Anda di halaman 1dari 103

BAB 12

PERTAMBANGAN DAN MINYAK BUMI


BAB 12

A. PERTAMBANGAN DAN MINYAK BUMI

PENDAHULUAN
Dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa
tahun terakhir, bidang pertambangan telah mengambil pera-
nan yang sangat penting. Perkembangan yang mantap tampak
jelas, di satu pihak dari angka-angka produksi hasil tambang
yang terus meningkat dan di lain pihak dari semakin meluasnya
kegiatan eksplorasi diberbagai bagian Indonesia. Meskipun
pengetahuan mengenai kekayaan bumi Indonesia masih jauh
daripada lengkap, tetapi dari sementara hasil eksplorasi selama
Repelita I terhadap berbagai bahan galian, termasuk minyak
dan gas bumi dapat disimpulkan bahwa pengembangan per -
tambangan mempunyai harapan cerah.

Sektor pertambangan pada akhir masa Repelita I telah dapat


menghasilkan kurang lebih 55% dari seluruh penghasilan
devisa dan akan tetap memegang peranan utama sebagai sum -
ber pembiayaan dalam pembangunan ekonomi Indonesia dalam
masa Repelita II. Apabila dalam masa Lima tahun terakhir ini
nilai pertambangan Indonesia terutama hanya berkisar pada
hasil minyak bumi dam timah, maka dalam waktu mendatang
akan ada diversifikasi dengan munculnya hasil-hasil tambang
tambahan. Di samping minyak bumi dan timah yang akan
terus meningkat produksinya, pertambangan Indonesia akan
rnenghasilkan antara lain konsentrat tembaga, ferro nickel dan
nickel matte, alumina, liquified natural gas (LNG), dan lain
sebagainya.

Pertambangan yang pada hakekatnya merupakan penggalian


sumber alam yang tidak dapat diperbaharui lagi harus selalu
didasarkan pada usaha pemanfaatan sumber-sumber semak -

143
y
simal mungkin bagi kepentingan nasional. Hal inilah yang akan
selalu menjadi dasar dalam menggariskan kebijaksanaan.
pengembangan usaha pertambangan di Indonesia.

Namun harus pula disadari bahwa pembangunan


sektor pertambangan ini tidaklah semata-mata
menyangkut bidang usaha produksi. Di luar
kegiatan-kegiatan perusahaan masih harus
pula dikembangkan kegiatan pembinaan
dalam arti luas. Dalam hubungan ini dapat
dikemukakan antara lain kegiatan peng-
aturan, perizinan, dan pengawasan. Di
samping itu penyeleng-garaan penyelidikan
dasar yang antara lain meliputi pemetaan
geologi dalam arti luas, eksplorasi serta penelitian pemanfaatan
bahan galian dalam rangka usaha inventarisasi potensi keka-
kayaan bumi. Tambahan pula pelaksanaan pendidikan dan latihan
tenaga kerja dalam bidang pertambangan dan perminyakan
harus ditingkatkan.

II. KEADAAN DEWASA INI

Minyak bumi

Minyak bumi tidak saja merupakan hasil utama usaha per-


tambangan, tetapi juga merupakan bahan ekspor dan penghasil
devisa terbesar. Usaha pengembangan bidang minyak bumi
yang baru dimulai kembali secara sungguh-sungguh sejak
tahun 1967, dalam beberapa tahun terakhir ini telah mulai
menunjukkan hasil-hasil nyata dan maju dengan pesat.

Selama Repelita I produksi minyak bumi dari tahun ke tahun


telah dapat dinaikkan. Pada tahun 1969 permulaan Repelita I
produksi adalah sebesar 284 juta barrel dan meningkat menjadi
465 juta barrel pada tahun 1973 yang berarti produksi rata- rata
setiap tahunnya telah dapat ditingkatkan sebesar 12%. Dalam
tahun 1971 untuk pertama kalinya mulai dihasilkan minyak
bumi dari lapangan-lapangan di daerah lepas pantai dan pada
permulaan tahun 1972 keseluruhan produksi harian minyak
bumi untuk pertama kalinya pula melampaui jumlah s atu juta
b arr e l s e har i . Lap ang an- l ap ang an di d ae r ah le p as
144

1,44
pantai yang dalam tahun 1971 baru menghasilkan 1,4% dari
keseluruhan jumlah produksi minyak bumi Indonesia, dalam
tahun 1972 telah meningkat produksinya hingga mencapai
6,5% dari jumlah keseluruhan.

Begitu juga pemanfaatan gas bumi telah meningkat dari


100,97 BSCF pada tahun 1969 menjadi 146,49 BSCF pada tahun
1972. Mulai tahun 1974 akan dihasilkan gas alam dari daerah
Sumatra Selatan sebanyak 12,4 milyar SCF setahun untuk
men-supply pabrik pupuk Pusri. Selain itu juga dipersiapkan
untuk dapat men-supply konsumen-konsumen lain di daerah
Sumatra Selatan.

Dalam hal pengilangan, sesuai dengan kenaikan kebutuhan


hasil-hasil minyak bumi dalam negeri dengan tingkat pertum-
buhan sebesar + 10% pertahun, maka kegiatan pengolahan
mengikuti pola perkembangan konsumsi dalam negeri. Jumlah
minyak yang dikilang (intake) dan hasil pengilangan minyak
mentah selama Repelita I menunjukkan peningkatan. Pada
tahun 1969 intake adalah sebesar 76,098 juta barrel, dan pada
tahun 1973 telah mencapai 101,273 juta barrel. Sedangkan
hasil pengilangan minyak mentah naik dari 72,250 juta barrel
pada tahun 1969 menjadi 96,983 juta barrel pada tahun 1973.

TABEL 12 -1.
PRODUKSI MINYAK MENTAH, EKSPOR MI NYAK MENTAH DAN HASIL
MINYAK 1969/70 - 1973/74

Ekspor minyak mentah


Produksi
Tahun dan hasil minyak
(juta barrel) (juta barrel)

1969/70 284,0 241,3


1970/71 314,1 267,1
1971/72 340,8 287,7
1972/73 412,3 360,7
1973/74 475,0 425,0

*) Angka perkiraan.

145
TABEL 12 - 2.

PENGILANGAN MINYAK MENTAH DAN PEMASARAN HASIL


MINYAK DALAM NEGERI 1969 - 1973

Tahun Intake Pemasaran dalam negeri.


(juta barrel) (juta kiloliter)

76,1 5,9
1969
1970 83,7 6,3
1971 90,0 7,0
1972 100,5 8,0
1973 *) 101,3 9,4

1 barrel = 159 liter.


*) Angka perkiraan.

Peningkatan pengilangan minyak mentah dimungkinkan de-


ngan diselesaikan pusat-pusat pengilangan baru di Sungai
Pakning dan di Dumai.
Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan/konsumsi bahan
bakar minyak, diusahakan agar pembangunan kilang minyak
Cilacap yang akan dimulai pada tahun 1973 dapat selesai awal
tahun 1976.
Dengan meningkatkan kebutuhan akan bahan bakar dalam
negeri, maka telah diselesaikan beberapa prasarana angkutan,
penimbunan serta jaringan distribusi. Selain meningkatkan
jumlah tanker, maka guna memperlancarkan pembongkaran
minyak telah selesai dipasang pipa-pipa di bawah laut di
Semarang sepanjang 9 km maupun di Medan sepanjang 16 km
dan di berbagai tempat lainnya. Dengan pemasangan pipa-pipa
tersebut, tanker-tanker sebesar 15.000 DWT dapat membong-
kar minyak dengan aman. Di daratan telah dipasang pipa
antara Cilacap d an M aos s ep anj ang 2 2 k m d an antar a M aos
d an Y og y ak ar ta sepanjang 159 km. Demikian pula alat-alat

146
transpor berupa armada darat telah dapat ditambah menjadi
dua kali. Usaha-usaha ini akan ditingkatkan sesuai dengan laju
kebutuhan dalam negeri akan minyak bumi.
Sementara itu proyek-proyek Petrokimia telah memberikan
hasil yang nyata pabrik penghasil bahan plastik polypropylene
di Plaju telah selesai dibangun pada tahun 1973, dengan kapa-sitas
permulaan 10.000 ton setahun, yang kemudian dalam waktu
singkat akan ditingkatkan menjadi 20.000 ton setahun.

Untuk keperluan pengembangan pemakaian plastik, di Jakar-


ta pada tahun 1973 didirikan Sales Service Laboratory yang
tugasnya memberikan pelayanan tehnis kepada calon pemakai
bahan plastik.

Timah

Dalam subsektor timah selama Repelita I telah dilakukan


pekerjaan eksplorasi, produksi, dan modernisasi peralatan
secara bertahap. Dalam lima tahun terakhir ini dapat dilihat
adanya trend produksi yang menaik, namun perlu diperhatikan
bahwa peningkatan produksi timah tidak dapat dilepaskan dari
masalah ekspor, karena hanya ± 2 % dari timah yang dihasil-
kan dapat ditampung oleh pasaran dalam negeri.
Pada tahun fiskal 1969 jumlah produksi timah sebesar 17.900
ton sedang dalam tahun 1973 akan menjadi 22.700 ton. Begitu
juga ekspor yang pada tahun 1969 berjumlah 16.400 ton akan
mencapai 21.000 ton pada tahun 1973. Sementara nilai ekspor
pada tahun 1969 sebesar US $ 54 juta meningkat menjadi US
$ 82 juta pada tahun 1973. Kenaikan nilai ekspor selain dari
kwantum ekspor juga disebabkan karena perbaikan harga
timah d dunia internasional.
Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi
masih diperlukan investasi-investasi untuk peningkatan pemin-
dahan tanah sehubungan dengan menurunnya kadar timah di
dalam endapan. Begitu juga usaha untuk mencari endapan -

147
endapan baru memerlukan pembiayaan untuk eksplorasi. Pada
dasarnya investasi tersebut dititikberatkan kepada usaha-usaha
eksplorasi, perbaikan, modernisasi kapal keruk, dan sentral-
sentral pembangkit tenaga listrik ditambang-tambang.

TABEL 12 - 3.
PRODUKSI DAN EKSPOR TIMAH
1969/70 - 1973/74

148
1969/70 17,9 16,4 54,540
1970/71 19,1 17,4 62,326
1971/72 20,5 19,1 63,086
1972/73 21,5 20,7 73,435
1973/74 *) 22,7 21,0 82,5

*) Angka perkiraan.

Nikel
Dalam Repelita I kegiatan-kegiatan yang dilakukan di bidang
nikel memberikan hasil-hasil yang menonjol. Selama Repelita I,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan negara di
Daerah Pomala, Sulawesi Tenggara, lebih bersifat peningkatan
produksi biji nikel serta survey untuk pembangunan pabrik
ferro nikel.
Selama Repelita I, produksi/ekspor biji nikel yang seluruhnya
dihasilkan oleh perusahaan negara terus meningkat dari
311.000 metrik ton pada tahun 1969 menjadi 800.000 metrik
ton pada tahun 1973.
Begitu juga nilai ekspor telah meningkat dari US $ 2,8 juta
pada tahun 1969, diperkirakan menjadi US $ 10,6 juta pada
tahun 1973.
TABEL 12 - 4.

PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL


1969/70 - 1973/74

Ekspor
Tahun Produksi
(Ribu ton) Jumlah Nilai
(Ribu ton) (Juta US $)

1969/70 311,0 232,0 2,827

1970/71 689,0 538,4 7,421


1971/72 764,7
850,0 9,956
10,183
1972/ 73 971,5 737,5
1973/74 *) 10,565
800,0 800,0

*) Angka perkiraan.

Bauksit

Kegiatan di bidang pertambangan bauksit selama Repelita I


terutama ditujukan untuk mempertinggi produksi, mengadakan
penyelidikan cadangan baru dan penyelidikan terhadap cadang-
an berkadar rendah.

Kegiatan di bidang produksi dan penyelidikan cadangan ber-


kadar rendah dilakukan di daerah pulau Bintan.

Dalam Repelita I, produksi/ekspor bauksit pada tahun 1969


berjumlah 907.000 metrik ton dan pada tahun 1973 menjadi
1.000.000 metrik ton. Sedangkan nilai ekspor meningkat dari
US $ 4,7 juta pada tahun 1969 menjadi US $ 5,2 juta pada tahun
1 9 7 3. H i ng g a s aat i ni ekspor yang terbesar hanyalah ke Jepang
y aitu untuk me m e nuhi kontrak jangka panjang (10 tahun) yang
m e lip uti j um l ah 9,6 juta ton sejak tahun 1969.
149
TABEL 12 - 5.

PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT


1969/70 - 1973/74

Ekspor
Tahun Produksi Jumlah Nilai
(Ribu ton) (Ribu ton) (Juta US $),

1969/70 907,0 863,6 4,666


1.182,2 6,290
1970/71 1.207,7
1.211,7 6,710
1971/72 1.288,1
1.255,0 6,561
1972/73 1.240,2
1.000,0 5,190
1973/74 *) 1.000,0

*) Angka sementara.

TABEL 12 - 6.

PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI


1969/70 - 1973/74

E k s p o r
Tahun Produksi
(Ribu ton) Jumlah Nilai
(Ribu ton) (Juta US $)

1969/70

1970/71 - - -

1971/72 298,5 242,7 1,162

1972/73 237,6 276,2 1,149

1973/74 *) 300,0 300,0 1,283

a) Angka perkiraan.

150
Pasir Besi
Selama Repelita I telah dilakukan pembangunan proyek per-
tambangan pasir besi di pantai Cilacap oleh Perusahaan Negara
Aneka Tambang dan sejak tahun 1971 telah dilakukan
expor konsentrat pasir besi ke Jepang. Ekspor ini didasarkan
kepada suatu kontrak jangka panjang dengan jumlah penjualan
sebesar 300.000 ton tiap tahun untuk masa 10 tahun, dimulai
tahun 1971. Jumlah ekspor pada tahun 1971 adalah sebesar
242.704 metrik ton dan pada tahun 1973 diperkirakan akan
menjadi 300.000 metrik ton. Sedangkan nilai ekspor pada tahun
1971 berjumlah US $ 1,2 juta pada tahun 1973 diperkirakan
menjadi US $ 1,3 juta.

Emas dan Perak


Selama Repelita I produksi emas PN. Aneka Tambang dari
tambang Cikotok tidak banyak mengalami perubahan dan se-
luruh produksi dijual di dalam negeri. Sebagian dari produksi
perak telah dapat diekspor pada tahun 1971 dan 1972, sedang -
kan kebutuhan d al am ne g e r i te tap d i p e nuhi d e ng an harg a ±
15 % le b i h r e nd ah d ar ip ad a har g a e k sp or .

TABEL 12 -7.
PRODUKSI EMAS DAN PERAK
1969/70 - 1973/74
Produksi
Tahun
Emas (Kg) Perak (ton)

1969/70 261,0 10,5


1970/71 255,4 9,2
1971/72 343,4 8,1
1972/73 332,3 9,1
1973/74 *) 300,0 8,5

*) Angka perkiraan.
Produksi emas menunjukkan peningkatan, pada tahun 1969
produksi sebesar 261,602 kg, diperkirakan akan menjadi 300 kg
pada tahun 1973. Sedangkan produksi perak memperlihatkan
penurunan jika dibandingkan dengan tahun 1969, di mana
produksi berjumlah 10.589,944 kg, pada tahun 1973 turun
menjadi 8.571,930 kg.

Tembaga

Selama Repelita I telah dilakukan penyelidikan serta pem-


bangunan pabrik pengolahan tembaga di Erstberg, Irian Jaya.
Proyek ini telah menelan biaya US $ 141 juta dan 3,5 milyar
rupiah. Tambang dan pabrik yang dibangun, menghasilkan
250.000 ton konsentrat tembaga setahun dengan kadar 26% Cu.
Sampai dengan akhir tahun 1973 diperkirakan akan dapat di -
hasilkan 165.000 ton konsentrat tembaga dengan nilai ± US $
40 juta yang seluruhnya untuk diekspor.

Batubara
Dalam Repelita I telah diusahakan rasionalisasi dan konso-
lidasi Perusahaan Negara Batu bara dengan ditutupnya tam-
bang Batu bara Mahakam, memperkecil jumlah tenaga kerja di
Tambang Batu bara Ombilin dan Bukit Asam serta diciut -
kannya kantor pusat di Jakarta. Tindakan tersebut dengan
disertai usaha menaikkan produksi, dimaksudkan untuk mem-
perbaiki kedudukan perusahaan sehingga lambat-laun akan
dapat menutup biaya eksploitasi. Untuk ini pemerintah telah
memberikan bantuan subsidi, namun usaha-usaha belum mem-
berikan hasil yang diharapkan.
Dalam usaha perbaikan tambang batu bara Ombilin, ter -
masuk pula pemasangan pusat tenaga listrik yang terdiri dari
dua unit dari 3 MW dan satu unit dari 6 MW yang penyelesaian -
nya akan diharapkan pada tahun pertama Repelita II.
Selama Repelita I produksi batu bara lebih kurang tetap
yaitu antara 170.000 - 190.000 ton setiap tahun yang berarti
jauh di bawah "break-even point".

152
TABEL 12 - 8.

PRODUKSI BATU BARA


1969/70 - 1973/74

Tahun Produksi (Ribuan ton)

1969/70
176,0
1970/71 175,4
1971/72 196,8
1972/73 177,2
1973/74 *) 190,0

*) Angka perkiraan.

Granit
Dalam Repelita I di pulau Karimun telah dibangun proyek
pertambangan batu granit dengan pembiayaan sebesar US $ 3
juta. Tujuan utama dari usaha ini adalah untuk menghasilkan
batu granit guna diekspor, khususnya ke Singapore dan daerah
sekitarnya. Selama tahun 1972 telah diprodusir 80.000 ton
granit dan produksi tahun 1973 diperkirakan sebesar 630.000
ton.

I II . K EB IJ AK SA NA AN DA N LA NG KA H- LA NG KA H

Setiap usaha pengembangan pertambangan dimulai dengan


penyelidikan dalam bentuk survey dan eskplorasi. Jangka
waktu yang diperlukan untuk kegiatan pendahuluan ini, se-
belum tahap produksi tercapai banyak tergantung dari data
dasar yang telah tersedia. Karena itu diberikan prioritas ke-
pada peningkatan penyelidikan geologi, eksplorasi mineral,
penelitian pengolahan bahan-bahan tambang, pembinaan usaha
swasta nasional di bidang pertambangan, pengelolaan perusa-
haan-perusahaan negara, dan pendidikan serta latihan tenaga
kerja. Di samping itu akan diambil langkah-langkah yang
nyata dalam pengarahan partisipasi modal asing di bidang per -
tambangan, pembinaan lingkungan hidup, dan pengembangan
daerah.
Pengembangan sektor pertambangan pada umumnya harus
dimulai dengan penyelidikan geologi. Peta geologi dapat me -
nunjukkan daerah mana yang mempunyai potensi mineral atau
pun potensi lain yang terdapat di atas ataupun di bawah muka
bumi.
Mengingat sifatnya yang tidak komersiil pemetaan geologi
secara sistematis merupakan program utama dalam Repelita II.
Pemetaan dan penerbitan peta-peta geologi akan dilakukan
dalam berbagai tingkat ketelitian yang dapat dinyatakan dalam
s k al a pe ta- pe ta ter s e b ut. P e ta- p e ta ge olog i d alam sk ala
1 : 1.000.000 atau lebih kecil, dimaksudkan untuk mendapat -
kan gambaran dari wilayah Indonesia secara menyeluruh, dan
diperlukan dalam perencanaan pembangunan secara nasional.
Peta-peta geologi dalam skala 1 : 100.000 dan 1 : 250.000 di-
pergunakan sebagai dasar bagi perencanaan pembangunan se-
cara regional, sedang peta-peta geologi dalam skala 1 : 50.000
atau lebih besar, dapat dipergunakan sebagai dasar bagi pem -
bangunan secara sektoral. Tergantung dari tujuan pemetaan
geologi secara sistematis akan diikuti oleh pembuatan peta-
peta lainnya yaitu peta geokimia, peta geofisika, peta air
tanah, peta geologi teknik, dan lain sebagainya.
Bagi usaha pertambangan, indikasi mineral didapatkan pula
dari penyelidikan geokimia dan geofisika yang dilakukan se-
cara sistematis dan karena itu kegiatan tersebut merupakan
pekerjaan yang ter-integrasi dengan pemetaan geologi. Demi-
kian pula halnya dengan pembuatan peta-peta air tanah dan
geologi teknik. Pelaksanaan pemetaan secara ter-integrasi
demikian itu akan menjamin tercapainya efisiensi yang setinggi
tingginya dalam pemakaian tenaga, peralatan, dan biaya.
Pembuatan peta-peta air tanah dan geologi teknik, meskipun
tidak langsung berhubungan dengan usaha pertambangan, me-

154
rupakan unsur yang sangat penting bagi perencanaan penye-
diaan air untuk kota, industri, dan, irigasi, pemilihan daerah
pertanian, pembuatan jalan, jembatan, pelabuhan, wilayah
industri, dan lain-lainnya. Di sini terlihat pentingnya peranan
geologi bagi perencanaan pembangunan suatu daerah. Karena-
nya kegiatan dalam bidang ini akan ditingkatkan dalam Repe-
lita II.

Dalam hubungan kegiatan di bidang geologi ini, masih perlu


disebut secara khusus peranan bidang volkanologi. Indonesia
adalah negara yang mempunyai gunung api terbanyak di
dunia. Penyelidikan dan pengawasan gunung ditujukan untuk
meramalkan kemungkinan terjadinya bencana peletusan.
Dengan demikian diharapkan kerugian berupa jiwa manusia
maupun harta benda yang disebabkan oleh letusan gunung api
dapat dihindarkan atau ditekan seminimal mungkin. Penga-
matan gunung api akan ditingkatkan dalam masa Repelita II,
khususnya terhadap gunung-gunung yang masih aktif yang
terletak du daerah-daerah yang padat penduduknya.
Bergandengan erat dengan penyelidikan volkanologi adalah
penelitian terhadap potensi tenaga panas bumi. Dalam Repe-
lita II akan diusahakan pula peningkatan penelitian dan eks-
plorasi terhadap kemungkinan pemanfaatan energi geothermal
di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.
Bagi pengembangan usaha pertambangan, penyelidikan geo-
logi yang menghasilkan petunjuk-petunjuk adanya minerali-
sasi, harus diikuti dengan kegiatan eksplorasi untuk menge-
tahui lebih lanjut potensi endapan bahan galian yang bersang -
kutan. Untuk penyusunan kebijaksanaan secara nasional
adalah sangat penting untuk mengetahui sejauh mungkin
jumlah maupun kwalitas kekayaan mineral yang tersimpan
dalam bumi Indonesia.
Usaha-usaha eksplorasi tidak hanya akan terbatas pada en-
dapan mineral yang bermutu tinggi saja, tetapi juga kepada
yang bermutu rendah, yang dengan kemajuan teknologi ke -

155
mungkinan sekali dikemudian hari akan dapat dimanfaatkan.
Pekerjaan eksplorasi memerlukan biaya yang tidak sedikit se-
dang risikonya besar. Tetapi eksplorasi merupakan prasyarat
bagi peningkatan hasil pertambangan. Karenanya pekerjaan
eksplorasi harus ditingkatkan pula.
Kegiatan eksplorasi dalam Repelita II selain akan dilakukan
oleh pemerintah, akan dilaksanakan pula oleh perusahaan ne-
gara dan perusahaan swasta nasional maupun asing, dengan
ketentuan bahwa seluruh hasil eksplorasi berupa data dise -
rahkan kepada pemerintah. Dengan dasar pengetahuan itu, da-
pat diatur cara pengembangannya yang terbaik bagi kepen -
tingan nasional. Pengusahaannya sendiri dapat diserahkan pa-
da perusahaan negara atau swasta.
Selain itu akan diusahakan peningkatan kegiatan dalam
pengolahan bahan galian. Untuk bahan-bahan yang dihasilkan
oleh perusahaan-perusahaan tambang yang telah beroperasi,
pengarahan umum ialah bahwa bahan-bahan tersebut harus
diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Biji nike1 akan di-
olah menjadi ferro nikel, nikel matte ataupun senyawa logam
nikel lain yang lebih tinggi mutunya; bauksit akan diolah
menjadi alumina, gas bumi akan dimanfaatkan sebagai bahan
pupuk dan bahan-bahan petrokimia lainnya, dan demikian
seterusnya.

Dalam pada itu akan ditingkatkan kegiatan penelitian dalam


bidang pengolahan bahan-bahan tambang yang khususnya akan
ditujukan kepada bahan-bahan galian nonmetalik dan peneli-
tian pengolahan minyak bumi. Penelitian terhadap bahan-
bahan galian nonmetalik akan dilaksanakan terutama dalam
rangka membina usaha swasta nasional, karena di bidang per-
tambangan bahan-bahan itulah kiranya kemampuan swasta
nasional pada saat ini dapat dikembangkan sebaik-baiknya.
Penelitian minyak dan gas bumi, akan dititikberatkan pada
penelitian cara-cara pengolahan yang sesuai dengan tipe mi-
nyak bumi yang terdapat di Indonesia. Di samping itu akan

156
dilaksanakan inventarisasi serta pengumpulan data dari ke -
giatan eksplorasi minyak dan gas bumi baik yang dilakukan
oleh perusahaan negara maupun perusahaan asing.

Dalam hubungan pembinaan usaha pertambangan akan di-


utamakan pembinaan usaha pertambangan swasta nasional.
Mengingat kesulitan permodalan dan terbatasnya kemampuan
pengusaha swasta nasional, kepada mereka akan diberikan
bimbingan dan bantuan teknik terutama dengan mengarah -
kannya pada usaha pertambangan bahan galian nonmetalik
(bahan galian industri) dan endapan bahan galian lainnya
yang mudah ditambang dan mempunyai pasaran di dalam
negeri. Bimbingan teknis dilakukan dengan memberikan
informasi dan saran-s a r a n t e n t a n g p o t e n s i m i n e r a l s e
s u a t u daerah, cara-cara penambangan, pengolahan, pemurnian,
pemasaran, dan lain-lain. Bantuan teknik dapat diberikan se -
cara langsung dalam pelaksanaan penyelidikan dan penelitian
di daerah kuasa pertambangan swasta nasional yang bersang -
kutan. Penyelidikan dan penelitian ini dapat meliputi semua
tahap usaha pertambangan, yaitu eksplorasi penelitian cara- -
cara pengolahan bahan galian, penelitian pelaksanaan, penam-
bangan, dan pemasaran. Bantuan teknik dapat pula diberikan
secara tidak langsung, antara lain dengan cara melakukan pe-
nyelidikan di daerah di mana banyak terdapat kuasa pertam -
bangan swasta nasional. Eksplorasi dengan cara demikian ini
yang khususnya ditujukan pada endapan mineral industri dan
mineral lain yang mudah ditambang dan mudah dipasarkan,
dimaksudkan untuk kemudian diserahkan pelaksanaan pertam-
bangannya kepada swasta nasional. Bagi pemerintah, perusa-
haan-perusahaan negara di bidang pertambangan di samping
mempunyai tugas utama menghasilkan penerimaan bagi pemerintah
g una p e m b i ay aan pe m b ang unan ne g ar a, jug a m e njad i
alat untuk mengembangkan usaha pertambangan nasional. Pe-
ranan ini menjadi sangat penting berdasarkan pada kenyataan
bahwa tradisi pertambangan swasta nasional belum lagi tum-
Buhdi Indonesia. Berhubung dengan itu diharapkan agar per -

157
usahaan negara menjadi pelopor dalam pengembangan usaha
pertambangan nasional dengan menggiatkan eksplorasi mine-
ral dan membuka proyek-proyek tambang baru. Melalui pro-
yek-proyek baru ini diharapkan akan dapat dimulai pengikut-
sertaan swasta nasional dalam kegiatan usaha pertambangan
di Indonesia. Tambahan pula untuk mengurangi ketergantung-
an ekspor hasil-hasil tambang kepada satu negara, akan diting -
katkan usaha-usaha diversifikasi pasaran. Dalam menjajagi
kemungkinan tersebut, perusahaan-perusahaan negara akan
memegang peranan penting. Perhatian khusus akan diberikan
kepada usaha-usaha pertambangan batubara, yang selama ini
berada dalam keadaan terbengkalai. Dalam hubungan ini akan
dikembangkan suatu kebijaksanaan nasional bahan bakar dan
energi yang akan dapat memanfaatkan sumber-sumber energi
di Indonesia se-optimal mungkin. Untuk keperluan ini akan
diadakan penelitian yang mendalam. Sementara itu akan di -
manfaatkan sebaik mungkin sumber energi dari luar minyak
bumi antara lain batubara.

Peningkatan kegiatan dalam usaha pertambangan akan ba -


nyak memerlukan tenaga yang mempunyai keahlian maupun
ketrampilan khusus. Pusat Pendidikan Migas di Cepu dan Aka -
demi Geologi dan Pertambangan di Bandung, selama ini telah
berhasil mendidik sebagian tenaga inti yang diperlukan oleh
kalangan perminyakan maupun pertambangan umum di Indo-
nesia. Pelaksanaan pendidikan kader dan latihan tenaga kerja,
akan terus dilaksanakan dan ditingkatkan agar dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya, dapat dibina kemampuan nasional,
meliputi segala tingkatan dan profesi sesuai dengan tuntutan
kemajuan ilmu dan teknologi pertambangan modern.

Dalam mengusahakan pengembangan pertambangan di In-


donesia dewasa ini, masih harus diakui kurangnya modal dan
kemampuan/keahlian nasional yang dapat dikerahkan untuk
maksud tersebut. Karena itu dalam masa Repelita II, masih
akan dimanfaatkan partisipasi modal asing untuk mengem -

158
159
bangkan sektor pertambangan tertentu yang belum sepenuh-
nya dapat ditangani sendiri. Mengingat kemampuan nasional,
khususnya perusahaan negara, yang telah semakin besar da-
lam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah akan melaksana-
kan prinsip selektivitas dalam memasukkan modal asing di
bidang pertambangan. Demikian pula persyaratan-persyaratan
dalam kontrak karya maupun kontrak bagi hasil di bidang per-
tambangan umum dan perminyakan akan ditingkatkan untuk
lebih menguntungkan kepentingan nasional. Untuk beberapa
sektor pertambangan tertentu tidak akan dibuka lagi kesem-
patan bagi penanaman modal asing baru.

Sesuai dengan kebijaksanaan umum mengenai penanaman


modal asing, kepada pengusaha-pengusaha asing diwajibkan
untuk membantu melatih tenaga Indonesia sehingga pada wak-
tunya tenaga asing dapat diganti oleh tenaga Indonesia. Di
samping itu pengawasan terhadap pelaksanaan eksplorasi dan
eksploitasi di sektor pertambangan antara lain bahan-bahan
galian yang diekspor, baik mengenai jumlah, jenis maupun ni -
lai akan ditingkatkan.

Persoalan pembangunan daerah merupakan hal yang sangat


erat sangkut pautnya dengan pembangunan proyek-proyek per -
tambangan. Ditinjau dari kepentingan daerah, adalah suatu hal
yang menguntungkan, bahwa sumber mineral yang dimiliki
kebanyakan justru terletak di daerah-daerah di luar Pulau
Jawa, yang pada umumnya masih terbelakang perkembangan-
nya. Tidak perlu diragukan bahwa pembangunan proyek per -
tambangan di daerah-daerah tersebut tidak saja akan mem-
buka daerah yang bersangkutan, tetapi akan membawa pula
pengembangan dan modernisasi. Yang perlu dusahakan ialah
agar pertumbuhan dan pengembangan daerah akibat pemba-
ngunan proyek-proyek pertambangan itu dapat berlangsung
serasi dan sejajar dengan pola pembangunan daerah yang di -
inginkan. Untuk ini akan diusahakan koordinasi yang sebaik -
baiknya dengan semua instansi yang bersangkutan.
Erat hubungannya dengan pengembangan daerah ialah usaha
pertambangan yang dilaksanakan oleh rakyat setempat secara
sederhana dan biasanya telah merupakan kegiatan lokal yang
tradisionil. Usaha yang sifatnya tidak menentu, tersebar, dan
sulit diawasi itu, pada umumnya merupakan kegiatan-kegiatan
pendulangan (untuk intan, emas) yang dikenal sebagai usaha
pertambangan rakyat.

Usaha-usaha ini meskipun secara nasional hampir-hampir


tak ada artinya, tetapi secara lokal adalah penting dan dapat
menyerap tenaga kerja cukup banyak, meskipun kadang-kadang
hanya bersifat musiman. Akan diusahakan pembinaan kegiatan
pertambangan rakyat ini.

Usaha pengembangan pertambangan pada umumnya memba -


wa akibat yang mengobah keadaan lingkungan. Tambang-tam-
bang terbuka misalnya secara langsung akan mengobah keada-
an muka tanah dan industri pengolahan bahan tambang serta
minyak bumi akan menghasilkan pula berbagai bahan yang
dapat mengotori daerah sekitarnya.
Pengembangan industri pertambangan secara meluas di In-
donesia dalam waktu yang akan datang sudah tentu akan me -
nimbulkan masalah pencemaran lingkungan hidup. Ha1 ini secara
langsung tidak saja akan mempenganuhi kehidupan
biologi alam sekeliling, tetapi juga akan menurunkan kwalitas
kehidupan itu sendiri.
Dalam mengatasi masalah lingkungan hidup yang menyang-
kut kegiatan pertambangan dan perminyakan, pemerintah akan
melakukan usaha perbaikan dan penertiban secara bertahap,
karena pada hakekatnya usaha tersebut akan harus mencakup
pula, hal-hal yang timbul sebagai akibat kegiatan di waktu
silam selama puluhan tahun.

Dalam Repelita II akan diadakan inventarisasi berbagai


masalah lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat aktivi-
tas pertambangan dalam arti yang seluas-luasnya. Adapun ter -
hadap proyek-proyek pertambangan baru, pengamatan ling -

160
kungan hidup serta cara penanggulangannya dapat langsung
mulai dilaksanakan sejak saat beroperasinya proyek yang ber-
sangkutan.

Penelitian keadaan lingkungan selama Repelita II akan dila-


kukan di lapangan-lapangan minyak, khususnya di daerah-
daerah lepas pantai, terhadap kemungkinan pencemaran aki-
bat tumpahan minyak, kemudian juga di daerah-daerah per -
tambangan yang menggunakan sistem penggalian terbuka se -
perti di tambang-tambang timah di Pulau Bangka dan Belitung,
pertambangan bauksit di Pulau Bintan, pertambangan pasir
besi di Cilacap dan lain sebagainya, khususnya dalam hubungan
pengupasan dan pemindahan tanah, pembuangan kotoran hasil
pengolahan, pembuangan asap, dan lain sebagainya.

Penanganan masalah lingkungan hidup pada pokoknya bertu-


juan agar dalam menghadapi perkembangan industri pertam-
bangan dikemudian hari akan tetap dapat diusahakan pula
terpeliharanya lingkungan hidup yang sehat.

Sehubungan dengan usaha untuk mengembangkan kegiatan


dan meningkatkan produksi pertambangan Indonesia, sering di-
permasalahkan apakah usaha tersebut tidak menjurus kepada
pengurasan habis-habisan kekayaan bumi Indonesia.

Dalam menilai persoalannya, perlu terlebih dahulu disadari


bahwa pengetahuan tentang kekayaan bumi Indonesia masih
sangat minimal. Oleh karenanya, kebijaksanaan dalam bidang
pengembangan sumber-sumber mineral tak dapat dititikberat -
kan pada "depletion concept" (atau konsep akan habisnya sum-
ber-sumber mineral tersebut), sebelum diketahui dengan pasti
potensi serta keterbatasan sumber-sumber mineral yang ada,
karena hal ini dapat menghambat pembangunan.

Usaha "konservasi" sumber mineral harus ditafsirkan sebagai usaha


pemanfaatan yang semaksimal mungkin daripada sumber-
sumber tersebut, antara lain dengan mencegah pemborosan
karena cara penambangan dan pengolahan yang tidak efisien.
Sudah menjadi kenyataan bahwa semakin banyak suatu sumber
mineral dimanfaatkan, semakin giat usaha pencahariannya, dan

161
dengan demikian semakin banyak cadangan baru akan ditemu -
kan. Karena itu, yang penting ialah menggiatkan usaha
eksplorasi. Pengembangan sumber-sumber mineral harus
didasarkan pada pendekatan positif berdasarkan prinsip-prinsip
ekonomi dan ekologi, dalam arti merobah sumber-sumber mi -
neral sebagai kekayaan potensiil yang tersimpan di dalam bumi
menjadi kekayaan nasional secara riil tanpa merusak kwalitas
lingkungan hidup.

I V. P R O G R AM .

SUBBIDANG PRODUKSI.

Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan gas bumi memegang peranan yang penting dalam


pembangunan. Minyak dan gas bumi merupakan penghasil uta-
ma devisa dan peranannya sebagai sumber penerimaan negara
dalam tahun-tahun terakhir Repelita I telah meningkat. Hal ini
disebabkan karena produksi minyak meningkat dengan cepat.
Dibandingkan dengan tahun 1966 maka produksi minyak pada
tahun 1973 meningkat dengan 200 %. Bersamaan dengan me-
ningkatnya produksi maka penghasilan devisa yang berasal dari
minyak meningkat dengan lebih cepat karena perkembangan
harga yang sangat menguntungkan. Peranan minyak sebagai
sumber penerimaan negara mulai terasa setelah Undang-undang
Pertamina disahkan dan dilaksanakan.

Dalam Repelita 11 produksi minyak bumi diperkirakan akan


meningkat dengan 8%. Berdasarkan perkiraan tersebut di
atas dan perkiraan perkembangan harga minyak bumi, maka
nilai ekspor minyak dan gas bumi diperkirakan akan meningkat
dengan pesat setiap tahunnya. Demikian juga halnya dengan
penerimaan negara selama lima tahun yang akan datang.
Dengan demikian peranan minyak dan gas bumi sebagai peng -
hasil devisa dan sumber penerimaan negara juga akan bertam-

162
bah besar. Diperkirakan bahwa pada akhir Repelita II lebih
kurang 51% penghasilan devisa dan lebih kurang 45% pene-
rimaan negara berasal dari produksi dan ekspor minyak bumi.
Tambahan bagi sebagai sumber energi dalam negeri maka
minyak dan gas bumi memegang peranan penting dalam pem-
bangunan sektor-sektor lain dan dalam penyediaan bahan bakar
bagi masyarakat banyak. Karenanya minyak dan gas bumi akan
disediakan dalam jumlah yang cukup dan tersebar ke pelosok
daerah Indonesia.

Perkiraan produksi minyak bumi dari tahun ke tahun dapat


dilihat pada Tabel 12-9.

TABEL 12 - 9.

PERKIRAAN PRODUKSI MINYAK BUMI 1974/75 - 1978/79

(juta barrel)

1974/75 529
550
1975/76
620
1976/77
660
1977/78
720
1978/79
Beberapa eksplorasi dalam Repelita I memberi petunjuk ada-
nya cadangan gas bumi yang cukup besar diberbagai daerah
di Indonesia, antara lain di lapangan Arun (Sumatra Utara),
lapangan Badak (Kalimantan Timur), di daratan Sumatra
Utara, Sumatra Selatan, daratan dan daerah lepas pantai Jawa
Barat, dan kemungkinan di daerah-daerah lainnya. Sumber
energi ini sebagian sudah dimanfaatkan dan akan ditingkatkan
kegunaannya untuk berbagai usaha. Perincian dari penggunaan gas
alam dapat dilihat pada tabel 12-10.

163
TABEL 12 -10

PERKIRAAN PEMANFAATAN GAS BDM (BSCF)

No. Untuk digunakan 1974/75 1975/7 1976/7 1977/78 1978/79


6 7

1. Gaslift 16,80 16,80 16,70 16,40 16,00


2. Pressure Maintenance 0,50 0,45 0,40 0,30 0,20
3. Pemakaian sendiri 18,00 18,00 18,00 18,00 18,00
4. Carbon Black/LPG 6,69 6,69 13,20 13,20 13,20
5. Polypropylene 4,70 4,70 4,70 4,70 4,70
6. L.N.G. - - - 547,50 547,50
7. Petrokimia - - - - 100,00
8. Pu s r i I 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00
9. Pu s r i II - - 12,40 12,40 12,40
10. Pupuk Jawa Barat - - - 20,00 20,00
11. Pupuk Kal. Timur - - 27,20 27,20 27,20
12. P.G.N. 1,00 1,14 1,27 1,27 1,27
13. Industri-industri kecil 0,06 0,06 0,08 0,06 0,06
14. Industri Baja Jabar - - 38,75 38,75 38,75
15. L.N.G. Mini - - - 11,90 15,80
16. Methanol - - - - 12,75

J u m 1 a h: 52,75 52,84 137,68 716,68 832,83

Sebagian dari gas alam akan digunakan untuk kebutuhan


eksploitasi minyak di lapangan (gaslift gas), yaitu untuk kom -
presor dalam mempertahankan tekanan gas alam pipa-pipa
saluran, untuk bahan bakar dalam pusat pengilangan dan se -
bagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga di dalam kom -
pleks pengilangan (pemakaian sendiri). Selain itu gas bumi di
daratan Sumatera Utara sudah dipergunakan untuk karbon
black/LPG, sedangkan gas bumi di Sumatra Selatan diper -
gunakan untuk produks pupuk urea di Pusri I dan di Pusri II,
produksi polypropylene dan industri petrokimia lainnya. Ca-
dangan gas bumi di l ap ang an Ar un ak an d iar ahk an untuk
16 5
diolah sebagai LNG, serta untuk bahan baku petrokimia, se -
dangkan gas bumi dilapangan Badak di Kalimantan Timur,
selain diolah untuk menjadi LNG juga dimanfaatkan dalam
menghasilkan amoniak yang selanjutnya akan diproses untuk
menjadi pupuk urea. Gas bumi yang ditemukan di daratan dan
lepas pantai di Jawa Barat akan dimanfaatkan untuk produksi
pupuk urea. Selain itu juga sedang dilakukan usaha untuk
penggunaan gas bumi sebagai bahan bakar pembangkit tenaga
listrik, bahan baku di sektor industri maupun untuk rumah
tangga (PGN).
Dalam Repelita II hasil pengilangan minyak mentah akan
terus ditingkatkan; hal ini dimungkinkan dengan akan diba -
ngunnya kilang baru di Cilacap dan pulau Batam serta pening -
katan efisiensi dari kilang-kilang yang sudah ada. Usaha ini
perlu dilakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan hasil
minyak bumi dalam negeri, yang selalu meningkat sekitar 13 %
tiap tahun.
Pembangunan Kilang Minyak Cilacap dimulai tahun 1973 dan
direncanakan selesai pada tahun 1976 dengan kapasitas kilang
100.000 barrel/hari. Investasi dalam pembangunan kilang ini
diperkirakan US $ 160 juta.

TABEL 12 - 11.
PERKIRAAN PENGILANGAN MINYAK MENTAH,
1974/75 - 1978/79
(juta barrel)

1974/75 118,6
1975/76 125,7

1976/77 162,1

1977/78 174,5

1978/79 185,0

166
I II
Dalam pengembangan Pulau Batam sebagai daerah industri,
beberapa perusahaan asing bermaksud membangun beberapa
kilang minyak, masing-masing dengan 100.000 barrel/hari yang
dapat ditingkatkan hingga 300.000 barrel/sehari. Pembangunan
diharapkan dapat dimulai pada tahun 1974. Hasil kilang ini
terutama ditujukan untuk diekspor, sedang minyak mentahnya
akan didatangkan dari Timur Tengah.
Di dalam Repelita II ekspor dari minyak mentah diperkirakan
akan meningkat.
Selain ekspor minyak mentah, akan diekspor pula hasil pengi-
langan yang tidak digunakan di dalam negeri yaitu Naphtha
dan Low Sulfur Waxy Residu (LSWR), sebagaimana tertera
pada Tabel 12-13.

TABEL 12 -12.
PERKIRAAN EKSPOR MINYAK MENTAH,
1974/75 - 1978/79
(juta barrel)
1974/75 423
1975/76 444
1976/77 514
1977/78 550
1978/79 610

TABEL 12 - 13.
PERKIRAAN EKSPOR NAPHTHA DAN LSWR
1974/75 - 1978/79
(juta barrel)
1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

NAPHTHA 3,6 3,4 8,2 9,3 9,9


LSWR 44,2 44,1 47,5 47,3 49,6
FUEL OIL - 4,8 5,8 0,9

Jumlah: 47,8 47,5 60,5 62,4 60,4

168
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga tahun 1975,
masih akan diimpor beberapa produk-produk minyak seperti
minyak tanah, minyak diesel serta minyak bakar. Dengan penye-
lesaian kilang di Cilacap diharapkan produk-produk minyak
tersebut dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Tetapi
dengan selalu berkembangnya kebutuhan minyak dalam negeri
diperkirakan pada tahun 1978/79 akan diperlukan adanya impor
lagi, kecuali apabila ada penambahan kapasitas pengilangan.

TABEL 12 -14.

PERKIRAAN IMPOR PRODUK-PRODUK MINYAK,


1974/75 - 1978/79
(juta barrel)
1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

Avgas
Avtur 0,5 1,0
Super 98
Premium
Minyak Tanah 1,3 1,5
Minyak Solar 0,5 0,7
Minyak Diesel 0,8 1,1
Minyak Bakar 2,1 1,7

Jumlah: 5,2 6,0

Untuk kebutuhan pengilangan maka diperlukan minyak men-


tah impor yang tiap tahun meningkat sebagai tabel 12-15.

Kebutuhan bahan bakar di dalam negeri, yang diperkirakan


akan meningkat sekitar 13 % per tahun, terdiri dari bermacam-
macam jenis bahan bakar yang diproyeksikan sebagai tabel
12-16.

170
TABEL 12 - 15
PERKIRAAN IMPOR MINYAK MENTAH,
1974/75 - 1978/79
(juta barrel)

1974/75 12,8

1975/76 20,1

1976/77 56,7

1977/78 63,9

1978/79 69,0

TABEL 12 - 16.

PERKIRAAN KEBUTUHAN BAHAN BAKAR DALAM NEGERI •)


1974/75 - 1978/79
(juta barrel)

1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

1. Avgas 94 94 93 93 89
2. Avtur 2.029 2.516 3.019 3.522 4.225
3. Super 98 0.403 0.503 0.629 0.818 1.024
4. Premium 12.332 13.072 13.856 14.687 15.569
5. Minyak tanah 24.996 26.745 28.617 30.621 32.714

6. Minyak solar 13.938 16.497 19.014 21.532 24.049


7. Minyak diesel 5.869 6.639 8.655 10.035 11.593
8. Minyak bakar 9.352 12.684 15.196 18.498 24.113

J u m L a h: 69.013 78.750 89.079 99.716 113.170

*) Termasuk Avtur Internasional dan Bunker Internasional.

171
T A B E L 12 - 17.

RENCANA KEKUATAN ARMADA TANKER PERTAMINA, 1974 - 1979

1974 1975 1976 1977 1978 1979


Unit DWT Unit DWT Unit DWT Unit DWT Unit DWT Unit DWT

L Kapal Milik
a. Tanker ***) 435.810 32 576.769 31 615.390 31 627.070 32 677.070
28 28 603.469
b. Lighter ** ) 17 12.772,68 14 10.800,68 7 4.560,68 7 4.560,68 7 4.560,68 7 4.560,68
2. Hire Purchase
a. Tanker * * *) 40 1.171.057 45 1.590.415 512.135.055 54 2.338.955 55 2.358.955 57 2.666.670
b. Lighter - - - - - - - -
3. Time Charter
a. Tanker *) 25 457.478 20 592.712 6 354.307 3 296.593 1 265.000 1 265.000
b. Lighter 9 8.720,5 2 2.343 - - - -

JUMLAH L19. 2.085.838,18 113 2.773.039,68 95 3.109.312,68 95 3.267.178,68 95 3.305.585,68 93 3.539.699,68


:
* ) Termasuk Ocean Going Tanker.
** ) Termasuk LPG Tanker.
***) Termasuk Oil Storage Barge.

Catatan : Dalam tahun 1975 dan berikutnya dihitung per 1 Januari.


Untuk memenuhi kemungkinan kekurangan kapal dipenuhi dengan Time Charter dan atau penundaan
Scraping.
3
Dalam Repelita II juga akan diadakan perbaikan serta per -
luasan jaringan distribusi dan penimbunan bahan bakar
minyak yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia seperti
pembangunan depot-depot baru, dermaga serta pipa bawah
laut, dengan perkiraan biaya seluruhnya 8 milyar rupiah.
Rencana perluasan jaringan distribusi meliputi pembangunan
depot dan dermaga baru di berbagai tempat di Sumatra, yaitu
di Olele, Meulaboh, Siak, di Jawa yaitu di Banyuwangi, di
Kalimantan Tengah yaitu di Palangkaraya, di Sulawesi yaitu
di Kendari, Gorontalo, Donggala, di Maluku yaitu di Ternate,
di Nusa Tenggara yaitu di Bima, Endeh, Maumere dan di Irian
Jaya yaitu di M anok war i . D er m ag a b ar u ak an d ib ang un p ula
d i Pontianak, Samarinda, Pare-pare, Ambon, dan Sorong.
Sedangkan di Panjang, yang merupakan pelabuhan baru, akan
dipasang pipa di bawah laut (submarine).
Selain daripada itu kekuatan armada tanker dari Pertamina
akan ditingkatkan sehingga seluruh armada perkapalan, khu -
susnya untuk distribusi dalam negeri akan diusahakan sejauh
mungkin dapat dimiliki oleh Pertamina.
Rencana penambahan kekuatan armada tanker selama
Repelita II akan terdiri atas macam-macam jenis kapal seperti
tercantum dalam Tabel 12-17.

Timah
Dalam Repelita II produksi timah akan ditingkatkan secara
terbatas, mengingat bahwa peningkatan konsumsi internasio -
nal akan timah berkembang dengan tingkat pengembangan
sekitar 1,6% saja tiap tahun, sedangkan di lain pihak kemam -
puan peningkatan produksi adalah lebih tinggi.
Selain itu mengingat akan adanya ketentuan quota ekspor
maka bagaimanapun produksi harus disesuaikan dengan ke-
mungkinan ekspor.
Diperkirakan produksi timah mencapai kenaikan rata-rata
4% tiap tahun.

173

11
TABEL 12 - 18.
PERKIRAAN PRODUKSI TIMAH, 1974/75 - 1978/79
(metrik ton)

1974/75 23.323
1975/76 24.886
1976/77 25.582
1977/78 27.203
1973/79 28.408

Sebagian dari konsentrat bijih timah yang dihasilkan oleh


PN Timah akan dilebur sendiri diunit Peleburan Timah Muntok
(Peltim).

TABEL 12 - 19.
PERKIRAAN PRODUKSI LOGAM TIMAH (PELTIM),
1974/75 - 1978/79
(metaik ton)

1974/75 - 14.820
1975/76 - 19.760
1976/77 - 26.263
1977/78 - 29.346
1978/79 - 30.537

Peningkatan produksi logam timah tahun 1976 dan seterus -


nya adalah sebagai hasil ekspans peleburan. Peningkatan
produksi timah terutama diarahkan untuk ekspor; konsumsi
dalam negeri hanya sekitar 500 ton tiap tahun dan kelebihan
produksi yang belum dapat diekspor adalah untuk stock yang
sewaktu-waktu dapat diekspor untuk mengisi jika terdapat
kekurangan produksi dari negara-negara produsen timah yang
lain.
174

11
175
500 500 550 600 600
TABEL 12 - 20
KONSUMSI DALAM NEGERI DAN NILAI RUPIAH

1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

175
Konsumsi dalam

Nilai dalam ru -
piah a
Rp.
1.825.000,00
per metrik ton

Rp. 1.095.000.000,00 Rp.


1.095.000.000,00
negeri (dalam Rp. 912.500.000,00 Rp. 912.500.000,00 Rp.
1.003.750.000,00 metrik ton)
Dengan demikian volume ekspor lebih rendah dari pada
jumlah produksi, seperti terlihat pada tabel berikut:

TABEL 12 - 21
EKSPOR TIMAH
Tahun 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

Volume (Metrik ton) 22.150 23.725 24.975 27.500 29.175


Nilai (Ribuan US $) 110.750 118.625 124.875 137.500 145.875

Catatan:
Dengan asumsi tidak akan ada pembatasan ekspor.
Investasi di bidang pertambangan timah dititikberatkan ke-
pada usaha-usaha eksplorasi untuk mencari endapan baru,
modernisasi kapal keruk sebagai lanjutan dari program reha-
bilitasi dalam Repelita I,, perbaikan serta modernisasi dari
sentral-sentral pembangkit tenaga listrik untuk tambang dan
penambahan kapal keruk baru untuk mengeruk daerah ca -
dangan yang lebih dalam letaknya, yang tidak dapat dikeruk
oleh kapal-kapal keruk yang telah dipunyai PN Timah dewasa
ini.

Nikel
Diperkirakan bahwa proyek-proyek baru akan dimulai beroperasi
dalam Repelita II, ~dengan perkiraan produksi sebagaimana tertera
dalam Tabel 12-22.

Dengan mulai dilaksanakan persiapan pembangunan pabrik-


pabrik pengolahan, baik di dalam rangka penanaman modal
asing maupun oleh PN Aneka Tambang sendiri, maka ekspor
nikel dalam Repelita II selain dalam bentuk bijih juga akan
berupa ferro nikel, nikel matte, dan logam nikel. Agar lebih
jelas tentang ekspor nikel berikut ini disajikan Tabel 12-23.
178
GRAFIK 12 - 21

74/75 75/76 76/77


5
1
PERKIRAAN EKSPOR TIMAH
1974/75 - 1978/79
5 1
( metrik ton )
5
77/78 78/79

1
179
5
1
TABEL 12 - 22.
PERKIRAAN PRODUKSI NIKEL, 1974/15 - 1978/79
(ribu ton)

Jenis produksi 1974 197 197 197 1978


5 6 7
850 900 950 975 1.000
1. Bijih nikel
2. Ferro nikel - 5 5 5
3. Nikel matte 8,4 14 14
4. Logam nikel 19,5 45

TABEL 12 - 23.
PERKIRAAN NILAI EKSPOR NIKEL, 1974/75 - 1978/79
(dalam juta US $)

Jenis ekspor 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/7


9

1. Bijih nikel 11.2 11.8 12.5 13.2 13.2


2. Ferro nikel - 2.8 13.9 13.9 13.9
3. Nikel matte - - 14.3 35.8 35.8
4. Logam nikel - - - 80 185

*) Volume ekspor diperhitungkan = besarnya produksi.

Proyek ferro nikel di Pomala yang dilaksanakan oleh PN


Aneka Tambang telah mulai dibangun pada tahun 1973. Pe -
nyelesaian dari proyek akan diharapkan pada tahun 1975 untuk
mana masih diperlukan investasi pada tahun-tahun 1974 dan 1975
dengan perkiraan sebesar US $ 7.85 dan US $ 3.97 juta.
Demikian pula, akan dilakukan investasi untuk pembangunan
pabrik pengolahan nikel yang menghasilkan nikel matte di
d aer ah Sor oak o, Sul awe s i Te ng g ar a, d e ng an b iay a s ek itar
US $ 13 5 j uta.

180
5
1
Sedang suatu 1prayek yang akan menghasilkan logam nikel
sedang direncanakan di Pulau Gag Irian Jaya dengan rencana
biaya ± US $ 554 juta.
6
1
Bauksit
Dalam Repelita II kegiatan di bidang penyelidikan dan produksi
akan dilanjutkan oleh PN Aneka Tambang di Pulau Bintan. Juga
diselidiki cadangan-cadangan baru di berbagai tempat di Indonesia,
khususnya Kalimantan Barat. Usaha-usaha yang terakhir ini
mungkin belum mencapai tahap produksi. Dengan demikian
produksi bijih berkwalitas ekspor akan didapat dari Pulau Bintan,
dengan jumlah yang sama dengan tahun-tahun Repelita I, seperti
yang tertera pada Tabel 12- 24 di bawah ini.

TABEL 12 - 24.
PERKIRAAN PRODUKSI BAUKSIT, 1974/75 - 1978/79
(ribu ton)

1974/75 1.100
1975/76 1.125
1976/77 1.150
1977/78 1.175
1978/79 1.200

Nilai ekspor bauksit yang sebagian besar akan ditujukan


ke Jepang dalam bentuk bijih adalah mempunyai nilai seperti
tertera pada Tabel 12-25.
Eksplorasi bauksit yang berkadar rendah di Pulau Bintan
dilakukan untuk mempelajari kemungkinan pendirian suatu
pabrik Alumina Plant, sehingga bijih yang tidak dapat di -
ekspor dapat dimanfaatkan. Dari hasil penyelidikan ini di -
ketahui bahwa pendirian suatu pabrik Alumina Plant dengan
kapasitas 200.000-250.000 ton setahun adalah cukup feasible .

182
GRAFIK 12 - 24

1200
PRODUKSI BAUKSIT
1974/75 - 1978/79
(ribu ton)
1200
1175
'150
1125
1io0
TABEL 12 – 25
PERKIRAAN NILAI EKSPOR BAUKSIT
1974/75 - 1978/79
(juta US $)

1974/75 - 5.706
1975/76 - 5.835

1976/77 - 5.966

1977/78 - 6.095

1978/79 - 6.235

Mengingat besarnya modal yang akan diperlukan untuk pen -


dirian pabrik, maka telah diambil kebijaksanaan untuk
kerjasama dengan pihak luar negeri. Diharapkan bahwa
pembangunan pabrik alumina dapat dimulai ,dalam Repelita II.
Hasil eksplorasi selama Repelita I telah membuktikan terdapat -
nya endapan bauksit dalam jumlah besar di Kalimantan Barat.
Berdasarkan hasil penemuan tersebut, pada permulaan tahun
1974 telah dimulai penelitian bagi pelaksanaan pembangunan
pertambangan bauksit dan proyek alumina di daerah Kaliman -
tan Barat.

Pasir besi

Dalam Repelita II produksi pasir besi direncanakan akan


ditingkatkan menjadi 400.000 ton tiap tahun. Hasil produksi
ini seluruhnya diekspor ke Jepang dengan perkiraan nilai se-
besar US $ 1.7 juta, tiap tahun. Disamping itu sedang dilaku -
kan pula penyelidikan-penyelidikan serta feasibility study
untuk mengembangkan deposit pasir besi di daerah Selatan
Yogyakarta. Telah dilakukan penyelidikan dan penelitian
untuk mempergunakan pasir besi dalam pembuatan besi dan
baja. Usaha ini dalam Repelita II akan ditingkatkan.

184
Emas dan Perak
Dalam periode Repelita II produksi emas tidak akan banyak
berbeda dengan semasa periode Repelita I, walaupun akan ter -
jadi peningkatan penggalian bijih, berhubung menurunnya
kadar emas dan perak dalam bijih.

T A B E L 12 - 26.

PERKIRAAN PRODUKSI EMAS DAN PERAK,


1974/75 - 1978/79
(Kg)

1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

Emas 300 300 300 300 300


Perak 8.500 8.500 8.500 8.500 8.500

Eksplorasi endapan emas aluvial dalam Repelita II akan di-


tingkatkan. Pekerjaan ini akan dilaksanakan khususnya di daerah
Sulawesi Utara, Riau Daratan, dan Kalimantan Tengah.
Dalam hubungan rencana investasi baru, akan diusahakan
pemindahan pabrik pengolahan emas dan perak "Logam Mul -
ya", yang sekarang ini berada di tengah kota Jakarta ke
daerah Pulau Gadung dan sekaligus direncanakan untuk mem -
bangun satu unit "Copper rodrolling" dengan perkiraan biaya
sebesar US $ 5 juta.

Tembaga
Produksi tembaga dalam periode Repelita II diharapkan
akan konstan, sebesar 250 .000 ton konsentrat per tahun (kadar
tembaga dalam konsentrat 26% Cu).
Dengan didasarkan pada harga tembaga tahun 1973 maka
proyeksi nilai ekspor diperkirakan sebesar US $ 70 juta tiap
tahun. Selama Repelita II tidak akan dilakukan investasi -
investasi besar, kecuali perbaikan-perbaikan instalasi pengo -
7
1
185
lahan dan tambang. Eksplorasi tembaga secara meluas telah
dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya
di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Meskipun hasil dari
eksplorasi ini belum lagi dapat dipastikan, tetapi petunjuk-
petunjuk tentang terdapatnya endapan "porphyry capper" di
kedua daerah ini memberikan harapan besar bagi perluasan
produksi tembaga di masa yang akan datang.

Granit
Direncanakan dalam Repelita II produksi batu granit
akan terus meningkat tiap tahun sebagai berikut:
TABEL 12 - 27
PERKIRAAN PRODUKSI GRANIT, 1974/75 - 1978/79
(ribu ton)

1974/75 1.070
1975/76 1.600
1976/77 2.220
1977/78 2.400
1978/79 2.400

Batu granit di samping untuk diekspor juga dijual di dalam


negeri.

TABEL 12 - 28.
PERKIRAAN EKSPOR DAN PEMASARAN DALAM NEGERI BATU
GRANIT, 1974/75 - 1978/79
(dalam ribu US $)

1974/75 4.600
1975/76 7.100
1976/77 10.300
1977/78 11.600
1978/79 12.600
189
1
1
189

Direncanakan investasi tambahan sebesar ± US $ 7 juta


untuk meningkatkan produksi, yang akan dilaksanakan pada
tahun pertama dan kedua Repelita II.

Batu bara
Dalam Repelita II akan diusahakan peningkatan pengguna -
an batu-bara dalam rangka kebijaksanaan energi. Untuk
Tambang Batu Bara Bukit Asam sementara akan dilakukan
penelitian yang luas untuk perbaikan tambang yang kelak
dapat ditingkatkan produksinya guna menjamin kebutuhan -
kebutuhan batu bara sebagai bahan energi maupun sebagai
bahan bakar.
Untuk Tambang Batu Bara Ombilin usaha akan diarahkan
untuk perbaikan-perbaikan tambang dan penyelesaian sentral
listrik dengan daya terpasang kapasitas 12 MW dalam tahun
1974/75.
Sebagaimana diketahui usaha pertambangan batu bara di
Ombilin dan Bukit Asam selama ini masih beroperasi dengan
defisit. Tetapi dalam bayangan krisis energi dan dengan terus
meningkatnya harga bahan bakar minyak dari tahun ke tahun,
bari depan kemungkinan perusahaan tambang dan pemasaran
batu bara menjadi semakin baik karena harga batu bara boleh
jadi akan dan dapat bersaing dengan harga minyak bumi dalam
waktu mendatang.
Sambil menunggu terbukanya kemungkinan pemasaran batu
bara seperti tersebut di atas, maka diperlukan pembiayaan
guna memperbaiki alat tambang, alat transpor, dan pembelian
alat-alat baru, sehingga produksi secara bertahap dapat
ditingkatkan.
Rehabilitasi tambang-tambang batu bara tersebut di atas
akan dilaksanakan secara bertahap; usaha dimulai dengan
usaha perbaikan alat-alat pertambangan untuk memantapkan
dan melancarkan produksi batu bara guna memenuhi pasaran
dii dalam negeri yang ada sekarang ini. Dalam tahap selanjut -
nya akan diusahakan peningkatan produksi sampai mencapai
1
1
tingkat yang berimbang (break even) dengan perhitungan
akan terbukanya kesempatan pemasaran baru di dalam negeri,
misalnya dalam hubungan pembangunan proyek-proyek PLTU
baru, pabrik-pabrik semen, dan kemungkinan ekspor secara
terbatas.
Untuk rencana jangka panjang, bila terbukti dari hasil
eksplorasi tambahan bahwa cadangan batu bara di kedua tam -
bang tersebut di atas cukup besar, maka perlu pula dipikirkan
tahap pengembangan lebih lanjut secara besar-besaran apabila
ada kemungkinan untuk ekspor dan pengembangan pasaran
lebih lanjut.

Aspal

Dewasa ini pengusahaan tambang aspal di Pulau Buton


dilaksanakan oleh Perusahaan Aspal Negara (PAN). Dalam
lima tahun terakhir ini produksi aspal mengalami peningkatan
dari 31.215 ton pada tahun 1969 menjadi 115.000 ton pada ta-
hun 1973. Dalam Repelita II produksinya akan ditingkatkan .

Manggan

Pertambangan manggan di Jawa Barat dan Daerah Istimewa


Yogyakarta diusahakan oleh perusahaan daerah masing-masing
dan juga oleh rakyat. Produksi masih belum teratur dan ber -
sifat musiman sesuai dengan adanya pasar. Manggan Yang
ditambang terbatas pada yang berkadar MnO 2 di atas 75%.
Pada tahun 1972 tercatat produksi untuk Jawa Barat 7.431 ton
dan untuk Yogyakarta 100 ton. Dalam Repelita II eksplorasi
yang lebih intensif akan dilakukan. Di samping itu diadakan
pula studi untuk mendirikan pabrik ferro-manggan dengan
menggunakan manggan yang dihasilkan dari dalam negeri .

Intan

Penambangan intan Yang dilaksanakan PN Aneka Tambang


di daerah Cempaka, Kalimantan Selatan, hingga saat ini belum
merupakan usaha yang komersiil.
1
1
Di samping kegiatan PN Aneka Tambang, rakyat meng -
usahakan penggalian dan pendulangan intan secara perorangan
maupun dalam kelompok di daerah Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah. Pr od uk s i i ntan ol e h r aky at ini tid ak
d ap at d i k e tahui d e ng an p as ti .

Bahan Galian Industri

Kecuali bahan-bahan galian seperti tersebut di atas telah


diusahakan pula berbagai bahan galian industri. Yang terpen -
ting di antaranya adalah lempung, kaolin, pasir kwarsa,
bentonit, diatomit, marmar, tras, andesit , dan lain-lain.

Batu gampimg dan tanah liat merupakan bahan baku utama untuk
membuat semen. Inventarisasi secara umum akan dila -
kukan terhadap kedua bahan galian yang sangat penting ini
khususnya dalam rangka penyelidikan untuk pembangunan
proyek semen baru. Eksplorasi detail baru akan dilakukan
kalau sudah diambil keputusan untuk mempergunakannya
sebagai dasar bagi pendirian sesuatu pabrik. Penyelidikan
detail antara lain telah dilakukan di Batu Raja (Sumatra
Selatan), Indarung (Sumatra B ar at) , B ahor ok (Sum atr a
Utar a), Olele (Aceh), Cirebon ( Jawa Bar at), d an Cilac ap
(Jawa Te ng ah) .

Persediaan kedua bahan galian ini terdapat dalam jumlah


besar sekali di Indonesia dan dapat mendukung pendirian pabrik
semen secara menyebar untuk mencukupi seluruh kebutuhan
di berbagai daerah Indonesia.

Batu gamping juga merupakan bahan dasar yang penting


bagi pendirian pabrik-pabrik lain atau sebagai campuran dalam
sesuatu proses seperti untuk pembuatan karbit, proses pembu-
atan besi/baja, -dan lain- lain.

Lempung juga merupakan bahan galian yang sangat penting.


Di samping untuk pembuatan semen, lempung adalah bahan
dasar untuk pembuatan bata, genteng, dan lain-lain. Lempung
yang mempunyai sifat tertentu dapat dijadikan bahan dasar
1
1
bagi pembuatan "expanded clay" yang merupakan bahan yang
sangat penting bagi pendirian bangunan-bangunan tinggi. Lem-
pung tahan api sangat diperlukan dalam proses pabrik yang
mempergunakan temperatur tinggi.

Kaolin dan pasir kwarsa merupakan bahan dasar yang pen-ting


bagi industri keramik maupun industri lainnya. Penyeli-dikan di
antaranya akan dilakukan di Bangka Belitung dan Kalimantan
Barat.

Bentonit dan diatomit masing-masing sangat diperlukan dalam


pengapuran dan penyulingan minyak. Kemungkinan terdapat -
nya bentonit di Indonesia adalah sangat baik dan eksplorasi
ke arah itu akan dilangsungkan secara intensif. Diatomit dite -
mukan di berbagai tempat di Indonesia dan penyelidikan me-
ngenai kwalitasnya bagi penggunaannya dalam proses pe-
nyulingan minyak akan ditingkatkan.

Tras gunung api, andesit dan batu lainnya telah umum


ditambang sebagai bahan bangunan. Meskipun catatan mengenai
hasil produksi belum terkumpul secara lengkap tetapi dapat
diperkirakan bahwa jumlah dan nilainya cukup bermutu; yang
penting diselidiki di masa yang akan datang ialah mengenai
mutunya dan usaha untuk mengadakan standardisasi dalam
bidang ini.
Eksplorasi dalam bidang bahan galian industri terutama.
ditujukan bagi pengembangan usaha pertambangan swasta
nasional.

Program Penunjang
Perbaikan fasilitas pembinaan pertambangan akan ditingkat-
kan berdasarkan hasil yang dicapai dalam Repelita I, dengan
menitik beratkan terutama kepada pembinaan dengan cara
bimbingan dan penyuluhan usaha-usaha di bidang pertambangan
serta penciptaan dan penyediaan sarana untuk meningkat- kan
pelaksanaan tugas-tugas dasar. Khususnya untuk para
p e nanam m od al d al am ne ge r i , p e ny uluhan ak an d iar ahk an
1
1
410476 - (7).

kepada penambangan dan pengolahan bahan-bahan galian


nonmetalik yang mempunyai kemungkinan besar untuk ber -
kembang diwaktu yang akan datang.

Pendidikan dan latihan institutiontil akan bertujuan untuk


memperbanyak tenaga ahli dan menengah dalam rangka
memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang meningkat di bidang
pertambangan. Untuk maksud ini akan diadakan peningkatan
mutu serta perluasan sarana pendidikan ahli-ahli dan kader -
kader menengah maupun latihan-latihan kerja untuk mening-
gikan kemampuan nasional.

Program Penelitian Minyak dan Gas Bumi ditujukan untuk


mendapatkan dasar-dasar serta saran-saran yang diperlukan
pemerintah dalam rangka mengarahkan kegiatan perminyakan
di Indonesia. Dalam Repelita II program ini akan dititik berat -
kan kepada usaha-usaha ke arah penelitian cara-cara pengola -
han yang sesuai dengan tipe dari minyak bumi yang terdapat
di Indonesia, inventarisasi serta pengumpulan data dari
kegiatan eksplorasi, mempelajari masalah pencemaran yang
sangat berpengaruh terhadap lingkungan hidup dan pendidikan
kader yang diperlukan dalam industri perminyakan.

Penelitian minyak dan gas bumi akan dititikberatkan pada


cara pengolahan sehingga hasil pengolahan minyak bumi
Indonesia sejauh mungkin akan dapat memenuhi kebutuhan
bermacan-macam bahan bakar dan minyak pelumas. Dalam
rangka usaha-usaha konservasi minyak dan gas bumi diper -
lukan data sebanyak mungkin mengenai cadangan minyak
dengan tujuan untuk menyusun suatu peta cadangan minyak
yang terdapat di seluruh Indonesia.

Dengan diketahuinya deposit-deposit minyak, baik penye -


barannya maupun jumlahnya, maka pemerintah sewaktu-waktu
dapat mengambil kebijaksanaan apabila diperlukan dalam rang-
ka menghadapi masalah energi secara keseluruhan di Indonesia.

Berkembangnya kegiatan pertambangan seperti nikel, tem -


baga, kilang-kilang minyak, pabrik-pabrik petrokimia serta
industri pengolahan lainnya dapat mencemarkan udara dan air
yang disebabkan oleh tumpahan minyak asap industri, yang
kesemuanya ini akan dapat mengakibatkan lingkungan hidup
yang tidak sehat. Untuk mencegah hal ini diperlukan penelitian
lingkungan dengan tujuan mencari keseimbangan antara per -
kembangan sektor pertambangan dengan lingkungannya. Untuk
ini diadakan monitoring perairan, monitoring udara, experimen-
experimen toksikologis dan penelitian tentang identifikasi zat-
zat pencemar. Selama Repelita II penelitian lingkungan hidup
ini akan ditingkatkan.
Program peningkatan kegiatan geologi ditujukan bukan
untuk semata-mata penyusunan peta geologi tetapi juga
ditujukan untuk penelitian geofisika, penelitian geologi teknik
untuk perencanaan bangunan sipil seperti waduk, jembatan,
jalan, dan lain-lainnya. Program ini juga ditujukan untuk pene-
litian air tanah. Tambahan pula di daerah-daerah yang ada
gunung apinya akan dilakukan pemetaan gunung api dan
penelitian panas bumi (geothermal).

Salah satu prasyarat bagi berhasilnya berbagai macam


penelitian geologi tersebut ialah pembuatan foto udara. Pemot-
retan dari udara sebaiknya diikuti oleh airborne survey yang
lain seperti aeromagnetik, radiometrik dan infrared scanning.
Dalam kegiatan pemotretan ini daerah yang mendapat priori -
tas adalah daerah yang direncanakan untuk diselidiki secara
menyeluruh selama Repelita II.
B. MASALAH ENERGI
I. E N E R G I.
Dengan meningkatnya perkembangan ekonomi di Indonesia,
maka kebutuhan akan energi dari tahun ke tahun terus naik.
Dewasa ini diperkirakan bahwa perbandingan antara kebutuhan
energi komersiil yaitu untuk keperluan industri, pengangkutan
umum, dan lain sebagainya dan energi untuk sektor nonkomersiil
diantaranya untuk berbagai keperluan rumah tangga di daerah-
daerah pedesaan sampai kota-kota besar masih seimbang
keadaannya.

194
11

Dengan semakin majunya pembangunan ekonomi dan indus-


trialisasi, maka kebutuhan energi komersiil akan lebih cepat
peningkatannya dibandingkan dengan kebutuhan untuk sektor
nonkomersil.

Di Indonesia dewasa dni minyak dan gas bumi merupakan


komponen utama daripada sumber energi yang telah diman-
faatkan. Sekalipun batu bara, kayu bakar, dan arang secara
langsung juga memberikan sumbangannya sebagai sumber
energi yang dihasilkan, peranannya dapat dikatakan sangat
minimal sekali. Untuk sektor yang nonkomersiil belum dapat
diketahui dengan pasti berapa besar peranan bahan bakar mi-
nyak sebagai sumber pembangkit energi , , akan tetapi dari data
statistik yang ada dapatlah diketahui bahwa dewasa ini hampir
94% dari kebutuhan energi komersiil dicukupi oleh bahan bakar
minyak dan ada kecenderungan yang nyata bahwa kebutuhan
di dalam negeri akan minyak bumi secara keseluruhan akan
terus meningkat dengan pesat.
Melihat perkembangan pemakaian sumber energi di dalam
beberapa tahun terakhir ini, yang menunjukkan kecenderungan
pemakaian bahan bakar minyak yang semakin meningkat secara
tidak seimbang dibandingkan dengan pemakaian sumber-sumber
energi yang lain, maka perlu ditelaah kemungkinan peningkatan
penggunaan sumber-sumber energi lain yang terdapat di
Indonesia.
Suatu hal yang menguntungkan Indonesia adalah bahwa di
samping memiliki cadangan minyak bumi Indonesia juga mem -
punyai potensi cadangan batu bara, tenaga air, tenaga panas
bumi (geothermal), dan mungkin juga potensi lain yang masih
harus diselidiki lebih lanjut.

II. KEBUTUHAN ENERGI.

Kebutuhan energi dalam negeri dewasa ini dapat dibagi da -


lam tiga kategori besar, yaitu: (a) kebutuhan untuk transpor
sebesar 43%; (b) kebutuhan rumah tangga sebesar 35%; dan
(c) kebutuhan perlistrikan/industri sebesar 22%.
Kebutuhan untuk transpor
Pada Repelita I perkembangan kebutuhan bahan bakar
minyak bumi untuk transpor meningkat dengan rata-rata 15%
per tahun, terutama sekali untuk kendaraan bermotor yang
menggunakan bensin premium dan minyak diesel. Dieselisasi
perkeretaapian juga merupakan faktor yang penting dalam pe -
ningkatan kebutuhan akan minyak diesel, sedang perkembangan
penggunaan bensin yang ber-oktan tinggi telah meningkat pula
dengan cepat dalam beberapa tahun terakhir ini. Dalam hu -
bungan masalah transpor secara umum, kiranya memang sudah
menjadi kenyataan bahwa mengingat sifatnya mobil itu, bahan
bakar minyak akan tetap merupakan sumber energi yang paling
cocok dan sangat sulit untuk menggantinya. Karena untuk sek -
tor transpor, kebutuhan akan bahan minyak kiranya harus
tetap diprioritaskan demi kelancaran roda ekonomi .

Kebutuhan rumah tangga


Minyak tanah merupakan bahan bakar utama untuk keper-
luan rumah tangga, khususnya di daerah-daerah kota. Kenaikan
kebutuhan akan bahan bakar ini naik dengan rata-r ata 8%
pe r tahun. Dalam Repelita II penggunaan liquified petroleum
g as ( LP G ) d ap at ditingkatkan, dan untuk itu perlu usaha pro -
duksi, k hus us ny a bagi kota-kota besar di mana fasilitas untuk
d is tr i b us i LP G d an pemakaian kompor-kompor khusus telah
ter s e d i a. D e ng an meningkatnya perlistrikan dikemudian hari,
terutama di daer ah- daerah perkotaan, dapat diharapkan bahwa
peni ng k atan p e ng g unaan e ner g i d ar i lis tr ik untuk b er b ag ai
ke p e r l uan r um ah tang g a ak an dapat mengurangi laju pening-
katan pemakaian m i ny ak tanah.

Kebutuhan perlistrikan/industri

Daya listrik terpasang (installed) yang diselenggarakan oleh


PLN pada akhir Repelita I berjumlah ± 1055 MW (PLN),
dengan perincian 26,3% menggunakan mesin diesel, 24,5%
menggunakan mesin tenaga uap, 10,3% menggunakan tenaga
gas (yang ketiga-tiganya memerlukan bahan bakar minyak),

196
dan selebihnya adalah 38,8% tenaga air dan 0,1% tenaga air
mikro (Mikro-hydro). Dengan demikian, maka pembangkitan
listrik dengan bahan bakar minyak adalah 61,1 % dari keselu -
ruhan daya listrik yang terpasang. Di luar PLN terdapat pem -
bangkit-pembangkit listrik yang diusahakan sendiri oleh ber-
bagai industri/tambang, yang pada tahun 1968 mempunyai daya
terpasang 547 MW ( perhitungan sementara). Kebanyakan dari
pembangkit-pembangkit listrik inipun menggunakan bahan bakar
minyak sebagai sumber tenaga dan hanya beberapa yang
menggunakan batu bara ataupun tenaga air.
Dalam usaha meningkatkan penyediaan energi dikemudian
hari, prioritas perlu diberikan kepada penambahan pembang -
kitan tenaga listrik dan dalam hubungan ini PLN telah meren -
canakan penambahan sebesar 1105 MW daya terpasang dalam
periode Repelita II. Bila diikuti perbandingan pertumbuhan te -
naga listrik di negara-negara yang sedang berkembang maka
diperkirakan setiap lima tahun konsumsi tenaga listrik di
Indonesia haruslah menjadi dua kali lipat . Pertumbuhan sepesat
ini hanya dapat terlaksana apabila kita tidak semata-mata
menggantungkan diri pada bahan bakar minyak untuk pem -
bangkitan tenaga listrik sebaliknya pertumbuhan ini memberi -
kan peluang baik bagi peningkatan pemanfaatan sumber energi
lain, seperti batu bara, tenaga air, dan tenaga panas bumi.

III. INVENTARISASI SUMBER ENERGI.

Inventarisasi sumber energi di bumi Indonesia masih jauh


dari pada lengkap, namun begitu telah dapat diketahui bahwa
Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas bumi berkadar
belerang rendah dalam jumlah besar, serta cadangan batu bara
dan tenaga air yang cukup potensiil. Di samping itu melihat
keadaan geologinya, negeri ini diperkirakan memiliki potensi
sumber panas bumi yang cukup besar, di samping kemungkinan
mengandung pula endapan mineral radioaktif khususnya ura-
nium. Dalam periode Repelita I penyelidikan telah dilaksanakan
terhadap segala sumber energi tersebut di atas, dan untuk panas

197
2
1
bumi dan mineral radioaktif penyelidikan baru dalam taraf
permulaan.
Secara kwalitatif, berdasarkan data yang tersedia sampai se-
karang, dapatlah disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar
minyak untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia, secara
relatif sudah terlalu besar dan menunjukkan pertumbuhan sa -
ngat cepat. Sebaliknya, gas alam yang banyak terdapat di Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan, masih belum dimanfaatkan sepe -
nuhnya, demikian pula potensi tenaga air , khususnya di Pulau
Jawa yang sudah jelas sangat meningkat kebutuhan energinya
dalam beberapa tahun terakhir ini. Di samping itu penggunaan
batu bara di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini terus
menurun dan pasarannya semakin terdesak oleh minyak bumi;
produksi batu bara Indonesia yang pernah mencapai 2.000.000
ton lebih setahun sebelum perang dunia kedua, dalam beberapa
tahun terakhir ini hanya tinggal sebesar ± 175.000 ton setahun,
dan untuk jumlah produksi yang sekecil itupun, pemasarannya
masih mengalami kesulitan.
Tetapi dari perkembangan sumber energi di seluruh dunia
akhir-akhir ini telah menjadi jelas bahwa dunia akan mengha -
dapi krisis apabila menggantungkan sumber energinya dari mi -
nyak bumi semata-mata. Bahkan secara umum harus disim -
pulkan bahwa sekarang ini masa energi murah telah lampau.
Kenyataan ini harus pula kita sadari dalam melaksanakan pem -
bangunan ekonomi Indonesia dan oleh karenanya perlu ditem -
puh kebijaksanaan yang lebih terarah dalam pemanfaatan ber -
bagai sumber energi yang terdapat di Indonesia.

IV. KEBIJAKSANAAN.
Mengingat hal-hal diatas, maka perlu diambil pokok-pokok
kebijaksanaan sebagai berikut: dengan meningkatnya kebu -
tuhan energi dalam negeri yang sebagian terbesar selama ini
masih dipenuhi oleh bahan bakar minyak, maka dalam Repelita
II dilaksanakan survey secara menyeluruh untuk mengembang -
kan dan memanfaatkan sumber-sumber energi lain tanpa mengu-
rangi peningkatan penyediaan energi dari tahun ke tahun.
2
1
Usaha peningkatan penyediaan energi di dalam negeri harus
memprioritaskan penambahan dan perluasan perlistrikan, dan
pembangunan pusat-pusat pembangkit listrik di tiap daerah
sejauh mungkin harus dengan memanfaatkan semaksimal mung -
kin sumber-sumber energi yang terdapat di daerah itu sendiri,
apabila secara ekonomis masih dapat dipertanggung jawabkan .

Perlu diteruskan usaha penelitian untuk mengetahui bila -


mana sekiranya pembangunan suatu pembangkit tenaga nuklir
(PLTN) secara ekonomis dapat dipertanggung jawabkan dan
diperlukan, khususnya bagi daerah-daerah yang sumber ener -
ginya sangat terbatas. Karena persiapan pembangunan PLTN
memakan waktu cukup lama (kira-kira sampai 10 tahun), maka
kegiatan penelitian yang telah ada selama ini pelu ditingkatkan.

Untuk menunjang kebijaksanaan pengembangan berbagai


sumber energi seperti diuraikan dalam pasal-pasal di atas, perlu
dipersiapkan pula segala sarana penunjang, khususnya penyu -
sunan perundang-undangan yang serasi, penetapan tarif dan
harga serta perpajakan yang wajar dan seimbang terhadap
sektor-sektor usaha yang mengembangkan dan memanfaatkan
berbagai sumber energi tersebut.

PEMBIAYAAN

Pembiayaan dari Anggaran Pembangunan Negara untuk pem-


bangunan Pertambangan dan Minyak Bumi dalam tahun 1974/
75 berjumlah 3,35 milyar rupiah, sedang selama jangka waktu
lima tahun dalam Repelita II diperkirakan berjumlah 35,1 milyar
rupiah.

Di samping itu ada pula kegiatan untuk pembangunan Per-


tambangan dan Minyak Bumi yang pembiayaannya diperhi -
tungkan di sektor lain yakni untuk pendidikan yang digolongkan
dalam sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional, dan Pembinaan
Generasi Muda sebesar Rp 340.000 .000,00 dalam tahun 1974/
75 dan diperkirakan berjumlah Rp. 2.380.000.000,00 jangka
waktu lima tahun selama Repelita II.
2
1
Sedang untuk pembangunan prasarana fisik pemerintahan
dan/atau untuk peningkatan efisiensi aparatur pemerintahan
yang digolongkan dalam Se k tor Ap ar atur N eg ar a se b e s ar
Rp 95 . 0 0 0. 000,00 dalam tahun 1974/75 dan diperkirakan ber -
jumlah Rp. 570.000.000,00 selama lima tahun dalam Repelita II.

Dalam seluruh jumlah tersebut di atas sudah termasuk nilai


lawan pelaksanaan bantuan proyek.
2
1
TABEL 12 - 29.
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN
1974/75 - 1978/79
(dalam jutaan rupiah)
PERTAMBANGAN DAN MINYAK BUMI

No. Kode Sektor/Subsektor/Program 1974/75 1974/75-1978/79


(Anggaran (Anggaran
Pembanguna Pembangunan)
n)

2 SEKTOR INDUSTRI DAN PERTAM-


BANGAN
3.350,0 35.100,0
2.2 Subsektor Pertambangan
Program PeningkatanHasil Pertam- 2.775,0 25.400,0
2.2.1
bangan
2.2.2 Program Pengembangan Geologi
575,0 9.700,0
Kegiatan-kegiatan Pertambangan
dan Minyak Bumi lainnya yang
pembiayaannya diperhitungkan di
sektor-sektor lain.

9. Sektor Pendidikan, Kebudayaan Na-


sional, dan Pembinaan Generasi Muda
9.2. Subsektor Pendidikan dan Latihan
Institusionil/Kedinasan
9.2.2. Program Pendidikan Industri dan 340,0 2.380,0
Pertambangan
Sektor Pengembangan Ilmu dan Tek-
15. nologi Penelitian dan Statistik
Subsektor Penelitian Institutionil
15.3.
15.3.2. Program Penelitian Industri dan Per- 820,0 5.740,0
tambangan
16. Sektor Aparatur Negara
Subsektor Aparatur Pemerintahan
16.2.
16.2.2. Program Penyempurnaan Prasarana
Fisik Pemerintahan
955,0 570,0

Anda mungkin juga menyukai