Disusun Oleh :
EUIS MULYATI, S.Kep
NIM : 20149012017
1. Pengertian
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk
kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)(Resti, 2016)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya
memburuk setelah 2 hari pertama. (Syaifuddin 2014)
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa
nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar
secara efidemik. (PADILA, 2012)
Kesimpulannya : dengue hemorogik fever atau demam berdarah dengue
merupakan deman oleh infeksi akut yang disebabkan oleh virus atau arto virus dengan
melalui gigitan nyamuk aedes dengan ditandai pelebaran permiabilitas kapiler, kelainan
nomeostasis, perdarahan dan bertendensi menyebabkan syok.
2. Anatomi Fisiologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi, termasuk
sum-sum tulang dan nodus limfa.Darah merupakan medium transport tubuh, volume
darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter.
Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :
a. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan
protein darah.
b. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen sebagai berikut:
1) Eritrosit (sel darah merah)
2) Leukosit (sel darah putih)
3) Trombosit (platelet) butir pembeku darah.
3. IMUNITAS
Imunitas adalah keadaan seseorang yang terlindung dari pembentukan
penyakit.Imunitas dapat bersifat inheren/bawaan (innate), pasif, atau didapatkan setelah
panjanan terhadap suatu mikroorganisme.
4. Imunitas Inheren
Imunitas inheren atau bawaan adalah imunitas yang terjadi karena retensi alami
organisme. Imunitas inheren mencakup sawar terhadap infeksi yang dihasilkan oleh
kulit, asam lambung atau usus, air mata serta mediator-mediator peradangan yang
nonspesifik.
a. Imunitas Pasif
Imunitas pasif mengacu kepada imunitas yang diberikan kepada seseorang
melalui transfer antibody dari orang lain atau pemberian suatu sitotoksin yang telah
dipersiapkan. Antitoksin adalah antibody yang diproduksi secara spesifik terhadap
toksin bakteri tertentu. Imunitas pasif teradi apabila antibody dari suatu ibdividu
untuk melawan virus hepatitis B di ambil dan dipindahkan ke individu lain yang
telah terpajan pada virus, namun sel-selnya belum terinfeksi oleh virus tersebut.
b. Imunitas Aktif
Imunitas aktif adalah respon imun selular dan humoral yang dibentuk
seseorang yang telah secara bermakna terpajan ke suatu mikroorganisme atau
toksin. Pajanan dapat terjadi dalam bentuk proses penyakit atau akibat imunisasi.
Imunitas aktif di tandai oleh memori baik di sel T maupun sel B, dan pembentukan
sel T dan antibody spesifik. Dapat dilakukan pengukuran titer (kadar) antibody
dalam serum biakan untuk mengetahui telah terbentuknya imunitas terhadap suatu
mikoorganisme atau toksin. Titer yang positif (kecuali pada bayi) mencerminkan
imunitas aktif.
7. Etiologi
a. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus. (Syaifuddin,, 2014).
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan
tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2014)
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari.
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Nurarif, 2012).
8. Patofisiologi
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat
replikasi virus pada monosit dan makrofag.Hipotesis ini disebut antibody
dependent enchancement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD 4) dan T sitotoksik (CD 8) berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH 1 akan
memproduksi interferon gamma, IL 2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi
IL 4, IL 5,IL6 dan IL 10;
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi, namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus
dan sekresi sitokin oleh makrofag\
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya c3a dan c5a
Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, dua peptida berdaya
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding itu sebaliknya diperlukan waktu yang cukup lama untuk
sampai terjadinya DIC (Disseminated intravaskular coagulated) disamping
trombositopenia , menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protrombin, faktor V,VII, IX ,X dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab
terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan traktus gastrointestinal pada
DHF.
Gambaran sumsum tulang pada awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan naditercapai akan terjadi
peningkatan proses hematopoesis termasuk megakariosit. Kadar trombopoetin dalam
darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan,hal ini
menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
dan sekuentrasi diperifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme
gangguan mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin
dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trommbosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel.Berbagai penelitian menunjukkan terdinya koagulopati
konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.Aktivasi koagulasi pada
demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor
pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui faktor XIa namun tidak melalui aktivasi
kontak (Kalikrein C1-inhibitor complex )
9. PATHWAY
10. Tanda dan gejala
a. Demam tinggi selama 5 – 7 hari
b. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
c. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
d. Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
f. Sakit kepala.
g. Pembengkakan sekitar mata.
h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
11. Komplikasi:
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan
menimbulkan kompikisi adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia,
dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan
pendeknya masa hidup trombosit.Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet
positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
b. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7,
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran
plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik
vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung,
sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi
jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan
integritas system kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun,
sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel
secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien
meninggal dalam 12-24 jam.
c. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis
karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler.Terkadang
tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan
adanya reaksi atau kompleks virus antibodi.
d. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi
aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam
rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas.
12. Klasifikasi:
a. Derajat I :
Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi,
trombositopeni dan hemokonsentrasi.
b. Derajat II :
Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah
kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat.
c. Derajat III :
Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi
kegagalan system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan
kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah.
d. Derajat IV :
Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan
manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak
teraba.
14. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengoobatan pasien DHF bersifat simtomatis dan suportif
a. DHF tanpa perdarahan (renjatan)
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi
dan haus. Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam
24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara
memberikan minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan
dalam kegiatan ini.Jika anak tidak mau minum sesuai ang dianjurkan tidak
dibenarkan pemasangan sonde karena merangsang resiko terjadi perdarahan.
Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat anti piretik dan kompres
dingin.Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konfulsan lainnya. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak lebih 1 tahun
75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti lminal diberikan lagi dengan dosis 3
mg/kg BB. Anak diatas 1 tahun diveri 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan
memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila :
1) Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga
mengancam terjadinya dehidrasi.
2) Hematokrit yang cenderung meningkat
Hematokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului
mnculnya secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan tekanan
nadi), sedangkan turunya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya
hematokrit.Oleh karena itu, pada pasien yang diduga menderita DHF harus
diperiksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam
telah turun 1-2 hari.Nilai hematokrit itlah yang menentukan apabila pasien
perlu dipasang infus atau tidak.
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera sipasang infus sebagai
penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.Caiaran yang diberikan bisanya
Ringer Laktat.Jika pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma atau plasma
ekspander, banyaknya 20-30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan berat diberikan
infs harus diguyur dengan cara membuka klem infus.
Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar,
tekanan sistolik 80 mmHg /lebih, kecepatan tetesan dikurangi 10
l/kgBB/jam.Mengingat kebocoran plasma 24-48 jam, maka pemberian infus
dipertahankan sampai 1-2 hari lagi walaupn tanda-tanda vital telah baik.
Pada pasien renjatan berat atau renjaan berulang perlu dipasang CVP
(Central Venous Pressure) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna
atau vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.
Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
yang berat.Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila
nilai hemoglobin dan hematokrit menutun sedangkan perdarahanna sedikit tidak
kelihatan.Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut, maka engan
keadaan ini dianjurka pemberian darah.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian :
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur
2. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan
B. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada
kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang
pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil. Kemudian apakah
anak sebelumnya pernah mengalami DBD juga atau tidak atau Penyakit apa saja yang
pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan
type virus yang lain
C. Alasan Masuk Rumah Sakit
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan pasien lemah.
D. Riwayat Kesehatan Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan
anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri
ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan
pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis. Riwayat Kesehatan Keluarga
E. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
F. Riwayat gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan menurun.
Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi
kurang.
G. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang
bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).
H. Pola kebiasaan
Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan
nafsu makan menurun.
Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF
grade III-IV bisa terjadi melena.
Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau
tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau
nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya
kurang.
Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung
kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk menjaga
kesehatan.
I. Pemeriksaan fisik
Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah :
1. Kesadaran : Apatis
2. Vital sign : TD : 110/70 mmHg
3. Kepala : Bentuk mesochepal
4. Mata : Simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis
5. Telinga : Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan
Pendengaran
6. Hidung : Ada perdarahan hidung / epsitaksis
7. Mulut : Mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada
rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.
8. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada, nyeri
telan
9. Dada :
Inspeksi : Simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan
Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan
Perkusi : Sonor
Palpasi : Taktil fremitus normal
10. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali)
Auskultasi : Bising usus 8x/menit
Perkusi : Tympani
Palpasi : Turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas
11. Ekstrimitas: Sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang
12. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter
J. Sistem integumen
1. Adanya petekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan
lembab. Kuku sianosis atau tidak.
Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam
(flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan
terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).
2. Dada
Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang
biasanya terdapat pada grade III dan IV.
3. Abdomen
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites. Ekstremitas :
akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji rumple leed / tourniquet positif
Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa
perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia. Air seni, mungkin
ditemukan albuminuria ringan
2. Serologi
Dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa
3. Isolasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test secara
langsung / tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau penggabungan)
4. Identifikasi virus
Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test secara
langsung atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate
5. Radiologi
Pada fhoto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi thorax
kanan
L. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan
konvulsi, peningkatan suhu tubuh di atas normal, takikardi, kulit kemerahan.
2. Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler.
3. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan
4. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor pembekuan
darah ditandai dengan
5. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit, prognosis, efek prosedur, dan
perawatan anggota keluarga yang sakit berhubungan dengan kurang
terpajan/mengingat informasi ditandai dengan
6. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hemokonsentrasi ditandai dengan
7. Risiko tinggi terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan penurunan faktor
pertahanan tubuh.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Hipertermi berhubungan Suhu tubuh normal setelah Kaji suhu tubuh klien Mengetahui peningkatan suhu tubuh, mempermudah intervensi
dengan proses infeksi dilakukan tindakan keperawatan Beri kompres air hangat Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi
virus dengue. selama 3x24 jam. Anjurkan klien untuk banyak minum Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
KH : Anjurkan klien untuk memakai baju tipis Memberikan rasa nyaman dan tidak merangsang peningkatan suhu
1. Suhu tubuh antara 36-37,5 0 C dan menyerap keringat tubuh.
2. Klien mengatakan tidak panas Observasi intake dan output, tanda vital Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan
lagi. Kolaborasi pemberian cairan intravena dan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
pemberian obat sesuai program Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
klien.
Pemberian cairan sangat penting pada klien dengan suhu tubuh
tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan suhu tubuh klien.
2 Risiko deficit volume Tidak terjadi deficit volume cairan Observasi vital sign tiap 3 jam Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler.
cairan berhubungan setelah dilakukan tindakan Observasi capillary refill Menunjukkan indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
dengan pindahnya cairan keperawatan selam 3x24 jam Observasi intake output, catat warna urine, Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan BJ merupakan
intravaskuler ke KH : konsentrasi, bj urine indikasi dehidrasi
ekstravaskuler - Intake dan output seimbang Anjurkan klien untuk banyak minum Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral.
- Vital sign dalam batas normal Kolaborasi pemberian cairan intravena Dapat meningkatkan cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya syok
- Tidak ada tanda presyok. hipovolemik.
- Akral hangat
- Capillary refill < 2 dtk
3 Resiko syok hipovolemik Syok tidak terjadi setelah dilakukan Monitor keadaan umum klien Untuk mengetahui tanda-tanda awal syok
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama 3x24 Observasi vital sign setiap 3 jam/lebih Untuk memastikan tidak terjadi presyok/syok
perdarahan yang jam. Jelaskan pada klien dan keluarga tanda Dengan melibatkan klien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan
berlebihan KH : perdarahan dan anjurkan untuk dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat
- Tanda vital dalam batas normal melaporkan bila terjadi perdarahan segera diberikan.
Kolaborasi dalam pemberian cairan Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
intravena tubuh yang hebat
Kolaborasi dalam pemberian Hb, Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
Trombosit klien dan untuk acuan dalam melakukan tindakan lebih lanjut.
4 Risiko gangguan Tidak terjadi gangguan pemenuhan Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan Untuk mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
pemenuhan kebutuhan kebutuhan nutrisi setelah dilakukan yang disukai klien Mengawasi asupan kalori/kwalitas kekurangan konsumsi makanan.
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan selama 3x24 Observasi dan catat masukan makanan Mengawasi penurunan BB
kebutuhan tubuh jam. klien. Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
berhubungan dengan KH : Timbang BB tiap hari bila memungkinkan masukan juga mencegah distensi gaster
intake nutrisi yang tidak Tidak ada tanda-tanda Berikan makanan sedikit tapi sering atau Meningkatkan napsu makan dan masukan peroral
adekuat akibat mual dan malnutrisi makan diantara waktu makan Dapat menurunkan distensi dan iritasi gaster.
penurunan napsu makan BB seimbang Berikan dan bantu oral hygiene
Hindari makanan yang merangsang dan
mengandung gas
5 Risiko terjadinya Tidak terjadi perdarahan setelah Monitor tanda-tanda penurunan jumlah Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran pembuluh
perdarahan berhubungan dilakukan tindakan keperawatan trombosit yang disertai tanda klinis. darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda klienis
dengan penurunan selama 3x24 jam. Anjurkan klien untuk bedrest seperti epistaksis dan ptekie.
faktor-faktor perdarahan KH : Berikan penjelsaan kepada klien dan Aktifitas klien yang tidak terkontrol dapat menimbulkan perdarahan.
- Tidak ada perdarahan lebih keluarga untuk melaporkan jika ada tanda Keterlibatan klien dan keluarga dapat membantu penanganan dini
lanjut perdarahan seperti hematemesis, penanggulangan perdarahan.
- Nilai trombosit dalam batas epistaksis, melena. Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut
normal. Antisipasi adanya perdarahan, gunakan Dapat mengetahui kemungkinan perdarahan klien dan tingkat
- TD 100/60 mmHg, N: 80_100 sikat gigi yang lunak, pelihara kebersihan kebocoran pembuluh darah.
x/mnt, pulsasi kuat, reguler. mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap
selesai mengambil darah.
Kolaborasi dalam memonitor nilai
trombosit setiap hari.
6 Kurang pengetahuan Keluarga mengutarakan Kaji tingkat pengetahuan klien dan Untuk mengetahui Seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien
keluarga tentang pemahaman tentang kondisi, efek keluarga tentang penyakitnya. dan keluarga tentang penyakitnya.
penyakit, prognosis, efek prosedur dan proses pengobatan Berikan penjelasan kepada klien dan Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
prosedur, dan perawatan setelah dilakukan tindakan keluarga tentang penyakitnya dan kondisi keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
anggota keluarga yang keperawatan 3x24 jam. klien Diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan
ssakit berhubungan KH : Anjurkan klien dan keluarga untuk Perawatan diri (mandi, toileting, berpakaian/berdandan) dan
dengan kurang -Melakukan prosedur yang memperhatikan diet makanan nya. kebersihan lingkungan penting untuk menciptakan perasaan
terpajan/mengingat diperlukan dan menjelaskan alasan Anjurkan keluarga untukmemperhatikan nyaman/rileks klien sakit.
informasi. dari suatu tindakan. perawatan diri dan lingkungan bagi §Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta
-keluarga memulai perubahan gaya anggota keluarga yang sakit. Lakukan/ menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
hidup yang diperlukan dan ikut demonstrasikan teknik perawatan diri dan
serta dalam perawatan lingkungan klien.
Minta klien/keluarga mengulangi kembali
tentang materi yang telah diberikan.
7 Risiko tinggi terjadi Infeksi sekunder tidak terjadi § Kaji tanda dan gejala adanya peradangan dan Untuk mengetahui lebih dini adanya infeksi
infeksi sekunder setelah dilakukan tindakan infeksi Untuk memberikan penatalaksanaan dengan cepat.
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam § Informasikan kepada tim kes lain tentang
penurunan faktor KH : perubahan kondisi klien berupa panas, nadi
pertahanan tubuh. Tidak ada luka dan peradangan meningkat, napas meningkat.
Nilai Leukosit dalam batas
normal
EVALUASI
1. Suhu dalam batas normal
2. Tidak terjadi defisit volume cairan
3. Tidak terjadi syok hipovolemik
4. Tidak terjadi gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
5. Tidak terjadi perdarahan
6. Keluarga memahami tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan DBD
7. Kebersihan lingkungan tetap terjaga
8. Timbulnya kesadaran klien, keluarga dan masyarakat terhadap kebiassaan dan budaya
yang benar
9. Cairan klien terpenuhi
10. Tidak terjadi infeksi sekunder
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, Heather T dan Kamitsuru, Shigemi, 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2015 – 2017. Edisi 10. EGC : Jakarta
https://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/askep-
dengue-hemoragic-fever-dhf/. Diakses pada tanggal 24 September 2017
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, H, 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC – NOC. Edisi revisi, Jilid 1. Media Action :
Yogyakarta.
Syaifuddin, 2014. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan Kebidanan. Edisi 4. EGC :
Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius.
Carpenito, Lynda Juall dan Moyet, 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 13. EGC :
Jakarta