Dokter Pembimbing:
dr. Farah P. Kaurow, Sp.F
Disusun oleh:
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa atas
segala rahmat dan Hidayah-Nya sehingga peulis dapat menyelesaikan laporan notulensi
refreshing yang berjudul “VISUM ET REPERTUM DAN PENENTUAN DERAJAT
LUKA” dengan baik dan tepat waktu. Laporan refreshing ini disusun untuk memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Kepaniteraan Klinis Stase Ilmu
Kedokteran Forensik di Rumah Sakit Bhayangkara TK.I R Said Sukanto.
Penyusun menyadari bahwa dalam proses penulisan Laporan refreshing ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
penyusun telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga tugas ini dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penyusun dengan
rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan Laporan Refreshing ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga refreshing ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penulis
2
Dokter Pembimbing : dr. Farah P. Kaurow, Sp.F
Pukul : 07.30 -
3
mati yang diduga karena peristiwa pidana. Penjelasan Resmi atas Pasal
133 ayat (2) KUHAP menyatakan, keterangan yang diberikan oleh ahli
kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan
yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari
keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan,
penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 133 ayat (3) undangundang ini.
Visum et Repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana
tertulis dalam pasal 184 KUHP.
KUHAP 184 ayat 1: Alat bukti yang sah adalah:
a) Keterangan saksi
b) Keterangan ahli
c) Surat
d) Petunjuk
e) Keterangan terdakwa
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat 1 Huruf c, dibuat atas
sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: Surat keterangan dari
seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu
hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana Visum et Repertum
menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis yang tertuang di
dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti
barang bukti.
Visum et Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter
mengenai hasil pemeriksaan medis tersebut yang tertuang di dalam bagian
kesimpulan. Dengan demikian Visum et Repertum secara utuh telah
5
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca
Visum et Repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada
seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada
perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan
di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau
diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang
memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang
bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat
hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180
KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) Visum et Repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna
untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai
alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari
tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional
(SPO) pada suatu Rumah Sakit / pelayanan kesehatan tentang tata laksana
pengadaan Visum et Repertum.
6
umumnya visum et repertum sekaligus diberikan untuk korban
penganiayaan ringan yang tidak memerlukan perawatan di
rumah sakit
o VeR sementara, diperlukan apabila orang yang dimintakan
visum et repertum memerlukan perawatan lebih lanjut
berhubungan dengan luka-luka yang disebabkan dari tindak
pidana. Visum et repertum sementara diberikan sementara
waktu, untuk menjelaskan keadaan orang yang dimintakan
visum et repertum pada saat pertama kali diperiksa oleh
dokter, sehingga masih memerlukan visum et repertum
lanjutan dalam rangka menjelaskan kondisi orang yang
dimintakan visum et repertum pada saat terakhir kali
meninggalkan rumah sakit
o VeR lanjutan, diberikan apabila orang yang dimintakan
Visum et Repertum hendak meninggalkan rumah sakit
dikarenakan telah sembuh, pulang paksa, pindah rumah sakit
atau mati
Berdasarkan jenis visum
o VeR luka
o VeR kejahatan seksual atau pemerkosaan atau tindak
pidana kesusilaan, merupakan visum et repertum yang
diberikan untuk tindak pidana di bidang kesusilaan, baik yang.
