Anda di halaman 1dari 3

Nama : Yoga Darmawan Kelas : Farmasi B

NIM : 1704010069 Mata Kuliah : Kosmetika

ARTIKEL
UJI KEAMANAN KOSMETIK

Kosmetik merupakan bahan-bahan yang digunakan dalam usaha untuk mempercantik diri
(Wasitaatmaja, 1997). Pada kosmetik itu sendiri terdapat konsep uji keamanan kosmetik yang
meliputi: kosmetik bukan single compound, campurannya banyak dan penggunaan kosmetik
sehari-hari tidak seperti obat yang digunakan pada waktu tertentu atau ketika sakit. Tes
keamanan kosmetik perlu dilakukan karena kosmetik digunakan pada kulit yang sehat dan dalam
jangka waktu yang lama. Secara umum atau secara garis besarnya, kosmetik memiliki tes
keamanan yang diperlukan untuk pengujian bahan kosmetik yang mengandung bahan baku baru
diantaranya : Uji toksisitas akut, uji iritasi primer, uji iritasi kumulatif, sensitivitas, fototoksisitas,
fotosentilisasi, iritasi mata, mutagenitas dan human patch test. (Dirjen POM, 2000).
Uji toksisitas akut dilakukan untuk mendapatkan informasi atau data tentang toksisitas
suatu bahan kimia pada hewan uji atau uji in vitro yang digunakan untuk mengetahui produk
yang sedang dikembangkan apakah memiliki potensi iritasi jika digunakan, uji ini meliputi tes
pembengkakan kolagen, tes kenaikan pH dan tes zein. Uji toksisitas akut termasuk ke dalam uji
yang dilakukan dalam jangka waktu yang pendek. Dosis yang digunakan pada uji ini yaitu dosis
oral, untuk mengetahui apakah bahan kosmetik atau kosmetik itu tertelan dapat menimbulkan
toksik atau tidak dan mengetahui sistemik toksiknya. Pengujian ini untuk kosmetik yang
pemakaiannya dilakukan sering. (Ansel, C Howard, 2008).
Uji iritasi primer bertujuan untuk melihat apakah suatu produk tersebut menimbulkan
adanya inflamasi atau tidak pada hewan uji atau manusia yang ditunjukan dengan warna
kemerahan atau dermabiasi akibat proses inflamasi dengan pemakaian berulang.
Faktor yang mempengaruhi respon iritasi pada kulit diantaranya bahan baku yang
digunakan untuk pengujian akan mempengaruhi respon kulit. Faktor biologis meliputi faktor
genetic, jenis kelamin, usia dan kondisi kulit individual yang berbeda sehingga respon inflamasi
yang ditimbulkan juga akan berbeda. Faktor lingkungan yakni saat pengujian kondisi lingkungan
mempengaruhi respon kulit yang dihasilkan misalnya dilakukan pada suhu kamar akan berbeda
hasilnya dengan ruangan yang memiliki AC serta cuaca yang berbeda pada setiap Negara.
Kemudian pada cara penggunaan yakni dengan pengaplikasian material yang akan di uji harus
pada lokasi dan individu yang sama. Metode yang dilakukan pada uji iritasi kulit antara lain
Draize Test, Found’s Complete Adjuvant Test (FCAT), Guinea Pig Maximization Test (GPMT),
Buhler Test dan Open Epicutaneous Test.
Uji iritasi kumulatif pada prinsipnya sama dengan Primary Skin Irritation, yang
membedakannya yaitu waktu yang digunakan lebih lama dari tes sebelumnya. Untuk melihat
seberapa banyak bahan kimia yang terakumulasi hingga menyebabkan iritasi berupa inflamasi
atau kemerahan pada kulit.
Sensitivitas dan fototoksisitas merupakan serangkaian test yang digunakan untuk melihat
rekasi imun setelah pemberian kosmetik, diaplikasikan untuk kosmetik dalam waktu yang
panjang. Namun fototoksisitas dapat melihat system imun dimana bila terjadi suatu rekasi alergi
maka menandakan kulit sensitive serta untuk melihat ketoksisitasan suatu produk bila terkena
cahaya matahari maka dapagt menyebabkan hiperpigmentasi. Iritasi non imunologis yang
berhubungan dengan cahaya dan terjadi setelah kulit dikenai cukup cahaya, yang dibutuhkan
adalah non-erythrogenic ligt dan penetrasi bahan yang bersifat fototoksik.
Fotosensitivitas diinduksi terlebih dahulu karena bermasalah dengan imun. Cara induksi
dengan menggunakan sinar Ultraviolegt (UV) kemudian dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan bahan. Respon dari fotosensitivitas ini diantaranya ativasi bahan oleh cahaya,
perubahan fungsi seluler sistem kekebalan dan perubahan dalam interaksi antara material dan
sel-sel sistem kekebalan.
Pada tes iritasi mata tidak dilakukan pada mata manusia melainkan menggunakan mata
kelinci, dimana respon pada mata cepat yaitu berkisar 2-4 detik dan apabila mengiritasi maka
akan timbul kemerahan atau bengkak.
Mutasigenitas merupakan serangkaian uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu
produk dapat menyebabkan mutasi gen atau tidak. Contoh tes mutasi pada bakteri yakni bakteri
Salmonella dan E-Coli. Evaluasi dilakukan dengan menghitung jumlah sel di mana
penyimpangan kromosom structural atau poliploid muncul.
Human Patch Test merupakan uji yang dilakukan pada kulit manusia sekitar daerah
lengan dan punggung belakang dan menghindari bagian wajah. Pada tes ini menimbulkan
dermatitis setempat yang mudah sembuh dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan
timbul hiperpigmentasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, C Howard 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia, Press
Wasitaatmadja, 1997, Penuntun Kosmetik Medik, Universitas Indonesia, Jakarta.
Dirjen POM, 2000, Materia Medika Indonesia, Edisi 5, 120-123, Departemen Kesehatan
Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai