Anda di halaman 1dari 19

Case Report Session

ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

Disusun Oleh:

Ryan Ramadhan 1940312142


Alma Sylvhanie Luthfi 1940312143
Larassati Dwi Ananda 1940312144
Frisya Martha 1940312145

Preseptor:

dr. Rita Hamdani, Sp.JP

BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Acute Decompensated Heart Failure” ini dapat diselesaikan pada
waktu yang ditentukan.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada kepaniteraan klinik senior di bagian kardiologi dan kedokteran
vaskuler RSUP Dr. M. Djamil Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang acute
decompensated heart failure bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Rita Hamdani,
Sp.JP sebagai preseptor dan dokter-dokter residen kardiologi dan kedokteran
vaskuler yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan saran, perbaikan
dan bimbingan. Terimakasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua pihak
yang turut berpartisipasi.

Dengan demikian, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi


semua pembaca terutama dalam meningkatkan pemahaman tentang acute
decompensated heart failure.

Padang, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Batasan Masalah............................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................3
1.4 Metode Penulisan...........................................................................................3
BAB 2 ILUSTRASI KASUS...................................................................................4
BAB 3 DISKUSI......................................................................................................8
BAB 4 SIMPULAN...............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di Negara maju maupun berkembang. Penyakit ini menjadi
penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Penyakit kardiovaskular
adalah penyebab kematian nomor satu di dunia. Pada tahun 2015, sekitar 17,5 juta
orang meninggal karena penyakit kardiovaskular atau sekitar 31 % dari seluruh
kematian dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 23,3 juta pada
tahun 2030.1,2 Masalah tersebut juga menjadi masalah kesehatan yang progresif
dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di Indonesia. Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN) tahun 2015 diketahui bahwa
penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor satu atau sekitar
26,4 % angka kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner.3 Sedangkan
menurut Hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung di Sumatera Barat
sama dengan prevalensi gagal jantung di Indonesia, yakni sebesar 0,3%
berdasarkan gejala, atau yang terdiagnosis oleh dokter.4

Gagal jantung merupakan suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh


adanya kelainan struktural dan fungsional yang mempengaruhi kemampuan
ventrikel kiri untuk mengisi dan memompa darah. 5 Gagal jantung dapat juga
didefinisikan sebagai suatu sindrom klinis akibat kegagalan/kelainan sehingga
terjadi suatu keadaan patologis dimana kelainan jantung dapat mengakibatkan
kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan
atau hanya dapat memenuhi kebutuhan dengan meningkatkan tekanan pengisian.6
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maulidta (2015) menyatakan bahwa 70 %
terjadinya gagal jantung disebabkan karena iskemia kardiomiopati dan hipertensi.
Kondisi tersebut menyebabkan penurunan suplai darah ke arteri koroner dan
menurunkan atau menghentikan suplai oksigen ke otot jantung yang dapat
menyebabkan kematian otot jantung yang dapat mengakibatkan gangguan pompa
jantung.7

1
Sekitar 60-70% pasien penyebab gagal jantung akut adalah penyakit
jantung koroner pada pasien usia lanjut. Sedangkan pada usia muda gagal jantung
akut diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital,
atau valvular miokarditis.8 Salah satu subtipe gagal jantung akut yang tersering
ditemukan di instalasi gawat darurat adalah Acute Decompensated Heart Failure
(ADHF).9

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) adalah suatu kondisi gagal


jantung yang ditandai dengan adanya onset yang cepat atau perburukan tanda dan
gejala gagal jantung sebagai akibat dari perburukan kardiomiopati yang sudah ada
sebelumnya. ADHF merupakan perburukan tanda dan gejala gagal jantung yang
membutuhkan penanganan medis dan sering kali menjadi alasan utama
hospitalisasi.10 Tanda dan gejala yang muncul pada pasien gagal jantung antara
lain dyspnea, fatique, dan gelisah. Dyspnea merupakan gejala yang paling sering
dirasakan oleh penderita gagal jantung.2 Penelitian yang dilakukan oleh
Nirmalasari (2017) menyatakan 80 % pasien yang dirawat di rumah sakit
mengalami dyspnea dan mengatakan dyspnea mengganggu aktifitas sehari –
hari.11 Gagal jantung mengakibatkan kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi
penimbunan cairan di alveoli. Hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi
dengan maksimal dalam memompa darah. Selain itu perubahan yang terjadi pada
otot-otot respirasi juga mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh menjadi
terganggu sehingga akan terjadi dyspnea.12

