A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
dapat menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015). Definisi stroke
menurut World Health Organization adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik fokal maupun
global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler (Munir, 2015).
2. Klasifikasi
Klasifikasi stroke berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:
a. Stroke iskemik, jenis stroke ini terjadi pada 87% dari semua
stroke (Hickey, 2009). Sumbatan dapat terjadi dari bekuan darah
(baik sebagai trombus maupun embolus), atau dari stenosis
pembuluh yang terjadi akibat penumpukan plak. Penyebab lain
stroke iskemik adalah vasos pasme yang sering merupakan
6
respons vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara
araknoid dan piamater meningen (Dosen Keperawatan Medikal-
Bedah Indonesia, 2016). Terdapat 2 jenis stroke iskemik, yaitu:
1) Stroke trombosis (stroke pembuluh darah besar), adalah stroke
yang disebabkan oleh karena adanya oklusi yang terjadi akibat
pembentukan trombus. Stroke tombosis paling sering terjadi
pada lansia yang istirahat atau tidur.
2) Stroke emboli (stroke pembuluh darah kecil), adalah jenis
stroke iskemik yang disebabkan oleh bekuan darah yang
disebabkan proses emboli. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
b. Stroke hemoragik, atau hemoragi intrakranial, terjadi ketika
pembuluh darah serebral ruptur. Stroke hemoragik terjadi sekitar
20% dari seluruh kasus stroke (Dosen Keperawatan Medikal-
Bedah Indonesia, 2016). Biasanya stroke hemoragik secara cepat
menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran.
Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, yaitu:
1) Stroke perdarahan intraserebral, adalah ekstravasasi darah yang
berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak
yang bukan disebabkan oleh trauma (non traumatis).
2) Stroke subaraknoid, adalah ekstravasasi darah ke dalam
subaraknoid yang meliputi sistem saraf pusat yang diisi dengan
serebrospinal.
Klasifikasi stroke berdasarkan manifestasi klinisnya menurut Munir
tahun 2015 sebagai berikut:
a. TIA (Tansient Ischemic Attack), serangan akut defisit neurologis
focal yang berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh
tanpa gejala sisa.
b. RIND (Residual Ischemic Neurological Defisit), sama dengan TIA
tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam
waktu kurang dari 3 minggu.
c. Completed stroke, stroke dengan defisit neurologis berat dan
menetap dalam waktu 6 jam, dengan penyembuhan tidak sempurna
dalam waktu lebih dari 3 minggu.
d. Progressive stroke, stroke dengan defisit neurologi focal yang
terjadi bertahap dan mencapai puncaknya dalam waktu 24-48 jam
sistem karotis atau 96 jam sistem VB dengan penyembuhan tidak
sempurna dalam waktu 3 minggu.
5. Manifestasi klinik
Manifestasi stroke beragam berdasarkan pada arteri serebral yang
terkena dan area otak yang terkena. Wanita yang mengalami stroke
lebih cenderung melaporkan manifestasi nontradisional (khususnya
disorientasi, konfusi, atau kehilangan kesadaran) dari pada pria
(LeMone Dll, 2012). Manifestasi selalu tiba-tiba dalam hal awitan,
fokal, dan biasanya satu sisi.
a. Stroke trombosis
1) Arteri Cerebri Anterior
a) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai
lebih menonjol
b) Gangguan mental
c) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
d) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
e) Bisa terjadi kejang-kejang
2) Arteri Cerebri Media
a) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang
lebih ringan
b) Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol
c) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
3) Arteri Karotis Interna
a) Buta mendadak
b) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan
c) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan
4) Arteri Cerebri Posterior
a) Koma
b) Hemiparesis kontra lateral
c) Ketidakmampuan membaca (aleksia)
d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
5) Sistem Vertebrobasiler
a) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
b) Meningkatnya refleks tendon
c) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
d) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo)
e) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
f) Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang, dan pita suara
sehingga pasien sulit berbicara (disatria)
g) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (stupor), koma, pusing, gangguan
daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan
(disorientasi)
h) Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda
(diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki
(nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya
daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada
belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim)
i) Gangguan pendengaran
j) Rasa kaku diwajah, mulut, atau lidah
b. Stroke emboli
1) Defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas), (Adelina,
2010)
2) Didapat pasien penyebab berikut dan atau faktor resiko:
a) Jantung (atrial fibrilasi, kelainan katub dll)
b) Vaskular (stenosis arteri kritis)
c) Darah (hiperkoagulasi)
c. Stroke perdarahan
intraserebral
Kelemahan atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang
sensasi atau mati rasa setengah badan. Selain itu, setengah orang
juga mengalami sulit berbicara atau bicara pelo, merasa bingung,
masalah penglihatan, mual, muntah, kejang, dan kehilangan
kesadaran secara umum
d. Stroke subaraknoid
1) Sakit kepala mendadak hebat
2) Defisit saraf kranialis
3) Hemiparise
4) Penurunan kesadaran
6. Komplikasi
a. Defisit sensori presepsi
Pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan, pendengaran,
keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan untuk
menerima vibrasi/getaran, nyeri, kehangatan, dan dingin.
Kehilangan kemampuan sensori ini meningkatkan resiko cedera.
Defisit dapat mencakup hal berikut:
1) Hemianopia: kehilangan separuh lapang penglihatan pada satu
atau kedua mata
2) Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenali satu benda atau
lebih yang sebelumnya familiar, agnosia dapat berupa visual,
taktil, atau auditori
3) Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan beberapa pola
motorik (misal. Menggambar, berpakaian)
b. Perubahan kognitif dan perilaku
Perubahan pada kesadaran, rentang dari konfusi ringan hingga
koma, merupakan manifestasi stroke yang lazim. Perubahan
perilaku mencakup kelabilan emosi (pasien dapat tertawa atau
menangis pada kondisi yang tidak sesuai), kehilangan kontrol diri
(dimanifestasikan dengan menolak menggunakan pakaian), dan
penurunan toleransi terhadap stres (menyebabkan rasa marah atau
depresi). Perubahan intelektual dapat mencakup kehilangan
memori, penurunan rentang perhatian, penilaian yang buruk, dan
ketidakmampuan untuk berpikir sacara abstrak.
c. Gangguan komunikasi
Diantara gangguan ini adalah sebagai berikut:
1) Afasia, ketidakmampuan untuk menggunakan atau memahami
bahasa
2) Afasia ekspresif, masalah bicara motorik ketika salah satu
dapat memahami apa yang dikatakan, tetapi hanya dapat
merespon dalam fase pendek, disebut afasia Broka
3) Afasia reseptif, masalah bicara sensori ketika salah satu dapat
memahami kata yang diucapkan (dan sering kali tertulis).
Bicara dapat fasih tetapi dengan konten yang tidak tepat,
disebut afasia Wernicke
4) Afasia global, disfungsi bahasa baik dalam hal mamahami
maupun ekspresi
5) Disatria, semua gangguan dalam pengendalian otot bicara
d. Defisit motorik
Bergantung pada area otak yang terlibat, stroke dapat
menyebabkan kelemahan, paralisis, dan spastisitas. Defisit
mencakup hal berikut:
1) Hemiplegia, paralisis setengah tubuh kanan atau kiri
2) Hemiparesis kelemahan setengah tubuh kanan atau kiri
e. Gangguan eliminasi
Stroke dapat menyebabkan kehilangan sebagian sensasi yang
memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih,
urgensi berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian urinasi dapat
berubah sebagai akibat defisit kognitif. Perubahan dalam eliminasi
usus lazim terjadi, akibat dari imobilitas dan dehidrasi.
3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status neurologic setiap jam
Definisi : rentan mengalami penurunan sirkulasi keperawatan diharapkan 2. Kaji tingkat kesadaran dengan
jaringan otak yang dapat menganggu kesehatan perfusi jaringan serebral GCS
pasien menjadi efektif 3. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap
dengan kriteria hasil : cahaya, gerakan mata
1. Tanda-tanda vital 4. Kaji reflek kornea
normal 5. Evaluasi keadaan motorik dan
2. Status sirkulasi lancar sensori pasien
3. Pasien mengatakan 6. Monitor tanda vital setiap 1 jam
nyaman dan tidak 7. Hitung irama denyut nadi,
sakit kepala auskultasi adanya murmur
4. Kemampuan 8. Pertahankan pasien bedrest, beri
komunikasi baik lingkungan tenang, batasi
pengunjung, atur waktu istirahat
dan aktifitas
9. Pertahankan kepala tempat tidur
30-45° dengan posisi leher tidak
menekuk/fleksi
10. Anjurkan pasien agar tidak
menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin,
feses yang keras atau mengedan
11. Pertahankan suhu normal
12. Pertahankan kepatenan jalan napas,
suction jika perlu, berikan oksigen
100% sebelum suction dan suction
tidak lebih dari 15 detik
13. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-
45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
14. Berikan obat sesuai program dan
monitor efek samping
a.Antikoagulan:hepari n
b.Antihipertensi c.Antifibrolitik :
Amicar
d.Steroid, dexametason e.Fenitoin,
fenobarbital f.Pelunak feses
15. persiapkan pembedahan jika tepat,
evakuasi bekuan, terapi aneurisma
atau angioplasti serebral.
Hambatan mobilitas fisik Definisi : keterbatasan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan motorik
dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas keperawatan diharapkan 2. Ajarkan pasien untuk melakukan
secara mandiri dan terarah Batasan karakteristik: mobilitas fisik tidak ROM minimal 4x perhari bila
1. Penurunan kemampuan melakukan terganggu kriteria hasil: mungkin
keterampilan motorik halus 1. Peningkatan aktifitas fisik 3. Bila pasien di tempat tidur, lakukan
2. Penurunan kemampuan melakukan 2. Tidak ada kontraktur otot tindakan untuk meluruskan postur
keterampilan motorik kasar 3. Tidak ada ankilosis pada tubuh
Faktor yang berhubungan: sendi a. Ubah posisi sendi bahu tiap 2-4 jam
1. Gangguan neuromuskular 4. Tidak terjadi penyusutan b. Sanggah tangan dan pergelangan
2. Gangguan sensori otot pada kelurusan alamiah
5. pertahankan integritas kulit 4. Observasi daerah yang tertekan,
termasuk warna, edema atau tanda lain
gangguan sirkulasi
5. Inspeksi kulit terutama pada
daerah tertekan, beri bantalan lunak
6. Lakukan massage pada daerah
tertekan
7. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi
8. Kolaborasi stimulasi elektrik
9. Kolaborasi dalam penggunaan
tempat tidur anti dekubitus
Hambatan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tipe dan derajat disfungsi
Definisi : keperawatan diharapkan 2. Beri catatan di ruang jaga perawat
Penurunan atau ketidakmampuan untuk menerima, hambatan komunikasi dan kamar klien tentang gangguan
memproses, mengirim, atau menggunakan sistem verbal teratasi dengan bicara
simbol kriteria hasil : 3. Beri metode komunikasi alternatif
1. Mengindikasikan 4. Bicara secara langsung dengan
pemahaman tentang klien dengan perlahan dan jelas
masalah komunikasi 5. Bicara dengan volume normal dan
2. Menetapkan metode hindari berbicara terlalu cepat.
komunikasi yang dapat 6. Hargai kemampuan klien sebelum
mengekspresikan cedera; hindari berbicara yang
kebutuhan merendahkan klien atau membuat
komentar yang menunjukan
superioritas
7. Konsultasi atau rujuk klien ke ahli
terapi wicara
Gangguan menelan Setelah dilakukan tindakan 1. Tinjau patologi kemampuan
Definisi : keperawatan diharapkan menelan klien, perhatikan luasnya
Abnormal fungsi mekanisme menelan yang dikaitkan gangguan menelan dapat paralisis, kejelasan bicara,
dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring atau teratasi dengan kriteria keterlibatan wajah dan lidah
esofagus. hasil: 2. Sediakan perlengkapan penghisap
1. Mendemonstrasikan disamping tempat tidur, terutama
metode pemberian makan saat upaya pertama makan
yang tepat bagi situasi 3. Jadwalkan aktivitas dan medikasi
individual, dengan untuk memberikan waktu
minimal
mencegah aspirasi 30 menit istirahat sebelum makan
2. Mempertahankan berat 4. Bantu klien dengan mengontrol
badan yang diinginkan kepala dan posisikan berdasarkan
disfungsi spesifik
5. Posisikan klien dalam duduk tegak
saat makan dan setelah makan
6. Letakan makanan pada posisi
mulut yang sehat
7. Kolaboratif pemberian cairan IV,
nutrisi parenteral, atau pemberiam
makan melalui NGT
Defisist perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan dan tingkat
Definisi : keperawatan diharapkan defisit (skala 0-4) untuk
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau defisit perawatan diri dapat melaksanakan tugas sehari-hari
menyelesaikan aktivitas mandi, berpakaian, makan, teratasi dengan kriteria 2. Berikan bantuan klien sesuai
eliminasi mandiri hasil: kebutuhan
1. Mendemonstrasikan 3. Buat rencana untuk defisit visual
perubahan teknik dan yang ada
gaya hidup untuk 4. Identifikasi kebiasaan usus
memenuhi kebutuhan sebelumnya dan tetapkan kembali
perawatan diri regimen yang normal.
2. Melaksanakan aktivitas
perawatan diri dalam
tingkat kemampuan
sendiri
3. Mengidentifikasi sumber
personal dan komunitas
yang dapat memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
Sumber :
NANDA International (2015) & Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia (2016).
35
3. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan . Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi ada individu. Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk
pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan