Anda di halaman 1dari 17

Diagnosis terhadap Kelainan Janin Hydrops Fetalis pada Wanita Hamil

Elisabeth Elida Elyus Mandalahi


102015062/D2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara nomor 6, Jakarta Barat, Indonesia, 11510

Abstrak
Hydrops Fetalis merupakan suatu kelainan janin dalam kandungan ibu mengalami asictes di
bagian tubuh nya. Untuk melihat apakah bayi mengalami kelainan tersebut, sebelumnya harus
menjalani beberapa skrining konseling genetik terhadap kedua orangtua. Karena kemungkinan
bayi pada saat lahir bisa mengalami beberapa kelainan seperti Down Syndrome, Turner
Syndrome, atau Thalasemia. Apabila bayi sudah ditemukan Hydrops Fetalis, dan hendaknya
segera dilakukan penatalaksanaan karena apabila tidak akan berdampak pada kelangsungan
hidup si bayi apabila sudah lahir.
Kata Kunci : Hydrops Fetalis, Thalasemia, Penatalaksanaan

Abstract
Hydrops Fetalis is a fetal abnormality in the mother's womb experiencing asictes in its body
parts. To see if the baby has this disorder, previously had to undergo several genetic counseling
screening on both parents. Because the possibility of a baby at birth can experience a number of
disorders such as Down Syndrome, Turner Syndrome, or Thalassemia. If the baby has found
Fetal Hydrops, and management should be done immediately because if it will not affect the
survival of the baby when it is born.
Keywords : Hydrops Fetalis, Thalassemia, management

Pendahuluan
Anemia merupakan penyakit yang angka kejadiannya masih cukup tinggi di Indonesia,
terutama pada jenis kelamin perempuan. Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit dan jumlah eritrosit dibawah   nilai normal individu sehat, pada umur, jenis kelamin,
ras yang sama dan dalam kondisi lingkungan yang serupa. Menurut kriteria WHO anemia adalah
kadar haemoglobin di bawah 13 g/dL pada pria dan dibawah 12 g/dL pada wanita. Anemia
bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan oleh bermacam-macam reaksi
patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala
objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan gejala –gejala keletihan,
takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung dan gagal jantung. Gejala
yang samar pada anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi sehingga sering terlambat
ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kematian pada anak.
Anemia merupakan kadaaan tidak normal dan harus dicari penyebabnya. Anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana berguna dalam evaluasi penderita
anemia.1

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yaitu anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara autosomal resesif dengan disebabkan oleh defek genetik pada pembentukan
rantai globin. Penyakit ini baru muncul pada seseorang apabila ia memiliki dua gen talasemia
yang berasal dari kedua orang tuanya yaitu satu dari ayah dan satu dari ibu. Thalasemia tersebar
diseluruh ras di mediterania, Timur tengah, India sampai Asia tenggara dan presentasi klinisnya
bervariasi dari asimptomatik sampai berat hingga mengancam jiwa, tetapi tidak menutup
kemungkinan penyakit ini dapat ditemukan dimana saja diseluruh dunia. Saat ini, penyakit
thalasemia merupakan penyakit genetika yang cukup banyak di Indonesia.2

Anamnesis

Anamnesis secara umum pada pemeriksaan akan dijelaskan sebagai berikut. Pertama
akan ditanyakan dan diminta keterangan yang sejelasnya dan ada keluhan apa yang terjadi. Pada
proses anamnesis ada dua yaitu anamnesis langsung, atau dokter langsung menanyakan pada
pasien yang bersangkutan, atau biasa disebut autoanamnesis, dan ada juga alo-anamnesis yaitu
bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai misalnya dalam keadaan gawat
darurat, keadaan afasia akibat strok atau bisa juga karena umur pasien yang belum cukup
dewasa, sehingga anamnesis dilakukan pada orang terdekat seperti keluarga ataupun
pengantarnya. Pada anamnesis, terdapat suatu urutan yang harus ditanyakan pada orang tua atau
pengantar atau pasien seperti identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga dan data pribadi.3

Langkah-langkah dalam pembuatan anamnesis:


 Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, alamat, umur,
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat pengobatan
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat kehamilan
 Riwayat kelahiran
 Riwayat imunisasi

Pemeriksaan Fisik

Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik abdomen, pada pasien dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital terlebih dahulu, yaitu seperti suhu tubuh, pernapasan, denyut nadi dan juga tekanan
darah. Pemeriksaan kesadaran dan keadaan umum juga perlu dilihat. Pada pemeriksaan fisik
harus lengkap mulai dari konjungtiva mata, thoraks, abdomen dan ekstremitas. 2 Pemeriksaan
fisik thoraks dan abdomen khususnya secara umum dibagi menjadi empat yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi dan juga asukultasi. Pada inspeksi diperhatikan bentuk abdomen, lesi yang terdapat di
daerah tersebut, benjolan atau masa pada daerah abdomen dan juga melaporkan adanya pulsasi
atau peristaltik pada dinding abdomen.2

Lalu setelah inspeksi, dilakukan pemeriksaan fisik palpasi yaitu untuk mengetahui adanya
nyeri, kekakuan, dan masa atau benjolan pada daerah abdomen. Lalu palpasi dapat juga
dilakukan untuk mengidentifikasi pada pembesaran seperti hati dan limpa. Dapat juga dilakukan
palpasi khusus misalnya pada kolesistitis, adanya asites dan juga pada appendicitis. Setelah
dilakukan palpasi dapat dilakukan perkusi yang biasanya untuk menentukan apakah adanya
cairan pada rongga abdomen. Dan yang terakhir dilakukan dengan stetoskop yaitu asukultasi.
Pada pemeriksaan fisik auskultasi ini yang diperhatikan adalah bising usus yang didengar pada
daerah abdomen dan juga bunyi-bunyi patologis yang muncul pada saat dilakukan pemeriksaan
fisik auskultasi.3

Pemeriksaan Penunjang

Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, maka kita dapat
memastikan diagnosis pada pasien ini, sehingga kita bisa mengetahui penyebab pasangan ini
selalu mengalami kesusahan dalam mempunyai keturunan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
pada pasien ada beberapa hal yaitu skrining talasemia dengan pemeriksaan hemoglobin
elektroforesa dan pemeriksaan DNA kalau perlu pada pasangan suami istri ini. Dan bisa juga
skrining dini pada anak dalam kandungan untuk mengetahui dan menindak lanjuti apabila ada
kelainan pada anak dalam kandungan.4
Yang pertama adalah dilakukannya skrining pada pasangan suami istri ini untuk
memastikan diagnosa talasemia alfanya tersebut. Yang sering dilakukan pada skrining talasemia
adalah dengan hemoglobin elektorforesa yang merupakan pemeriksaan pada hemoglobin pasien
untuk mengidentifikasi lebih dari 150 jenis hemoglobin normal dan abnormal. Banyak jenis
hemoglobin yang abnormal tidak menyebabkan penyakit yang berbahaya dan hemoglobin yang
abnormal ini dapat dideteksi melalui elektroforesis. Prosedur pemeriksaan adalah dengan
mengambil darah vena 7 sampai 10 ml dan masukan ke dalam tabung dan di periksa di
laboratorium, dan pada pasien tidak perlu adanya pembatasan makan dan cairan. Pada pasien
dewasa dengan talasemia alfa ataupun beta maka pada elektroforesa hemoglobin kita dapat
mengetahui rantai globin mana yang mengalami abnormlitas dan menjadi dasar diagnosa.
Sedangkan pada pemeriksaan DNA merupakan pemeriksaan yang lebih pasti dalam skrining
ataupun menegakkan diagnosa suatu penyakit. Pemeriksaan DNA dilakukan apabila pada
pemeriksaan hemoglobin elektroforesa kita masih meragukan atau curiga mengarah pada
diagnosa yang lainnya.5

Lalu pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan talasemia alfa yang ingin
mempunyai anak atau sedang hamil, maka dapat dilakukan skrining talasemia lebih lanjut untuk
mengetahui dan menentukan tindakan berikutnya yang dipilih oleh pasien. Berikut algoritma
yang dipakai pada skrining talasemia.6 Hemoglobin manusia terdiri dari persenyawaan heme dan
globin. Heme terdiri dari zat besi sedangkan globin suatu protein yang terdiri dari polipeptida.
Hemoglobin manusia normal pada orang dewasa terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yaitu
HbA (97%) sebagian lagi HbA2 (2,5%) dan sisanya HbF (0,5%). Sintesa globin ini telah dimulai
pada awal kehidupan masa embrio dalam kandungan sampai dengan 8 minggu kehamilan dan
hingga akhir kehamilan. Organ yang bertanggung jawab pada periode ini adalah hati, limpa dan
sumsum tulang. Karena rantai globin merupakan suatu protein maka sintesisnya dikendalikan
oleh gen tertentu. Ada 2 kelompok gen yang bertanggung jawab dalam proses pengaturannya
yaitu kluster gen globin alfa yang terletak pada lengan pendek autosom 16 dan kluster globin
beta yang terletak pada lengan pendek autosom 11. 7

Hidrops Fetalis

Hidrops fetalis adalah kondisi janin serius dengan menifestasi akumulasi abnormal cairan


dalam dua atau lebih kompartemen janin, termasuk ascites, efusi pleura, efusi perikardial, dan
edema kulit. Pada beberapa pasien dihubungkan dengan polihidramnion dan edema plasenta.
Hidrops fetalis biasanya pertama terlihat saat pemeriksaan ultrasonografi pada trisemester
pertama dan kedua. Pada kebanyakan pasien yang didiagnosis mengalami hidrops pada awal
hidup fetus memiliki gangguan kromosom, sedangkan kasus yang didiagnosis setelah trisemester
kedua disebabkan terutama oleh penyakit jantung. Pada penelitian 156 kasus hidrops fetalis pada
Neonatal Intensive Care Unit (NICU), ditemukan penyebab utama yang berhubungan dengan
hidrops fetalis 35.9% disebabkan oleh nonimmune anemia, 9.6% kelainan jantung, 7.1% infeksi
intrauterin, 6.4% masalah bayi kembar, 5.8% peritonitis meconium, 5.1% penyakit paru, 4.5%
kelainan kromosomal dan 1.9% immune anemia. Thalasemia alfa merupakan kasus paling sering
pada anemia non imun (96%).8

Terdapat 2 jenis hidrops fetalis, yaitu immune dan non immune. Tipe tersebut bergantung
dari hal yang menyebabkan cairan yang abnormal.9

 Immune hydrops fetalis merupakan komplikasi yang paling sering dari


inkompatibilitas rhesus yang berat, dimana hal ini dapat dicegah. Kondisi ini terjadi
pada ibu yang memiliki rhesus negative yang membuat antibodi terhadap rhesus
positif pada janin dan antibodi masuk ke janin melalui plasenta. Inkompabilitas
rhesus dapat membuat sebagian besar sel darah merah janin hancur (hemolytic
disease of the newborn). Hal ini dapat menyebabkan masalah termasuk edem pada
seluruh tubuh janin. Edema yang berat dapat mengganggu fungsi organ janin.
 Nonimmune hydrops fetalis terjadi lebih sering dibandingkan Immune hydrops
fetalis. Kasusnya kira-kira 90% dari kasus hidrops fetalis. Kondisi ini terjadi ketika
sebuah penyakit atau kondisi medis yang berpengaruh terhadap kemampuan tubuh
untuk menyimpan cairan. Ada tiga penyebab utama yaitu penyakit jantung atau paru,
anemia yang berat (thalassemia atau infeksi) dan genetik atau gangguan
pertumbuhan, termasuk Turner syndrome.

Differential Diagnosis

Down syndrome adalah kelainan genetic yang disebabkan oleh kelainan pembelahan
sel yang menyebabkan tambahan kopi kromosom 21 baik penuh maupun sebagian
kromosom yang dapat menyebabkan kelainan intelektual disertai karakteristik tertentu pada
wajah dan otot tonus yang lemah saat bayi. Semua yang terjangkit sindrom down akan
mengalami keterbelakangan kognitif, tetapi biasanya gangguan kognitif berkisar ringan
sampai sedang. Pada kebanyakan bayi dengan sindrom down biasanya didiagnosis segera
setelah lahir dengan karakteristik hipotonia, mata yang menjulang keatas dan keluar, mulut
yang kecil dengan lidah yang besar sedikit terjulur keluar, bagian kepala belakang yang
rata, dan pada telapak tangan hanya terdapat satu garis urat yang disebut simian crease.
Individu dengan sindrom down memiliki risiko kesehatan tertentu seperti gastroesofageal
refluks, penyakit jantung, celiac disease, hipotiroid, gangguan pendengaran dan
pengelihatan, serta persentasi kecil dari anak dengan sindrom down memiliki leukemia.
Pada fetus yang sindrom down dilihat dari hasil ultrasonografi yaitu penebalan Nuchal
translucency, usus dan jantung yang echogenic, ekstremitas yang pendek, kenaikan dari
sudut ilium dan pyelectasis. Selain itu hidrops fetalis, hepatomegaly dan aritmia jantung
juga dapat terjadi. Penyebab terjadinya hidrops fetalis pada sindrom down adalah transient
abnormal myelopoesis (TAM). Mekanisme terjadinya hidrops fetalis pada sindrom down
dengan TAM termasuk gagal jantung yang disebabkan oleh anemia, hepatomegaly, dan
hipertensi portal karena hematopoiesis ekstramedular serta hipoalbuminemia. 10

Turner syndrome adalah kondisi yang terjadi pada perempuan yang dihasilkan
ketika sebuah kromosom X sebagian hilang atau seluruhnya hilang. Sindrom turner dapat
menyebabkan kelainan medis atau gangguan perkembangan, termasuk tinggi tubuh yang
pendek, kegagalan untuk mengawali pubertas, infertilitas, kelainan jantung dan ginjal,
gangguan kognitif dan masalah sosial lainnya. Sindrom turner memiliki beberapa gejala
seperti gangguan structural yaitu dada yang datar dan lebar, webbed neck, low set ear,
retrognathia, aorta yang sempit, palatum yang tinggi, flat feet, skoliosis dan ovarium yang
rudimenter. Sindrom turner dapat didiagnosis dalam rahim dengan melakukan
amniosentesis atau mengambil sampel dari chorion villus. Fetus dengan sindrom turner
akan memiliki kelainan dalam pemeriksaan ultrasonografi yaitu kelainan jantung,
abnormalitas ginjal, cystic hygroma dan asites. Sebagian besar fetus dengan sindrom turner
menunjukkan gejala yang dapat ditemukan pada trisemester pertama. Yang paling sering
didapatkan adalah cycstic hygroma, fetal hydrops, defek pada jantung dan peningkatan
nuchal translucency. Pada defek jantung, coarctation aorta yang paling sering dijumpai.11
Hemolisis autoimun disebabkan oleh imunisasi maternal aktif melawan antigen janin yang tidak
dapat diekspresikan oleh eritrosit ibu. Contohnya adalah antibody terhadap antigen A, B, dan Rh
D; antigen Rh lain; serta golongan darah Kell, Duffy, dan lainnya. Perbedaan golongan darah
yang ditandai dengan tipe protein yang ditemukan pada permukaan sel darah merah. Apabila
faktor protein Rh muncul, individu dikatakan Rh positif. Di sisi lain, tidak ditemukannya faktor
Rh mengindikasikan individu tersebut merupakan Rh negatif. Inkompatibilitas Rh hanya dapat
terjadi ketika ibu dengan Rh-negatif dan janinnya dengan Rh-positif. Sistem kekebalan tubuh ibu
menganggap sel-sel janin sebagai benda asing, menyebabkan antibodi anti-Rh memasuki
peredaran darah bayi dan menghancurkan sel-sel darah merah bayi. Inkompatibilitas Rh sering
tidak menimbulkan masalah pada kehamilan pertama, akan tetapi, risiko meningkat seiring
dengan setiap kehamilan. Hal ini terjadi karena darah ibu berespon terhadap antibodi anti-Rh
yang dihasilkan terhadap sel darah merah Rh-positif (darah ibu dikatakan tersensitasi) akibat
percampuran darah setelah melahirkan anak pertama. Pada kehamilan berikutnya dengan bayi
Rh-positif, antibodi antiRh akan mengenali janin sebagai benda asing dan menyerang sel-sel
darah merah janin. Hal ini berpotensi menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa pada bayi,
seperti anemia, ikterus, kerusakan otak, kematian prematur janin di dalam kandungan ibu. Pada
hemolisis anti-A dan anti-B disebabkan oleh transfer antibody maternal yang terjadi secara alami
melalui plasenta dari ibu yang tidak memiliki antigen A atau B (biasanya golongan darah O).
Hasil positif dari uji antiglobulin direk (Coombs) pada SDM bayi, uji antiglobulin indirek pada
serum ibu dan adanya sferosit serta precursor eritroid imatur (eritroblastosis) pada hapus darah
bayi mengkonfirmasi diagnosis ini. Penyakit hemolitik isoimun memiliki keparah klinis yang
bervariasi. Manifestasi klinis dapat tidak ada sama sekali atau bayi dapat mengalami icterus,
anemia berat dan hidrops fetalis.1,7