Coronary Artery Disease (CAD) atau disebut juga Penyakit Jantung


Koroner (PJK) adalah penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis pada arteri
koroner yang membatasi aliran darah ke jantung. 13 Aterosklerosis adalah suatu
kondisi dimana arteri koronaria menyempit yang diakibatkan adanya akumulasi
lipid ekstrasel, pembentukan sel busa yang akhirnya dapat menimbulkan
penebalan dan kekakuan pada pembuluh darah arteri yang berkembang perlahan-
lahan dari waktu ke waktu biasanya dimulai pada masa remaja dan memburuk
selama beberapa dekade, jika penyempitan pembuluh darah semakin parah maka
dapat menimbulkan serangan jantung.14,15

2
1.2 Batasan Masalah

Makalah ini akan membahas mengenai kasus Acute Decompensated Heart

Failure (ADHF).
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memahami dan menambah
pengetahuan tentang Acute Decompensated Heart Failure (ADHF).

1.4 Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan ini berupa tinjauan pustaka yang
merujuk pada berbagai literatur.

3
BAB 2
ILUSTRASI KASUS

Seorang laki-laki berusia 47 tahun, datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil


Padang pada tanggal 9 Maret 2020 pukul 06.00 WIB dengan keluhan utama
pasien adalah sesak napas yang semakin meningkat sejak 12 jam sebelum masuk
rumah sakit. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan. Sesak napas sudah
dirasakan pasien saat beraktivitas ringan seperti mandi dan memasang baju sejak
sebulan yang lalu, DOE(+), PND(+), OP(+), mual(+), muntah(+), keringat
dingin(-), demam(-), batuk(+) sejak 10 hari yang lalu. Nyeri dada dan berdebar-
debar tidak dirasakan pasien. Pasien merasakan nyeri ulu hati sejak 12 jam
sebelum masuk rumah sakit dan mendapatkan terapi sukralfat. Pasien sebulan
yang lalu pernah datang ke RS Unand dengan keluhan kaki bengkak kemudian
dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang dan didiagnosis Congestive Heart
Failure dengan mendapat terapi Furosemid 1x40 mg, Spironolakton 1x25 mg,
Aspilet 1x80 mg, Avorvastatin 1x20 mg, Ramipril 1x25 mg, Bisoprolol 1x25 mg,
Simax 1x2 mg, Ranitidin 2x150 mg, Novarapid 3x6 unit, Levemir 1x10 unit,
Retapil 2x1/2 tablet, FDC 4 tab/2 hari, UFH 1800 unit/8 jam, KCL 40 meq,
Kalsium glukonas 2 g, Siticolin 2x1 g, Laksadin 1x10cc. Pasien pernah
didiagnosis TB sejak 2 tahun yang lalu dan sudah sembuh dengan mengonsumsi
OAT. Kemudian terjadi TB relapse dan sudah diterapi OAT kembali setahun yang
lalu. Faktor risiko kardiovaskular pada pasien adalah diabetes melitus tipe II yang
diketahui sejak sebulan yang lalu dan terkontrol ke puskesmas. Pasien memiliki
kebiasaan merokok 3 bungkus/hari. Riwayat hipertensi, dislipidemia, dan riwayat
keluarga dengan penyakit jantung tidak ada. Pasien sehari-hari bekerja sebagai
buruh bangunan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien compos mentis cooperative,


tampak sakit sedang, tekanan darah 108/83 mmHg, frekuensi nadi 103 x/menit,
frekuensi napas 18 x/menit, suhu 36,20C, berat badan 64 kg, tinggi badan 167 cm,
IMT 22,9 kg/m2. Kulit tampak normal, sianosis (-), ikterik (-). Kepala
normochepal, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikerik. JVP 5+3 cmH2O.

