Anda di halaman 1dari 11

Sifilis Pada Kehamilan

Hari Darmawan1*, Izazi Hari Purwoko1,2, Mutia Devi1,2

1
Departemen/Bagian Dermatologi dan Venereologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia
2
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moh. Hoesin, Palembang, Indonesia
E-mail : dr.haridarmawan@yahoo.com

Abstrak

Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual disebabkan bakteri Treponema pallidum dapat ditularkan melalui
hubungan seksual, transfusi darah, dan vertikal dari ibu ke janin. Jika perempuan hamil menderita sifilis dapat terjadi
infeksi transplasenta ke janin sehingga menyebabkan keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, lahir mati,
atau sifilis kongenital. Diagnosis sifilis pada kehamilan ditegakkan berdasar anamnesis, manifestasi klinis, pemeriksaan
laboratorik, dan serologik. Skrining pada trimester pertama dengan tes non-treponema seperti rapid plasma reagin
(RPR) atau venereal disease research laboratory (VDRL) kombinasi dengan tes treponema seperti treponema pallidum
hemagglutination assay (TPHA) merupakan hal penting pada setiap perempuan hamil. Manifestasi klinis sifilis ke janin
bergantung pada usia kehamilan dan stadium sifilis maternal serta respons imun janin. Deteksi dini dan terapi adekuat
penting untuk mencegah transmisi infeksi sifilis dari ibu ke janin.

Kata kunci: Hamil, Kongenital, Sifilis

Abstract

Syphilis in Pregnancy. Syphilis is a sexually transmitted infection caused by bacterium Treponema pallidum which can
be transmitted through sexual intercourse, blood transfusion, and vertically from mother to fetus. If pregnant woman
suffers from syphilis, transplacental infection can occur to the fetus, causing abortion, prematurity, low birth weight,
stillbirth, or congenital syphilis. The diagnosis of syphilis in pregnancy is established based on history, clinical
manifestations, laboratory and serologic examination. Screening in the first trimester with non-treponema tests such
as rapid plasma reagin (RPR) or venereal disease research laboratory (VDRL) combined with a treponema test such as
the treponema pallidum hemagglutination assay (TPHA) is important for every pregnant woman. Clinical
manifestations of syphilis to the fetus depend by gestational age and stage of maternal syphilis also fetal immune
response. Early detection and adequate management are important to prevent the transmission of syphilis infection
from mother to fetus.

Keyword: Pregnancy, Congenital, Syphilis

73
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

1. Pendahuluan meningkat seiring usia gestasi. Jika seorang


Sifilis adalah penyakit infeksi menular perempuan hamil terinfeksi sifilis maka
seksual disebabkan bakteri Treponema kemungkinan 70-80% menularkan infeksi ke
pallidum (T. pallidum) bersifat kronis dan janin dan dapat menyebabkan keguguran,
sistemik yang dapat menyerang seluruh lahir prematur, berat badan lahir rendah,
organ tubuh.1,2 Sifilis dapat diklasifikasikan lahir mati, atau sifilis kongenital.3,4
menjadi sifilis didapat dan kongenital. Sifilis
didapat terdiri atas stadium primer, 2. Pembahasan
sekunder, dan tersier, serta periode laten 2.1. Epidemiologi
diantara stadium sekunder dan tersier. Sejak saat era ditemukan antibiotik,
Manifestasi klinis sifilis dapat terlihat jelas insiden sifilis sudah mulai berkurang.5
namun terdapat masa laten bersifat Namun, selama satu dekade terakhir angka
asimtomatik serta dapat ditularkan melalui kejadian sifilis mengalami peningkatan
hubungan seksual, transfusi darah, dan dengan insiden tertinggi pada populasi lelaki
vertikal dari ibu ke janin.3,4 homoseksual diikuti heteroseksual, pengguna
Insiden sifilis pada kehamilan menurut narkoba suntik, dan perempuan hamil.9
Center for Disease Control and Prevention Angka kejadian sifilis pada perempuan di
(CDC) di Amerika Serikat tahun 2015 sebesar Amerika Serikat tahun 2015 sebesar 1,8 kasus
1,8 kasus per 100.000 perempuan hamil.5 per 100.000 penduduk pada kelompok usia
Data dari Direktorat Jenderal Pengendalian reproduksi, yaitu antara usia 15-44 tahun.
dan Pencegahan Penyakit Menular Peningkatan ini dilaporkan terjadi di semua
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia wilayah dan pada semua ras maupun etnik.
(Dirjen P2P Kemenkes RI) terdapat 3.295 Insiden sifilis kongenital di Amerika Serikat
perempuan dengan diagnosis sifilis pada tahun 2015 juga meningkat sebesar 27,5%
kehamilan dari 39.660 perempuan hamil yang dibanding tahun 2014, yaitu sebesar 11,6
melakukan skrining saat antenatal care (ANC) kasus per 100.000 bayi lahir hidup.5
di Indonesia tahun 2017.6 Tercatat 2 pasien Menurut Dirjen P2P Kemenkes RI
dengan diagnosis sifilis pada kehamilan dan 1 terdapat 3.295 perempuan dengan diagnosis
pasien sifilis kongenital di RS Dr. Moh Hoesin sifilis pada kehamilan dari 39.660 perempuan
Palembang dalam 3 bulan terakhir (Data hamil yang melakukan skrining saat ANC di
Rekam Medik Rawat Jalan & Rawat Inap DV- Indonesia tahun 2017. Jumlah ini menurun
OBGIN-IKA RSMH Januari-Maret 2019). dibanding tahun 2016 dimana terdapat 4.169
Manifestasi klinis sifilis pada perempuan perempuan hamil dengan infeksi sifilis.5
hamil dan tidak hamil tidak berbeda. Pada Faktor risiko penularan sifilis pada kehamilan
perempuan seringkali tidak terdeteksi karena meliputi usia muda, etnik keturunan Afrika-
gejala asimtomatik dan berada di lokasi Hispanik, status sosial ekonomi dan
tersembunyi. Sifilis pada kehamilan dapat pendidikan rendah, tidak memperoleh
ditularkan dari ibu ke janin saat stadium perawatan antenatal adekuat, prostitusi serta
primer, sekunder, dan laten.7,8 Bakteri T. penyalahgunaan obat terlarang.9,10
pallidum dapat melewati plasenta sejak usia
gestasi 10-12 pekan dan risiko infeksi janin

