Tugas Minyak Bumi
Tugas Minyak Bumi
PENDAHULUAN
Dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia selama beberapa
tahun terakhir, bidang pertambangan telah mengambil pera-
nan yang sangat penting. Perkembangan yang mantap tampak
jelas, di satu pihak dari angka-angka produksi hasil tambang
yang terus meningkat dan di lain pihak dari semakin meluasnya
kegiatan eksplorasi diberbagai bagian Indonesia. Meskipun
pengetahuan mengenai kekayaan bumi Indonesia masih jauh
daripada lengkap, tetapi dari sementara hasil eksplorasi selama
Repelita I terhadap berbagai bahan galian, termasuk minyak
dan gas bumi dapat disimpulkan bahwa pengembangan per -
tambangan mempunyai harapan cerah.
143
y
simal mungkin bagi kepentingan nasional. Hal inilah yang akan
selalu menjadi dasar dalam menggariskan kebijaksanaan.
pengembangan usaha pertambangan di Indonesia.
Minyak bumi
1,44
pantai yang dalam tahun 1971 baru menghasilkan 1,4% dari
keseluruhan jumlah produksi minyak bumi Indonesia, dalam
tahun 1972 telah meningkat produksinya hingga mencapai
6,5% dari jumlah keseluruhan.
TABEL 12 -1.
PRODUKSI MINYAK MENTAH, EKSPOR MI NYAK MENTAH DAN HASIL
MINYAK 1969/70 - 1973/74
*) Angka perkiraan.
145
TABEL 12 - 2.
76,1 5,9
1969
1970 83,7 6,3
1971 90,0 7,0
1972 100,5 8,0
1973 *) 101,3 9,4
146
transpor berupa armada darat telah dapat ditambah menjadi
dua kali. Usaha-usaha ini akan ditingkatkan sesuai dengan laju
kebutuhan dalam negeri akan minyak bumi.
Sementara itu proyek-proyek Petrokimia telah memberikan
hasil yang nyata pabrik penghasil bahan plastik polypropylene
di Plaju telah selesai dibangun pada tahun 1973, dengan kapa-sitas
permulaan 10.000 ton setahun, yang kemudian dalam waktu
singkat akan ditingkatkan menjadi 20.000 ton setahun.
Timah
147
endapan baru memerlukan pembiayaan untuk eksplorasi. Pada
dasarnya investasi tersebut dititikberatkan kepada usaha-usaha
eksplorasi, perbaikan, modernisasi kapal keruk, dan sentral-
sentral pembangkit tenaga listrik ditambang-tambang.
TABEL 12 - 3.
PRODUKSI DAN EKSPOR TIMAH
1969/70 - 1973/74
148
1969/70 17,9 16,4 54,540
1970/71 19,1 17,4 62,326
1971/72 20,5 19,1 63,086
1972/73 21,5 20,7 73,435
1973/74 *) 22,7 21,0 82,5
*) Angka perkiraan.
Nikel
Dalam Repelita I kegiatan-kegiatan yang dilakukan di bidang
nikel memberikan hasil-hasil yang menonjol. Selama Repelita I,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan negara di
Daerah Pomala, Sulawesi Tenggara, lebih bersifat peningkatan
produksi biji nikel serta survey untuk pembangunan pabrik
ferro nikel.
Selama Repelita I, produksi/ekspor biji nikel yang seluruhnya
dihasilkan oleh perusahaan negara terus meningkat dari
311.000 metrik ton pada tahun 1969 menjadi 800.000 metrik
ton pada tahun 1973.
Begitu juga nilai ekspor telah meningkat dari US $ 2,8 juta
pada tahun 1969, diperkirakan menjadi US $ 10,6 juta pada
tahun 1973.
TABEL 12 - 4.
Ekspor
Tahun Produksi
(Ribu ton) Jumlah Nilai
(Ribu ton) (Juta US $)
*) Angka perkiraan.
Bauksit
Ekspor
Tahun Produksi Jumlah Nilai
(Ribu ton) (Ribu ton) (Juta US $),
*) Angka sementara.
TABEL 12 - 6.
E k s p o r
Tahun Produksi
(Ribu ton) Jumlah Nilai
(Ribu ton) (Juta US $)
1969/70
1970/71 - - -
a) Angka perkiraan.
150
Pasir Besi
Selama Repelita I telah dilakukan pembangunan proyek per-
tambangan pasir besi di pantai Cilacap oleh Perusahaan Negara
Aneka Tambang dan sejak tahun 1971 telah dilakukan
expor konsentrat pasir besi ke Jepang. Ekspor ini didasarkan
kepada suatu kontrak jangka panjang dengan jumlah penjualan
sebesar 300.000 ton tiap tahun untuk masa 10 tahun, dimulai
tahun 1971. Jumlah ekspor pada tahun 1971 adalah sebesar
242.704 metrik ton dan pada tahun 1973 diperkirakan akan
menjadi 300.000 metrik ton. Sedangkan nilai ekspor pada tahun
1971 berjumlah US $ 1,2 juta pada tahun 1973 diperkirakan
menjadi US $ 1,3 juta.
TABEL 12 -7.
PRODUKSI EMAS DAN PERAK
1969/70 - 1973/74
Produksi
Tahun
Emas (Kg) Perak (ton)
*) Angka perkiraan.
Produksi emas menunjukkan peningkatan, pada tahun 1969
produksi sebesar 261,602 kg, diperkirakan akan menjadi 300 kg
pada tahun 1973. Sedangkan produksi perak memperlihatkan
penurunan jika dibandingkan dengan tahun 1969, di mana
produksi berjumlah 10.589,944 kg, pada tahun 1973 turun
menjadi 8.571,930 kg.
Tembaga
Batubara
Dalam Repelita I telah diusahakan rasionalisasi dan konso-
lidasi Perusahaan Negara Batu bara dengan ditutupnya tam-
bang Batu bara Mahakam, memperkecil jumlah tenaga kerja di
Tambang Batu bara Ombilin dan Bukit Asam serta diciut -
kannya kantor pusat di Jakarta. Tindakan tersebut dengan
disertai usaha menaikkan produksi, dimaksudkan untuk mem-
perbaiki kedudukan perusahaan sehingga lambat-laun akan
dapat menutup biaya eksploitasi. Untuk ini pemerintah telah
memberikan bantuan subsidi, namun usaha-usaha belum mem-
berikan hasil yang diharapkan.
Dalam usaha perbaikan tambang batu bara Ombilin, ter -
masuk pula pemasangan pusat tenaga listrik yang terdiri dari
dua unit dari 3 MW dan satu unit dari 6 MW yang penyelesaian -
nya akan diharapkan pada tahun pertama Repelita II.
Selama Repelita I produksi batu bara lebih kurang tetap
yaitu antara 170.000 - 190.000 ton setiap tahun yang berarti
jauh di bawah "break-even point".
152
TABEL 12 - 8.
1969/70
176,0
1970/71 175,4
1971/72 196,8
1972/73 177,2
1973/74 *) 190,0
*) Angka perkiraan.
Granit
Dalam Repelita I di pulau Karimun telah dibangun proyek
pertambangan batu granit dengan pembiayaan sebesar US $ 3
juta. Tujuan utama dari usaha ini adalah untuk menghasilkan
batu granit guna diekspor, khususnya ke Singapore dan daerah
sekitarnya. Selama tahun 1972 telah diprodusir 80.000 ton
granit dan produksi tahun 1973 diperkirakan sebesar 630.000
ton.
I II . K EB IJ AK SA NA AN DA N LA NG KA H- LA NG KA H
154
rupakan unsur yang sangat penting bagi perencanaan penye-
diaan air untuk kota, industri, dan, irigasi, pemilihan daerah
pertanian, pembuatan jalan, jembatan, pelabuhan, wilayah
industri, dan lain-lainnya. Di sini terlihat pentingnya peranan
geologi bagi perencanaan pembangunan suatu daerah. Karena-
nya kegiatan dalam bidang ini akan ditingkatkan dalam Repe-
lita II.
155
mungkinan sekali dikemudian hari akan dapat dimanfaatkan.
Pekerjaan eksplorasi memerlukan biaya yang tidak sedikit se-
dang risikonya besar. Tetapi eksplorasi merupakan prasyarat
bagi peningkatan hasil pertambangan. Karenanya pekerjaan
eksplorasi harus ditingkatkan pula.
Kegiatan eksplorasi dalam Repelita II selain akan dilakukan
oleh pemerintah, akan dilaksanakan pula oleh perusahaan ne-
gara dan perusahaan swasta nasional maupun asing, dengan
ketentuan bahwa seluruh hasil eksplorasi berupa data dise -
rahkan kepada pemerintah. Dengan dasar pengetahuan itu, da-
pat diatur cara pengembangannya yang terbaik bagi kepen -
tingan nasional. Pengusahaannya sendiri dapat diserahkan pa-
da perusahaan negara atau swasta.
Selain itu akan diusahakan peningkatan kegiatan dalam
pengolahan bahan galian. Untuk bahan-bahan yang dihasilkan
oleh perusahaan-perusahaan tambang yang telah beroperasi,
pengarahan umum ialah bahwa bahan-bahan tersebut harus
diolah terlebih dahulu sebelum diekspor. Biji nike1 akan di-
olah menjadi ferro nikel, nikel matte ataupun senyawa logam
nikel lain yang lebih tinggi mutunya; bauksit akan diolah
menjadi alumina, gas bumi akan dimanfaatkan sebagai bahan
pupuk dan bahan-bahan petrokimia lainnya, dan demikian
seterusnya.
156
dilaksanakan inventarisasi serta pengumpulan data dari ke -
giatan eksplorasi minyak dan gas bumi baik yang dilakukan
oleh perusahaan negara maupun perusahaan asing.
157
usahaan negara menjadi pelopor dalam pengembangan usaha
pertambangan nasional dengan menggiatkan eksplorasi mine-
ral dan membuka proyek-proyek tambang baru. Melalui pro-
yek-proyek baru ini diharapkan akan dapat dimulai pengikut-
sertaan swasta nasional dalam kegiatan usaha pertambangan
di Indonesia. Tambahan pula untuk mengurangi ketergantung-
an ekspor hasil-hasil tambang kepada satu negara, akan diting -
katkan usaha-usaha diversifikasi pasaran. Dalam menjajagi
kemungkinan tersebut, perusahaan-perusahaan negara akan
memegang peranan penting. Perhatian khusus akan diberikan
kepada usaha-usaha pertambangan batubara, yang selama ini
berada dalam keadaan terbengkalai. Dalam hubungan ini akan
dikembangkan suatu kebijaksanaan nasional bahan bakar dan
energi yang akan dapat memanfaatkan sumber-sumber energi
di Indonesia se-optimal mungkin. Untuk keperluan ini akan
diadakan penelitian yang mendalam. Sementara itu akan di -
manfaatkan sebaik mungkin sumber energi dari luar minyak
bumi antara lain batubara.
158
159
bangkan sektor pertambangan tertentu yang belum sepenuh-
nya dapat ditangani sendiri. Mengingat kemampuan nasional,
khususnya perusahaan negara, yang telah semakin besar da-
lam beberapa tahun terakhir ini, pemerintah akan melaksana-
kan prinsip selektivitas dalam memasukkan modal asing di
bidang pertambangan. Demikian pula persyaratan-persyaratan
dalam kontrak karya maupun kontrak bagi hasil di bidang per-
tambangan umum dan perminyakan akan ditingkatkan untuk
lebih menguntungkan kepentingan nasional. Untuk beberapa
sektor pertambangan tertentu tidak akan dibuka lagi kesem-
patan bagi penanaman modal asing baru.
160
kungan hidup serta cara penanggulangannya dapat langsung
mulai dilaksanakan sejak saat beroperasinya proyek yang ber-
sangkutan.
161
dengan demikian semakin banyak cadangan baru akan ditemu -
kan. Karena itu, yang penting ialah menggiatkan usaha
eksplorasi. Pengembangan sumber-sumber mineral harus
didasarkan pada pendekatan positif berdasarkan prinsip-prinsip
ekonomi dan ekologi, dalam arti merobah sumber-sumber mi -
neral sebagai kekayaan potensiil yang tersimpan di dalam bumi
menjadi kekayaan nasional secara riil tanpa merusak kwalitas
lingkungan hidup.
I V. P R O G R AM .
SUBBIDANG PRODUKSI.
162
bah besar. Diperkirakan bahwa pada akhir Repelita II lebih
kurang 51% penghasilan devisa dan lebih kurang 45% pene-
rimaan negara berasal dari produksi dan ekspor minyak bumi.
Tambahan bagi sebagai sumber energi dalam negeri maka
minyak dan gas bumi memegang peranan penting dalam pem-
bangunan sektor-sektor lain dan dalam penyediaan bahan bakar
bagi masyarakat banyak. Karenanya minyak dan gas bumi akan
disediakan dalam jumlah yang cukup dan tersebar ke pelosok
daerah Indonesia.
TABEL 12 - 9.
(juta barrel)
1974/75 529
550
1975/76
620
1976/77
660
1977/78
720
1978/79
Beberapa eksplorasi dalam Repelita I memberi petunjuk ada-
nya cadangan gas bumi yang cukup besar diberbagai daerah
di Indonesia, antara lain di lapangan Arun (Sumatra Utara),
lapangan Badak (Kalimantan Timur), di daratan Sumatra
Utara, Sumatra Selatan, daratan dan daerah lepas pantai Jawa
Barat, dan kemungkinan di daerah-daerah lainnya. Sumber
energi ini sebagian sudah dimanfaatkan dan akan ditingkatkan
kegunaannya untuk berbagai usaha. Perincian dari penggunaan gas
alam dapat dilihat pada tabel 12-10.
163
TABEL 12 -10
TABEL 12 - 11.
PERKIRAAN PENGILANGAN MINYAK MENTAH,
1974/75 - 1978/79
(juta barrel)
1974/75 118,6
1975/76 125,7
1976/77 162,1
1977/78 174,5
1978/79 185,0
166
I II
Dalam pengembangan Pulau Batam sebagai daerah industri,
beberapa perusahaan asing bermaksud membangun beberapa
kilang minyak, masing-masing dengan 100.000 barrel/hari yang
dapat ditingkatkan hingga 300.000 barrel/sehari. Pembangunan
diharapkan dapat dimulai pada tahun 1974. Hasil kilang ini
terutama ditujukan untuk diekspor, sedang minyak mentahnya
akan didatangkan dari Timur Tengah.
Di dalam Repelita II ekspor dari minyak mentah diperkirakan
akan meningkat.
Selain ekspor minyak mentah, akan diekspor pula hasil pengi-
langan yang tidak digunakan di dalam negeri yaitu Naphtha
dan Low Sulfur Waxy Residu (LSWR), sebagaimana tertera
pada Tabel 12-13.
TABEL 12 -12.
PERKIRAAN EKSPOR MINYAK MENTAH,
1974/75 - 1978/79
(juta barrel)
1974/75 423
1975/76 444
1976/77 514
1977/78 550
1978/79 610
TABEL 12 - 13.
PERKIRAAN EKSPOR NAPHTHA DAN LSWR
1974/75 - 1978/79
(juta barrel)
1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79
168
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga tahun 1975,
masih akan diimpor beberapa produk-produk minyak seperti
minyak tanah, minyak diesel serta minyak bakar. Dengan penye-
lesaian kilang di Cilacap diharapkan produk-produk minyak
tersebut dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Tetapi
dengan selalu berkembangnya kebutuhan minyak dalam negeri
diperkirakan pada tahun 1978/79 akan diperlukan adanya impor
lagi, kecuali apabila ada penambahan kapasitas pengilangan.
TABEL 12 -14.