4
Toraks tampak simetris kiri dan kanan. Pada pemeriksaan jantung iktus kordis
tidak terlihat, iktus kordis tidak teraba. Batas jantung atas RIC II LMCS, batas
jantung kanan RIC III linea parasternal dextra, batas jantung kiri RIC VI 2 jari
lateral LMCS. Auskultasi jantung ditemukan S1 S2 reguler, pansistolik murmur
(+) grade 4/6 high pitch uniform di apeks menjalar ke axila, gallop (-). Pada
pemeriksaan paru ditemukan pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
fremitus bagian kanan dan kiri sama, perkusi paru ditemukan sonor, dan
auskultasi paru ditemukan suara napas vesikular, ronkhi basah halus (+/+) di
kedua basal paru, wheezing (-/-). Pemeriksaan abdomen ditemukan asites (+).
Pemeriksaan ekstremitas ditemukan akral hangat, CRT <2 detik, edema tungkai
(+/+).

Pada pemeriksaan EKG 12 Lead menunjukkan irama sinus takikardi,


frekuensi 107 x/menit, axis normal, gelombang p normal, PR interval 0,16 detik,
gelombang Q patologi pada V1-V4, segmen ST isoelektrik, gelombang T normal,
LVH (-), RVH (-). Kesan: old myocard infarction di anteroseptal.

Gambar 2.1 Hasil Pemeriksaan EKG

Pada pemeriksan rontgen thoraks ditemukan CTR 68%, segmen aorta


melebar, segmen pulmonal menonjol, pinggang jantung menghilang, apeks

5
tertanam, infiltrat (+), sudut kostafrenicum kanan lancip, sudut kostofrenikus kiri
sulit dinilai, kranialisasi (-). Kesan: kardiomegali.

Gambar 2.2 Hasil Rontgen Thoraks

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb 13,9 g/dl, leukosit


8590/mm3 , Ht 39%, trombosit 223. 000/mm 3 , APTT 25 detik, PT 10,5, INR <
1,2 protein total 5,8 g/dl, albumin 3 g/dl, globulin 2,8 g/dl, kalsium 8 mg/dl,
ureum 54 mg/dl, kreatinin 0,8 mg/dl, gula darah sewaktu 253 mg/dl, Natrium 137
mmol/L, Kalium 4,2 mmol/L, Klorida 106 mmol/L, pH 7,4, pco 2 37,7, po2 81.
Kesan: total protein dan albumin menurun, globulin meningkat, kalsium menurun,
dan gula darah sewaktu meningkat.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,


didapatkan diagnosis kerja Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) wet and
warm ec. suspect CAD NYHA class functional III, dispepsia, Diabetes Mellitus
tipe II, dan riwayat pengobatan TB.

6
Terapi yang diberikan pada pasien di IGD adalah pemasangan O2 nasal
cannula 4L/menit, IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam, furosemide bolus 40 mg IV
kemudian dilanjutkan drip 10 mg/jam, ramipril 1x2,5 mg, bisoprolol 1x1,25 mg,
spironolakton 1x25 mg, ranitidine 2x50 mg IV, levemir 1x14 unit, dan rencana
rawat inap di bangsal jantung.