Pemeriksaan terhadap korban tindak pidana di bidang
kesusilaan, khusus pada tindak pidana yang mengandung unsur
persetubuhan pembuktiannya secara medis lebih mudah
daripada tindak pidana kesusilaan yang tidak mensyaratkan
adanya unsur persetubuhan (misalnya, pelecehan seksual,
percabulan, dan sebagainya)
o VeR psikiatrik, diperlukan berhubungan dengan pelaku tindak
pidana yang diduga jiwanya cacat dalam tumbuh kembangnya
atau terganggu karena penyakit. Visum et Repertum Psikiatrik
biasanya juga diberikan terhadap pelaku tindak pidana yang
dalam melakukan tindak pidana di luar batas-batas kewajaran
manusia normal, misalnya, pembunuhan dengan cara
7
memutilasi korban, atau tindak pidana yang dipandang sadis
yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh pelaku dalam
kondisi jiwa yang normal
8
2. Pemberitaan, merupakan hasil pemeriksaan yang memuat segala sesuatu yang
dilihat dan diketemukan oleh dokter pada saat melakukan pemeriksaan
3. Kesimpulan, memuat intisari dari hasil pemeriksaan yang disertai pendapat
dokter sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya. Dalam kesimpulan
diuraikan pula hubungan kausal antara kondisi tubuh yang diperiksa dengan
segala akibatnya
4. Penutup, memuat pernyataan bahwa visum et repertum dibuat atas sumpah
dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik- baiknya dan sebenar-benarnya.
a. Dokter
c. Petugas Administrasi
11
b. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et revertum
12
perhatikan hal-hal sebagai berikut : asal permintaan, nomor
surat, tanggal surat, perihal pemeriksaan yang dimintakan,
serta stempel surat. Jika ragu apakah yang meminta penyidik
atau bukan maka penting perhatikan stempel nya. Jika
stempelnya tertulis “KEPALA” maka surat permintaan tersebut
dapat dikatakan sah meskipun ditandatangani oleh pnyidik
yang belum memiliki panfkat inspektur dua (IPDA).
Setelah selesai meneliti surat permintaan tersebut dan
kita meyakini surat tersebut sah secara hukum, maka isilah
tanda terima surat permintaan visum et repertum yang biasanya
terdapat pada kiri bawah. Isikan dengan benar tanggal, hari dan
jam kita menerima surat tersebut, kemudian tuliskan nama
penerima dengan jelas dan bubuhi dengan tanda tangan.
Pasien atau korban yang datang ke rumah sakit atau ke
fasilitas pelayanan kesehatan tanpa membawa Surat
Permintaan Visum (SPV) tidak boleh ditolak untuk dilakukan
pemeriksaan. Lakukan pemeriksaan sesuai dengan standar dan
hasilnya dicatat dalam rekam medis. Visum et Repertum baru
dibuat apabila surat permintaan visum telah disampaikan ke
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.
13
penyidik.
15
CONTOH SURAT PERMINTAAN VISUM
16
Keterangan :
1. Dasar hukum
2. Identitas korban
5. Permohonan
7) Angka ditulis dengan huruf dan apabila kalimat yang dibuat tidak sampai
pada ujung batas baris, maka dibuat garis penutup
8) Berstempel instansi pemeriksa tersebut
17
a. Mencantumkan 3 kata pertama dari halaman berikutnya dibagian kanan
bawah
b. Mencantumkan nomor halaman dan jumlah total halaman
18
Format Pembuatan V.E.R
Terdiri dari :
1. PENDAHULUAN
1) Pro Justisia.
Ditulis disudut kiri atas dari penulis atau kanan atas dari
lembaran VeR
2) Identitas pemeriksa, tempat, pemohon dan
korban. Berisi :
Identitas yg meminta (penyidik)
2. PEMBERITAAN
3. KESIMPULAN
19
4. PENUTUP
Berisi :
Tidak berjudul & berisikan kalimat baku “Demikianlah VeR ini dibuat
dgn sebenarnya dgn menggunakan keilmuan yg sebaik-baiknya,
mengingat sumpah sesuai dgn KUHAP”
Di bawah Penutup harus dibubuhi tandatangan seorang dokter yg
memeriksa.
H. Derajat Luka
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan
adalah derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik
apabila substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan
dalam KUHP. Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari segi
fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek,
ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting bagi
hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan sesuai dengan
rasa keadilan.
Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah untuk
mengetahui penyebab luka/sakit dan derajat parahnya luka atau sakitnya tersebut. Hal
ini dimaksudkan untuk memenuhi rumusan delik dalam KUHP. Terhadap setiap
pasien, dokter harus membuat catatan medik atas semua hasil pemeriksaan medisnya.
