OLEH:
FIFI
1532220121
Dosen Pembimbing :
Ummi Hiras Habisukan, M.Kes
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.............................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................7
D. Manfaat Penelitian.............................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam......................................................................9
B. Majalah Sains Berbasis Contextual Learning.................................................11
C. Contextual Learning.......................................................................................13
D. Pengembangan Majalah Sains........................................................................15
E. Kualitas Majalah Sains...................................................................................20
F. Tema Pemanasan Global................................................................................22
G. Penelitian yang Relevan.................................................................................24
H. Kerangka Berpikir..........................................................................................26
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................27
B. Populasi Sampel.............................................................................................27
C. Desain Penelitian...........................................................................................27
D. Prosedur Penelitian........................................................................................28
E. Metode Pengumpulan Data............................................................................30
F. Metode Analisis Instrumen Tes..........................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian...................................................................................................
B. Pembahasan........................................................................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan............................................................................................................
B. Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi mendorong adanya
perkembangan dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam bidang
pendidikan khususnya proses belajar-mengajar. IPA merupakan bidang studi
yang dalam pembelajarannya menggabungkan berbagai bidang ilmu
pengetahuan (fisika, kimia dan biologi) sebagai dasar untuk memecahkan
masalah yang timbul dipandang secara terintegrasi. Hal ini sesuai dengan
yang termaksud dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 sebagai landasan
kurikulum 2006. Implementasi pembelajaran IPA untuk SMP/MTs sendiri
sejak kurikulum 2006 merupakan pembelajaran yang bersifat integrated atau
terpadu. Menurut Parmin (2013), keterpaduan konsep IPA merupakan salah
satu prinsip yang dianjurkan. Berdasarkan hasil observasi di beberapa sekolah
seperti MTs Nurul Huda Banyuputih, SMP Darul Ma’arif Banyuputih dan
SMP 15 Semarang menunjukkan adanya keadaan yang berkebalikan, dimana
IPA masih diajarkan secara terpisah berdasarkan bidang ilmu fisika, kimia
dan biologi dan belum diimplementasikannya kurikulum 2013.
Kurangnya ketersediaan sumber belajar yang terpadu berupa buku
pegangan siswa dan guru menjadi salah satu alasan belum adanya penerapan
IPA secara terpadu di sekolah. Sebagai contoh di SMP Darul Ma’arif
Banyuputih siswa hanya menggunakan LKS sebagai sumber belajar mereka
sementara BSE diperuntukkan sebagai buku pegangan guru dimana
seharusnya BSE juga merupakan sumber belajar untuk siswa. Selain itu di
MTs Nurul Huda Banyuputih menunjukkan kondisi yang tak jauh berbeda,
dimana sumber belajar berupa BSE dan LKS, hanya saja siswa menggunakan
keduanya saat pembelajaran meskipun terdapat buku penunjang lain yang
bersifat sebagai pendamping. Berbeda dengan kondisi yang ditunjukkan di
SMP 15 Semarang, meskipun pembelajaran IPA belum terpadu tetapi sumber
belajar yang disediakan sekolah lebih variatif, yakni dari berbagai penerbit
dan pengarang selain BSE sebagai sumber belajar utama. Namun tetap saja
ketiga sekolah tersebut masih menghadapai masalah yang sama terkait
ketersediaan buku pegangan siswa dan guru sebagai sumber belajar yang
belum terpadu.
Selain itu kurikulum 2013 secara jelas mewajibkan adanya penerapan
IPA secara terpadu di sekolah khususnya SMP/MTs dengan menggunakan
buku pegangan guru, dan siswa yang telah dikembangkan oleh Kemendikbud.
Hal ini menjadikan adanya kewajiban bagi setiap sekolah untuk menerapkan
IPA secara terpadu, sesuai kurikulum 2013 bahwa IPA dipandang sebagai
integrative science dengan menggunakan buku pegangan yang telah ada.
Kebutuhan akan adanya media yang memadukan konsep-konsep IPA secara
tepat, diharapkan dapat membekali siswa untuk berpikir secara terintegrasi
dan kreatif. Media yang digunakan tidak hanya berupa buku teks atau buku
ajar berupa BSE saja tetapi dapat juga berupa modul, brosur, newsletter atau
koran, majalah, rekaman video maupun audio (Arsyad, 2010). Media
pembelajaran tidak hanya bersifat terintegrasi tetapi juga mampu
membangkitkan minat siswa untuk mempelajari lebih dalam topik yang
dibahas dalam media tersebut.
Buku guru dan siswa sebagai sumber belajar IPA dalam pembelajaran
sesuai kurikulum 2013 sebenarnya sudah memadai. Akan tetapi, masih
terdapat kekurangan terutama pada tema pemanasan global, dimana beberapa
sub materi yang harusnya ada belum dibahas secara mendetail. Contohnya
sub materi tentang karakteristik gas penyebab pemanasan global dan
penanggulangan pemanasan global belum terpapar dalam buku. Padahal
kedua sub materi tersebut sangat diperlukan siswa untuk memahami
penyebab terjadinya pemanasan global dan langkah nyata yang efektif dalam
menanggulangi pemanasan global. Hal ini sesuai dengan karakteristik materi
pemanasan global dalam Kompetensi Dasar (KD) 3.10 dan 4.13 yang
menitikberatkan pada penguasaaan konsep penyebab pemanasan global dan
penanggulangan pemanasan global, sehingga kedua hal tersebut perlu untuk
disampaikan secara lebih detail. Penyampaian materi pemanasan global tentu
memerlukan sebuah media pembelajaran, yakni berupa perangkat tambahan
yang sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru.
Hasil observasi di MTs Nurul Huda Banyuputih seperti yang telah
dijelaskan di atas memiliki ketersediaan buku-buku pendamping untuk
melengkapi materi pemanasan global, meskipun terbatas pada buku-buku full
text edisi lama. Materi yang disajikan dalam buku-buku tersebut bersifat
belum terpadu, sehingga keberadaan sumber belajar lain yang bersifat
suplemen bagi buku guru dan siswa sangat diperlukan. Majalah sains
merupakan salah satu bentuk media pembelajaran yang dapat dikembangkan
sebagai suplemen buku guru dan siswa. Hal ini sejalan dengan hasil
wawancara dengan beberapa guru dan siswa di MTs Nurul Huda
Banyuputih, bahwa kebutuhan akan media pembelajaran tidak hanya menarik
dan menyenangkan, tetapi juga efektif, dan efisien dalam menyampaikan
informasi tentang pemanasan global yang bersifat aplikatif, dan aktual.