Pasien dirawat di HCU jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pada hari
rawatan kedua tanggal 10 Maret 2020 pukul 06.00 WIB pasien tidak ada keluhan
sesak napas, nyeri dada, dan berdebar-debar. Kesadaran komposmentis kooperatif,
tekanan darah 102/71 mmHg, frekuensi nadi 64 x/menit, frekuensi napas 20
x/menit. Pemeriksaan fisik konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, bibir
tidak sianosis, JVP 5+2 cmH20, auskultasi jantung ditemukan S1 S2 reguler,
pansistolik murmur (+) grade 4/6 high pitch uniform di apeks menjalar ke axila,
gallop (-), Pemeriksaan paru ditemukan suara napas vesikular, rhonki basah halus
(+/+) di kedua basal paru, wheezing (-/-). Pemeriksaan abdomen ditemukan asites
(+), pemeriksaan esktremitas akral hangat, CRT<2 detik, edema tungkai (+/+).
Diagnosis Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) wet and warm ec.
suspect CAD NYHA class functional III, dispepsia, Diabetes Mellitus tipe II, dan
riwayat pengobatan TB. Pasien diberi terapi NaCl 0,9% 500cc/24 jam, furosemide
drip 15 mg/jam, ramipril 2x2,5 mg, bisoprolol 1x1,25 mg, spironolakton 1x25 mg,
atorvastatin 1x20 mg, levemir 1x14 unit, novorapid 3x7 unit, dan ranitidine 2x50
mg IV.

7
BAB 3
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 47 tahun, datang ke IGD


RSUP DR. M. Djamil Padang pada tanggal 9 Maret 2020 pukul 06.00 WIB
dengan keluhan utama pasien adalah sesak napas yang semakin meningkat sejak
12 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien didiagnosis dengan Acute
Decompensated Heart Failure (ADHF) wet and warm ec. suspect CAD NYHA
class functional III, dispepsia, Diabetes Mellitus tipe II, dan riwayat pengobatan
TB berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Melalui anamnesis yang dilakukan terhadap pasien, sesak dirasakan saat


beraktivitas ringan seperti mandi dan memasang baju sejak sebulan yang lalu.
Merujuk kepada klasifikasi dari New York Heart Association (NYHA), pasien
tergolong NYHA fungsional kelas III.3

Tabel 3.1 Klasifikasi fungsional NYHA

8
Sesak napas (dyspnea) merupakan suatu gawat pernapasan yang terjadi
akibat dari meningkatnya usaha pernapasan yang merupakan gejala gagal jantung
yang paling umum. Pada gagal jantung akut, dyspnea hanya diamati selama
aktivitas, yang mungkin secara sederhana timbul sebagai memburuknya sesak
napas yang terjadi secara normal dibawah keadaan ini. Namun, semakin
berlanjutnya gagal jantung dyspnea tampak semakin agresif dengan aktivitas yang
tidak begitu berat. Akhirnya, sesak napas timbul walaupun pasien sedang
beristirahat. Sesak napas pada gagal jantung terjadi karena adanya kongesti di
paru akibat berkurangnya massa otot jantung karena iskemia, peningkatan
resistensi vaskuler karena hipertensi, atau takiaritmia.16

Ortopnea (dyspnea dalam posisi berbaring) biasanya merupakan


manifestasi akhir dari gagal jantung dibanding dispnea pengerahan tenaga.
Ortopnea adalah sesak napas yang terjadi ketika posisi berbaring, hilang dengan
duduk atau berdiri. Ortopnea terjadi karena redistribusi cairan dari abdomen dan
ekstremitas bawah ke dalam dada menyebabkan peningkatan diafragma. Pada
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) pasien seringkali terbangun karena sesak
napas atau batuk (sehingga disebut batuk malam hari) jika bantalnya hilang atau
jatuh. Sensasi sesak napas biasanya hilang dengan duduk tegak.17

Pada pemeriksaan fisik ditemukan JVP pada pasien ini meningkat yaitu
5+3 cmH2O. JVP atau tekanan vena jugularis menggambarkan volume pengisian
dan tekanan pada jantung bagian kanan. Nilai normal JVP adalah 5±2 cmH 2O.
Peningkatan JVP adalah tanda klasik gagal jantung. Saat auskultasi ditemukan
ronkhi di kedua basal paru, yang menandakan adanya bendungan di paru.

Pada pemeriksaan EKG 12 didapatkan irama sinus takikardi, frekuensi 107


x/menit, axis normal, gelombang p normal, interval PR 0, 16 detik, gelombang Q
patologi pada V1-V4, segmen ST isoelektrik, gelombang T normal, LVH dan
RVH negatif. Sehingga didapatkan kesan old myocard infarction di anteroseptal
karena adanya gelombang Q patologi pada V1-V4. Pada pemeriksan rontgen
thoraks ditemukan CTR 68%. CTR > 50% menandakan adanya kardiomegali.
Terjadinya hipertrofi dan atau dilatasi disebabkan karena peningkatan kerja
mekanik akibat overload tekanan atau volume.

9
Diagnosis ADHF wet and warm NYHA class functional III pada pasien ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG,
pemeriksaan labor dan rontgen thoraks.

Gambar 3.1 Kategori Acute Heart Failure

Berdasarkan gejala dan penemuan klinis, diagnosis gagal jantung dapat


ditegakkan bila pada pasien didapatkan paling sedikit 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor dari Kriteria Framingham. Melihat kasus yang
dialami oleh pasien, bahwa pasien datang dengan kriteria mayor yaitu Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (PND), kardiomegali dari foto rontgen thoraks (CTR 68%),
ronkhi paru, hepatojugular refluks, dan peningkatan JVP. Adanya kriteria minor
berupa edema ekstremitas, DOE, dan batuk pada malam hari. Diagnosis gagal
jantung dapat ditegakkan berdasarkan dari Kriteria Framingham. Merujuk pada

10
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien akan mendapat planning terapi
gagal jantung akut.

Tabel 3.2 Kriteria Framingham

Kriteria Mayor Kriteria Minor


 Paroxysmal Nocturnal  Edema tungaki bilateral
Dyspnea/PND  Dyspnea on Exertion/DOE
 Distensi/JVP meningkat  Hepatomegali
 Ronkhi paru  Batuk malam hari
 Rontgen: kardiomegali  Efusi pleura
 Edema paru akut/ALO  Penurunan kapasitas vita paru
 S3 gallop >1/3 normal
 Peningkatan tekanan vena  Takikardi
central/CVP >16 cmH2O
 Hepatojugular reflux
 BB berkurang 4,5 kg dalam 5
hari pengobatan

Tatalaksana pasien gagal jantung disesuaikan dengan kondisi klinis pasien.


Pemberian terapi pada kasus gagal jantung akut mengikuti guideline gagal jantung
akut yang dikeluarkan oleh European Society of Cardiology (ESC).18 Assesmen
awal pasien yang dicurigai gagal jantung dilakukan penentuan kategori gagal
jantung berdasarkan kongesti dan adekuat perfusi. Pasien ini dikategorikan
sebagai wet and warm karena terdapat kongesti atau bendungan di paru yang
menyebabkan terjadi sesak napas namun masih terdapat perfusi yang baik dengan
ditandai akral hangat dan CTR <2 detik. Langkah selanjutnya yaitu penentuan tipe
yang dominan akumulasi cairan kongestif yaitu vascular type atau cardiac type.
Pada pasien ini akumulasi cairan yang dominan berupa kongestif. Maka
tatalaksana yang diberikan berupa pemberian diuretic, vasodilator, dan ultrafiltrasi
bila pemberian diuretic resisten.

11
Gambar 3.2 Algoritma Terapi Gagal Jantung Akut18

Terapi yang diberikan pada pasien di IGD adalah pemasangan O2 nasal


cannula 4L/menit, IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam, furosemide bolus 40 mg IV
kemudian dilanjutkan drip 10 mg/jam, ramipril 1x2,5 mg, bisoprolol 1x1,25 mg,
spironolakton 1x25 mg, ranitidine 2x50 mg IV, levemir 1x14 unit, dan rencana
rawat inap. Pemberian terapi yang utama berupa pemberian diuretic untuk
mengatasi kongestif dan mengurangi gejala. Selanjutnya diberikan ACE-inhibitor
dan beta-blocker untuk membantu menurunkan heart rate.

