STEP 2
1. Bagaimana pertimbangan dalam memilih subjek uji, metode iji dan parameternya?
2. Bagaimana metode desain penelitian eksperimen pada scenario ?
3. Bagaimana analisis hasil untuk di scenario?
4. Apa saja yang dilihat untuk melakukan uji invivo pada scerario ?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan (perbedaannya) dari uji in vivo dan in vitro?
6. Bagaimana tahapan uji invivo dan invitro ?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi dari validitas hasil uji invivo dan invitro?
8. Sebutkan contoh penelitian dari uji in vivo dan in vitro?
STEP 3
1. Bagaimana pertimbangan dalam memilih subjek uji, metode iji dan parameternya?
Pertimbangan saat penelitian dipertimbangan ke 3 hal tersebut
Mencari refrensi yang terkait, ex. Habatusauda sudah dilakukan invitro dan hasilnya sebagai
antioksidan, antiviral
Untuk invivo harus empertimbangkan subjek uji, metode uji, dan parameter nya dikaitkan
dengan refrensi yang kita punya , lalu diuji dengan invivo
Subjek uji : hewan biasanya kelompok rodent
Metode : yang akan dilakukan invivo , dari refrensi sudah dilakukan invitro
Parameternya : secara invitro di cawan, bisa mengukur dari luas/jarak dari perkembangbiakan
bakteri . sedangkan secara invivo, bisa dilihat dari perkembangan penyaktitnya, bisa dilakukan
induksi terlebih dahulu , lalu apakah ada suatu perbaikan pada tikus yang kita uji
Ex. Mau menguji efek anti inflamasi ada pembuatan edem buatan(si hewan coba di kasi
reagen agar dia timbul edem ) , eritem (bulu” hewan coba dicabutin dihilangnkan dengan
substansi , lalu disinari sinar uv
ada refrensi sebelumnya
ada refrensi tapi subjek uji beda maka dikonversi terlebih dahulu dari dosis yang kita uji,
berat dari subjek ujinya
ex. Mau neliti antibiotic, bisa dilihat dari diameter dari zona hambat , dari cawan tsb (antibiotic
yang dikasi yang memiliki lebih luas maka dia lebih poten)
ex. Antiviral harus teliti dahulu protein-proteinnya antivirus nya .
penelitian minyak kayu putih insiliko (dari computer)
Pengaruh pemberian thimnoquinon thd IL 8 nilai persentasi 1 pada paru obstruksi (PPOK )
Sebagai anti oksidan , anti viral, anti kanker, anti diabetes, antiinflamasi pad apenelitian ini
mengguanka uji klinis quasi eksperimental prepost test , sampel 40 pasien yang terkena ppok
20 kontrol dan 20 perlakuan .
Pada perlakukan ada yang mendapat standar terapi ppok , 1x500 mg selama 30 hari
Pada kontrol didapatkan terapi standar slema 30 hari lalu diperiksa IL 8 ,dilakukan spirometry
hasilnya thimnoquinon memiliki anti inflamasi karena menghambat IL 8 dan menghambat
sitokin pro inflamasi
Pada perlakuan yang (tikus) mengalami AR dikasi 5-10 mg tetapi bisa didapatkan penurunan
mediator inflamasi yang tidak bermakna
Dosis 4-10 jinten hitam mg / hari selama 30 hari bisa meningkatkan sitokin TH2, dan
menurunkan TH 1 pad asma
Pada covid gejala sesak maka bisa diguanakan jinten seperti pada kasus asma yang bisa
menurunkan TH 1
Pada antivirus yang diamati titer virus / viral load nya apakah ada peningkatan, pembentukan
antibody (IgM dan IgG diambil dari darah )
Untuk mengukur kadar imnoglobulin pake apa?
Marker untuk tau dia antivirus ?
Limfosit T dan B
Th sitokin antivirus
Viral load menggunakan pcr
Apa saja yang meningkat pada penyakit virus?