MTs Nurul Huda Banyuputih memang belum memiliki sarana-
prasarana yang maksimal, sehingga belum siap untuk mengimplementasikan
pembelajaran berbasis multimedia. Hal ini mendorong pembelajaran di MTs
Nurul Huda Banyuputih masih mengandalkan buku cetak sebagai sumber
belajar. Majalah sains sebagai salah satu media cetak yang dapat menjadi
alternatif media pembelajaran karena memiliki beberapa keunggulan
dibanding media lain sejenisnya, seperti dapat mendorong siswa untuk belajar
dalam menguasai materi sesuai dengan kecepatan masing-masing. Hal ini
menyebabkan majalah sains memiliki fungsi tidak hanya sebagai sumber
belajar yang bersifat suplemen tetapi juga sebagai sumber belajar mandiri.
Siswa dapat menggunakan majalah sains ini sebagai buku pendamping untuk
belajar sendiri, biak di rumah maupun di sekolah, sehingga siswa akan lebih
mudah dan semakin terdorong untuk mempelajari materi pemanasan global.
Adanya majalah sains ini diharapkan juga dapat membantu guru dalam
menyampaikan materi kepada siswa.
Pengembangan majalah sains sebagai sumber belajar alternatif atau
suplemen tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan guru dan siswa, tetapi
juga ketertarikan siswa terhadap gambar dan warna. Teori perkembangan
kognitif menurut Piaget menyebutkan bahwa siswa SMP/MTs dengan kisaran
usia 11-15 tahun sedang memasuki tahap operasional konkret dan operasional
formal, dimana mereka mengoperasionalkan berbagai logika menjadi bentuk
benda konkret dan mulai mampu berpikir secara logis. Media yang
dikembangkan sebagai sumber belajar seharusnya mampu mendukung pola
tersebut. Hal ini menjadi sejalan dengan keunggulan majalah sains, dimana
majalah sains menyajikan informasi dalam dua format tidak hanya verbal,
tetapi juga visual, dimana informasi yang disampaikan secara visual akan
mewakili benda konkret yang mampu ditangkap siswa, sehingga siswa akan
menyerap materi lebih maksimal dan pembelajaran menjadi lebih efektif.
Hasil penelitian Riyani (2012) menunjukkan bahwa kualitas majalah
biologi Biomagz yang dikembangkannya di SMA UII Banguntapan memiliki
kualitas yang baik dari segi aspek penyajian, kebahasaan dan
kebermanfaatannya yang seacara berturut-turut memperoleh persentase
sebesar 71,11%, 69,88% dan 77,3% dengan kategori setuju sehingga layak
digunakan dalam pembelajaran sebagai media belajar mandiri siswa. Hasil
tersebut menunjukkan adanya respon yang tinggi terhadap pengembangan
majalah Biomagz. Selain itu belum adanya majalah ilmiah yang secara
khusus didedikasikan sebagai media pembelajaran menuntut adanya inovasi
pengembangan majalah sebagai sumber belajar alternatif yang mampu
meningkatkan kebermaknaan pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu adanya pengembangan majalah
sains sebagai media pembelajaran IPA terpadu berbasis contextual learning
yang dapat digunakan sebagai sumber suplemen pembelajaran bagi guru dan
siswa. Majalah ini memuat tema pemanasan global untuk SMP, sehingga
diharapkan mampu meningkatkan keefektifan dalam pembelajaran serta
memberi pengalaman baru dalam implementasi kurikulum 2013. Maka
peneliti melakukan penelitian tentang “Pengembangan Majalah Sains
Berbasis Contextual Learning sebagai Media Pembelajaran IPA Tema
Pemanasan Global untuk SMP.”
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dikembangkan majalah sains berbasis
contextual learning yang ingin diukur kelayakan serta kefektifan
penggunaannya dalam pembelajaran di kurikulum 2013 pada tema
pemanasan global, sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain
sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan majalah sains berbasis contextual learning sebagai
media pembelajaran IPA pada tema pemanasan global?
2. Bagaimana keefektifan majalah sains berbasis contextual learning sebagai
media pembelajaran IPA pada tema pemanasan global?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian pengembangan ini untuk
mengetahui, sebagai berikut:
1. Mengetahui kelayakan majalah sains berbasis contextual learning sebagai
media pembelajaran IPA pada tema pemanasan global.
2. Mengetahui keefektifan majalah sains berbasis contextual learning sebagai
media pembelajaran IPA pada tema pemanasan global.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini
antara lain sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan wawasan
dalam mengembangan media pembelajaran sebagai sumber belajar
alternatif siswa yang berbasis contextual learning yang digunakan
dalam tema pemanasan global untuk SMP.
b. Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah
Majalah yang dikembangkan peneliti dapat memberikan masukan
mengenai pengembangan media pembelajaran yang dapat
menunjang ketersediaan sumber belajar alternatif (untuk guru dan
siswa) yang berbasis contextual learning dalam tema pemanasan
global yang variatif.
b. Bagi siswa
Adanya majalah sains berbasis contextual learning ini siswa akan
lebih mudah memahami tema pemanasan global dengan lebih
menyenangkan serta merangsang keaktifan siswa untuk
mengembangkan kemampuan dan minatnya.
c. Bagi guru atau peneliti
Majalah yang dikembangkan peneliti dapat memberikan
pengalaman bagaimana mengembangkan media pembelajaran
terutama majalah sains berbasis contextual learning yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
C. Contextual Learning
Contextual learning adalah suatu konsep pembelajaran memotivasi siswa
untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan mengaplikasikan dalam
kehidupan mereka sebagai anggota dari masyarakat, pekerja, serta bekerja
keras dalam belajar sesuai keperluan (Hudson, 2008). Sehingga siswa tidak
hanya menerima segala konsep yang diajarkan oleh guru secara mentah, tapi
mengkajinya kembali dan merekonstruksi ulang sesuai dengan pengetahuan
yang dimiliki dan situasi nyata.
Jika dipandang dari aspek siswa, contextual learning atau pembelajaran
kontekstual baru dapat terjadi apabila siswa telah dapat mengaplikasikan
atau mengalami apa yang sedang diajarkan atau dipelajari (Sumarmi, 2008).
Siswa yang pernah mengalami sendiri suatu kejadian di luar sekolah yang
berkaitan dengan materi pembelajaran, akan merasa terlibat secara
emosional dalam kegiatan pembelajaran materi tersebut. Sehingga siswa
akan merasa senang, tidak tertekan dan lebih mudah memahami materi yang
diajarkan secara teoritis. Hal ini berdampak pada meningkatnya
kemampuan, keterampilan dan pengetahuan siswa secara akademis maupun
praktis.
Menurut Aqib (2013), terdapat 7 aspek utama sebagai prinsip dasar
dalam contextual learning, yakni sebagai berikut:
a. Konstruktivisme, terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif,
kreatif dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan belajar
bermakna.
b. Inquiry, proses pembelajaran yang didasarkan pada penemuan dan
pencarian dari proses berpikir.
c. Questioning (bertanya), mendorong dan membimbing siswa untuk
berpikir kritis melalui pertanyaan-pertanyaan.
d. Learning community (komunitas belajar), siswa tidak hanya belajar
sendiri tetapi bekerja sama dengan orang lain untuk saling bertukar
pengalaman dan ide.
e. Modelling (permodelan), menghadirkan model atau contoh agar
merangsang siswa untuk berpikir, bekerja dan belajar.
f. Reflection (refleksi), siswa memikirkan kembali apa yang telah
dipelajari.
g. Authenthic assessment (penilaian autentik), pengukuran yang
bermakna atas hasil belajar siswa dalam ranah pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Pema
Karakte Dampa
ristik k
Setiap jejaring atau sub tema yang terbentuk mewakili setiap bidang
kajian, yakni:
1. Manusia dan peranannya bagi lingkungan, mewakili bidang kajian
biologi.
2. Proses pemanasan global di atmosfer, mewakili bidang kajian fisika.
3. Karakteristik zat penyebab pemanasan global serta dampak
pemanasan global, mewakili bidang kajian kimia.
Pembelajaran
IPA di MTs
Majalah IPA Buku guru dan
terpadu siswa dalam
kurikulum 2013
1. Membantu siswa
belajar mandiri 1. Men
2. Sebagai suplemen yaji
Tema
Dikemb Dipadukan dari tiga
angkan
bidang kajian
1. Hasil belajar siswa yang biologi, fisika dan
berupa pengetahuan kimia.
meningkat Terdapat beberapa
2. Meningkatkan minat
sub materi tentang
siswa terhadap
Pengembangan majalah sains pemanasan global
berbasis contextual learning yang belum
sebagai media pembelajaran dibahas.
IPA pada tema pemanasan
global
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Pengembangan Majalah Sains Berbasis Contextual
Learning Tema Pemanasan Global
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
C. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian R and D
(Research and Development). Menurut Sugiyono (2010), metode Research and
Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan
produk tertentu, dan menguji kelayakan serta keefektifan produk tersebut.
Langkah-langkah penelitian dapat dilihat di Gambar 3.1.
Identifikasi potensi Desain majalah Validasi desain
Pengumpulan
dan (design) majalah
data
masalah (Define)
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
tahap R & D Sugiyono (2010) yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi potensi dan masalah
Potensi dan masalah yang terdapat di MTs Nurul Huda Banyuputih
didapat berdasarkan hasil observasi. Potensi yang dimaksud adalah
sudah adanya sumber belajar yakni buku guru dan siswa, berupa LKS
maupun buku lain namun serta terdapat sarana-prasarana yang dapat
mendukung pembelajaran seperti laboratorium IPA maupun wifi.
Sedangkan masalah yang ada adalah buku guru dan siswa untuk
kurikulum 2013 dalam materi pemanasan global memiliki kelemahan,
yakni belum memuat sub materi tentang karakteristik gas penyebab
pemanasan global dan penanggulanngan pemanasan global.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang berkaitan dengan pembuatan majalah sains
antara lain, analisis kurikulum (meliputi KI dan KD), studi literatur,
penentuan strategi pembelajaran, penyusunan instrumen penelitian
bahan ajar dan alat evaluasi dari BSNP (2006) yang telah dimodifikasi
dan disesuaikan dengan standar penialain buku guru dan siswa dalam
kurikulum 2013 (Pusbuk, 2013).
3. Desain Majalah
Dalam tahap ini produk majalah sains berbasis contextual learning tema
pemanasan global dirancang dan disesuaikan dengan kondisi sekolah
serta kondisi peserta didik. Desain juga disusun berdasarkan modul,
buku guru dan siswa IPA kurikulum 2013. Majalah terdiri dari (1)
halaman depan majalah (cover); (2) halaman judul; (3) daftar isi; (4)
kata pengantar; (5) tujuan pembelajaran disertai KD dan KI; (6)
rubrik-rubrik majalah yang berisi artikel; (7) glosarium; (8) indeks;
(10) daftar pustaka; dan (11) halaman belakang majalah.
4. Validasi desain majalah oleh pakar
Produk awal majalah sains dievaluasi dan divalidasi oleh pakar, yaitu
pakar materi (isi), bahasa, serta penyajian dan kegrafikan (media).
Instrumen yang digunakan mengacu pada instrumen penilaian tahap 1
dan 2 buku teks dari BSNP (2006) yang telah dimodifikasi dan
disesuaikan dengan standar penialain buku guru dan siswa dalam
kurikulum 2013 (Pusbuk, 2013). Tahap 1 merupakan validasi
keterbacaan aspek-aspek yang terdapat dalam majalah. Sedangkan
validasi tahap 2 yang terdiri dari validasi materi, bahasa, serta
penyajian dan kegrafikan.
5. Revisi
Merevisi kekurangan dan memperbaiki produk awal majalah
berdasarkan hasil evaluasi dan masukan dari validator.
6. Uji coba skala kecil
Uji coba skala kecil dilakukan di kelas IX MTs Nurul Huda
Banyupurih. Uji coba skala kecil ini hanya mengambil sepuluh (10)
orang siswa yang diambil secara acak. Kemudian siswa tersebut diberi
majalah yang telah direvisi berdasarkan hasil validasi pakar untuk
dibaca dan diminta untuk mengisi angket tentang tanggapan terhadap
keterbacaan majalah guna menyempurnakan produk majalah sebelum
melakukan uji coba yang lebih luas.
7. Revisi
Setelah melakukan uji coba pada lingkup yang terbatas dan
mendapatkan masukan dari responden, maka peneliti melakukan revisi
lebih lanjut guna menyempurnakan produk majalah sebelum
diujicobakan pada lingkup yang lebih luas.
8. Uji coba skala besar
Diuji coba pada salah satu kelas IX yang telah dipilih secara simple
random sampling dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan majalah sains berbasis contextual learning tema
pemanasan global. Siswa dan guru juga diberikan angket untuk
menanggapi majalah dan mendapatkan masukan.