12
Gambar 3.3 Algoritma Terapi Gagal Jantung18

13
BAB 4
SIMPULAN

Simpulan pada makalah ini yaitu:

1. Gagal jantung merupakan sindroma kompleks akibat kelainan pada struktur


atau fungsi jantung sehingga fungsi jantung dalam memompa darah
terganggu.
2. Gejala pada gagal jantung berupa sesak nafas, kelelahan, dan adanya tanda-
tanda retensi cairan berupa kongesti paru dan edem perifer.
3. Gagal jantung akut merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa
karena terjadi perubahan cepat tanda dan gejala gagal jantung, sehingga
kondisi ini harus ditangani dengan segera. Salah satu subtipe gagal jantung
akut yang sering ditemukan adalah Acute Decompensated Heart Failure
(ADHF).

14
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Cardiovascular Disease Fact Sheets. World Health Organization;2015.


[cited 2020 13 Maret]; Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/.
2. Yance Y. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Acute Decompensated
Heart Failure dengan pemberian Breathing Exercise di Ruang
Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr. M Djamil Padang Tahun
2018[Thesis]. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas; 2018.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. Pedoman Tatalaksana Gagal
Jantung, Edisi : Pertama. PERKI. 2015.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Depkes RI; 2013. [cited
2020 14 Maret]; Available from:
https://depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
5. Bender JR, Russel KS, Rosenfeld L E, dan Chaudry S. Oxford American
Handbook Of Cardiology. China: Oxford University Press; 2011.
6. Muttaqin A. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika; 2009.
7. Maulidta KW. Gambaran Karakteristik Pasien CHF di Instalasi Rawat Jalan
RSUD Tugurejo Semarang. Mutiara Medika. 2015; 15(1): p. 54-58. [cited
2020 14 Maret]; Available from:
https://journal.umy.ac.id/index.php/mm/article/download/2494/2558
8. Fox K, Cowle M, Wood D. Coronary Artery Disease as The Cause Incident
Heart Failure in The Population. Eur Heart J. 2001;22:228–36. [cited 2020 14
Maret]; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11161934
9. Fuster V, Walsh RA, Harrington R, editors. Hurst’s The Heart Manual of
Cardiology. 13th ed. USA: McGraw-Hill; 2011.
10. Kurmani A dan Squire I. Acute Heart Failure : Definition, Classification and
Epidemiology. CrossMark. 2017; 14(5): p 385–392. [cited 2020 14 Maret];
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5597697/

15
11. Nirmalasari. Deep Breathing Exercise dan Active Range of Motion Efektif
menurunkan Dyspnoe pada Pasien Congestive Heart Failure. Nurseline
Journal. 2017; 2(2): p 159-165. [cited 2020 14 Maret]; Available from:
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/NLJ/article/view/5940/4408
12. Wendy C. Dyspnoe and Oedema in Chronic Heart Failure. Practice Nurse.
2010; 39(9): p 35-41. [cited 2020 14 Maret]; Available from:
https://www.researchgate.net/publication/286859694_Dyspnoea_and_oedema
_in_chronic_heart_failure
13. Al fajar K. (2015). Hubungan Aktivitas Fisik dan Kejadian penyakit Jantung
Koroner Di Indonesia: Analisis Data Riskedas Tahun 2013 [skripsi]. Jakarta:
Program Sudi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah; 2015.
14. Rahman A. Faktor-faktor risiko mayor aterosklerosis pada berbagai penyakit
aterosklerosis di RSUP Dr. Kariadi Semarang [skripsi]. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro; 2012.
15. Sari DM, Azrimaidaliza, Purnakarya I. Faktor Resiko Kolesterol Total Pasien
Penyakit Jantung Koroner Dirumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. 2010; 4(2). P 77 – 81. [cited 2020 14
Maret]; Available from:
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/72
16. Shah RV, Fifer MA. Heart Failure. In Lily LS [edt.] Patophysiology of Heart
Disease. USA: Lippincott Williams & Walkins.2007.225-51.
17. Mukerji V. Dyspnea, Orthopnea, and Paroxysmal Nocturnal Dyspnea. In:
Walker HK, Hall WD, Hurst JW, editors. Clinical Methods: The History,
Physical, and Laboratory Examinations. 3rd edition. Boston:
Butterworths;1990.
18. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et
al. 2016 ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure. European Heart Journal. 2016; 37. 2129–200.

16

Anda mungkin juga menyukai