74
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

2.2. Etiopatogenesis memiliki respons imun cukup untuk


Patogenesis infeksi sifilis pada ibu dan merespons keberadaan bakteri T. pallidum.1-3
janin melibatkan sistem imun alami dan Penelitian eksperimental biomolekular
adaptif.1 Sebagai respons pertahanan tubuh menunjukkan infiltrasi sel T terjadi setelah
terhadap komponen patogen, sel epitel yang hari ke-3 infeksi dan terus bertambah seiring
merupakan sawar fisik dapat terpicu dengan meningkatnya jumlah T. pallidum
memproduksi sitokin proinflamasi dan dalam tubuh.4 Makrofag kemudian akan
kemokin. Hal ini berfungsi untuk menginfiltrasi dan jumlah bakteri treponema
kemoatraktan antigen presenting cells (APC) dalam jaringan akan terus menurun signifikan
dan ekspresi toll-like receptor (TLR) sehingga (bacterial clearance). Penurunan jumlah
memperkuat sinyal proinflamasi tubuh.2,3 bakteri signifikan setelah infiltrasi
Berbeda dengan bakteri gram negatif dihubungkan dengan kemampuan makrofag
lain, T. pallidum tidak mengandung banyak untuk fagositosis dan opsonisasi bakteri
lipopolisakarida (LPS) sehingga tidak mampu T. pallidum. Hal ini menunjukkan bahwa
mengaktifasi sel melalui toll-like receptor 4 komponen utama dari bacterial clearance
(TLR4). Penelitian menunjukkan kandungan dan fase resolusi adalah fagositosis makrofag
lipid pada lipoprotein treponema bertindak terhadap bakteri treponema.2
untuk aktifasi sel melalui heterodimer Respons imun humoral dimulai dari
TLR1/TLR2. Karena lipoprotein tersebut tidak pembentukan antibodi IgM sekitar 2 minggu
berada di permukaan sel T. pallidum, sistem setelah infeksi diikuti antibodi IgG 2 minggu
imun tubuh tidak mampu mendeteksi setelah IgM dibentuk. Antibodi IgM selain IgG
keberadaan bakteri tersebut dan terus diproduksi selama proses infeksi dan
memberikan kesempatan bagi T. pallidum menyebabkan pembentukan formasi
untuk mereplikasi diri dan diseminasi.1,2 kompleks imun. Titer antibodi mencapai
Sifilis merupakan penyakit dengan puncak saat terjadi infeksi diseminata, yaitu
manifestasi klinis lebih disebabkan oleh ketika stadium sifilis sekunder.1
respons imunologik dan inflamasi dibanding T. pallidum subsp. pallidum merupakan
efek sitotoksik langsung dari T. pallidum itu satu-satunya subspesies treponema patogen
sendiri. Penelitian membuktikan perlu jumlah yang dapat melintasi sirkulasi plasenta dari
bakteri dalam jumlah cukup besar di dalam ibu ke janin.1 Penelitian biomolekular sel
sel untuk menimbulkan efek langsung endotel vena umbilikus manusia telah
sitotoksisitas T.pallidum dan bakteri ini tidak membuktikan T. pallidum menembus sel
mengekspresikan toksin di dalam tubuh endotel melalui intercellular junction
manusia.2,3 Indurasi pada lesi primer (ulkus plasenta. Temuan biomolekular ini didukung
durum) disebabkan infilitrasi sel limfosit dan penelitian histopatologik yang menemukan
makrofag dalam jumlah cukup besar. perubahan khas plasenta terhadap invasi
Destruksi jaringan disebabkan oleh proliferasi spirokaeta di plasenta sebagai rute utama
endotel di pembuluh darah kapiler dan oklusi penularan dari ibu ke janin. Pendapat lain
lumen menyebabkan nekrosis jaringan lokal.3 mengemukakan T. pallidum dapat terlebih
Hal ini mirip pada sifilis kongenital, dimana dahulu melintasi membran janin dan
efek pada janin tidak terlihat sampai janin
75
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

menginfeksi cairan ketuban sehingga memperoleh akses ke kompartemen janin di


memperoleh akses ke sirkulasi janin.3 awal kehamilan asal janin memiliki respons
Sifilis kongenital terjadi karena infeksi T. imun cukup untuk merespons keberadaan
pallidum melalui transplasenta sehingga bakteri T. pallidum.3,4
menginvasi sistem retikuloendotelial janin Tidak semua neonatus yang lahir dari ibu
dan menyebabkan spirokaetamia terinfeksi sifilis akan mengalami sifilis
(penyebaran diseminata).10 Organisme masuk kongenital. Risiko sifilis kongenital
hematogen kemudian menginvasi organ lain berhubungan langsung dengan stadium sifilis
seperti kulit, membran mukosa, tulang, dan maternal selama kehamilan dan durasi
sistem saraf pusat. Bakteri T. pallidum akan paparan janin dalam rahim. Risiko lebih tinggi
melekat pada sel endotel sehingga terjadi terjadi selama stadium awal infeksi.3 Infeksi T.
destruksi dan nekrosis jaringan lokal akibat pallidum sangat tinggi selama 4 tahun
proliferasi endotel kapiler dan oklusi lumen pertama setelah terinfeksi dan kemudian
pembuluh darah (Gambar 1).11 Keterlibatan menurun selama stadium sifilis akhir.
infeksi awal janin dimulai dengan keterlibatan Perempuan hamil dengan infeksi sifilis awal
plasenta dan berlanjut menjadi disfungsi hati, (primer dan sekunder) yang tidak
infeksi cairan ketuban, kelainan hematologik, mendapatkan pengobatan adekuat
dan gagal organ pada stadium lanjut.4 menularkan infeksi ke janin sebesar 50-60%
sedangkan pada infeksi lanjut (laten atau
tersier) sebesar 10-20%.7 Bakteri Treponema
pallidum dapat melewati plasenta sejak usia
gestasi 10-12 pekan dan risiko infeksi janin
meningkat seiring usia gestasi.3,4
Infeksi sifilis dapat terjadi transplasenta
selama kehamilan atau pada waktu kelahiran
melalui kontak bayi baru lahir dengan lesi
genital. Laktasi tidak dapat menularkan
infeksi ke janin kecuali terdapat lesi di
Gambar 1. Transmisi sifilis dalam kehamilan11
payudara.3 Saat ini diyakini bahwa transmisi
Awalnya, teori mengatakan penularan sifilis dari ibu hamil ke janin dapat terjadi
sifilis ibu hamil ke janin tidak akan terjadi sampai janin memiliki respons imun cukup,
sebelum usia kehamilan 18 pekan.4 Namun, yaitu pada trimester pertama dengan risiko
teori ini disangkal oleh beberapa penelitian infeksi janin meningkat seiring usia
mikroskopik elektron dengan menemukan T. gestasi.1,3,4
pallidum pada pewarnaan perak dan teknik Sifilis pada kehamilan yang tidak
imunofluoresen dari lapisan sel Langerhans mendapat terapi adekuat menyebabkan
janin yang mengalami abortus spontan pada keguguran, lahir prematur, berat badan lahir
kehamilan 9-10 pekan. Penelitian lain rendah, lahir mati, atau sifilis kongenital.3,4
menemukan spirokaeta dalam cairan ketuban Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
pada usia kehamilan 16 pekan. Hal ini para ahli melaporkan bahwa ada dua
membuktikan bahwa T. pallidum dapat skenario untuk menilai risiko janin terhadap
76
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

sifilis kongenital. Pertama, terjadi ketika berkembang menjadi sifilis stadium sekunder
seorang perempuan terinfeksi sifilis (penyebaran hematogen).7 Lesi sifilis
kemudian hamil, atau kedua terjadi infeksi sekunder berupa makulopapular eritematosa
sifilis ketika perempuan tersebut sudah dengan diameter 0,5-1 cm tidak disertai gatal
hamil. Keadaan kedua cenderung terkait pada tubuh dan ekstremitas disebut sebagai
dengan dampak lebih buruk dikaitkan dengan roseola sifilitika (Gambar 3). Gejala ruam ini
spirokaetamia sehingga kemungkinan umum ditemukan di wajah, telapak tangan
1,4,5
penularan ke janin lebih tinggi. dan kaki serta kulit kepala.11

2.3. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis sifilis perempuan hamil
dan tidak hamil tidak berbeda. Setiap stadium
sifilis maternal dapat menularkan ke janin
berbanding lurus dengan jumlah spirochaeta
T. pallidum. Masa inkubasi dapat berlangsung
selama 3-12 pekan.1
Sifilis primer ditegakkan dengan Gambar 2. Ulkus durum dengan dasar eritematosa
ditemukan ulkus durum, yaitu ulkus sebagian dan tepi indurasi4
besar soliter dengan bentuk bulat atau sedikit
oval, permukaan bersih, tepi indurasi, dan
tidak nyeri (Gambar 2).2,4 Pada perempuan
seringkali tidak terdeteksi karena berada di
lokasi tersembunyi seperti serviks, vagina,
labia, dan perineum. Ulkus dan nekrosis
jaringan terjadi akibat proliferasi endotel
kapiler dan oklusi lumen pembuluh darah.
Kompleks imun tubuh terutama infilitrasi sel
limfosit dan makrofag terhadap antigen
lipopolisakarida T. pallidum akan beredar ke
sistem limfatik dan mengakibatkan
Gambar 3. Roseola sifilitika pada sifilis sekunder1
limfadenopati regional. Dalam waktu 3-8
pekan, ulkus sembuh menunjukkan T.
Kisaran 10-20% lesi papul eritematosa di
pallidum hilang lokal.1,10
daerah lipatan lembab akan berkembang
Stadium sekunder umum terjadi 4-8
menjadi kondilomata lata yang sangat
pekan sesudah lesi primer hilang dan
infeksius berupa plak vegetasi granulomatosa
berlangsung selama beberapa pekan atau
(Gambar 4). Kondilomata lata umum dijumpai
bulan. Sifilis sekunder terjadi akibat
di daerah genital, namun dapat pula di
multiplikasi dan penyebaran T. pallidum ke
daerah lipatan lembab lain (antara jari tangan
seluruh tubuh. Bakteri menginvasi sistem
dan jari kaki, aksila, serta daerah umbilikus).
retikuloendotelial dan menyebar sistemik ke
Lesi ini dapat juga ditemukan di daerah
berbagai jaringan dan organ kemudian
berdekatan dengan lesi primer, kemungkinan
77
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

akibat penyebaran langsung treponema dari janin sehingga menyebabkan keguguran, lahir
lesi primer (ulkus durum).1,4 prematur, berat badan lahir rendah, lahir
Sifilis laten terjadi sesudah sifilis mati, atau sifilis kongenital.3,20 Kisaran 2/3
sekunder. Seseorang dikatakan menderita kehamilan dengan sifilis memberikan gejala
sifilis laten bila terdapat riwayat serologik asimtomatik, namun infeksi tetap ada dan
sifilis, belum pernah diobati, dan tidak dapat menimbulkan manifestasi segera
menunjukkan manifestasi klinis.12-15 Sifilis setelah bayi lahir atau bertahun-tahun
laten dini berjalan terus menjadi sifilis laten kemudian setelah lahir.21
lanjut. Fase ini tetap tidak menunjukkan Sifilis kongenital merupakan infeksi
manifestasi klinis, namun tes serologik dengan melibatkan banyak organ dan
nontreponema perlahan menurun dan dapat mengakibatkan gangguan neurologik,
ditemukan dengan kadar sangat rendah pertumbuhan tulang, sampai kematian janin.
sampai negatif. Stadium laten lanjut mulai 1 Manifestasi klinis sifilis kongenital bergantung
tahun setelah terinfeksi atau bila durasi pada usia kehamilan dan stadium sifilis
infeksi tidak diketahui.16 Pada sifilis laten maternal serta respons imun janin. Sifilis
lanjut tidak lagi menular melalui kontak kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital
seksual, namun tetap dapat ditularkan dini dan lanjut.3,22 Pada sifilis kongenital dini,
transplasenta dari perempuan hamil ke janin. gejala timbul dalam 2 tahun pertama
Terdapat kemungkinan 20-30% pasien sedangkan pada lanjut gejala timbul hingga 2
dengan sifilis laten lanjut berkembang dekade pertama.7
menjadi sifilis tersier dalam waktu 3-10 Manifestasi klinis sifilis kongenital dini
tahun.17,18 dapat berupa hepatosplenomegali (70%), lesi
kulit (70%), demam (40%), neurosifilis (20%),
pneumonitis (20%), serta limpadenopati
generalisata.22 Lesi kulit ditandai dengan
vesikel, bula atau ruam kulit berwarna merah
tembaga pada telapak tangan, telapak kaki,
sekitar hidung, dan mulut. Dapat terjadi
gangguan pertumbuhan, lesi pada selaput
lendir hidung dan faring, meningitis,
osteokondritis pada tulang panjang hingga
Gambar 4. Kondilomata lata3
mengakibatkan pseudoparalisis.23
Saat ini sudah jarang dijumpai sifilis Manifestasi klinis sifilis kongenital lanjut
tersier yang mengenai kulit, kardiovaskular dapat berupa keratitis interstisialis, gigi
dan sususan saraf pusat dibanding periode Hutchinson, gigi mulberry, gangguan nervus
praantibiotik. Sifilis tersier terjadi dalam VIII sehingga mengakibatkan tuli, neurosifilis,
berbagai sindrom klinis terdiri dari 3 skeloris pada tulang menyerupai pedang
kelompok utama, yaitu neurosifilis, sifilis (saber sign), perforasi palatum durum dan
kardiovaskular, dan sifilis jinak lanjut.19,20 septum nasi akibat destruksi dari gumma
Jika seorang perempuan hamil menderita (saddle nose), penonjolan tulang frontal,
sifilis dapat terjadi infeksi transplasenta ke fisura di sekitar rongga mulut dan hidung
78
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

disertai ragaden (sifilis rinitis infantil)22,23 harus diperiksa serologik sifilis.11 Sampai saat
(Gambar 5). Stigmata atau deformitas yang ini tidak ada pemeriksaan serologik yang
terjadi akan menetap selama kehidupan dapat membedakan infeksi T. pallidum
sehingga tidak dapat diobati.22 dengan treponema lain.11
Perempuan hamil dengan tes serologik
sifilis positif harus dianggap terinfeksi dan
mendapatkan terapi, kecuali bila riwayat
pengobatan tercatat dengan jelas dan titer
antibodi menunjukkan penurunan adekuat,
rendah atau dinyatakan stabil.12,13 Titer tes
nontreponema perempuan hamil terutama
≥1:8 dapat menjadi petanda infeksi dini dan
bakteremia. Perempuan hamil dengan
Gambar 5. Manifestasi klinis sifilis kongentital1 kenaikan titer antibodi mengindikasikan gagal
terapi atau terjadi infeksi ulang.14,15
2.4. Diagnosis Anamnesis pada kedua orang tua
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis dilakukan dengan menanyakan hal-hal yang
lengkap termasuk riwayat seksual, berhubungan dengan risiko infeksi sifilis,
manifestasi klinis, dan pemeriksaan seperti koitus suspektus, riwayat transfusi
penunjang laboratorik maupun serologik. darah pada ibu, dan riwayat infeksi menular
Pemeriksaan langsung untuk melihat bakteri sebelumnya. Jika ibu terdapat riwayat sifilis
T. pallidum menggunakan mikroskop perlu ditanyakan riwayat terapi apakah sudah
lapangan gelap merupakan tes paling sensitif adekuat atau tidak.22,23
dan spesifik ketika terdapat ulkus durum dan Semua bayi seroreaktif (atau bayi dengan
kondilomata lata. Spesimen diperoleh dari ibu seroreaktif pada saat melahirkan) harus
lesi ulkus kulit dan mukosa erosif. Saat ini dilakukan pemeriksaan fisik dan tes serologik
telah dikembangkan metode polymerase setiap 3 bulan sampai tes menjadi nonreaktif
chain reaction (PCR) dan nucleic acid atau titer menurun 4 kali lipat.21 Titer
amplification test (NAAT) untuk deteksi nontreponema akan menurun pada umur 3
bakteri spirokaeta menggunakan cairan yang bulan dan menjadi nonreaktif pada umur 6
diambil dari lesi kulit, darah atau cairan bulan jika bayi tidak terinfeksi sifilis
serebrospinal.7. kongenital (jika hasil tes reaktif disebabkan
Semua perempuan hamil harus dilakukan oleh transfer pasif antibodi dari ibu melalui
pemeriksaan serologik sifilis pada awal plasenta) atau terinfeksi sifilis kongenital
kehamilan.3 Skrining dapat dilakukan pada tetapi telah mendapat terapi adekuat.24
kunjungan antenatal pertama. Populasi Diagnosis sifilis kongenital sulit
perempuan risiko tinggi, tes serologik dapat diinterpretasi karena antibodi IgG
dilakukan 2 kali dalam trimester ketiga, sekali nontreponema dan treponema ibu dapat
pada kehamilan 28-32 minggu, dan sekali saat melewati plasenta dan sampai ke janin.
melahirkan. Perempuan dengan riwayat Melakukan tes treponema (TPHA atau FTA-
kematian janin sesudah kehamilan 20 minggu Abs) pada serum neonatus tidak dianjurkan
79
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

karena dapat menimbulkan kesalahan unit dosis tunggal untuk sifilis stadium
interpretasi.3 Semua neonatus yang lahir dari primer, sekunder, dan laten dini sedangkan
ibu dengan hasil nontreponema dan dosis diulang 1 minggu kemudian selama 3
treponema reaktif harus dievaluasi dengan minggu (total 7,2 juta unit) untuk sifilis laten
tes serologik nontreponema (RPR atau lanjut, tersier, atau tidak diketahui riwayat
VDRL).12 infeksi sebelumnya.6,12 Kadar treponemasid
Tes treponema sebaiknya tidak antibiotik harus dicapai dalam serum dengan
digunakan untuk evaluasi respons durasi 7-10 hari agar mencakup masa
pengobatan karena dapat tetap positif replikasi yang berlangsung selama 30-33 jam.
walaupun telah mendapat terapi adekuat. Sampai saat ini belum ada laporan mengenai
Antibodi ibu yang ditransfer melalui plasenta bakteri T. pallidum resisten terhadap
masih ada sampai bayi berumur 15 bulan. Tes penisilin.12
treponema reaktif setelah 18 bulan adalah Alergi penisilin dilaporkan terjadi pada 5-
diagnostik untuk sifilis kongenital.23 Jika tes 10% perempuan hamil.17 Pada perempuan
nontreponema nonreaktif pada saat ini, tidak hamil dengan sifilis, penggunaan antibiotik
diperlukan pengobatan maupun evaluasi, lain tidak direkomendasikan. Beberapa
namun jika reaktif maka anak diobati sebagai antibiotik lain telah dievaluasi untuk terapi
sifilis kongenital dan dilakukan evaluasi lagi.22 sifilis seperti doksisiklin (level of evidence and
Evaluasi ultrasonography (USG) dapat strength of recommendation 3B) dan
dilakukan pada usia gestasi > 20 pekan untuk eritromisin (level of evidence and strength of
melihat tanda sifilis kongenital seperti recommendation 5D). Doksisiklin
hepatomegali, penebalan plasenta, kontraindikasi untuk perempuan hamil
hidramnion, asites, hidrops fetalis, dan sedangkan eritromisin kurang efektif karena
peningkatan arteri serebri media.16 tidak dapat menembus sawar darah
Gambaran histopatologik dasar sifilis plasenta.8
kongenital adalah obliteratif endarteritis yang Terapi rekomendasikan pada perempuan
terdiri dari infiltrat sel mononuklear dan hamil dengan alergi penisilin adalah
plasma di sekitar pembuluh darah dengan desensitisasi penisilin. Desensitisasi penisilin
hiperplasia intima dan sel endotel.2,3 merupakan prosedur dimana pasien
dipaparkan penisilin dengan dosis bertahap
2.5 Tatalaksana hingga mencapai dosis efektif. Setelah itu
Terapi adekuat untuk perempuan hamil pasien diberikan terapi penisilin yang
dengan infeksi sifilis penting untuk mengobati sesuai.17,18 Prosedur desensitisasi harus
infeksi pada ibu, mencegah penularan ke dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih
janin, dan menangani sifilis yang telah terjadi dengan ketersediaan alat untuk menangani
ke janin.7 Antibiotik penisilin benzatin G (level reaksi anafilatik.19
of evidence and strength of recommendation Terapi sifilis pada perempuan hamil
1A) merupakan terapi pilihan utama untuk dapat memicu reaksi Jarisch-Herxheimer.
sifilis pada kehamilan. Terapi menurut CDC Reaksi ini merupakan reaksi febris akut
dan Dirjen P2P Kemenkes RI adalah injeksi disertai nyeri kepala, atralgia, dan mialgia.
intramuskular penisilin benzatin G 2,4 juta Gejala ini terjadi akibat pelepasan
80
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

No. Diagnosis Tatalaksana


1 Bayi pasti menderita sifilis kongenital, dengan ditemukan • Penisilin kristal G dalam akua
: 100.000 – 150.000 unit/kgBB/hari,
• Pemeriksaan fisik abnormal menunjang ke arah sifilis diberikan 50.000 unit/kgBB/dosis
kongenital, IV setiap 12 jam selama 7 hari
• Titer tes nontreponema kuantitatif serum > 4 kali pertama dan dilanjutkan setiap 8
titer ibu, jam mulai hari ke-8 sampai total 10
• Ditemukan T. pallidum dengan mikroskop lapangan hari atau
gelap atau imunofluoresen pada cairan tubuh. • Penisilin prokain G 50.000
unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal
selama 10 hari.
2. Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer tes • Penisilin kristal G dalam akua
nontreponema kuantitatif serum < 4 kali titer ibu dan : 100.000 – 150.000 unit/kgBB/hari,
• Ibu tidak diobati, diobati tapi tidak adekuat atau diberikan 50.000 unit/kgBB/dosis
pengobatan yang diberikan tidak tercatat, IV setiap 12 jam selama 7 hari
• Ibu diobati dengan eritromisin atau rejimen pertama dan dilanjutkan setiap 8
nonpenisilin, jam mulai hari ke-8 sampai total 10
• Ibu mendapat pengobatan < 4 minggu sebelum hari atau
melahirkan, • Penisilin prokain G 50.000
• Ibu dengan sifilis dini dan mempunyai titer unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal
nontreponema tidak turun sampai 4 kali dari titer selama 10 hari atau
awal atau meningkat 4 kali. • Penisilin benzatin G 50.000
unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal.
3 Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer • Penisilin benzatin G 50.000
nontreponemal serum < 4 kali titer ibu dan : unit/kgBB/dosis IM dosis tunggal.
• Ibu diobati selama kehamilan, pengobatan sesuai
dengan tingkat penyakit, dan pengobatan diberikan >
4 minggu sebelum melahirkan,
• Titer nontreponema ibu menurun 4 kali lipat setelah
pengobatan yang sesuai untuk sifilis dini atau tetap
stabil dan rendah untuk sifilis lanjut,
• Tidak terjadi reinfeksi atau relaps.
4 Bayi dengan pemeriksaan fisik normal dan titer • Pada keadaan ini tidak diperlukan
nontreponema serum < 4 kali titer ibu dan : pengobatan dan evaluasi.
• Ibu diobati adekuat sebelum kehamilan
• Titer nontreponema ibu tetap rendah dan stabil
sebelum, selama kehamilan dan pada saat melahirkan
(VDRL/RPR ≤ 1:4 atau 1:2)

Tabel 1. Panduan tatalaksana bayi lahir dari ibu terinfeksi sifilis

81
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

liposakarida treponema dari spirokaeta mati. mencegah transmisi infeksi sifilis dari ibu ke
Umum reaksi mulai muncul 1-2 jam setelah janin.
terapi, mencapai puncak pada 8 jam dan
berkurang dalam 24-48 jam.17 Reaksi ini Daftar Pustaka
dapat memicu kontraksi uterus, kelahiran 1. Katz KA. Syphilis. In: Goldsmith LA., Katz SI,
prematur, dan gangguan denyut jantung Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, eds.
janin, namun risiko terjadi reaksi Jarisch- Fitzpatrick’s Dermatology In General
th
Herxheimer bukan merupakan kontraindikasi Medicine. 8 ed. New York: McGraw-Hill
Medical; 2012. p. 2471-92.
pemberian penisilin pada perempuan hamil.
2. Lukehart SA. Biology of treponemes. In:
Hampir seluruh kejadian ini dapat ditangani
Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P,
dengan edukasi kepada pasien dan terapi Wasserheit JN, Corey L, et al. Sexually
suportif.19 transmitted disease. 4th edition. New York:
Evaluasi titer serologik antibodi McGraw-Hill; 2008. p. 647-59.
nontreponema harus dilakukan dalam 1, 3, 6, 3. Shafi T, Radolf JD, Sanchez PJ, Schulz KF,
12, dan 24 bulan setelah terapi. Jika terapi Murphy FK. Congenital syphilis. In: Holmes
efektif, maka diharapkan titer serologik KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P,
nontreponema berkurang 4 kali lipat dalam 6- Wasserheit JN, Corey L, et al. Sexually
12 bulan paska terapi dan menjadi nonreaktif transmitted disease. 4th edition. New York:
dalam 12-24 bulan.8 Titer nontreponema McGraw-Hill; 2008. p. 1577-1613.
4. Williams JW. Sexually transmitted infection.
meningkat hingga 4 kali lipat atau tidak
In Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,
berkurang menunjukan gagal terapi atau
Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM, et al.
reinfeksi, namun titer nontreponema dapat Williams obstetrics. 25th ed. New York:
menurun sangat lambat pada pasien yang McGraw-Hill Medical; 2018. p. 1967-73.
pernah diterapi sebelumnya. 9-11 5. Newman L, Kamn M, Hawkes S, Gomez G, Say
WHO dan CDC telah mengeluarkan L, Seuc A, et al. Global estimates of syphilis in
panduan pengobatan (Tabel 1)12 pada bayi pregnancy and associated adverse outcomes:
baru lahir dengan diagnosis sifilis kongenital. analysis of multinational antenatal
Pada bayi dengan riwayat alergi penisilin surveillance data. Plos Med. 2016; 10(2): 1-
tetap diobati dengan penisilin dengan 10.
melakukan desensitisasi terlebih dahulu.24 6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 2017 tentang
Eliminasi Human Immunodeficiency Virus,
3. Kesimpulan
Sifilis, dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak. 2017.
Sifilis pada kehamilan dapat 7. Indriatmi W. Sifilis. In: Daili SF, Nilasari H,
menyebabkan keguguran, lahir prematur, Indriatmi W, Zubier F, Romawi R, Pudjiati SR.
berat badan lahir rendah, lahir mati, atau Infeksi menular seksual. 5th edition. Jakarta:
sifilis kongenital. Skrining pada trimester FKUI; 2017. p. 103-50.
pertama dengan tes nontreponema 8. Widaty S, Soebono H, Nilasari H, Listiawan
kombinasi dengan tes treponema merupakan MY, Siswati AS, Rosita C, et al. Sifilis. In:
hal penting pada setiap perempuan hamil. Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Perdoski;
Deteksi dini dan terapi adekuat penting untuk 2017. p. 372-4.

82
Sriwijaya Journal of Medicine, Volume 3 No.1 2020, Hal 73-83, DOI: 10.32539/SJM.v3i1.70

9. Tsimis ME, Sheffield JS. Update on syphilis in fetal health. Am J Obstet Gynecol. 2017;
pregnancy. Birth Defect Research. 2017; 109: 216(4): 352-63.
347-52. 22. Walker GJ, Walker DG. Congenital syphilis: a
10. Santis MD, Luca CD, Mappa I, Spagnuolo T, continuing syphilis but neglected problem.
Licameli A, Straface G, et al. Syphilis infection Semin Fetal Neonat Med. 2007; 12: 198-206.
during pregnancy: fetal risks and clinical 23. Sheffield JS, Sanchez PJ, Morris G, Maberry
management. Inf Dis Obstet Gynecol. 2012; 5: M, Zeray F. Congenital syphilis after maternal
1-5. treatment for syphilis during pregnancy. Am J
11. Genc M, Ledger W. Syphilis in pregnancy. Sex Obstet Gynecol. 2002; 186: 569-73.
Trans Inf. 2000; 76: 73-9. 24. Goldenberg RL, Culhane JF, Johnson DC.
12. WHO Guideline on Syphilis Screening and Maternal infection and adverse fetal and
Treatment for Pregnant Women. 2017 neonatal outcomes. Clin Perinatol. 2005; 32:
13. Hawkes S, Matin N, Broutet N, Low N. 523-9.
Effectiveness of interventions to improve
screening for syphilis in pregnancy: a
systematic review and meta analysis. Lancet
Infection. 2011; 11: 684-91
14. Wendel GD, Sheffield JS, Hollier LM, Hill JB,
Ramsey PS, Snachex PJ. Treatment of syphilis
in pregnancy and prevention of congenital
syphilis. Clin In Dis. 2002; 35(2):200-9
15. Augusto BC, Moraes RB, Alvaro GR, Olivera
MB, Olivera BJ, Flavio FA. Syphilis during
pregnancy: a study of 879.831 pregnant
women in Brazil. Epid J Sur. 2016; 6(5): 1-6.
16. Pasquini L, Malosso ER, Cordioso A, Trotta M,
Tomasso M. Latent syphilis infection in
pregnancy: an ultrasound diagnosed case of
penicillin treatment failure. Case Rep Obstet
Gynecol. 2018; 8: 1-3.
17. Wahab AA, Ali UK, Mohammad M, Madiana E,
Rahman MM. Syphilis pregnancy. Pak J Med
Sci 2015; 31(1): 217-9.
18. Jin J. Screening for syphilis in pregnant
women. J Am Med Ass. 2018; 320(9): 1-2.
19. Queensland Clinical Guidelines Maternity and
Neonatal: Syphilis in Pregnancy. 2018
20. Magalhaes M, Basto L, Areia AL, Franco S,
Malheiro ME, Afonso M, et al. Syphilis in
pregnancy and congenital syphilis: reality in a
Portuguese central university. Rev Bras
Ginecol Obstet. 2017; 39: 265-72.
21. Rac M, Revell PA, Eppes CS. Syphilis during
pregnancy: a preventable threat to maternal-

83

Anda mungkin juga menyukai