tubuh klien  Mengetahui peningkatan suhu tubuh, mempermudah intervensi
dengan proses infeksi dilakukan tindakan keperawatan  Beri kompres air hangat  Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi
virus dengue. selama 3x24 jam.  Anjurkan klien untuk banyak minum  Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
KH :  Anjurkan klien untuk memakai baju tipis  Memberikan rasa nyaman dan tidak merangsang peningkatan suhu
1. Suhu tubuh antara 36-37,5 0 C dan menyerap keringat tubuh.
2. Klien mengatakan tidak panas  Observasi intake dan output, tanda vital  Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
lagi.  Kolaborasi pemberian cairan intravena dan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
pemberian obat sesuai program  Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
klien.
 Pemberian cairan sangat penting pada klien dengan suhu tubuh
tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan suhu tubuh klien.
2 Risiko deficit volume Tidak terjadi deficit volume cairan  Observasi vital sign tiap 3 jam  Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler.
cairan berhubungan setelah dilakukan tindakan  Observasi capillary refill  Menunjukkan indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
dengan pindahnya cairan keperawatan selam 3x24 jam  Observasi intake output, catat warna urine,  Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan BJ merupakan
intravaskuler ke KH : konsentrasi, bj urine indikasi dehidrasi
ekstravaskuler - Intake dan output seimbang  Anjurkan klien untuk banyak minum  Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral.
- Vital sign dalam batas normal  Kolaborasi pemberian cairan intravena  Dapat meningkatkan cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya syok
- Tidak ada tanda presyok. hipovolemik.
- Akral hangat
- Capillary refill < 2 dtk
3 Resiko syok hipovolemik Syok tidak terjadi setelah dilakukan  Monitor keadaan umum klien  Untuk mengetahui tanda-tanda awal syok
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama 3x24  Observasi vital sign setiap 3 jam/lebih  Untuk memastikan tidak terjadi presyok/syok
perdarahan yang jam.  Jelaskan pada klien dan keluarga tanda  Dengan melibatkan klien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan
berlebihan KH : perdarahan dan anjurkan untuk dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat
- Tanda vital dalam batas normal melaporkan bila terjadi perdarahan segera diberikan.
 Kolaborasi dalam pemberian cairan  Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
intravena tubuh yang hebat
 Kolaborasi dalam pemberian Hb,  Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
Trombosit klien dan untuk acuan dalam melakukan tindakan lebih lanjut.
4 Risiko gangguan Tidak terjadi gangguan pemenuhan  Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan  Untuk mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
pemenuhan kebutuhan kebutuhan nutrisi setelah dilakukan yang disukai klien  Mengawasi asupan kalori/kwalitas kekurangan konsumsi makanan.
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan selama 3x24  Observasi dan catat masukan makanan  Mengawasi penurunan BB
kebutuhan tubuh jam. klien.  Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
berhubungan dengan KH :  Timbang BB tiap hari bila memungkinkan masukan juga mencegah distensi gaster
intake nutrisi yang tidak  Tidak ada tanda-tanda  Berikan makanan sedikit tapi sering atau  Meningkatkan napsu makan dan masukan peroral
adekuat akibat mual dan malnutrisi makan diantara waktu makan  Dapat menurunkan distensi dan iritasi gaster.
penurunan napsu makan  BB seimbang  Berikan dan bantu oral hygiene
 Hindari makanan yang merangsang dan
mengandung gas
5 Risiko terjadinya Tidak terjadi perdarahan setelah  Monitor tanda-tanda penurunan jumlah  Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
perdarahan berhubungan dilakukan tindakan keperawatan trombosit yang disertai tanda klinis. darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda klienis
dengan penurunan selama 3x24 jam.  Anjurkan klien untuk bedrest seperti epistaksis dan ptekie.
faktor-faktor perdarahan KH :  Berikan penjelsaan kepada klien dan  Aktifitas klien yang tidak terkontrol dapat menimbulkan perdarahan.
