Disusun Oleh :
Rahma Vira Monica
17010044005
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak yang mengalami gangguan intelektual rendah
(disebut juga retardasi mental, mentally retarded, mentally
deficiency, terbelakang mental dan sebagainya). Kemampuan
kognitif bagi setiap individu tidaklah sama satu sama lainnya,
ada yang berinteligensi di atas rata-rata, normal hingga
kemampuan di bawah rata-rata atau yang biasa disebut
dengan retardasi mental atau tunagrahita. Anak dengan
tunagrahita selain memiliki masalah dalam intelektualnya,
anak tunagrahita juga bermasalah dengan perkembangan dan
pertumbuhannya. Seperti dalam perkembangan motorik halus
dan kasar, verbal, konsentrasi rendah, daya abstraksi rendah
dan lain sebagainya. Oleh karena itu anak tunagrahita
membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami bahkan
menirukan hal yang biasa dilakukan anak normal
Retardasi mental atau tunagrahita adalah keadaan
seseorang dengan inteligensi yang kurang sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya
terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan. Tetapi gejala utama yang muncul ialah
inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental juga disebut
sebagai oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren =
jiwa) atau tuna mental (Maramis & Maramis, 2004).
Anak tunagrahita kategori sedang adalah anak yang
memiliki hambatan fungsi fisik, mental, dan sosial. IQ Anak
tunagrahita kategori sedang 35-50 dan berdampak pada
kesulitan dalam kaitannya dengan tugas–tugas akademik,
komunikasi maupun sosial sehingga membutuhkan
pembelajaran khusus. Pembelajaran khusus dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan anak agar dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan kondisi anak.
Secara fisik anak tunagrahita kategori sedang tidak sebaik
fisik anak tunagrahita kategori ringan. Terbukti dari
perkembangan motorik anak tunagrahita kategori sedang
yang terhambat yang pada umumnya mengalami keterbatasan
dalam kemampuan motorik halus.
Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan dalam
susunan saraf pusat sehingga berpengaruh pada semua gerak
yang dilakukannya dan menghambat dalam melaksanakan
tugas. Hal ini memungkinkan anak tunagrahita tidak dapat
mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran
kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang
lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam
keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok
usia sebaya. Selain kemampuan kognitif, perkembangan
motorik penting untuk diasah. Hal tersebut juga berlaku bagi
anak tunagrahita. Anak tunagrahita yang memiliki motorik
halus yang rendah, biasanya cenderung kurang mampu
melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
koordinasi antara mata dengan tangan, contohnya menulis,
memegang, mengancing, melempar dan lain sebagainya.
Hal ini menjelaskan bahwa perkembangan motorik
berkaitan dengan tiga pengembangan kegiatan yang meliputi
penguasaan keterampilan motorik, kesehatan dan kebugaran,
serta keselamatan. Nurturing Early Learning (2013)
menyebutkan bahwa motor Skills Development includes
three strands of learning, 1) Motor skills acquisition, 2)
Health and fitness, 3) Safety awareness. Hal ini menjelaskan
bahwa perkembangan motorik berkaitan dengan tiga
pengembangan kegiatan yang meliputi penguasaan
keterampilan motorik, kesehatan dan kebugaran, serta
keselamatan. Hal ini juga dijelaskan dalam Permendikbud
No.137 Tahun 2014 tentang Fisikmotorik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yaitu a. motorik kasar, mencakup
kemampuan gerakan tubuh secara terkoordinasi, lentur,
seimbang, lincah, lokomotor, non-lokomotor, dan mengikuti
aturan; b. motorik halus, mencakup kemampuan dan
kelenturan menggunakan jari dan alat untuk mengeksplorasi
dan mengekspresikan diri dalam berbagai bentuk; dan c.
kesehatan dan perilaku keselamatan, mencakup berat badan,
tinggi badan, lingkar kepala sesuai usia serta kemampuan
berperilaku hidup bersih,sehat, dan peduli terhadap
keselamatannya.
Sesuai dengan pendapat (Endang Rochyadi dkk, 2005:
117) bahwa keterampilan motorik halus merupakan kegiatan
yang memerlukan pemakaian gerakan otot tangan. Seseorang
yang mengalami hambatan dalam motorik halus akan
menghadapi masalah pada saat belajar menulis, menggambar
dan ketika melakukan suatu pekerjaan Oleh karena itu,
kemampuan motorik halus merupakan salah satu hal yang
sangat penting yang harus dimiliki oleh anak tunagrahita
kategori sedang. Kemampuan itu sebagai dasar persiapan
dalam melakukan aktivitas yang berhubungan dengan gerak
tangan dan sebagai dasar dalam mengerjakan tugas di
sekolah maupun di rumah.
Hal ini dikarenakan hampir semua aktivitas akan
melibatkan gerakan motorik halus seperti saat memegang
pensil, menggambar, mewarnai, menggunting, menempel,
menulis, mengancingkan baju, dan menalikan sepatu, namun
aktivitas yang melibatkan gerakan motorik halus anak
tunagrahita kategori sedang kurang optimal. Kondisi motorik
yang lemah dan kaku serta tidak dapat berkembang secara
optimal mengakibatkan berbagai aktivitas sehari-hari kurang
tepat dikerjakan. Sampai saat ini anak tunagrahita kategori
sedang masih belum dapat memaksimalkan aktivitasnya
apabila tidak diberikan bimbingan dan latihan-latihan secara
terus menerus.
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan , terdapat
kelompok anak tunagrahita (C) dengan jenis tunagrahita
ringan, sedang dan berat. Ketiga jenis anak tunagrahita
tersebut memiliki ciri masing-masing pada perkembangan
kognitif, afektif maupun psikomotorik, tetapi hampir semua
anak mengalami hambatan dalam perkembangan motoriknya.
Misalnya siswa AE dengan latar belakang tunagrahita
sedang, mengalami keterlambatan pada kemampuan motorik
halusnya, siswa AE terlihat kesulitan untuk menulis di kertas
dan saat menggambar pola pada saat kegiatan membuat
paper clay.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti,
motorik halus anak tunagrahita kelas rendah ini masih
kurang yang ditandai dengan belum mampu menggerakkan
jari-jarinya dengan lentur. Hal tersebut dapat dilihat dari
lambannya anak dalam menyelesaikan tugas dari peneliti
sehingga membutuhkan waktu yang lama dan sering
membutuhkan bantuan dari peneliti. Masih kurang tepatnya
gerakan tangan dalam menyelesaikan tugas pada berbagai
aktivitas seperti menyobek kertas, menggunting pola,
meremas kertas, dan membentuk kertas menjadi sesuatu
bentuk. Anak kurang mampu menyelesaikan tugas karena
bermasalah dalam motorik halus tangannya.
Kekurangan lainnya dalam keterampilan motorik
halusnya juga di tunjukkan dari kemampuan anak saat
mewarnai gambar yang masih keluar garis dan belum penuh,
belum mampu menghubungkan titik huruf yang sesuai,
sehingga hasil tulisannya tidaklah rapi sehingga banyak huruf
yang tidak jelas dan tidak terbaca. Adannya permasalahan di
atas dikarenakan dalam penggunaan media pelatihan
keterampilan motoric halus masih belum bervariasi.
Permasalahan anak tunagrahita sedang yang
mengalami kesulitan dalam gerakan motorik halus ini perlu
diberikannya rasangan dengan latihan motorik halus.
Rangsangan kegiatan latihan yang akan di berikan yaitu
dengan tindakan okupasi paper clay. Terapi okupasi paper
clay adalah salah satu latihan untuk motorik halus dengan
memberikan kesibukan berupa keaktifan untuk membantu
agar anak mampu menggerakan jarinya melalui gerakan
menyobek kertas , mengguntingg kertas, meremas kertas,
serta membentuk remasan kertas tadi menjadi bentuk –
bentuk yang menarik. Tujuan lainnya dalam pemberian
tindakan okupasi paper clay yaitu juga untuk membantu
melatih kesabaran dan meningkatkan konsentrasi pada anak
tunagrahita sedang. Terapi okupasi paper clay ini juga
banyak memiliki kelebihan antara lain untuk melatih
ketepatan jari – jari tangan saat melakukan gerakan. Gerakan
yang dilakukan untuk membuat paper clay ini yakni ada
menyobek kertas, menggunting kertas, membuat pola,
meremas kertas, menempel dan mewarnai, sehingga pada hal
ini selain menghasilkan bentuk yang menarik, ada kegiatan
inti yang dapat dimanfaatkan untuk melatih gerakan tangan
yang diharapkan agar anak dapat membentuk gerakan yang
terarah dan terkendali. Untuk itulah dilakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Paperclay Untuk Melatih
Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang Kelas
Rendah”
B. Identifikasi Masalah
1) Dampak Ketunagrahitaan
Berdasarkan hasil pengkajian dari berbagai literatur,
disebutkan dalam Kaplan (1997), dampak dari
tunagrahita adalah sebagai berikut:
a. Gangguan neurologis, berdasarkan berbagai
hasil penelitian dan kajian, menyatakan bahwa
resiko untuk psikopatologi meningkat dalam
berbagai kondisi neurologis, seperti gangguan
kejang. Angka psikopatologi meningkat
dengan keparahan tunagrahita, yang
menyatakan peningkatan gangguan neurologis
saat gangguan intelektual meningkat.
b. Sindroma genetik, adanya gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas yang sangat tinggi;
gangguan autistik.
c. Faktor Psikososial, citra diri yang negatif dan
harga diri yang buruk (harga diri rendah) sering
ditemukan pada individu tunagrahita ringan
dan sedang. Tidak sedikit dari mereka yang
merasa berbeda dari orang lain. Mereka
mengalami kegagalan dan kekecewaan
berulang karena tidak memenuhi harapan orang
tuanya dan masyarakat secara progresif
tertinggal di belakang teman sebayanya dan
bahkan oleh sanak saudaranya yang lebih kecil
atau lebih muda darinya. Kesulitan komunikasi
semakin meningkatkan kerentanan mereka
terhadap kecanggungan terhadap orang-orang
di sekelilingnya. Perilaku yang tidak sesuai,
seperti menarik diri, biasanya sering terjadi.
Perasaan isolasi dan ketidakberdayaan yang
terus menerus sangat berhubungan dengan
perasaan kecemasan, disforia, dan depresi.
Sedangkan dampak tunagrahita menurut Efendi
(2006), yaitu:
a. Cenderung memiliki kemampuan berfikir
konkret dan sukar berfikir.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengkajian,
bahwa tidak sedikit anak tunagrahita memang
sulit berfikir. Hal ini dikarenakan kemampuan
rata-rata mereka masih cenderung dibawah
oarng-orang yang memiliki kemampuan rata-
rata. Banyak faktor yang mempengaruhi hal
ini, yaitu faktor genetic, pola asuh dan
sebagainya.
4) Metode pembelajaran
Metode yang digunakan adalah Metode demonstrasi,
metode ini digunakan dalam pembelajaran untuk
melatih keterampilan motorik anak dalam pembuatan
paper clay, metode demonstrasi ini sangat cocok
digunakan untuk pembelajaran.
Menurut Menurut Suaedy (2011) metode demonstrasi
adalah suatu cara penyampaian materi dengan
memperagakan suatu proses atau kegiatan dengan cara
memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan
melakukan kegiatan, baik secara langsung maupun
melalui penggunaan media pengajaran yang relevan
dengan pokok bahasan atau materi yang sedang
disajikan.
C. Batasan Masalah
Agar tidak terjadi penggeneralisasian dari hasil penelitian,
maka penelitian memberikan keterbatasan masalah sebagai
berikut :
1) Aspek motorik yang dikembangkan adalah
keterampilan motorik halusnya yakni menggerakan
jari jemarinya denga lentur.
2) Materi yang diberikan terbatas pada media yang
digunakan yakni membuat paper clay, dengan
kegiatan menyobek kertas, menggunting kertas,
membuat pola, meremas kertas, menempel dan
mewarnai.
3) Kegiatan membuat paper clay yang di terapkan dalam
penelitian ini, yaitu memberikan treatment dengan
kegiatan membuat paper clay pada pembelajaran
yang dilakukan selama 9 kali pertemuan. Pada
kegiatan membuat paer clay ini terdiri dari beberapa
kegiatan, antara lain :
a. Tahap pembuka, melakukan interaksi dengan
anak yaitu dengan mengenalkan bahan dan alat
yang digunakan, serta juga menanyakan pada
anak ini benda apa .
b. Tahap pembuatan, melakukan kegiatan seperti
merobek kertas, menggunting kertas, membuat
pola, meremas kertas, menempel kertas dan
mewarnai.
c. Tahap Penutup, selesai pembuatan paper clay,
observer meminta siswa untuk melakukan
gerakan pelemasan otot – otot tangannya,
seperti kedua tangan ke atas dan menempel
secara perlahan.
d. Penilai terhadap Anak, Penilaian dilakukan
pada saat proses melakukan tindakan okupasi
paper clay berlangsung. Pada tahap ini
diberikan pula penghargaan dan koreksi
terhadp hasil pekerjaan siswa.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana aktifitas belajar anak tunagrahita sedang
kelas rendah dalam melakukan pembuatan bahan
dasar dan kreasi paper clay?
2. Bagaimana peningkatan kemampuan motorik halus
melalui terapi okupasi paper clay pada anak
tunagrahita sedang kelas rendah?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah di jabarkan,
tujuan dari penelitan ini adalah :
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh terapi okupasi paper clay terhadap
kemampuan motorik siswa tunagrahita sedang.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari ppenelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui kemampuan motorik halus
pada siswa tunagrahita sedang sebelum diberi
terapi okupasi paper clay.
b. Untuk mengetahui kemampuan motorik halus
pada siswa tunagrahita sedang setelah diberi
terapi okupasi paper clay.
F. Manfaat Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis
mengharapkan agar memperoleh manfaat. Adapun manfaat
yang diharapkan penulis adalah manfaat secara teoritis dan
manfaat secara praktis sehingg berguna bagi banyak pihak.
Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis
a. Memberikan sumbangan ilmiah dalam pengembangan
ilmu di bidang pendidikan khusus anak berkebutuhan
khusus, terutama yang berhubungan dengan
peningkatan kemampuan motorik halus bagi anak
tunagrahita sedang.
2. Secara Prakstis
a. Bagi Siswa
Dapat melakukan kegiatan yang lebih bervariasi
berupa aktivitas menyobek kertas, meremas kertas,
menjiplak pola gambar, menggunting, menempel, dan
mewarnai, sehingga anak dapat meningkatkan
kemampuan motorik halus.
b. Bagi Guru
Dapat dimanfaatkan sebagai masukan dan cara dalam
memilih strategi dalam peningkatan kemampuan
motorik halus.
c. Bagi Kepala Sekolah
Dapat dijadikan salah satu dasar pembuatan kebijakan
sekolah terkait dengan pengembangan kemampuan
motorik halus anak tunagrahita kategori sedang.
d. Bagi Penelitian Lain
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan studi banding untuk peneliti
selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA