Anda di halaman 1dari 30

STROKE

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
dapat menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015). Definisi stroke
menurut World Health Organization adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik fokal maupun
global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler (Munir, 2015).

Definisi lain dari Stroke adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan suplai darah kebagian otak. Dua jenis stroke yang utama
adalah ischemic dan hemorraghic. (Black & Hawks, 2014).

Dari beberapa pengertian stroke menurut ahli diatas dapat disimpulkan


bahwa stroke adalah suatu penyakit atau gangguan pada sistem
neurologis yang terjadi akibat kurangnya suplai oksigen ke otak secara
mendadak dapat terjadi karena adanya sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah ke otak yang dapat menimbulkan gejala-gejala bahkan
menyebabkan kematian.

2. Klasifikasi
Klasifikasi stroke berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:
a. Stroke iskemik, jenis stroke ini terjadi pada 87% dari semua
stroke (Hickey, 2009). Sumbatan dapat terjadi dari bekuan darah
(baik sebagai trombus maupun embolus), atau dari stenosis
pembuluh yang terjadi akibat penumpukan plak. Penyebab lain
stroke iskemik adalah vasos pasme yang sering merupakan

6
respons vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara
araknoid dan piamater meningen (Dosen Keperawatan Medikal-
Bedah Indonesia, 2016). Terdapat 2 jenis stroke iskemik, yaitu:
1) Stroke trombosis (stroke pembuluh darah besar), adalah stroke
yang disebabkan oleh karena adanya oklusi yang terjadi akibat
pembentukan trombus. Stroke tombosis paling sering terjadi
pada lansia yang istirahat atau tidur.
2) Stroke emboli (stroke pembuluh darah kecil), adalah jenis
stroke iskemik yang disebabkan oleh bekuan darah yang
disebabkan proses emboli. Emboli tersebut berlangsung cepat
dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
b. Stroke hemoragik, atau hemoragi intrakranial, terjadi ketika
pembuluh darah serebral ruptur. Stroke hemoragik terjadi sekitar
20% dari seluruh kasus stroke (Dosen Keperawatan Medikal-
Bedah Indonesia, 2016). Biasanya stroke hemoragik secara cepat
menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran.
Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, yaitu:
1) Stroke perdarahan intraserebral, adalah ekstravasasi darah yang
berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak
yang bukan disebabkan oleh trauma (non traumatis).
2) Stroke subaraknoid, adalah ekstravasasi darah ke dalam
subaraknoid yang meliputi sistem saraf pusat yang diisi dengan
serebrospinal.
Klasifikasi stroke berdasarkan manifestasi klinisnya menurut Munir
tahun 2015 sebagai berikut:
a. TIA (Tansient Ischemic Attack), serangan akut defisit neurologis
focal yang berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh
tanpa gejala sisa.
b. RIND (Residual Ischemic Neurological Defisit), sama dengan TIA
tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam
waktu kurang dari 3 minggu.
c. Completed stroke, stroke dengan defisit neurologis berat dan
menetap dalam waktu 6 jam, dengan penyembuhan tidak sempurna
dalam waktu lebih dari 3 minggu.
d. Progressive stroke, stroke dengan defisit neurologi focal yang
terjadi bertahap dan mencapai puncaknya dalam waktu 24-48 jam
sistem karotis atau 96 jam sistem VB dengan penyembuhan tidak
sempurna dalam waktu 3 minggu.

3. Etiologi dan faktor resiko


Gangguan pasokan aliran darah ke otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi Willisi yaitu arteri
karotis interna dan sistem vetebrobasilar dan semua cabang-
cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan kejaringan
otak terputus selama 15-20 menit akan terjadi infark atau kematian
jaringan (Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia, 2016).
Berikut adalah hal-hal yang menyebabkan gangguan peredaran darah
otak, yaitu:
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada
arteriosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah
atau peradangan
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah,
misalnya pada syok dan hiperviskositas darah
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang
berasal dari jantung atau pembuluh darah ekstrakranium
d. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid

Selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada faktor-faktor lain yang


menyebabkan stroke (Arum, 2015) diantaranya :

a. Faktor risiko medis


1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku
1) Kebiasaan merokok
2) Mengkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol
3) Suka menyantap makanan siap saji
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa
alasan yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi). Tekanan darah tinggi
merupakan peluang terbesar terjadinya stroke. Hipertensi
mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang
mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran
darah ke otak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan
glukosa, lamakelamaan jaringan otak akan mati
2) Penyakit jantung. Penyakit jantung seperti koroner dan infark
miokard (kematian otot jantung) menjadi factor terbesar
terjadinya stroke. Jantung merupakan pusat aliran darah tubuh.
Jika pusat pengaturan mengalami kerusakan, maka aliran darah
tubuh pun menjadi terganggu, termasuk aliran darah menuju
otak. Gangguan aliran darah itu dapat mematikan jaringan otak
secara mendadak ataupun bertahap.
3) Diabetes mellitus. Pembuluh darah pada penderita diabetes
melitus umumnya lebih kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi
karena adanya peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah
secara tiba-tiba sehingga dapat menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterlemia. Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana
kadar kolesterol dalam darah berlebih. LDL yang berlebih akan
mengakibatkan terbentuknya plak pada pembuluh darah.
Kondisi seperti ini lama-kelamaan akan menganggu aliran
darah, termasuk aliran darah ke otak.
5) Obesitas. Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan
salah satu faktor terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan
tingginya kadar kolesterol dalam darah. Pada orang dengan
obesitas, biasanya kadar LDL (LowDensity Lipoprotein) lebih
tinggi disbanding kadar HDL (HighDensity Lipoprotein).
6) Merokok. Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-
orang yang merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang
lebih tinggi dibanding orang-orang yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi
sempit dan kaku. Karena pembuluh darah menjadi sempit dan
kaku, maka dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia. Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko
terjadinya stroke. Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan)
yang terjadi secara alamiah. Pada orang-orang lanjut usia,
pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak.
Penimbunan plak yang berlebih akan mengakibatkan
berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis kelamin. Dibanding dengan perempuan, laki-laki
cenderung beresiko lebih besar mengalami stroke. Ini terkait
bahwa laki-laki cenderung merokok, Bahaya terbesar dari
rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah pada tubuh.
Pada perempuan usia lanjut juga dapat beresiko besar terkena
stroke karena kadar esterogennya yang menurun.
3) Riwayat keluarga. Jika salah satu anggota keluarga menderita
stroke, maka kemungkinan dari keturunan keluarga tersebut
dapat mengalami stroke. Orang dengan riwayat stroke pada
keluarga memiliki resiko lebih besar untuk terkena stroke
dibanding dengan orang yang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.
4) Perbedaan ras. Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada
orang Afrika-Karibia sekitar dua kali lebih tinggi daripada
orang non-Karibia. Hal ini dimungkinkan karena tekanan darah
tinggi dan diabetes lebih sering terjadi pada orang afrika-
karibia dari pada orang non-Afrika Karibia. Hal ini dipengaruhi
juga oleh factor genetic dan faktor lingkungan.

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar pada sistem terkait


a. Konsep kebutuhan dasar manusia
Hidayat (2014) menguraikan bahwa kebutuhan dasar manusia
merupakan unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar
manusia menurut Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhan
dasar, yaitu kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta dan dicintai,
harga diri, dan aktualisasi diri.
Teori hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan oleh
Abrahan Maslow dapat dikembangkan untuk menjelaskan
kebutuhan dasar manusia sebagai berikut.
1) Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu
kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan, nutrisi,
keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat
dan tidur serta kebutuhan seksual.
2) Kebutuhan rasa aman nyaman dibagi menjadi perlindungan
fisik dan perlindungan psikologis
a) Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman
terhadap tubuh atau hidup, ancaman tersebut dapat berupa
penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan
sebagainya.
b) Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman
dari pengalaman yang baru dan asing.
3) Kebutuhan rasa cinta serta memiliki dan dimiliki, antara lain
memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan
keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial.
4) Kebutuhan akan harga diri atau pun perasaan di hargai oleh
orang lain. Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk
mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri, dan
kemerdekaan diri. Selain itu, orang juga membutuhkan
pengakuan dari orang lain.
5) Kebutuhan aktualilasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi
dalam hierarki maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi
pada orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri
sepenuhnya.
b. Pemenuhan kebutuhan dasar pada pasien dengan gangguan sistem
neurologi: Stroke, adalah:
1) Kebutuhan Oksigenasi
Oksigenasi diperlukan untuk menopang kehidupan. Sistem
jantung dan sistem pernafasan menyediakan kebutuhan oksigen
tubuh. Darah teroksigenasi melalui mekanisme ventilasi,
perfusi, transportasi dan difusi. Pada pasien dengan gangguan
sistem neurologi: Stroke terjadi masalah bersihan jalan nafas
dan perfusi jaringan otak yang mengakibatkan sistem
oksigenasi terganggu.
2) Keseimbangan Cairan Elektrolit dan asam-basa
Keseimbangan cairan adalah keseimbangan antara asupan dan
keluaran cairan. Cairan merupakan komponen terbesar yang
membentuk tubuh 60% dari berat badan orang dewasa terdiri
atas cairan. Proporsi cairan rendah pada wanita, orang obesitas,
dan orang tua. Cariran di dalam tubuh didistribusikan dalam
kompartemen yang berbeda, salah satunya adalah cairan
intraseluler dan yang lainnya terdiri dari cairan ekstraseluler.
Pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: Stroke
terjadinya masalah inkontinensia yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan cairan.
3) Kebutuhan Rasa Aman Nyaman:
a) Tidur
Tidur adalah proses fisiologi yang berputar dan bergantian,
dengan periode jaga yang lebih lama. Siklus tidur-bangun,
memengaruhi dan mengatur fungsi fisiologi respon
perilaku. Teori ini menganjurkan bahwa tidur adalah suatu
multi fase yang aktif. Pusat yang utama adalah di
hipotalamus. Hipotalamus mensekresi hipokreatinin
(oreksin) yang menyebabkan orang terjaga dan mengalami
tidur rapid eye movement. Pada pasien dengan gangguan
sistem neurologi: Stroke dengan masalah peningkatan TIK.
b) Nyeri
Nyeri merupakan gejala dari suatu penyakit tertentu, nyeri
bersifat subjektif dan personal. Stimulasi terhadap
timbulnya nyeri merupakan suatu yang bersifat fisik atau
mental yang terjadi secara alami. Pada pasien dengan
gangguan sistem neurologi stroke terjadi masalah aman
nyaman: nyeri yang disebabkan karena peningkatan saraf
Tingkatan Saraf Kranial (TIK).
c) Integritas kulit
Kulit memiliki 2 lapis yaitu epidermis dan dermis. Dua
lapisan tersebut dibatasi oleh membran yang sering disebut
sebagai penghubung dermal-epidermal. Epidermis atau
lapisan paling atas, memiliki beberapa lapisan. Salah
satunya adalah stratum korneum merupakan lapisan paling
luar epidermis yang tipis, stratum korneum ini terdiri dari
atas sel datar, sel mati dan sel yang mengandung kreatinin.
Pada pasien dengan gangguan sistem neurologi: Stroke,
terjadinya masalah integritas kulit yang berhubungan
dengan tirah baring lama, sehingga menyebabkan
terjadinya gangguan kebutuhan rasa aman nyaman:
integritas kulit.
d) Gangguan Sensorik
Penglihatan merupakan protes yang kompleks dan dikontrol
oleh beberapa bagian dalam otak. Stroke pada lobus
parietal
atau temporal bisa mengganggu jaringan penglihatan dari
saluran optik ke korteks oksipital dan mengganggu
ketajaman penglihatan. Persepsi kedalaman dan penglihatan
pada garis horizontal, dan vertikal bisa juga terganggu.
Pada pasien dengan hemiplegia, dapat menyebabkan
masalah pada penampilan motorik dalam cara berjalan dan
berdiri. Jenis gangguan sensorik yang paling umum adalah
defisit sensorik, kehilangan sensorik, dan berlebihannya
beban sensorik. Yang dimaksud dengan defisit sensorik
adalah defisit pada penurunan fungsi normal dari
penerimaan panca indra dan presepsi. Sedangkan
kehilangan fungsi sensorik adalah sistem aktivitas retikular
pada batang otak memfasilitasi semua stimulus sensorik
menuju korteks serebral, sehingga meski saat tidur dalam,
pasien mampu menerima stimulus. Pada pasien dengan
gangguan sistem neurologi: Stroke, terjadinya masalah
resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan
penurunan luas pandang, sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan kebutuhan rasa aman nyaman: gangguan sensori.
4) Kebutuhan Nutrisi
Menelan adalah proses yang kompleks karena membutuhkan
beberapa fungsi dari saraf kranial. Selama aktivitas menelan,
lidah menggerakan gumpalan makanan ke arah orofaring.
Faring akan terangkat dan glotis menutup. Gerakan otot
faringeal akan mengirim makanan dari faring ke osofagus.
Kemudian dengan gerakan peristaltik mendorong makanan ke
dalam lambung. Stroke yang terjadi di daerah vertebrobasilar
mengakibatkan terjadinya disfagia. Tubuh membutuhkan bahan
bakar untuk menyediakan energi untuk metabolisme dan
perbaikan sel, fungsi organ, pertumbuhan, serta pergerakan
tubuh. Laju metabolisme basal (basal betamolic rate/ BMR)
adalah energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan
aktivitas kelangsungan hidup (bernafas, sirkulasi, denyut
jantung, dan suhu) pada periode waktu tertentu saat istirahat.
5) Kebutuhan aktivitas gerak: Mobilisasi dan Imobilisasi
Pergerakan adalah proses yang kompleks yang membutuhkan
adanya koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan saraf.
Mekanisme tubuh adalah istilah yang digunakan untuk
mendeskripsikan antara sistem muskuloskeletal dengan sistem
persyarafan. Pada pasien dengan gangguan neurologis: Stroke,
terjadi masalah aktivitas gerak: mobilisasi diakibatkan karena
terjadinya kelemahan pada salah satu sisi anggota gerak pasien.
6) Kebutuhan dasar eliminasi: Inkontinensia urine
Stroke bisa menyebabkan disfungsi pada sistem pencernaan
dan perkemihan. Salah satu tipe neurologis perkemihan adalah
tidak dapat menahan kandung kemih, kadang terjadi setelah
stroke. Terkadang pasien dengan tipe neurologis pada
pencernaan mengalami kesulitan dalam buang air besar.
Penyebab lain dari inkontinensia bisa karena kehilangan
ingatan sementara, tidak ada perhatian, faktor-faktor
emosional, ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan pada
mobilitas fisik, dan infeksi. Durasi serta tingkat keparahan
disfungsi tersebut bergantung pada luas dan lokasi infark
(Black&Hawk, 2014). Pada pasien dengan gangguan neurologi:
Stroke, terjadinya masalah gangguan eliminasi urine
(inkontinensia urine) yang berhubungan dengan lesi pada
neuron motor atas, sehingga menyebabkan terjadinya gangguan
kebutuhan dasar eliminasi: inkontinensia urine.
7) Kebutuhan akan harga diri

Perubahan peran dengan pasangan sering terjadi. Cara


pasangan mengatasi hal tersebut akan menentukan bagaimana
hidup mereka akan terpuaskan setelah kejadian stroke.
Libatkan orang yang berarti bagi pasien dalam rencana
perawatan: biarkan mereka membantu merawat pasien jika
mereka menginginkan. Beri informasi yang mereka butuhkan
untuk memahami kondisi pasien. Beberapa diagnosa yang
muncul dengan kebutuhan harga diri berupa beberapa diagnosa
keperawtan jiwa yaitu: Gangguan proses keluarga, kecemasan,
rasa takut, ketidakberdayaan, harga diri rendah yang situasional
dan isolasi sosial (Black&Hawk, 2014).

5. Manifestasi klinik
Manifestasi stroke beragam berdasarkan pada arteri serebral yang
terkena dan area otak yang terkena. Wanita yang mengalami stroke
lebih cenderung melaporkan manifestasi nontradisional (khususnya
disorientasi, konfusi, atau kehilangan kesadaran) dari pada pria
(LeMone Dll, 2012). Manifestasi selalu tiba-tiba dalam hal awitan,
fokal, dan biasanya satu sisi.

Manifestasi stroke berdasarkan keterlibatan pembuluh serebral:

a. Stroke trombosis
1) Arteri Cerebri Anterior
a) Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai
lebih menonjol
b) Gangguan mental
c) Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
d) Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
e) Bisa terjadi kejang-kejang
2) Arteri Cerebri Media
a) Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang
lebih ringan
b) Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol
c) Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya
kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
3) Arteri Karotis Interna
a) Buta mendadak
b) Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan
c) Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan
4) Arteri Cerebri Posterior
a) Koma
b) Hemiparesis kontra lateral
c) Ketidakmampuan membaca (aleksia)
d) Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
5) Sistem Vertebrobasiler
a) Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
b) Meningkatnya refleks tendon
c) Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
d) Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo)
e) Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
f) Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang, dan pita suara
sehingga pasien sulit berbicara (disatria)
g) Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (stupor), koma, pusing, gangguan
daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan
(disorientasi)
h) Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda
(diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki
(nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya
daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada
belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim)
i) Gangguan pendengaran
j) Rasa kaku diwajah, mulut, atau lidah
b. Stroke emboli
1) Defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas), (Adelina,
2010)
2) Didapat pasien penyebab berikut dan atau faktor resiko:
a) Jantung (atrial fibrilasi, kelainan katub dll)
b) Vaskular (stenosis arteri kritis)
c) Darah (hiperkoagulasi)
c. Stroke perdarahan
intraserebral
Kelemahan atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang
sensasi atau mati rasa setengah badan. Selain itu, setengah orang
juga mengalami sulit berbicara atau bicara pelo, merasa bingung,
masalah penglihatan, mual, muntah, kejang, dan kehilangan
kesadaran secara umum
d. Stroke subaraknoid
1) Sakit kepala mendadak hebat
2) Defisit saraf kranialis
3) Hemiparise
4) Penurunan kesadaran

6. Komplikasi
a. Defisit sensori presepsi
Pasien dapat mengalami defisit dalam penglihatan, pendengaran,
keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan untuk
menerima vibrasi/getaran, nyeri, kehangatan, dan dingin.
Kehilangan kemampuan sensori ini meningkatkan resiko cedera.
Defisit dapat mencakup hal berikut:
1) Hemianopia: kehilangan separuh lapang penglihatan pada satu
atau kedua mata
2) Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenali satu benda atau
lebih yang sebelumnya familiar, agnosia dapat berupa visual,
taktil, atau auditori
3) Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan beberapa pola
motorik (misal. Menggambar, berpakaian)
b. Perubahan kognitif dan perilaku
Perubahan pada kesadaran, rentang dari konfusi ringan hingga
koma, merupakan manifestasi stroke yang lazim. Perubahan
perilaku mencakup kelabilan emosi (pasien dapat tertawa atau
menangis pada kondisi yang tidak sesuai), kehilangan kontrol diri
(dimanifestasikan dengan menolak menggunakan pakaian), dan
penurunan toleransi terhadap stres (menyebabkan rasa marah atau
depresi). Perubahan intelektual dapat mencakup kehilangan
memori, penurunan rentang perhatian, penilaian yang buruk, dan
ketidakmampuan untuk berpikir sacara abstrak.
c. Gangguan komunikasi
Diantara gangguan ini adalah sebagai berikut:
1) Afasia, ketidakmampuan untuk menggunakan atau memahami
bahasa
2) Afasia ekspresif, masalah bicara motorik ketika salah satu
dapat memahami apa yang dikatakan, tetapi hanya dapat
merespon dalam fase pendek, disebut afasia Broka
3) Afasia reseptif, masalah bicara sensori ketika salah satu dapat
memahami kata yang diucapkan (dan sering kali tertulis).
Bicara dapat fasih tetapi dengan konten yang tidak tepat,
disebut afasia Wernicke
4) Afasia global, disfungsi bahasa baik dalam hal mamahami
maupun ekspresi
5) Disatria, semua gangguan dalam pengendalian otot bicara
d. Defisit motorik
Bergantung pada area otak yang terlibat, stroke dapat
menyebabkan kelemahan, paralisis, dan spastisitas. Defisit
mencakup hal berikut:
1) Hemiplegia, paralisis setengah tubuh kanan atau kiri
2) Hemiparesis kelemahan setengah tubuh kanan atau kiri

Defisit motorik dapat menyebabkan perubahan mobilitas, lebih


lanjut mengganggu fungsi tubuh. Komplikasi immobilitas
melibatkan sistem tubuh multipel dan mencakup hipotensi
ortostatik, peningkatan pembentukan trombus, penurunan curah
jantung, perubahan fungsi pernapasan, osteoporosis, pembentukan
batu ginjal, kontraktur, dan pembentukan luka dekubitus.

e. Gangguan eliminasi
Stroke dapat menyebabkan kehilangan sebagian sensasi yang
memicu eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih,
urgensi berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian urinasi dapat
berubah sebagai akibat defisit kognitif. Perubahan dalam eliminasi
usus lazim terjadi, akibat dari imobilitas dan dehidrasi.

7. Penatalaksanaan dan terapi


a. Penatalaksanaan keperawatan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke di rumah sakit
terbagi atas :
1) Penatalaksanaan umum
a) Pada fase akut (Golden Period selama 3 jam)
(1) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik
mangalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga
kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi
hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolism
otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat
dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah
atau oksimetri
(2) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial
(TIK) Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan
karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan
edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian
manitol, control atau pengendalian tekanan darah
(3) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
(4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan
EKG
(5) Evaluasi status cairan dan elektrolit
(6) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian
antikonvulsan, dan cegah resiko injuri
(7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
labung dan pemberian makanan
(8) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan
antikoagulan
(9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat
kesadaran, keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik,
nervus cranial dan reflex
(10) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi
karena penurunan kesadaran atau mengalami disfagia.
Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan
sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50
ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik
akut. Segera setelah stroke hemodinamik stabil, terapi
cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN
3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada
dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut
stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk
memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium
dan natrium.
b) Fase rehabilitasi
(1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
(2) Program manajemen bladder dan bowel
(3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang
gerak sendi (ROM)
(4) Pertahankan integritas kulit
(5) Pertahankan komunikasi yang efektif
(6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(7) Persiapan pasien pulang
b. Penatalaksanaan kolaboratif
1) Fisioterapi, lumpuh seluruhnya sangat jarang seorang
fisioterapi akan membantu anda mengatasi kegiatan
menyangkut atot yang kecil sekalipun, anda juga akan
dilibatkan dalam program peregangan untuk otot-otot tertentu.
Beberapa bidang yang dilatih adalah: berdiri, berjalan,
menjangkau dan menggunakan benda-benda, khususnya
peralatan makan
2) Terapi bicara, hal ini untuk mengatasi gangguan komunikasi
3) Terapi obat-obatan
a) Antihipertensi : captopril, antagonis kalsium
b) Diuretic : manitol 20%, furosemid
c) Antikolvusan : fenitoin
4) Pembedahan Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter
lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi
atau pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila ada
hidrosefalus obstrukis akut.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke
meliputi :
a. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi,
nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada
serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas. Terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran somnolen,
apatis, sopor, soporo coma, hingga coma dengan GCS < 12
pada awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan
memiliki tingkat kesadaran letargi dan composmetis dengan
GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu
Tidak sering ditemukan masalah pada suhu pasien dengan
stroke hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Tidak simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada
pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus,
klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII
(facialis) : alis mata simetris, dapat mengangkat alis,
mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan
kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta mengunyah
pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak edema. Pada pemeriksaan nervus II
(optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada
nervus III (okulomotoris) : diameter pupil 2mm/2mm, pupil
kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) :
pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah.
Nervus VI (abdusen) : pasien dapat mengikuti arah tangan
perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I
(olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-
hidung
7) Mulut dan gigi
Pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering.
Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : lidah dapat
mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal) : ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri
dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Daun telinga kiri dan kanan sejajar. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan
pasien hanya dapat mendengar jika suara keras dan dengan
artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : pasien stroke hemoragik
mengalami gangguan menelan. Pada pemeriksaan kaku
kuduk(+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama antara kiri dan kanan
Perkusi : bunyi normal (sonor)
Auskultasi: suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi:suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada asites
Palpasi : tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada
pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien
digores pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik. Pada pemeriksaan nervus
XI (aksesorius) : pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, saat siku diketuk tidak ada respon apa-
apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi. Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman jari tidak mengembang ketika
diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, Pada saat dilakukan reflek patella
biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek
patella (+).
Tabel 2.1
Nilai kekuatan otot
Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi 0
otot, lumpuh total
Terdapat sedikit kontraksi otot, 1
namun tidak didapatkan gerakan
pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan , tapi gerakan 2
tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan 3
gaya berat
Disamping dapat melawan gaya berat 4
ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Black&Hawks, (2014)
h. Test diagnostik
1) Radiologi
a) Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya
ruptur. Pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya
aneurisma
b) Lumbal fungsi
Pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai
bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya
hemoragik pada subarachnoid atau pada intrakranial
c) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia,
serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau
menyebar ke permukaan otak
d) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik
e) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
f) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap
seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna
untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila
kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi
yang sedang menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT),
International Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa
cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan
bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika
pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah
seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah
obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk
melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
c) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau
kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah
menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini
termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke
(Robinson, 2014)
i. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Pada pasien pria, adanya kebiasaan merokok dan penggunaan
minuman beralkhohol
2) Pola makan
Terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan
pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan
penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
4) Pola aktivitas dan latihan
Pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5) Pola eliminasi
Terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
infark jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
c. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas
bawah
d. Gangguan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan gangguan menelan
e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak, perubahan sistem saraf pusat
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, kelemahan, kerusakan status mobilitas
g. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan refleks
muntah, paralisis wajah
h. Resiko terjadinya kontraktur berhubungan dengan imobilisasi
i. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi
31

3. Perencanaan Keperawatan

Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status neurologic setiap jam
Definisi : rentan mengalami penurunan sirkulasi keperawatan diharapkan 2. Kaji tingkat kesadaran dengan
jaringan otak yang dapat menganggu kesehatan perfusi jaringan serebral GCS
pasien menjadi efektif 3. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap
dengan kriteria hasil : cahaya, gerakan mata
1. Tanda-tanda vital 4. Kaji reflek kornea
normal 5. Evaluasi keadaan motorik dan
2. Status sirkulasi lancar sensori pasien
3. Pasien mengatakan 6. Monitor tanda vital setiap 1 jam
nyaman dan tidak 7. Hitung irama denyut nadi,
sakit kepala auskultasi adanya murmur
4. Kemampuan 8. Pertahankan pasien bedrest, beri
komunikasi baik lingkungan tenang, batasi
pengunjung, atur waktu istirahat
dan aktifitas
9. Pertahankan kepala tempat tidur
30-45° dengan posisi leher tidak
menekuk/fleksi
10. Anjurkan pasien agar tidak
menekuk lutut/fleksi, batuk, bersin,
feses yang keras atau mengedan
11. Pertahankan suhu normal
12. Pertahankan kepatenan jalan napas,
suction jika perlu, berikan oksigen
100% sebelum suction dan suction
tidak lebih dari 15 detik
13. Monitor AGD, PaCO2 antara 35-
45mmHg dan PaO2 >80 mmHg
14. Berikan obat sesuai program dan
monitor efek samping
a.Antikoagulan:hepari n
b.Antihipertensi c.Antifibrolitik :
Amicar
d.Steroid, dexametason e.Fenitoin,
fenobarbital f.Pelunak feses
15. persiapkan pembedahan jika tepat,
evakuasi bekuan, terapi aneurisma
atau angioplasti serebral.
Hambatan mobilitas fisik Definisi : keterbatasan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan motorik
dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas keperawatan diharapkan 2. Ajarkan pasien untuk melakukan
secara mandiri dan terarah Batasan karakteristik: mobilitas fisik tidak ROM minimal 4x perhari bila
1. Penurunan kemampuan melakukan terganggu kriteria hasil: mungkin
keterampilan motorik halus 1. Peningkatan aktifitas fisik 3. Bila pasien di tempat tidur, lakukan
2. Penurunan kemampuan melakukan 2. Tidak ada kontraktur otot tindakan untuk meluruskan postur
keterampilan motorik kasar 3. Tidak ada ankilosis pada tubuh
Faktor yang berhubungan: sendi a. Ubah posisi sendi bahu tiap 2-4 jam
1. Gangguan neuromuskular 4. Tidak terjadi penyusutan b. Sanggah tangan dan pergelangan
2. Gangguan sensori otot pada kelurusan alamiah
5. pertahankan integritas kulit 4. Observasi daerah yang tertekan,
termasuk warna, edema atau tanda lain
gangguan sirkulasi
5. Inspeksi kulit terutama pada
daerah tertekan, beri bantalan lunak
6. Lakukan massage pada daerah
tertekan
7. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi
8. Kolaborasi stimulasi elektrik
9. Kolaborasi dalam penggunaan
tempat tidur anti dekubitus
Hambatan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tipe dan derajat disfungsi
Definisi : keperawatan diharapkan 2. Beri catatan di ruang jaga perawat
Penurunan atau ketidakmampuan untuk menerima, hambatan komunikasi dan kamar klien tentang gangguan
memproses, mengirim, atau menggunakan sistem verbal teratasi dengan bicara
simbol kriteria hasil : 3. Beri metode komunikasi alternatif
1. Mengindikasikan 4. Bicara secara langsung dengan
pemahaman tentang klien dengan perlahan dan jelas
masalah komunikasi 5. Bicara dengan volume normal dan
2. Menetapkan metode hindari berbicara terlalu cepat.
komunikasi yang dapat 6. Hargai kemampuan klien sebelum
mengekspresikan cedera; hindari berbicara yang
kebutuhan merendahkan klien atau membuat
komentar yang menunjukan
superioritas
7. Konsultasi atau rujuk klien ke ahli
terapi wicara
Gangguan menelan Setelah dilakukan tindakan 1. Tinjau patologi kemampuan
Definisi : keperawatan diharapkan menelan klien, perhatikan luasnya
Abnormal fungsi mekanisme menelan yang dikaitkan gangguan menelan dapat paralisis, kejelasan bicara,
dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring atau teratasi dengan kriteria keterlibatan wajah dan lidah
esofagus. hasil: 2. Sediakan perlengkapan penghisap
1. Mendemonstrasikan disamping tempat tidur, terutama
metode pemberian makan saat upaya pertama makan
yang tepat bagi situasi 3. Jadwalkan aktivitas dan medikasi
individual, dengan untuk memberikan waktu
minimal
mencegah aspirasi 30 menit istirahat sebelum makan
2. Mempertahankan berat 4. Bantu klien dengan mengontrol
badan yang diinginkan kepala dan posisikan berdasarkan
disfungsi spesifik
5. Posisikan klien dalam duduk tegak
saat makan dan setelah makan
6. Letakan makanan pada posisi
mulut yang sehat
7. Kolaboratif pemberian cairan IV,
nutrisi parenteral, atau pemberiam
makan melalui NGT
Defisist perawatan diri Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan dan tingkat
Definisi : keperawatan diharapkan defisit (skala 0-4) untuk
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau defisit perawatan diri dapat melaksanakan tugas sehari-hari
menyelesaikan aktivitas mandi, berpakaian, makan, teratasi dengan kriteria 2. Berikan bantuan klien sesuai
eliminasi mandiri hasil: kebutuhan
1. Mendemonstrasikan 3. Buat rencana untuk defisit visual
perubahan teknik dan yang ada
gaya hidup untuk 4. Identifikasi kebiasaan usus
memenuhi kebutuhan sebelumnya dan tetapkan kembali
perawatan diri regimen yang normal.
2. Melaksanakan aktivitas
perawatan diri dalam
tingkat kemampuan
sendiri
3. Mengidentifikasi sumber
personal dan komunitas
yang dapat memberikan
bantuan sesuai kebutuhan
Sumber :
NANDA International (2015) & Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia (2016).
35

3. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan . Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi ada individu. Evaluasi keperawatan dilakukan dalam bentuk
pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen yaitu:
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan
b. Diagnosis keperawatan
c. Evaluasi keperawatan

Anda mungkin juga menyukai