Mengeceknya dengan metode apa aja ? ex. Elisa, Qpcr, pcr konvensional
Untuk tau virusnya aktif atau tidak menggunakan metode apa?
4. Apa saja yang dilihat untuk melakukan uji invivo pada scerario ?
Yang bisa dipertimbangkan dari uji invivo
Dari hewan uji mencit, tikus, rodent, kelinci
Memilih hewan uji sesui dengan penelitiannya.
Ex.
Dari hewan yang sehat mencit atau tikus harus dipaparkan penyakit dahulu untuk tau
efektifitas dosisnnya
Dari fisiologisnya dicari yang lebih mirip dengan manusia
Berat badannya juga bisa disesuaikan
Dari dosis pasti yang diberikan perlu dikonversi dari uji invitro sebelumnya berapa dosis
yang efektifitas pada dosis sebelumnya
Pada refrensi sebelumnya bisa dugunakan sebagai patokan dosis sebelumnya
Ex. Dosis 10 mg bisa menyebabkan efektifitas sebagai antioksidan maka saat invivo dosis tsb
dijadikan dosis tengah dari uji yang kita lakukan (dibawah dari dosis 10mg maupun diatas kita
lihat apakah masih bisa menyebabkan efektifitas dari antioksidan )
Metode mempersiapkan bahan uji apakah sebelumnya berupa ekstrak maka untuk
penelitian kita juga bisa mengguankan ekstrak atau bahan sediaan lain
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan (perbedaannya) dari uji in vivo dan in vitro?
Invivo
Kelebihan
- Bisa melihat efek sistemik dalam tbh
- Bisa meneliti farmakokinetik
Kekurangan
- Lebih mahal karena harus pake hewan coba agar lebih spesifik
- Butuh banyak sampel
- Waktu lebih lama
Beda
Invitro
Kelebihan
- Lebih murah
- Butuh sedikit sampel
- Waktu lebih sebentar
- Lebih spesifik akrena lebih molekuler
- Tergantung lingkungan biologisnya
- Mudah dikontrol
- Variasinya juga bisa dikurangi
- Limbah toksin juga lebih sedikit
Kekurangan
- Hanya di sel
- Tidak tau efek fisiologis tubuh dan tidak bisa diamati/ diperoleh secara sistemik
- Tidka bisa melihat profil toksisitas secara general
- Dosis respon tidka diketahui
- Farmakokinetik juga tidak dapat dievaluasika
Beda :
- Dalam tabung uji / media kultur
- Berfokus pada sel, jaringan
- Primary bioassay dengan cepat memberikan hasil
6. Bagaimana tahapan uji invivo dan invitro ?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi dari validitas hasil uji invivo dan invitro?
Validitas internal
Hasil perlakuan nyabisa digeneralisasikan ke seluruh populasi sampel
- Ciri khas subjek/ sampel harus sesuai denganpenelitian
- Instrument , lokasi , apa aja yang digunakan
Validitas eksternal
Bisa di generalisasi ke populasi umum/ lebih luas
- Interaksi sebelum perlakuan ,
- Interaksi ketika seleksi
Invivo
Faktor internal (usia , jenis kelamin ex hipertensi pada yang ajntan hormonnya lebih stabil,
bb, genetic dari spesies hewan tsb)
Invitro
Invivo uji penyakit, biasanya memerlukan diinduksi dengan penyakit yang akan diteliti pada
hewan cobanya
Anti diabetic
Anti hipertensi
Animal toksisity (toksisitas akut dan kronik )
Animal studies (model hewan yang diinduksi penyakit dan ada yang diinduksi injury )
Uji preklinik
Uji klinik
Contoh penelitiannya
STEP 4 (MAPPING)
STEP 5 LI
STEP 3
1. Bagaimana pertimbangan dalam memilih subjek uji, metode iji dan parameternya?
2. Bagaimana metode desain penelitian eksperimen pada scenario ?
3. Bagaimana analisis hasil untuk di scenario?
Untuk mengukur kadar imnoglobulin pake apa?
Marker untuk tau dia antivirus ?
Th berapa ? sitokin antivirus
Viral load menggunakan pcr yang mana?
Apa saja yang meningkat pada penyakit virus?
Mengeceknya dengan metode apa aja ? ex. Elisa, Qpcr, pcr konvensional
Untuk tau virusnya aktif atau tidak menggunakan metode apa?
4. Apa saja yang dilihat untuk melakukan uji invivo pada scerario ?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan (perbedaannya) dari uji in vivo dan in vitro?
6. Bagaimana tahapan uji invivo dan invitro ?
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi dari validitas hasil uji invivo dan invitro?
8. Sebutkan contoh penelitian dari uji in vivo dan in vitro?
Contoh penelitiannya
STEP 7 SUMBER
1. Bagaimana pertimbangan dalam memilih subjek uji, metode iji dan parameternya?
In vivo :
Analgesik
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20311589-S42961-Uji%20efek.pdf)
Antiinflamasi
(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/24139/1/MIGI%20FEBRI
%20ARINI-fkik.pdf)
In vitro:
1. Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
2. Uji antifungi
3. Uji antikalkuli
4. Uji efek mukolitik
5. Uji farmakodinamik dg organ terisolir
6. Uji toksisitas in vitro
- metode Brain Shrimp Test (BST)
- metode Sitotoksisitas
(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06%20vol%207%20april%202008%20(48-54).pdf)
Antifungi
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) TERHADAP JAMUR Candida Albicans SECARA IN VITRO
Pengujian Aktivitas Antijamur
a. Media dasar PDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
b. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi.
c. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan petri di sekeliling
pencadang.
d. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur yang akan digunakan
untuk larutan uji, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
e. Diteteskan larutan uji ekstrak sampel kering etanol, ekstrak sampel basah etanol, larutan
kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
f. Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama.
g. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 1x24 jam.
h. Diamati zona hambat yang terjadi di sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona
hambat secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan penggaris berskala.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123510&val=5543)
Organ Terisolasi
EFEK EKSTRAK DAUN CIPLUKAN (Physalis minima L) TERHADAP RELAKSASI OTOT POLOS
TERPISAH TRAKEA MARMUT (Cavia porcellus)
METODOLOGI
Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan coba marmut jantan (n=5). Percobaan
dilakukan dengan metoda organ terpisah yaitu menggunakan rantai cincin trakea yang
dimasukkan ke dalam organ bathdan dihubungkan dengan rekorder macLab. Selama
percobaan rantai cicin trakea di dalam organbath direndam cairan fisiologis Kreb”s yang
selalu diganti setiap 15 menit, temperatur dipertahankan 35-37 C dan terus menerus dialiri
gas karbogen (9). Daun ciplukan (Physalis minima L) dibuat ekstrak dengan menggunakan
etanol. Untuk melihat respon relaksasi dari pemberian ekstrak daun ciplukan, dilakukan
stimulasi kontraksi otot polos trakea terlebih duludengan menggunakan histamin 10-5 M
(9,10), jika sudah terjadi kontraksi yang stabil, kemudian baru ditambahkan ekstrak
daunciplukan secara kumulatif dengan dosis 0,3 %, 0,5 %, 0,7 % dan diamati respon
relaksasi otot polos trakea dari penurunan kurva yang terekam di komputer mac lab dan
dapat diukur besar kontraksi dan relaksasi dalam satuan mv. Ekstrak daun ciplukan
diberikan secara kumulatif berdasar penelitian pendahuluan yang didapatkan hasil bahwa
efek relaksasi ekstrak daun ciplukan bertahan lama dan baru hilang responsnya setelah
dilakukan pencucian. Data yang diperoleh adalah besar kontraksi dari otot polos trakea
setelah pemberian histamin (kontrol) dan penurunan kontraksi (relaksasi) otot polos trakea
setelah pemberian ekstrak daun ciplukan (perlakuan). Besar kontraksi yang terekam pada
komputer maclab menggunakan satuan mili volt Data yang didapatkan dianalisis dengan uji
anova, dan uji korelasi regresi.
(http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/237/229)
Mukolitik
SKRINING KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS MUKOLITIK EKSTRAK RIMPANG BANGLE
(Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP MUKOSA USUS SAPI SECARA IN VITRO
Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Uji
Larutan stok ekstrak uji dibuat dari ekstrak uji yang ditimbang sesuai kadar yang di-
inginkan (1 % b/v dan 0,5 % b/v) dan dibasahi dengan tween 80 hingga konsentrasi tween
80 dalam larutan mencapai 1% dengan cara mela-rutkan tween sebanyak 1 g dengan 100
ml akua-dest, lalu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam ekstrak uji dan dihomogenkan
hingga terbentuk dispersi ekstrak.
Penyiapan Mukus
Mukus didapatkan dari mukosa usus sapi yang dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
kemudian dibelah dan dikerok. Mukus ditampung pada gelas kimia. Mukus yang didapatkan
berwarna putih kecoklatan sampai putih kekuningan.
In vivo In vitro
Kelebihan Bisa melihat efek secara Lebih murah
sistemik dalam tubuh Membutuhkan sedikit
Bisa meneliti efek sampel
farmakokinetiknya Waktu dibutuhkan lebih
sebentar
Lebih spesifik karena lebih
molekuler
Tergantung pada
lingkungan biologis,
misalnya harus sesuai
media kulturnya bisa
dimanipulasi sesuai
keinginan
Kekurangan Lebih mahal Hanya di sel, tidak tahu
Membutuhkan banyak efek fisiologis tubuh dan
sampel tidak bisa di amati secara
Waktu dibutuhkan lebih sistemik
lama
---
Living organisms are extremely complex functional systems that are made up of, at a
minimum, many tens of thousands of genes, protein molecules, RNA molecules, small
organic compounds, inorganic ions and complexes in an environment that is spatially
organized by membranes and, in the case of multicellular organisms, organ systems.
[1]
For a biological organism to survive, these myriad components must interact with
each other and with their environment in a way that processes food, removes waste,
moves components to the correct location, and is responsive to signalling molecules,
other organisms, light, sound, temperature and many other factors.
For example, scientists developing a new viral drug to treat an infection with a
pathogenic virus (e.g. HIV-1) may find that a candidate drug functions to prevent viral
replication in an in vitro setting (typically cell culture). However, before this drug is used
in the clinic, it must progress through a series of in vivo trials to determine if it is safe
and effective in intact organisms (typically small animals, primates and humans in
succession). Typically, many candidate drugs that are effective in vitro prove to be
ineffective in vivo because of issues associated with delivery of the drug to the affected
tissues, or toxicity towards essential parts of the organism that were not represented in
the initial in vitro studies.[7]
(http://www.eudipharm.net/claroline141/RESB2e79b/document/240912-FAURY-
Gilles-In_vitro_and_in_vivo_testing.pdf)
In vivo :
Terletak di dalam tubuh manusia digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik
sadar atau teranestesi)
dalam lingkungan yang terkendali
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang jelas harus
dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan
(mempengaruhi dosis)
harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non
rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia merupakan
perpaduan antara rodent dan non rodent.
kekurangan
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama
(PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UJI TOKSISITAS NONKLINIK SECARA IN VIVO,
7. Apa saja faktor yang mempengaruhi dari validitas hasil uji invivo dan invitro?
2. Faktor eksternal
Meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana
asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan ruangan tempat
hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasai, cahaya, kebisingan serta penempatan
hewan), pemilihan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk
percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan, dan
mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan yang sudah biasa di beri obat maka
akan terlihat lebih rilex dan santai berbeda dengan hewan percobaan yang masih baru
dan masih asing makan akan lebih berontak dan agresif, sehingga kita membutuhkan
penelitian dan perawatan yang baik terhadap hewan percobaan sebelum melakukan
percobaan.
Invitro
In Vitro: In experimental situation outside the organisms. Biological or chemical work
done in the test tube( in vitro is Latin for “in glass”) rather than in living systems.
Examples include antifungal, antibacterial, organ-based assays, cellular assays.
1) Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
2) Uji antifungi
3) Uji antikalkuli
4) Uji efek mukolitik
5) Uji farmakodinamik dg organ terisolir
6) Uji toksisitas in vitro
metode Brain Shrimp Test (BST)
metode Sitotoksisitas
7) Activity Assays
DPPH assay
Xanthine oxidase inhibition assays
Superoxide scavenging assay
Antiglycation assay
8) Bioassays (cell-based)
DNA Level
Protein Level
RNA Level
Immunology assay
9) Toxicity Assays
MTT assay
Cancer cell line assays
(http://bahan-alam.fa.itb.ac.id/search/search.php?kategori=Semua&lang=&q=cacing&r=10)
(http://www.byteboss.com/view.aspx?id=1618260&name=Bioassay+Course )
Contoh
-utk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD bukan Wistar
atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak shg pengamatan akan lbh
baik dg jumlah sample yg banyak.
-Utk uji painkiller digunakan mencit/mice jika utk menilai nyeri ringan yakni dengan
penyuntikan asam asetat glacial ke peritoneum mencit, tapi jika sasarannya nyeri tekanan
digunakan tikus bias Wistar atau SD, karena tikus akan dijepit ekornya atau telapak jarinya
dengan alat tertentu, sementara kalo nyeri berupa panas, digunakan boleh mencit atau tikus
krn hewan akan diletakkan di hot plate.
- Utk antidiabetika, seharusnya digunakan babi atau sapi yg pankreasnya banyak kemiripan
dg manusia, namun dengan tikus sudah cukup dengan adanya keterbatasan subyek uji
- Utk antiemetik/anti muntah digunakan burung merpati, krn bisa dirangsang utk muntah
berkali-kali sbg kuantifikasi, sementara hewan lain hanya muntah sekali.
-Utk obat antihipertensi, digunakan kucing atau anjing teranestesi, krn system
kardiovaskulernya paling mirip dg manusia
-Utk obat antiinflamasi digunakan baik tikus yang disuntik karagenan di bawah kulitnya shg
melepuh atau telinga mencit disuntik croton oil, bahkan kaki tikus sering dipotong utk
menimbang udem yg terbentuk
-utk antipiretik/penurun panas, digunakan kelinci utk diukur suhu duburnya setelah disuntik
pyrogen
- Utk asam urat digunakan ayam/burung yg dikasih makan jus hati ayam (ayam makan ayam)
krn metabolisme asam urat pada manusia mirip dg yg terjadi dg biokimiawi di keluarga
burung.
-Uji stamina digunakan tikus atau mencit, krn tubuhnya kuat dan tahan di dalam air, hewan
diuji dg berenang dan lari di treadmill.
-Uji libido, digunakan tikus dalam keadaan estrus/siap menerima pejantan.
-Utk uji kanker, digunakan punggung tikus yg diimplan dg sel kanker, atau paru-paru tikus
setelah dipejankan benzo(a)pirena
Hasilnya berupa : efek farmakologi, dosis terapi ED50=dosis yang menghasilkan 50% efek
maksimum.
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992 Tentang
Pedoman Fitofarmaka)
In vivo
1) The pathogenesis of disease by comparing the effects of bacterial infection with the
effects of purified bacterial toxins
2) The development of antibiotics
3) Antiviral drugs
4) New drugs generally
5) New surgical procedures.
(http://www.researchgate.net/post/Any_suggestions_for_easy_method_to_study_the_
antibacterial_activity_of_some_medicinal_plant_extracts_in_vivo_using_experimental_
animals
In vitro:
7. Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
8. Uji antifungi
9. Uji antikalkuli
10. Uji efek mukolitik
11. Uji farmakodinamik dg organ terisolir
12. Uji toksisitas in vitro
- metode Brain Shrimp Test (BST)
- metode Sitotoksisitas
(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06%20vol%207%20april%202008%20(48-54).pdf)
Antifungi
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) TERHADAP JAMUR Candida Albicans SECARA IN VITRO
Pengujian Aktivitas Antijamur
a. Media dasar PDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
b. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi.
c. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan petri di sekeliling
pencadang.
d. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur yang akan digunakan
untuk larutan uji, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
e. Diteteskan larutan uji ekstrak sampel kering etanol, ekstrak sampel basah etanol, larutan
kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
f. Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama.
g. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 1x24 jam.
h. Diamati zona hambat yang terjadi di sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona
hambat secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan penggaris berskala.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123510&val=5543)
Organ Terisolasi
EFEK EKSTRAK DAUN CIPLUKAN (Physalis minima L) TERHADAP RELAKSASI OTOT POLOS
TERPISAH TRAKEA MARMUT (Cavia porcellus)
METODOLOGI
Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan coba marmut jantan (n=5). Percobaan
dilakukan dengan metoda organ terpisah yaitu menggunakan rantai cincin trakea yang
dimasukkan ke dalam organ bathdan dihubungkan dengan rekorder macLab. Selama
percobaan rantai cicin trakea di dalam organbath direndam cairan fisiologis Kreb”s yang
selalu diganti setiap 15 menit, temperatur dipertahankan 35-37 C dan terus menerus dialiri
gas karbogen (9). Daun ciplukan (Physalis minima L) dibuat ekstrak dengan menggunakan
etanol. Untuk melihat respon relaksasi dari pemberian ekstrak daun ciplukan, dilakukan
stimulasi kontraksi otot polos trakea terlebih duludengan menggunakan histamin 10-5 M
(9,10), jika sudah terjadi kontraksi yang stabil, kemudian baru ditambahkan ekstrak
daunciplukan secara kumulatif dengan dosis 0,3 %, 0,5 %, 0,7 % dan diamati respon
relaksasi otot polos trakea dari penurunan kurva yang terekam di komputer mac lab dan
dapat diukur besar kontraksi dan relaksasi dalam satuan mv. Ekstrak daun ciplukan
diberikan secara kumulatif berdasar penelitian pendahuluan yang didapatkan hasil bahwa
efek relaksasi ekstrak daun ciplukan bertahan lama dan baru hilang responsnya setelah
dilakukan pencucian. Data yang diperoleh adalah besar kontraksi dari otot polos trakea
setelah pemberian histamin (kontrol) dan penurunan kontraksi (relaksasi) otot polos trakea
setelah pemberian ekstrak daun ciplukan (perlakuan). Besar kontraksi yang terekam pada
komputer maclab menggunakan satuan mili volt Data yang didapatkan dianalisis dengan uji
anova, dan uji korelasi regresi.
(http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/237/229)
Mukolitik
SKRINING KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS MUKOLITIK EKSTRAK RIMPANG BANGLE
(Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP MUKOSA USUS SAPI SECARA IN VITRO
Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Uji
Larutan stok ekstrak uji dibuat dari ekstrak uji yang ditimbang sesuai kadar yang di-
inginkan (1 % b/v dan 0,5 % b/v) dan dibasahi dengan tween 80 hingga konsentrasi tween
80 dalam larutan mencapai 1% dengan cara mela-rutkan tween sebanyak 1 g dengan 100
ml akua-dest, lalu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam ekstrak uji dan dihomogenkan
hingga terbentuk dispersi ekstrak.
Penyiapan Mukus
Mukus didapatkan dari mukosa usus sapi yang dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
kemudian dibelah dan dikerok. Mukus ditampung pada gelas kimia. Mukus yang didapatkan
berwarna putih kecoklatan sampai putih kekuningan.