Pada korban yang diduga korban tindak pidana, pencatatan harus lengkap dan jelas
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum. Catatan medik yang
tidak lengkap dapat mengakibatkan hilangnya sebagian barang bukti di dalam bagian
Pemberitaan visum et repertum.
Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke
penyidik/pejabat kepolisian, sehingga mereka datang dengan membawa serta surat
permintaan visum et repertum. Sedangkan para korban dengan luka sedang dan berat
akan datang ke dokter atau rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat
permintaan visum et repertumnya akan datang terlambat. Keterlambatan surat
permintaan visum et repertum ini dapat diperkecil dengan diadakannya kerjasama
yang baik antara dokter/institusi kesehatan dengan penyidik/instansi kepolisian. Baik
20
terhadap Surat Permintaan Visum et repertum yang datang bersamaan dengan korban,
maupun yang datang terlambat, harus dibuatkan visum et repertum. Visum et
repertum ini dibuat setelah perawatan/pengobatan selesai, kecuali pada visum et
repertum sementara, dan perlu pemeriksaan ulang pada korban bila surat permintaan
pemeriksaan datang terlambat.
1. Luka ringan
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal
352 (1) KUHP menyatakan bahwa “Penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan, diancam
karena penganiayaan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah
sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja
padanya, atau menjadi bawahannya”. Jadi bila luka pada seorang korban
diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit, komplikasi,
atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan, maka luka tersebut
dimasukkan ke dalam kategori ringan. Umumnya, yang dianggap sebagai hasil
dari penganiayaan ringan adalah korban dengan "tanpa luka" atau dengan luka
lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya/yang tidak menurunkan
fungsi alat tubuh tertentu.
2. Luka sedang
Di Indonesia dikenal 3 kategori derajat luka, yaitu luka derajat ringan, sedang, dan
berat. Sayangnya perundang-undangan di Indonesia hanya mengatur luka berat
pada pasal 90 KUHP sedangkan luka sedang dan luka ringan tidak disebutkan.
Selain luka berat undang-undang hanya menyebutkan “luka” pada pasal 360 ayat
(2) yaitu: “Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang
lain luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak
dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah”. Pasal tersebut juga
berhubungan dengan pasal 351 ayat (4) yaitu: “Dengan sengaja merusak
kesehatan orang disamakan dengan penganiayaan”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat beberapa pendapat mengenai definisi luka sedang. Sebagian nara
21
sumber mengatakan tidak ada definisi luka sedang pada KUHP. Di sisi lain, ada
narasumber yang menyatakan luka sedang adalah luka yang menimbulkan sakit
atau penyakit dan sebagian lagi menyatakan bahwa luka sedang dapat merujuk
pada pasal 360 KUHP ayat (2) sehingga dapat dirumuskan bahwa luka sedang itu
bukanlah luka berat maupun luka ringan. Pada kasus penganiayaan rumusan luka
sedang tidak bisa digunakan namun jika rumusan luka sedang ingin tetap
digunakan dapat dipakai untuk merujuk ke pasal 360 KUHP ayat 2.
3. Luka berat
Luka berat pada pasal 90 KUHP menurut Engelbrecht, adalah
a) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh
secara sempurna, atau yang menimbulkan bahaya maut
b) Untuk selamanya tidak mampu menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
yang merupakan pencaharian
c) Kehilangan salah satu panca indera
d) Mendapat cacat berat
e) Menderita sakit lumpuh
f) Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
g) Gugur atau terbunuhnya kandungan seorang perempuan.
Jadi luka berat dalam pasal 90 KUHP adalah” jatuh sakit atau mendapat luka
yang tidak dapat diharapkan akan sembuh secara sempurna, atau yang menimbulkan
bahaya maut atau jika suatu luka dapat sembuh tetapi fungsinya tidak sempurna, maka
luka tersebut termasuk luka berat dan upaya pengobatan yang luar biasa
(extraordinary) tidak mempengaruhi derajat luka berat dan mengakibatkan
terhalangnya dalam menjalankan jabatan/pekerjaan/aktivitas.
22
Pembahasan dr. Farah P. Kaurow, Sp.F
1. Dasar hukum VeR yaitu pasal 133 KUHAP dan pasal 184 KUHAP.
a. Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat
a) Keterangan saksi
b) Keterangan ahli
c) Surat
d) Petunjuk
e) Keterangan terdakwa
VeR merupakan alat bukti yang sah dalam bentuk surat.
2. Syarat visum
a. Harus dibuat oleh dokter (dokter umum, spesialis)
b. Harus permintaan dari penyidik polisi (kepolisian) atau penyidik tentara
(Polisi Militer/POM)
c. Pemeriksaan medis yang dilakukan kepada manusia (korban, tersangka,
pelaku, terpanggil, terdakwa, dll)
d. Pemeriksaan dilakukan pada baik korban hidup maupun korban mati ataupun
bagian dari tubuh manusia (kepala, lengan, jari, kaki, dll)
23
e. Harus dibuat dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh masyarakat (bahasa
awam)
3. Visum tujuannya untuk menciptakan keadilan (Pro Justitia) untuk korban dan pelaku.
Korban mendaptkan keadilan dari tindakan pelaku, dan pelaku dihukum sesuai
dengan perbuatannya.
Contoh: pelaku mengaku hanya meraba-raba payudara tetapi korban mengaku
diperkosa. Jika hukum pemerkosaanya berjalan dihukum lebih berat dibandingkan
dengan hukum pencabulan. Sebagai dokter forensik harus membuktikan apakah benar
diperkosa atau tidak dengan ditemukannya bekas persetubuhan atau tidak. Jika tidak
ditemukan bekas persetubuhan maka hukuman lebih ringan.
4. Dalam isi VeR, pemberitaan didalamnya juga berisikan tentang pemeriksaan
penunjang yang dilakukan oleh dokter bukan hanya apa yang dilihat dan ditemukan
oleh dokter.
Contoh: korban hidup kecelakaan dilakukan pemeriksaan rontgen dan CT scan
Bagian terpenting dalam isi VeR adalah bagian pemberitaan yang merupakan alat
bukti dari anatomi VeR dikarenakan didalam pemberitaan berisi yang sifatnya
objektifitas. Bagian kesimpulan hanya berisi pendapat atau opini, opini setiap dokter
berbeda dan bergantung pada jam terbang dokter dalam membuat kesimpulan VeR.
5. Fungsi VeR adalah sebagai alat bukti dikarenakan korban atau tubuh manusia tidak
bisa dihadirkan di pengadilan. Korban hidup harus dilakukan pemeriksaan VeR
dikarenakan bukti bisa hilang.
Contoh: pada korban hidup bukti yang didapatkan bisa berupa luka, memar dll bisa
mengalami penyembuhan. Misal dilakukan visum hari ini belum tentu dipanggil
pengadilan hari besok bisa 2-3 bulan, sedangkan luka, memar yang ada ditubuh
korban bisa menghilang karna proses penyembuhan. Pengganti alat bukti ini bisa di
record/foto untuk menjadi barang bukti di pengadilan.
6. VeR psikatri perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44(1) KUHP yang berbunyi:
Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya
disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit,
tidak dipenjara. VeR psikiatri dibuat biasanya untuk terdakwa atau pelaku jarang
dilakukan untuk korban.
7. Pada kesimpulan VeR unsur-unsur yang harus ada yaitu:
a. Identitas korban atau pelaku (jenis kelamin, golongan darah,dll)
24
b. Temuan yang didapat, contoh: robekan hymen, luka terbuka, luka lecet, patah
tulang
c. VeR perlukaan mencakup derajat luka, VeR kejahatan susila mencakup ada
tidaknya tanda-tanda persetubuhan,VeR jenazah mencakup sebab kematian.
Pasal 89 KUHP: orang yang diracun termasuk dalam kasus membuat orang luka.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kasus keracunan termasuk kedalam kasus
perlukaan.