- Tidak ada perdarahan lebih keluarga untuk melaporkan jika ada tanda  Keterlibatan klien dan keluarga dapat membantu penanganan dini
lanjut perdarahan seperti hematemesis, penanggulangan perdarahan.
- Nilai trombosit dalam batas epistaksis, melena.  Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut
normal.  Antisipasi adanya perdarahan, gunakan  Dapat mengetahui kemungkinan perdarahan klien dan tingkat
- TD 100/60 mmHg, N: 80_100 sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan kebocoran pembuluh darah.
x/mnt, pulsasi kuat, reguler. mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap
selesai mengambil darah.
 Kolaborasi dalam memonitor nilai
trombosit setiap hari.
6 Kurang pengetahuan Keluarga mengutarakan  Kaji tingkat pengetahuan klien dan  Untuk mengetahui Seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien
keluarga tentang pemahaman tentang kondisi, efek keluarga tentang penyakitnya. dan keluarga tentang penyakitnya.
penyakit, prognosis, efek prosedur dan proses pengobatan  Berikan penjelasan kepada klien dan  Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
prosedur, dan perawatan setelah dilakukan tindakan keluarga tentang penyakitnya dan kondisi keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
anggota keluarga yang keperawatan 3x24 jam. klien  Diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan
ssakit berhubungan KH :  Anjurkan klien dan keluarga untuk  Perawatan diri (mandi, toileting, berpakaian/berdandan) dan
dengan kurang -Melakukan prosedur yang memperhatikan diet makanan nya. kebersihan lingkungan penting untuk menciptakan perasaan
terpajan/mengingat diperlukan dan menjelaskan alasan  Anjurkan keluarga untukmemperhatikan nyaman/rileks klien sakit.
informasi. dari suatu tindakan. perawatan diri dan lingkungan bagi  §Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta
-keluarga memulai perubahan gaya anggota keluarga yang sakit. Lakukan/ menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
hidup yang diperlukan dan ikut demonstrasikan teknik perawatan diri dan
serta dalam perawatan lingkungan klien.
 Minta klien/keluarga mengulangi kembali
tentang materi yang telah diberikan.
7 Risiko tinggi terjadi Infeksi sekunder tidak terjadi § Kaji tanda dan gejala adanya peradangan dan  Untuk mengetahui lebih dini adanya infeksi
infeksi sekunder setelah dilakukan tindakan infeksi  Untuk memberikan penatalaksanaan dengan cepat.
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam § Informasikan kepada tim kes lain tentang
penurunan faktor KH : perubahan kondisi klien berupa panas, nadi
pertahanan tubuh.  Tidak ada luka dan peradangan meningkat, napas meningkat.
 Nilai Leukosit dalam batas
normal
EVALUASI
1. Suhu dalam batas normal
2. Tidak terjadi defisit volume cairan
3. Tidak terjadi syok hipovolemik
4. Tidak terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
5. Tidak terjadi perdarahan
6. Keluarga memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan DBD
7. Kebersihan lingkungan tetap terjaga
8. Timbulnya kesadaran klien, keluarga dan masyarakat terhadap kebiassaan dan budaya
yang benar
9. Cairan klien terpenuhi
10. Tidak terjadi infeksi sekunder
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, Heather T dan Kamitsuru, Shigemi, 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2015 – 2017. Edisi 10. EGC : Jakarta

https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/askep-
dengue-hemoragic-fever-dhf/. Diakses pada tanggal 24 September 2017

https://www.scribd.com/doc/25067008/Dengue-Haemoragic-Fever-DHF. Diakses pada


tanggal 24 September 2017

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, H, 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC – NOC. Edisi revisi, Jilid 1. Media Action :
Yogyakarta.

Syaifuddin, 2014. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan Kebidanan. Edisi 4. EGC :
Jakarta.

Anonym. 2013. Laporan Pendahuluan DHF (Dengue Haemoragic Fever).


http://efrialfred.blogspot.com/2013/02/laporan-pendahuluan-dhf-dengue.html

Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius.
Carpenito, Lynda Juall dan Moyet, 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 13. EGC :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai