Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-

Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah tentang Entrepreneur di bidang kuliner dengan nama “Sa

Bu”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita

Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan

sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang terlibat secara langsung

maupun tidak langsung yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas

makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis buat ini masih

mengandung kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun

maupun bimbingan sangat penulis harapkan.

Semoga makalah ini memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi

siapapun yang membacanya.

Pekanbaru, September 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam tahap pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk

meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Pemerintah melakukan upaya-

upaya pelayanan terhadap masyarakat sebagai wujud dan penyelenggaraan

kepentingan umum.

Pelayanan kefarmasian terus berkembang, dari drug oriented menjadi

patient oriented. Tidak lagi terbatas hanya pada peniapan obat dan penyerahan

obat, tetapi sekarang adanya interaksi antara tenaga kefarmasian dengan pasien

dan tenaga profsional lainnya. Menurut PP 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian, Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekejaan

Kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

Pekerjaan Kefarmasian menurut PP 51 Tahun 2009, Pekerjaan

Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian, pengelolaan obat,

pelayanan obat, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat.

Pemerintah mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam PP 51 Tahun 2009

bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam

memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;

mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan

Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

peraturan perundangan-undangan; dan memberikan kepastian hukum bagi pasien,

masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu

Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau

penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

Pekerjaan Kefarmasian dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian terdiri atas

Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang

telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam

menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya

Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

2.2. Ruang Lingkup Pekerjaan Kefarmasian

Menurut PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pasal 5,

Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi:

a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi:


 Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi,

fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan

farmasi.

 Pengadaan Sediaan Farmasi harus dilakukan oleh Tenaga

kefarmasian.

 Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan,

mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi.

b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi:

 Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus

memiliki Apoteker penanggung jawab.

 Apoteker penanggung jawab sebagaimana dapat dibantu oleh

Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

 Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi

obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik

kosmetika.

 Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai

penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu,

produksi, dan pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi.

 Industri obat tradisional dan pabrik kosmetika harus memiliki

sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung

jawab.

 Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus

memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang ditetapkan

oleh Menteri.
c. Pekerjaan Kefarmasian Dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi

 Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa

obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.

 Apoteker sebagai penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker

pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

 Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi atau Penyaluran

Sediaan Farmasi harus memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang

Baik.

d. Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian Pada Fasilitas Pelayanan

Kefarmasian:

 Fasilitas Pelayanan Kefarmasian berupa:

 Apotek;

 Instalasi farmasi rumah sakit;

 Puskesmas;

 Klinik;

 Toko Obat; atau

 Praktek bersama.

 Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas

Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker

pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.

 Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan

Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan

kefarmasian.
 Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter

dilaksanakan oleh Apoteker.

 Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri

dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah

memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang

diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada

pasien.

 Dalam hal di daerah terpencil yang tidak ada apotek, dokter atau

dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai

wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang

undangan.

2.3. Pelaku Pekerjaan Kefarmasian dan Perizinan Tenaga Kefarmasian

2.3.1. Pelaku Pekerjaan Kefarmasian diatur dalam PP No. 51 Tahun 2009

pada pasal 33:

1) Tenaga Kefarmasian terdiri atas:

a. Apoteker; dan

b. Tenaga Teknis Kefarmasian.

2) Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan

Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.


2.3.2. Perizinan Tenaga Kefarmasian diatur dalam PP No. 51 Tahun 2009

pada pasal 39:

1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di

Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.

2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan

bagi:

a. Apoteker berupa STRA; dan

b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.

Pada pasal 40 disebutkan untuk memperoleh STRA, Apoteker harus

memenuhi persyaratan:

 memiliki ijazah Apoteker

 memiliki sertifikat kompetensi profesi;

 mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;

 mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki surat izin praktik; dan

 membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi.

STRA dikeluarkan oleh Menteri. STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan

dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat.

Pada pasal 47 berisi tentang persyaratan yang harus di penuhi untuk

mendapatkan STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian:

 memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;


 memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki surat izin praktek;

 memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang

telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian

bekerja; dan

 membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan

etika kefarmasian.

STRTTK dikeluarkan oleh Menteri. Menteri dapat mendelegasikan

pemberian STRTTK kepada pejabat kesehatan yang berwenang pada pemerintah

daerah provinsi. STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang

untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat.

STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena (Pasal 49):

a. habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan

atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang;

b. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. permohonan yang bersangkutan;

d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau

e. dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang.

Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di

Indonesia wajib memilikisurat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.

Surat izin dapat berupa:

a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek,

puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit


b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai

Apoteker pendamping

c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas

kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit

d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan

Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.

Surat izin dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di

Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. Tata cara pemberian

surat izin dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

Pada pasal 54 disebutkan bahwa Apoteker hanya dapat melaksanakan

praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

Apoteker pendamping hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga)

Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.

Untuk mendapat surat izin, Tenaga Kefarmasian harus memiliki (Pasal

55):

a. STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;

b. tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian atau

fasilitas kefarmasian atau Fasilitas Kesehatan yang memiliki izin; dan

c. rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.

2.4. Undang-undang yang Terkait dengan Pekerjaan Kefarmasian

1. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

2. UU No. 36 tahun 204 tentang Tenaga Kesehatan

3. UU No. 32 tahun 2004 tentang Registrasi Izin, Praktek Tenaga Kesehatan


4. UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotik

5. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

6. PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

7. Permenkes 284/ MENKES/ PER/ III/ 2007 tentang Apotik Rakyat

8. Permenkes 1148/ Per/ VI/ 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi

9. Permenkes 889/ Menkes/ Per/ V/ 2011 tentang Registrasi Izin, Praktek,

dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian

10. Permenkes 028/ Menkes/ Per/ 2011 tentang Klinik

11. Permenkes 1148/ Menkes/ Per/ 2011 tentang Industri Farmasi

12. Permenkes 161/Menkes/ Per/ 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan

13. Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek

14. Permenkes No. 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas

15. Permenkes No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit
BAB III

KESIMPULAN

1. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu

Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi

atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep

dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat

dan obat tradisional.

2. Pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker danyang harus memiliki STRA

dan tenaga teknis kefarmasian harus memiliki STRTTK.

3. Pemerintah mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi,

distribusi atau penyaluran,pelayanan sediaan farmasi.


DAFTAR PUSTAKA

PP No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian

Anda mungkin juga menyukai