25
terlebih dahulu ditakutkan bukti yang ingin dicari hilang. Jika riwayat persetubuhan
lebih dari 7 hari maka korban bisa lapor terlebih dahulu ke polisi.
13. Ada 3 derajat luka, yaitu ringan, sedang dan berat.
a. Pasal 352 KUHP ayat 1 yang mengatur derajat luka ringan dengan pidana
selama 3 bulan kurungan, yaitu luka yang tidak menyebabkan penyakit atau
halangan dalam mengerjakan pekerjaan atau jabatan dimasukkan dalam
penganiyayaan ringan.
b. Pasal 90 KUHP yang mengatur derajat luka berat. Menjelaskan hal-hal yang
termasuk dalam luka berat, yaitu: jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak
memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya
maut; yang menyebabkan seseorang terus menerus tidak mampu untuk
menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian; yang menyebabkan
kehilangan salah satu panca indera; yang menimbulkan cacat berat
(verminking); yang mengakibatkan terjadinya keadaan lumpuh; terganggunya
daya pikir selama empat minggu atau lebih serta terjadinya gugur atau matinya
kandungan seorang perempuan.
c. Derajat luka sedang tidak diatur dalam pasal KUHP. Syarat derajat luka jika
tidak terdapat pada pasal 352 KUHP atau 90 KUHP, maka masuk ke dalam
derajat luka sedang.
14. Cara menentukan derajat luka ringan, sedang dan berat bukan berdasarkan korban
bisa melalukan pekerjaan atau tidak (anamnesis), tetapi berdasarkan diagnosis, tidak
dilihat dari tatalaksana diberikan atau tidak ataupun prognosisnya baik ataupun buruk.
Jika diagnosis belum tegak maka dokter tidak bisa menentukan derajat lukanya.
Contoh 1: tukang becak dipukul kemudian memar tetapi masih bisa bekerja mengoes
becaknya dan seorang artis ada memar tetapi dia tidak bisa bekerja untuk
mepromosikan suatu barang sehingga tidak bisa bekerja. Kedua kasus ini sama-sama
mengalami hematom jadi masuk ke derajat luka ringan walaupun artis tersebut tidak
bisa melalukan pekerjaannya.
Contoh 2: ditusuk di dada, tension pnemothorax, dipasang WSD, dirawat 3 hari
kemudian membaik lalu pulang. Pada kasus ini, derajat lukanya yaitu berat
dikarenakan tension pneumothorax bisa mengancam nyawa walaupun pasien
membaik kemudian pulang.
Contoh 3: KDRT, memar di wajah dan kelopak mata, subkonjugtiva bleeding, visus
menurun. Pada kasus ini derajat luka belum bisa ditentukan dikarenakan belum
26
ditegakkan diagnosis. Yang perlu dilakukan adalah melakukan pemeriksaan lanjutan
yaitu anamnesis, tanyakan kepada korban apakah sebelumnya menggunakan
kacamata atau tidak, kemudian melakukan pemeriksaan visus dengan snellen chart,
dll. Maka dibuat visum sementara dan dijadwalkan untuk pemeriksaan lanjutan.
15. Pelecahan pada laki-laki (pencabulan). Kasusnya yaitu sodomi, felacio, dll. Jika kasus
sodomi baru maka ditemukan luka lecet disekitar lubang pelepas anus, jika kasus
lama agak sulit. Pada kasus sodomi berulang dapat ditemukan lipatan atau kerutan
sfingter ani akan berkurang, jadi pada bagian tertentu (misal pada bagian jam 1
sampai jam 4) hilang bagian lipatannya, bisa dibilang akibat kekerasan tumpul yang
melewati lubang pelepas yang terjadi secara berulang. Jika korban mengaku dihisap
kemaluannya maka ada luka dibagian kemaluannya, jika korban disunat maka
smegma meradang, ada fimosis atau parafimosis.
16. Hasil VeR hanya boleh diberikan kepada penyidik peminta.
27
DAFTAR PUSTAKA
28