Avgas
Avtur 0,5 1,0
Super 98
Premium
Minyak Tanah 1,3 1,5
Minyak Solar 0,5 0,7
Minyak Diesel 0,8 1,1
Minyak Bakar 2,1 1,7
170
TABEL 12 - 15
PERKIRAAN IMPOR MINYAK MENTAH,
1974/75 - 1978/79
(juta barrel)
1974/75 12,8
1975/76 20,1
1976/77 56,7
1977/78 63,9
1978/79 69,0
TABEL 12 - 16.
1. Avgas 94 94 93 93 89
2. Avtur 2.029 2.516 3.019 3.522 4.225
3. Super 98 0.403 0.503 0.629 0.818 1.024
4. Premium 12.332 13.072 13.856 14.687 15.569
5. Minyak tanah 24.996 26.745 28.617 30.621 32.714
171
T A B E L 12 - 17.
L Kapal Milik
a. Tanker ***) 435.810 32 576.769 31 615.390 31 627.070 32 677.070
28 28 603.469
b. Lighter ** ) 17 12.772,68 14 10.800,68 7 4.560,68 7 4.560,68 7 4.560,68 7 4.560,68
2. Hire Purchase
a. Tanker * * *) 40 1.171.057 45 1.590.415 512.135.055 54 2.338.955 55 2.358.955 57 2.666.670
b. Lighter - - - - - - - -
3. Time Charter
a. Tanker *) 25 457.478 20 592.712 6 354.307 3 296.593 1 265.000 1 265.000
b. Lighter 9 8.720,5 2 2.343 - - - -
Timah
Dalam Repelita II produksi timah akan ditingkatkan secara
terbatas, mengingat bahwa peningkatan konsumsi internasio -
nal akan timah berkembang dengan tingkat pengembangan
sekitar 1,6% saja tiap tahun, sedangkan di lain pihak kemam -
puan peningkatan produksi adalah lebih tinggi.
Selain itu mengingat akan adanya ketentuan quota ekspor
maka bagaimanapun produksi harus disesuaikan dengan ke-
mungkinan ekspor.
Diperkirakan produksi timah mencapai kenaikan rata-rata
4% tiap tahun.
173
11
TABEL 12 - 18.
PERKIRAAN PRODUKSI TIMAH, 1974/75 - 1978/79
(metrik ton)
1974/75 23.323
1975/76 24.886
1976/77 25.582
1977/78 27.203
1973/79 28.408
TABEL 12 - 19.
PERKIRAAN PRODUKSI LOGAM TIMAH (PELTIM),
1974/75 - 1978/79
(metaik ton)
1974/75 - 14.820
1975/76 - 19.760
1976/77 - 26.263
1977/78 - 29.346
1978/79 - 30.537
11
175
500 500 550 600 600
TABEL 12 - 20
KONSUMSI DALAM NEGERI DAN NILAI RUPIAH
175
Konsumsi dalam
Nilai dalam ru -
piah a
Rp.
1.825.000,00
per metrik ton
TABEL 12 - 21
EKSPOR TIMAH
Tahun 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79
Catatan:
Dengan asumsi tidak akan ada pembatasan ekspor.
Investasi di bidang pertambangan timah dititikberatkan ke-
pada usaha-usaha eksplorasi untuk mencari endapan baru,
modernisasi kapal keruk sebagai lanjutan dari program reha-
bilitasi dalam Repelita I,, perbaikan serta modernisasi dari
sentral-sentral pembangkit tenaga listrik untuk tambang dan
penambahan kapal keruk baru untuk mengeruk daerah ca -
dangan yang lebih dalam letaknya, yang tidak dapat dikeruk
oleh kapal-kapal keruk yang telah dipunyai PN Timah dewasa
ini.
Nikel
Diperkirakan bahwa proyek-proyek baru akan dimulai beroperasi
dalam Repelita II, ~dengan perkiraan produksi sebagaimana tertera
dalam Tabel 12-22.
1
179
5
1
TABEL 12 - 22.
PERKIRAAN PRODUKSI NIKEL, 1974/15 - 1978/79
(ribu ton)
TABEL 12 - 23.
PERKIRAAN NILAI EKSPOR NIKEL, 1974/75 - 1978/79
(dalam juta US $)
180
5
1
Sedang suatu 1prayek yang akan menghasilkan logam nikel
sedang direncanakan di Pulau Gag Irian Jaya dengan rencana
biaya ± US $ 554 juta.
6
1
Bauksit
Dalam Repelita II kegiatan di bidang penyelidikan dan produksi
akan dilanjutkan oleh PN Aneka Tambang di Pulau Bintan. Juga
diselidiki cadangan-cadangan baru di berbagai tempat di Indonesia,
khususnya Kalimantan Barat. Usaha-usaha yang terakhir ini
mungkin belum mencapai tahap produksi. Dengan demikian
produksi bijih berkwalitas ekspor akan didapat dari Pulau Bintan,
dengan jumlah yang sama dengan tahun-tahun Repelita I, seperti
yang tertera pada Tabel 12- 24 di bawah ini.
TABEL 12 - 24.
PERKIRAAN PRODUKSI BAUKSIT, 1974/75 - 1978/79
(ribu ton)
1974/75 1.100
1975/76 1.125
1976/77 1.150
1977/78 1.175
1978/79 1.200
182
GRAFIK 12 - 24
1200
PRODUKSI BAUKSIT
1974/75 - 1978/79
(ribu ton)
1200
1175
'150
1125
1io0
TABEL 12 – 25
PERKIRAAN NILAI EKSPOR BAUKSIT
1974/75 - 1978/79
(juta US $)
1974/75 - 5.706
1975/76 - 5.835
1976/77 - 5.966
1977/78 - 6.095
1978/79 - 6.235
Pasir besi
184
Emas dan Perak
Dalam periode Repelita II produksi emas tidak akan banyak
berbeda dengan semasa periode Repelita I, walaupun akan ter -
jadi peningkatan penggalian bijih, berhubung menurunnya
kadar emas dan perak dalam bijih.
T A B E L 12 - 26.
Tembaga
Produksi tembaga dalam periode Repelita II diharapkan
akan konstan, sebesar 250 .000 ton konsentrat per tahun (kadar
tembaga dalam konsentrat 26% Cu).
Dengan didasarkan pada harga tembaga tahun 1973 maka
proyeksi nilai ekspor diperkirakan sebesar US $ 70 juta tiap
tahun. Selama Repelita II tidak akan dilakukan investasi -
investasi besar, kecuali perbaikan-perbaikan instalasi pengo -
7
1
185
lahan dan tambang. Eksplorasi tembaga secara meluas telah
dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir ini, khususnya
di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Meskipun hasil dari
eksplorasi ini belum lagi dapat dipastikan, tetapi petunjuk-
petunjuk tentang terdapatnya endapan "porphyry capper" di
kedua daerah ini memberikan harapan besar bagi perluasan
produksi tembaga di masa yang akan datang.
Granit
Direncanakan dalam Repelita II produksi batu granit
akan terus meningkat tiap tahun sebagai berikut:
TABEL 12 - 27
PERKIRAAN PRODUKSI GRANIT, 1974/75 - 1978/79
(ribu ton)
1974/75 1.070
1975/76 1.600
1976/77 2.220
1977/78 2.400
1978/79 2.400
TABEL 12 - 28.
PERKIRAAN EKSPOR DAN PEMASARAN DALAM NEGERI BATU
GRANIT, 1974/75 - 1978/79
(dalam ribu US $)
1974/75 4.600
1975/76 7.100
1976/77 10.300
1977/78 11.600
1978/79 12.600
189
1
1
189
Batu bara
Dalam Repelita II akan diusahakan peningkatan pengguna -
an batu-bara dalam rangka kebijaksanaan energi. Untuk
Tambang Batu Bara Bukit Asam sementara akan dilakukan
penelitian yang luas untuk perbaikan tambang yang kelak
dapat ditingkatkan produksinya guna menjamin kebutuhan -
kebutuhan batu bara sebagai bahan energi maupun sebagai
bahan bakar.
Untuk Tambang Batu Bara Ombilin usaha akan diarahkan
untuk perbaikan-perbaikan tambang dan penyelesaian sentral
listrik dengan daya terpasang kapasitas 12 MW dalam tahun
1974/75.
Sebagaimana diketahui usaha pertambangan batu bara di
Ombilin dan Bukit Asam selama ini masih beroperasi dengan
defisit. Tetapi dalam bayangan krisis energi dan dengan terus
meningkatnya harga bahan bakar minyak dari tahun ke tahun,
bari depan kemungkinan perusahaan tambang dan pemasaran
batu bara menjadi semakin baik karena harga batu bara boleh
jadi akan dan dapat bersaing dengan harga minyak bumi dalam
waktu mendatang.
Sambil menunggu terbukanya kemungkinan pemasaran batu
bara seperti tersebut di atas, maka diperlukan pembiayaan
guna memperbaiki alat tambang, alat transpor, dan pembelian
alat-alat baru, sehingga produksi secara bertahap dapat
ditingkatkan.
Rehabilitasi tambang-tambang batu bara tersebut di atas
akan dilaksanakan secara bertahap; usaha dimulai dengan
usaha perbaikan alat-alat pertambangan untuk memantapkan
dan melancarkan produksi batu bara guna memenuhi pasaran
dii dalam negeri yang ada sekarang ini. Dalam tahap selanjut -
nya akan diusahakan peningkatan produksi sampai mencapai
1
1
tingkat yang berimbang (break even) dengan perhitungan
akan terbukanya kesempatan pemasaran baru di dalam negeri,
misalnya dalam hubungan pembangunan proyek-proyek PLTU
baru, pabrik-pabrik semen, dan kemungkinan ekspor secara
terbatas.
Untuk rencana jangka panjang, bila terbukti dari hasil
eksplorasi tambahan bahwa cadangan batu bara di kedua tam -
bang tersebut di atas cukup besar, maka perlu pula dipikirkan
tahap pengembangan lebih lanjut secara besar-besaran apabila
ada kemungkinan untuk ekspor dan pengembangan pasaran
lebih lanjut.
Aspal
Manggan
Intan
Batu gampimg dan tanah liat merupakan bahan baku utama untuk
membuat semen. Inventarisasi secara umum akan dila -
kukan terhadap kedua bahan galian yang sangat penting ini
khususnya dalam rangka penyelidikan untuk pembangunan
proyek semen baru. Eksplorasi detail baru akan dilakukan
kalau sudah diambil keputusan untuk mempergunakannya
sebagai dasar bagi pendirian sesuatu pabrik. Penyelidikan
detail antara lain telah dilakukan di Batu Raja (Sumatra
Selatan), Indarung (Sumatra B ar at) , B ahor ok (Sum atr a
Utar a), Olele (Aceh), Cirebon ( Jawa Bar at), d an Cilac ap
(Jawa Te ng ah) .
Program Penunjang
Perbaikan fasilitas pembinaan pertambangan akan ditingkat-
kan berdasarkan hasil yang dicapai dalam Repelita I, dengan
menitik beratkan terutama kepada pembinaan dengan cara
bimbingan dan penyuluhan usaha-usaha di bidang pertambangan
serta penciptaan dan penyediaan sarana untuk meningkat- kan
pelaksanaan tugas-tugas dasar. Khususnya untuk para
p e nanam m od al d al am ne ge r i , p e ny uluhan ak an d iar ahk an
1
1
410476 - (7).
194
11
Kebutuhan perlistrikan/industri
196
dan selebihnya adalah 38,8% tenaga air dan 0,1% tenaga air
mikro (Mikro-hydro). Dengan demikian, maka pembangkitan
listrik dengan bahan bakar minyak adalah 61,1 % dari keselu -
ruhan daya listrik yang terpasang. Di luar PLN terdapat pem -
bangkit-pembangkit listrik yang diusahakan sendiri oleh ber-
bagai industri/tambang, yang pada tahun 1968 mempunyai daya
terpasang 547 MW ( perhitungan sementara). Kebanyakan dari
pembangkit-pembangkit listrik inipun menggunakan bahan bakar
minyak sebagai sumber tenaga dan hanya beberapa yang
menggunakan batu bara ataupun tenaga air.
Dalam usaha meningkatkan penyediaan energi dikemudian
hari, prioritas perlu diberikan kepada penambahan pembang -
kitan tenaga listrik dan dalam hubungan ini PLN telah meren -
canakan penambahan sebesar 1105 MW daya terpasang dalam
periode Repelita II. Bila diikuti perbandingan pertumbuhan te -
naga listrik di negara-negara yang sedang berkembang maka
diperkirakan setiap lima tahun konsumsi tenaga listrik di
Indonesia haruslah menjadi dua kali lipat . Pertumbuhan sepesat
ini hanya dapat terlaksana apabila kita tidak semata-mata
menggantungkan diri pada bahan bakar minyak untuk pem -
bangkitan tenaga listrik sebaliknya pertumbuhan ini memberi -
kan peluang baik bagi peningkatan pemanfaatan sumber energi
lain, seperti batu bara, tenaga air, dan tenaga panas bumi.
197
2
1
bumi dan mineral radioaktif penyelidikan baru dalam taraf
permulaan.
Secara kwalitatif, berdasarkan data yang tersedia sampai se-
karang, dapatlah disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar
minyak untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia, secara
relatif sudah terlalu besar dan menunjukkan pertumbuhan sa -
ngat cepat. Sebaliknya, gas alam yang banyak terdapat di Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan, masih belum dimanfaatkan sepe -
nuhnya, demikian pula potensi tenaga air , khususnya di Pulau
Jawa yang sudah jelas sangat meningkat kebutuhan energinya
dalam beberapa tahun terakhir ini. Di samping itu penggunaan
batu bara di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir ini terus
menurun dan pasarannya semakin terdesak oleh minyak bumi;
produksi batu bara Indonesia yang pernah mencapai 2.000.000
ton lebih setahun sebelum perang dunia kedua, dalam beberapa
tahun terakhir ini hanya tinggal sebesar ± 175.000 ton setahun,
dan untuk jumlah produksi yang sekecil itupun, pemasarannya
masih mengalami kesulitan.
Tetapi dari perkembangan sumber energi di seluruh dunia
akhir-akhir ini telah menjadi jelas bahwa dunia akan mengha -
dapi krisis apabila menggantungkan sumber energinya dari mi -
nyak bumi semata-mata. Bahkan secara umum harus disim -
pulkan bahwa sekarang ini masa energi murah telah lampau.
Kenyataan ini harus pula kita sadari dalam melaksanakan pem -
bangunan ekonomi Indonesia dan oleh karenanya perlu ditem -
puh kebijaksanaan yang lebih terarah dalam pemanfaatan ber -
bagai sumber energi yang terdapat di Indonesia.
IV. KEBIJAKSANAAN.
Mengingat hal-hal diatas, maka perlu diambil pokok-pokok
kebijaksanaan sebagai berikut: dengan meningkatnya kebu -
tuhan energi dalam negeri yang sebagian terbesar selama ini
masih dipenuhi oleh bahan bakar minyak, maka dalam Repelita
II dilaksanakan survey secara menyeluruh untuk mengembang -
kan dan memanfaatkan sumber-sumber energi lain tanpa mengu-
rangi peningkatan penyediaan energi dari tahun ke tahun.
2
1
Usaha peningkatan penyediaan energi di dalam negeri harus
memprioritaskan penambahan dan perluasan perlistrikan, dan
pembangunan pusat-pusat pembangkit listrik di tiap daerah
sejauh mungkin harus dengan memanfaatkan semaksimal mung -
kin sumber-sumber energi yang terdapat di daerah itu sendiri,
apabila secara ekonomis masih dapat dipertanggung jawabkan .
PEMBIAYAAN