9. Revisi
Dilakukan analisis hasil uji coba skala besar untuk mengetahui
kelayakan, dan keefektivan majalah jika diperlukan, maksudnya
bahwa jika berdasarkan hasil uji skala besar majalah sudah layak
tanpa revisi maka tahap ini tidak diperlukan.
10. Penerapan majalah sains final
Pada tahap ini majalah sains final digunakan dalam pembelajaran
yang sesungguhnya pada satu kelas VII yang dipilih secara simple
random sampling.
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui kelayakan dan
keefektifan majalah sains yang dikembangkan oleh peneliti. Adapun metode
yang digunakan merupakan metode R & D (Research and Development)
sebagaimana yang telah disebutkan pada Bab 3. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini meliputi data kelayakan pakar terhadap majalah sains, hasil
angket tanggapan guru terhadap majalah, hasil angket tanggapan siswa
terhadap majalah, serta keefektifan majalah sains melalui hasil tes kognitif
sebagai hasil belajar, dan minat belajar siswa
1. Hasil Pengembangan Majalah Sains Berbasis Contextual Learning
Pengembangan majalah sains ini memperhatikan beberapa hal yang
menjadi kaidah penyusunan majalah ilmiah. Secara umum majalah ilmiah
meliputi bagian halaman depan, halaman judul, daftar isi, halaman teks,
lembar abstrak, dan halaman indeks. Majalah sains ini sendiri memuat lima
bagian saja, lembar abstrak tidak masuk dalam bagian majalah. Deskripsi
bagian majalah sains dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Revisi Majalah Sains dalam Tahap Uji Kelayakan
No Bagian Majalah Saran Tindak Lanjut
6. Halaman KI, KD, dan Pakar memberi saran agar Kontras warna
Tujuan Pembelajaran kontras warna pada background dikurangi,
Halaman ini memuat background halaman sehingga warna teks
rincian KI, KD, dan tujuan dikurangi, agar teks tetap tetap menonjol, serta
pembelajaran yang terlihat menonjol, serta mengganti warna sub-
mendasari majalah sains mengganti warna teks judul KI, KD, dan
ini. pada sub-judul KI, KD, tujuan pembelajaran
dan tujuan pembelajaran dari warna putih
agar lebih terlihat. menjadi warna biru
dengan ukuran huruf
yang lebih diperbesar.
Gambar 4.11 Halaman Gambar 4.12 Halaman KI, KD, dan tujuan
KI, KD, dan tujuan pembelajaran akhir
pembelajaran awal
No Bagian Majalah Saran Tindak Lanjut
11. Rubrik Lensa Sains Judul sub-rubrik diubah Mengubah judul sub-
Rubrik ini memuat foto- dari “Di sekitar kita” rubrik menjadi
foto
yang menggambar menjadi “Lihatlah di “Lihatlah di sekitar
contoh
kondisi lingkungan sekitar kita,” dan kita” dengan penulisan
sekitar
tentang penyebab penulisan keterangan keterangan foto dibuat
maupun
dampak pemanasan foto mengikuti kaidah huruf capital untuk
global.
penulisan sumber acuan. setiap huruf di awal
kata.
B. Pembahasan
Penelitian Pengembangan Majalah Sains Berbasis Contextual Learning
sebagai Media Pembelajaran IPA Tema Pemanasan Global untuk SMP ini telah
dilaksanakan melalui 2 tahap yaitu tahap pengembangan dan tahap
pelaksanaan. Data yang dibahas hanya data yang diperoleh pada tahap
pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan ini didapat berbagai data yang berasal
dari uji coba majalah sains dan penilaian pakar terhadap pengembangan dan
penerapan majalah. Pembahasan selengkapnya dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Kelayakan Majalah Sains Berbasis Contextual Learning Tema
Pemanasan Global
Media pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah
majalah. Majalah sains yang dikembangkan berbasis contextual learning,
dimana pembelajaran ini berpusat pada siswa. Dalam proses pembelajaran
siswa akan mengaplikasikan atau mengalami apa yang sedang diajarkan
atau dipelajari (Sumarmi, 2008).
Majalah sains yang dikembangkan mempunyai 7 komponen utama
contextual learning. Peneliti memilih mengembangkan majalah sains
berbasis contextual learning dengan tujuan agar siswa dapat mengaitkan
materi dengan situasi dalam kehidupan nyata, sesuai konsep dasar
contextual learning. Selain itu, siswa juga dapat menerapkan apa yang
mereka pelajari dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Peneliti mengembangkan majalah sains yang memuat materi dengan
tema pemanasan global. Pada kurikulum 2013, tema pemanasan global
dipelajari pada kelas VII semester genap. Beberapa materi dalam majalah
sains bersifat melengkapi materi yang belum tercantum dalam Buku Guru,
dan Buku Siswa IPA Kelas VII untuk kurikulum 2013. Materi tersebut
yakni, materi tentang karakteristik gas efek rumah kaca, dan cara
penanggulangan pemanasan global, sehingga bersifat sebagai suplemen
pembelajaran. Materi-materi tersebut disajikan secara menarik dalam bentuk
artikel yang disertai dengan penyajian gambar atau foto-foto yang
mendukung materi, dan dikelompokkan dalam rubrik tertentu.
Majalah sains yang dikembangkan tidak dapat langsung digunakan
dalam skala luas. Majalah sains ini melewati proses uji kelayakan, dan uji
keefektifan terlebih dahulu sesuai dengan prosedur R & D (Research and
Development) yang digunakan dalam penelitian ini. Uji kelayakan meliputi
2 tahap dengan menggunakan instrumen penilaian kelayakan buku pelajaran
menurut BSNP yang telah dimodifikasi dan disesuaikan. Uji kelayakan ini
dilakukan oleh pakar untuk menilai 3 aspek kelayakan yakni, aspek isi,
aspek bahasa, serta aspek penyajian, dan kegrafikan.
Uji kelayakan tahap I, majalah sains dinilai oleh 9 orang pakar yang
terdiri dari 3 orang dosen MIPA Universitas Negeri Semarang, dan 6 orang
guru MTs Nurul Huda Banyuputih. Pada uji kelayakan tahap I ini,
kesembilan pakar menilai kelayakan majalah sains dari semua aspek
kelayakan secara umum. Aspek isi meliputi ada-tidaknya KI (Kompetensi
Inti), KD (Kompetensi Dasar), serta kesesuaian materi dengan KI, dan KD.
Aspek penyajian meliputi penilaian tentang bagian-bagian majalah.
Sedangkan aspek kegrafikan meliputi penilaian tentang penampilan,
keterbacaan, kualitas cetakan, dan isi majalah.
Hasil penilaian, pakar memberikan beberapa saran untuk melengkapi
kekurangan dalam majalah sains ini diantaranya, penggunaan warna
background yang harus disesuaikan kecerahannya agar teks tetap menonjol,
dan terbaca dengan jelas. Konsistensi penulisan teks juga memerlukan
banyak perbaikan, seperti panjang teks dalam artikel yang harus disesuaikan
dengan kemampuan membaca, dan pemahaman siswa MTs, sehingga teks
yang dicantumkan hanya yang bersifat inti saja. Penggunaan jenis, dan
ukuran huruf juga tidak terlalu banyak variasi, dimana teks menggunakan
jenis huruf Georgia ukuran 10-12, dan judul rubrik atau sub-rubrik
menggunakan jenis huruf untuk poster. Masukan- masukan dari pakar
ditindaklanjuti dengan menambah, mengurangi, atau mengganti bagian-
bagian tersebut.
Pada instrumen uji kelayakan tahap I, pakar memberikan respon
positif atau jawaban “Ya” untuk semua butir penilaian yang ada, dengan
skor yang diperoleh sama dengan skor maksimal yakni sebesar 12. Hasil
penilaian tersebut menunjukkan bahwa majalah sains dinyatakan “Lolos” uji
kelayakan tahap I. Hal ini sesuai dengan kriteria penilaian buku oleh BSNP,
majalah sains dikatakan lolos jika semua butir instrumen kelayakan
mendapat nilai respon positif (ya) dan dilanjutkan dengan uji kelayakan
tahap II.
Uji kelayakan tahap II dilakukan untuk menilai kualitas majalah sains
berdasarkan 3 aspek kelayakan secara lebih detail. Pada uji kelayakan tahap
II, tiap aspek kelayakan dinilai oleh 3 orang pakar yang terdiri dari 1 orang
dosen MIPA Universitas Negeri Semarang, dan 2 orang guru MTs Nurul
Huda Banyuputih.
Uji kelayakan isi tahap II, pakar menilai majalah sains berdasarkan 25
butir indikator penilaian yang terbagi dalam 8 sub-aspek tentang kelayakan
isi. Skor yang diberikan pakar pada 25 butir indikator berkisar antara skor 3,
dan 4, dengan hasil rerata skor 3,81, dan persentase sebesar 92,25%. Hasil
tersebut menyatakan bahwa majalah sains mendapat kriteria layak. Namun
terdapat beberapa saran yang ditekankan oleh pakar untuk perbaikan dalam
aspek kelayakan isi ini. Hal tersebut kemudian ditindaklanjuti sesuai dengan
saran yang diberikan pakar.
Pada sub-aspek ke-4 terdapat bagian isntrumen yang khusus menilai
kesesuaian majalah sains dengan aspek minat belajar berdasarkan metode
ARCS, dan sub-aspek ke-8 merupakan bagian instrumen yang khusus
menilai kesesuaian majalah sains dengan aspek contextual learning. Hasil
penilaian pakar kedua sub- aspek tersebut mendapat skor sebesar 4, dan 3,67
sehingga dapat dikatakan bahwa majalah sains layak untuk mengukur
peningkatan minat belajar, dan sesuai dengan aspek contextual learning.
Uji kelayakan bahasa tahap II, pakar bahasa menilai kelayakan
majalah sains berdasarkan 7 sub-aspek kelayakan yang terdiri dari 15 butir
indikator kelayakan. Pakar bahasa memberikan skor dengan rata-rata
sebesar 3,51, dan presentase 87,75% dengan kriteria “Layak.” Umumnya
pakar bahasa memberikan skor 3-4 untuk setiap butir indikator kelayakan.
Pakar juga memberikan beberapa masukan untuk perbaikan majalah seperti
konsistensi tata tulis sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah, dan
konsistensi penggunaan istilah asing. Saran tersebut ditindaklanjuti peneliti
dengan memperbaiki bagian-bagian yang terkait seperti daftar pustaka, dan
index.
Pakar penyajian, dan kegrafikan pada uji kelayakan penyajian, dan
kegrafikan tahap II memberikan skor berkisar 3-4 untuk 6 sub-aspek
kelayakan yang terdiri dari 37 butir indikator kelayakan. Rerata skor yang
diperoleh adalah 3,72, dan presentase 93% dengan kriteria “Layak.” Aspek
kelayakan ini mencakup seluruh bagian majalah sains, sehingga banyak
saran yang diberikan pakar untuk perbaikan majalah. Saran pakar banyak
terkonsentrasi pada aspek ini.
Berdasarkan hasil penilaian oleh ketiga pakar didapatkan rerata skor
rerata skor 3,68 dan presentase sebesar 92% dengan kriteria “Layak.” Hal
ini sesuai dengan kriteria penilaian buku pelajaran menurut BSNP (BSNP,
2007) yang menyatakan bahwa majalah dikatakan “Layak,” jika aspek
kelayakan isi mempunyai rata-rata skor > 2,75, aspek kebahasaan,
penyajian, dan kegrafikan mempunyai rata-rata skor > 2,50. Dari hasil
tersebut, maka majalah sains berbasis contextual learning tema pemanasan
global layak sebagai sumber belajar bagi siswa MTs.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riyani
(2013), yang menunjukkan bahwa majalah Biomagz sebagai sumber belajar
mandiri pada mata pelajaran Biologi untuk siswa SMA/MA kelas X yang
dikembangkannya dikatakan layak. Uji kelayakan pada tiga aspek yakni,
aspek isi, kebahasaan, dan penyajian yang dilakukan oleh pakar, peer
viewer, dan guru. Penilaian tersebut menunjukkan bahwa majalah Biomagz
memiliki kualitas yang baik, dan layak digunakan dalam pembelajaran
biologi. Dalam penelitian pengembangan majalah sains, guru juga
memberikan tanggapan terkait uji kelayakan yang telah dilakukan, bahwa
majalah sudah layak untuk digunakan dalam pembelajaran.
Uji kelayakan majalah sains juga diperoleh dari analisis data angket
tanggapan guru, dan siswa terhadap majalah sains pada uji skala kecil, dan
uji skala besar. Pada uji skala kecil, tanggapan guru, dan siswa ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat keterbacaan majalah sains. Sampel yang
digunakan adalah 10 orang siswa kelas IX, dan 3 orang guru yang diambil
secara acak. Angket yang digunakan memuat 10 pernyataan sebagai
indikator seperti yang tertera pada tabel
4.6. Hasil analisis angket tanggapan siswa memperoleh rerata skor
85,75%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keterbacaan majalah sains
sangat baik. Menurut siswa, majalah sains disajikan lebih menarik dari segi
bahasa, dan tata tulis dibanding buku teks seperti buku paket yang terkesan
kaku. Sedangkan hasil analisis tanggapan guru memperoleh rerata skor
92,50%. Hal ini juga menunjukkan bahwa tingkat keterbacaan majalah sains
bagi guru sangat baik. Menurut guru, majalah sains sudah menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti, komunikatif, dan disajikan lebih menarik
karena penyajian materi dalam format majalah masih tergolong langka,
sehingga mampu lebih menarik minat siswa.
Pengisian angket tanggapan guru, dan siswa pada skala besar, sampel
yang diambil terdiri dari 1 kelas IX sejumlah 35 orang siswa, dan 6 orang
guru yang bertujuan untuk mengetahui respon pengunaan majalah sains.
Angket yang digunakan memuat 11 pernyataan yang berbasis 4 aspek minat
belajar berdasarkan metode ARCS, dan 7 aspek contextual learning.
Sebelum pengisian angket, pada tahap ini peneliti akan terlebih dahulu
melalukan pembelajaran pada kelas uji skala besar tanpa beracuan dengan
RPP. Pembelajaran ini sebagai dasar bagi siswa untuk mengisi angket
tanggapan siswa pada skala besar. Hasil analisis angket tanggapan siswa
memperoleh rerata skor 83,44%. Hal ini menunjukkan bahwa majalah sains
sangat menarik. Sedangkan hasil analisis tanggapan guru memperoleh rerata
skor 87,50%. Hal ini menunjukkan bahwa majalah sains juga sangat
menarik.
Hasil pengisian angket tanggapan siswa dan guru pada uji skala kecil
terdapat perbedaan hasil persentase untuk setiap pernyataan (indikator) yang
disajikan dalam angket. Pada hasil angket tanggapan siswa, persentase
terkecil terdapat pada pernyataan ke-7 tentang latihan soal yang dapat
mengukur kemampuan siswa atau tidak, dengan perolehan persentase
sebesar 77,50%. Hal ini dimungkinkan siswa yang terbiasa menghadapi
media pembelajaran yang dilengkapi latihan soal dalam bentuk pilihan
ganda dan uraian, belum terbiasa menghadapi bentuk soal latihan berupa
wordsquare dan matching word yang terdapat dalam majalah sains ini.
Sedangkan pada angket tanggapan guru, persentase terkecil terdapat pada
pernyataan ke-3 tentang kesalahan dalam pengetikan dan penulisan, dengan
perolehan persentase sebesar 75,00% dikarenakan masih terdapat beberapa
penulisan kata yang belum sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.
Pada hasil pengisian angket tanggapan siswa dan guru pada uji skala
besar juga terdapat perbedaan hasil persentase. Hasil persentase angket
tanggapan siswa, persentase terkecil terdapat pada pernyataan ke-10 tentang
majalah menarik dan mendorong imajinasi siswa atau tidak dengan
perolehan persentase sebesar 80,00%. Hal ini dikarenakan setiap siswa
memiliki perbedaan dalam menentukan standar menarik atau tidaknya suatu
media pembelajaran bagi mereka, sehingga hasil persentase akan bervariasi.
Sedangkan pada hasil persentase angket tanggapan guru, persentase terkecil
terdapat pada pernyataan ke-4 tentang pembelajaran menggunakan majalah
yang dapat mendorong siswa untuk bekerjasam dengan teman atau tidak
dengan perolehan persentase sebesar 79,19%. Hal ini dikarenakan rubrik
dalam majalah yang seharusnya mampu untuk mengorganisir kemampuan
siswa untuk bekerjasam dengan siswa lain belum terlihat secara jelas.
Pengembangan majalah ini juga menghasilkan sebuah majalah sains
dengan karakteristik tertentu. Majalah sains memuat 7 aspek utama
contextual learning yang tercermin dalam bagian-bagian majalah, seperti
konstructivisme yang tercermin pada rubrik awal dalam majalah sains.
Bagian ini menuntut adanya penguasaan siswa terhadap konsep dasar
pemanasan global yang terdapat dalam buku siswa. Selain itu, majalah sains
dapat digunakan siswa sebagai sumber belajar alternatif selain suplemen
untuk materi yang sudah ada dalam buku siswa. Hal inilah yang
membedakan majalah sains dengan majalah lain yang telah dikembangkan
sebelumnya.
2. Pembelajaran Menggunakan Majalah Sains Berbasis Contextual
Learning
Majalah sains yang digunakan dalam tahap implementasi merupakan
produk final hasil dari pengembangan yang dilakukan peneliti.
Pembelajaran yang dilakukan mengacu pada RPP yang telah disusun
peneliti dengan langkah-langkah yang memperhatikan aspek utama
contextual learning. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan
majalah sains berbasis contextual learning yang dilihat dari peningkatan
hasil belajar, dan minat belajar siswa. Proses pembelajaran dilakukan
melalui empat kali pertemuan.
Pada pertemuan pertama, diawali dengan siswa mengerjakan soal
pretes, dan mengisi angket minat yang bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana pengetahuan siswa, serta mengukur seberapa besar minat siswa
terhadap pembelajaran IPA. Selanjutnya, guru menjelaskan secara umum
mengenai materi pemanasan global, dan membagikan majalah sains kepada
siswa. Pada akhir pertemuan siswa diberi tugas untuk mengamati kondisi
lingkungan di sekitarnya yang berhubungan dengan pemanasan global.
Pertemuan kedua, siswa diajak untuk berdiskusi secara berkelompok
yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang. Setiap perwakilan
kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Selanjutnya, guru
bersama siswa membahas hasil diskusi. Tahap selanjutnya guru menjelaskan
karakteristik penyebab pemanasan global, yakni gas rumah kaca, dan
aktifitas manusia yang menghasilkan gas tersebut. Pada akhir pembelajaran
siswa diberi tugas untuk mencari informasi tentang dampak pemanasan
global secara individu.
Proses pembelajaran pada pertemuan ketiga, diwawali dengan guru
menunjukkan skema proses terjadinya efek rumah kaca dalam majalah, dan
menjelaskan materi tersebut pada siswa. Tahap selanjutnya guru dan siswa
melakukan tanya-jawab tentang dampak dan aktifitas manusia yang
menyebabkan pemanasan global. Pada akhir pembelajaran siswa diberi
tugas untuk mengerjakan latihan yang terdapat di dalam majalah.
Pertemuan keempat, guru menjelaskan tentang cara penanggulangan
pemanasan global dan contoh-contohnya. Tahap selanjutnya guru
menjelaskan kembali secara singkat materi pemanasan global, dan mengajak
siswa untuk menarik kesimpulan. Pada akhir pertemuan, siswa mengerjakan
soal postes, dan mengisi angket minat. Nilai pretes, dan postes kemudian
dibandingkan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa, serta hasil
angket minat di awal pembelajaran, dan akhir pembelajaran juga dianalisis
untuk mengukur peningkatan minat siswa terhadap pembelajaran IPA
menggunakan majalah sains ini.
3. Keefektifan Majalah Sains Berbasis Contextual Learning Tema
Pemanasan Global
Keefektifan majalah sains berbasis contextual learning tema
pemanasan global ini diukur dengan menganalisis hasil belajar, dan minat
belajar siswa. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar (Sudjana, 2005).
Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksud merupakan hasil tes
kognitif.
Pada tahap implementasi, hasil tes kognitif siswa tidak hanya
diperoleh dari nilai pretes, dan postes, tetapi juga dari nilai tugas. Nilai tugas
tersebut meliputi tugas kelompok berupa diskusi, dan tugas individu berupa
wordsquare, dan TTS (Teka-teki Sains) yang terdapat dalam majalah. Tugas
kelompok diambil dari tugas dalam majalah sains halaman 2 yakni rubrik
“Open your mind!”. Siswa terbagi dalam 8 kelompok, dan masing-masing
kelompok menyampaikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Nilai tugas
diskusi memiliki bobot 1 kali sebagai dalam menentukan nilai akhir siswa.
Penilaian tugas ini dilihat dari kriteria yang meliputi ketepatan jawaban, dan
keluasan siswa dalam menjelaskan jawaban dengan skor 5 untuk masing-
masing kriteria. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 85,00, sedangkan nilai
terendah adalah 75,00. Sementara rerata nilai yang diperoleh adalah 79,58.
Nilai tugas individu diambil dari nilai tugas wordsquare, dan TTS
(Teka- teki Sains). Kedua tugas tersebut berada dalam majalah sains
halaman 23 sebagai tugas pertama, dan halaman 24 sebagai tugas kedua.
Tugas invidu ini memiliki bobot 2 kali dalam menentukan nilai akhir siswa.
Penilaian tugas individu dilihat dari jumlah jawaban benar untuk masing-
masing tugas. Analisis data nilai akhir siswa diperoleh rerata nilai untuk
tugas individu pertama adalah 83,66, dan rerata nilai yang diperoleh untuk
tugas individu kedua adalah 85,00. Data selengkapnya terdapat dalam
lampiran 28.
Seperti yang disebutkan dalam hasil penelitian bahwa nilai akhir siswa
merupakan hasil belajar. Hasil analisis nilai akhir siswa diperoleh bahwa,
rerata nilai akhir kelas sejumlah 36 orang siswa adalah 82,82 dengan nilai
tertinggi 94,00, dan nilai terendah 72,50. Nilai tersebut mempelihatkan hasil
belajar yang cukup baik, karena perbedaan nilai tertinggi dengan terendah
tidak terlalu berbeda jauh.
Peningkatan hasil tes kognitif siswa sendiri dilihat dari uji N-gain
terhadap hasil pretes, dan postes. Pretes dilakukan sebelum pembelajaran,
sedangkan postes dilakukan setelah pembelajaran menggunakan majalah
sains berbasis contextual learning. Soal yang diberikan berupa 20 butir soal
yang terdiri dari 15 butir soal pilihan ganda, dan 5 butir soal uraian. Soal
yang digunakan merupakan soal yang telah diuji validitas, dan realibitas-nya
sebelum masuk ke tahap implementasi. Hasil validitas, dan realibitas soal
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Berdasarkan hasil analisis pada Lampiran 18 diperoleh bahwa, rerata
nilai pretes adalah 47,42, dan rerata nilai postes adalah 82,89 dari skor
maksimal 100,00. Nilai uji N-gain yang diperoleh adalah 0,67 dengan
kriteria sedang. Nilai tersebut dapat menggambarkan adanya peningkatan
yang signifikan. Menurut Colleta (2007), peningkatan umumnya tercapai
antara rentang skor 0,3-0,6. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian
Sabil (2011) bahwa, penerapan contextual learning dalam pembelajaran
mampu meningkatkan kualitas belajar yang mencapai 87,10% dengan
peningkatan hasil tes kognitif mencapai 77,00%. Hasil tersebut
menunjukkan adanya peningkatan signifikan terhadap hasil belajar dala
suatu pembelajaran berbasis contextual learning. Selain itu juga dikarenakan
majalah sains berbasis contextual learning memiliki beberapa kelebihan.
Kelebihan contextual learning yakni, majalah sains menuntun siswa
untuk belajar sesuai kecepatan belajar mereka-masing-masing tanpa
bergantung jam belajar di sekolah. Siswa yang menggunakan majalah sains
sebagai suplemen untuk belajar, menyusul ketertinggalan di kelas dengan
belajar mandiri. Siswa juga diajak untuk berpikir logis, aplikatif, dan secara
berulang-ulang sehingga materi yang diserap lebih maksimal. Siswa juga
dituntut untuk aktif dalam pembelajaran (Aqib, 2013). Contoh dalam bentuk
gambar, foto, atau skema yang menarik ikut meningkatkan kemauan siswa
untuk belajar lebih keras.
Keefektifan majalah sains berbasis contextual learning juga diukur
dari peningkatan minat belajar siswa yang diukur menggunakan metode
ARCS. Metode ARCS merupakan metode efektif untuk mengetahui
peningkatan minat belajar siswa dalam hal ini mengetahui pengaruh minat
terhadap pembelajaran yang dilihat dari 4 aspek (Keller, 1987). Keempat
aspek tersebut adalah attention (perhatian siswa), relevance (relevansi antara
media pembelajaran dan kebutuhan siswa), confidence (keyakinan siswa
terhadap kemampuan sendiri), dan satisfaction (kepuasaan siswa terhadap
media pembelajaran) yang dijadikan sebagai indikator dalam angket minat
yang digunakan dalam penelitian ini.
Angket minat diberikan pada awal, dan akhir pembelajaran atau
sebelum, dan sesudah pembelajaran. Pada penelitian ini pengisian angket
dilakukan pada pertemuan pertama sesudah pretes, dan pertemuan terakhir
sesudah postes. Angket tersebut diadaptasi, dan dimodifikasi dari angket
yang dikembangkan Keller (1987) yang memuat 50 pernyataan. Angket
yang digunakan dalam penelitian ini memuat 25 butir pernyataan yang
terdiri dari tujuh butir pernyataan untuk aspek attention, delapan butir
pernyataan untuk aspek relevance, lima butir pernyataan untuk aspek
confidence, dan lima butir pernyataan untuk aspek satisfaction. Tiap aspek
terbagi lagi menjadi dua jenis pernyataan yakni, pernyataan positif, dan
negatif. Jawaban yang harus dipilih siswa berupa rentang skor antara 1-4,
dengan kriteria untuk pernyataan positif semakin besar skor yang dipilih,
maka semakin besar pula nilai yang diperoleh. Sementara untuk pernyataan
negatif semakin besar skor yang dipilih, maka semakin kecil nilai yang
diperoleh.
Hasil analisis angket minat belajar siswa diperoleh, rerata nilai angket
minat sebelum pembelajaran adalah 2,99, sementara rerata nilai angket
minat setelah pembelajaran adalah 3,17 dengan kriteria baik. Analisis
peningkatan minat belajar siswa memperoleh rerata nilai 0,19 dengan
kriteria peningkatan rendah. Secara detail peningkatan untuk tiap aspek
adalah 0,23 untuk attention, 0,20 untuk relevance, 0,16 untuk confidence,
dan 0,16 untuk satisfaction. Setiap aspek menghasilkan nilai peningkatan
yang berbeda, meskipun tidak signifikan.
Aspek attention yang merujuk pada perhatian siswa mempunyai
kenaikan tertinggi dibanding ketiga aspek lainnya, hal ini menunjukkan
bahwa perhatian siswa lebih mendominasi dalam minat belajar
menggunakan majalah sains ini. Hal ini dimungkinkan karena contextual
learning yang pada dasarnya berpusat pada siswa, menuntut siswa untuk
lebih berkonsentrasi saat pembelajaran sehingga perhatian siswa menjadi
meningkat. Keadaan yang berbeda terjadi pasa aspek confidence, dan
satisfaction dimana peningkatan kedua aspek ini paling rendah dibanding
kedua aspek lainnya yakni sebesar 0,16. Aspek confidence yang merujuk
pada keyakinan siswa terhadap kemampuan sendiri, dan aspek satisfaction
yang merujuk pada kepuasaan siswa belum dapat meningkat secara
signifikan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut seperti,
perbedaan karakter siswa dalam menentukan tolak ukur keyakinan dan
kepuasaan masing-masing berbeda, sehingga memicu kemampuan majalah
sains untuk meningkatkan keyakinan dan kepuasan siswa tidaklah sama
(Keller, 1987). Waktu pengisian angket juga turut andil dalam
mempengaruhi hasil pengisian angket. Dimungkinkan pengisian angket
setelah postes memicu siswa tergesa-gesa dalam menentukan jawaban untuk
setiap pernyataan dalam angket, sehingga hasil pengisian angket tidak
benar-benar menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Menurut Keller,
banyak hal yang secara umum mempengaruhi hasil meningkat atau tidaknya
minat belajar siswa selain beberapa hal di atas, seperti kemampuan guru dan
media dalam mengorganisasi kelas, keaktifan siswa, maupun kurangnya
kebebasan berpikir bagi siswa yang tersedia dalam pembelajaran maupun
media yang digunakan (Maidiyah, 2013). Siswa yang merasa terkekang
dalam suatu pembelajaran yang terikat, dan penuh tuntutan dapat
mempengaruhi peningkatan yang tidak begitu besar. Begitu pula jika
kemampuan guru maupun media kurang dalam mengorganisasi kelas, maka
kemampuan, dan keingintahuan siswa tidak dapat tercapai dengan
maksimal. Hal ini sekaligus menjelaskan adanya sedikit peningkatan pada
keempat aspek minat secara langsung.
Hasil peningkatan hasil belajar siswa yang tergolong sedang
berhubungan erat dengan hasil peningkatan minat belajar siswa. Minat
belajar siswa berkaitan erat dengan keaktifan siswa yang selanjutnya akan
menentukan hasil belajar siswa. Minat belajar yang rendah menyebabkan
siswa tidak menyerap pembelajaran secara maksimal, sehingga hasil belajar
siswa belum menunjukkan adanya peningkatan yang tinggi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa majalah sains
berbasis contextual learning tema pemanasan global berhasil diterapkan, dan
layak digunakan sebagai sumber belajar alternatif bagi siswa kelas VII
SMP/MTs untuk meningkatkan hasil tes kognitif, dan minat belajar siswa.
Khususnya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditunjukkan
dalam hasil uji N-gain sebesar 0,67 dengan kriteria “Sedang.”
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Sains Berbasis
Contextual Learning Pada Tema Pemanasan Global yang dikembangkan layak
digunakan sebagai bahan ajar untuk siswa SMP/MTs sesuai dengan kriteria
kelayakan yang diadaptasi dan dimodifikasi dari Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) dengan rerata skor untuk kelayakan isi, bahasa, serta
penyajian, dan kegrafikan berturut-turut sebesar 3,81; 3,51; dan 3,72 dengan
kriteria “Layak.”
Sains Berbasis Contextual Learning Pada Tema Pemanasan Global yang
dikembangkan efektif sebagai bahan ajar untuk siswa MTs dengan N- gain
sebesar 0.67 dengan kriteria sedang, meskipun dengan peningkatan minat
belajar siswa sebesar 0,19 dengan kriteria rendah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang dapat peneliti sampaikan antara
lain Majalah Sains Berbasis Contextual Learning Pada Tema Pemanasan
Global yang dikembangkan pada penelitian ini disarankan untuk digunakan
dalam proses pembelajaran IPA Terpadu di SMP/MTs kelas VII. Penelitian
dapat dikembangkan ke tahap implementasi yang lebih luas yaitu produksi
secara massal dengan menggunakan sampel yang lebih luas. Kerangka dalam
majalah sains pada penelitian ini dapat diadaptasi untuk mengembangkan
bahan ajar pada materi yang lain. Majalah sains berbasis contextual learning ini
dapat dijadikan suplemen media pembelajaran IPA bagi siswa SMP/MTs.
DAFTAR PUSTAKA