Working Diagnosis: Thalasemia

Thalasemia adalah salah satu dari penyakit genetik yang diwariskan dari orang tua
kepada anaknya dimana terjadi kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan
produksi satu atau lebih rantai globin yang menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai
globin.12

Thalasemia Alfa
Rantai globin yang berlebihan pada thalasemia α adalah rantai γ dan yang kurang atau
hilang sintesisnya dalah rantai α. Rantai γ bersifat larut sehingga mampu membentuk
hemotetramer yang meskipun relatif tidak stabil, mampu bertahan dan memproduksi molekul Hb
yang lain seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan dasar inilah yang mempengaruhi lebih
ringannya manisfestasi klinis dan tingkat keparahan penyakitnya dibandingkan dengan
thalasemia beta.13

Patofisiologi thalasemia α sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada thalasemia α
homozigot (-/-) tidak ada rantai α yang diproduksi. Pasiennya hanya memiliki Hb Bart’s yang
tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hb nya tinggi tapi hampir semuanya adalah Hb
Bart’s sehingga sangat hipoksik yang menyebabkan sebagian besar pasien lahir mati dengan
tanda hipoksia intrauterin.7

Bentuk thalasemia α heterozigot (α0 dan -α+) menghasilkan ketidakseimbangan jumlah


rantainya tetapi pasiennya dapat mampu bertahan dengan HbH dimana kelainan ini ditandai
dengan adanya anemia hemolitik karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin disebut delesi.12

A. Thalasemia Alfa Homozigot (α0)

Sindrom hidrops Hb Bart’s biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup hanya dalam waktu
pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis dengan edema permagna dan
hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl dengan eritrosit hipokromik dan beberapa berinti.
Kadar Hb Bart’s 80% dan sisanya Hb portland. Biasanya keadaan ini disertai toksemia
gravidarum, perdarahan post partum dan masalah karena hipertrofi plasenta. Pada
pemeriksaan otopsi memperlihatkan adanya peningkatan kelainan bawaan. Beberapa bayi
berhasil diselamatkan dengan transfusi tukar dan berulang serta pertumbuhannya bisa
mencapai normal.13

B. HbH Disease
Ditandai anemia mikrositik hipokrom yang cukup berat (7-11 g/dL) dan splenomegali
sedang dimana Hb H (β4) dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan elektroforesis
atau pada sediaan retikulosit. Pada kehidupan janin ditemukan Hb Bart (γ4). HbH bisa
diketahui dengan bantuan brilian cresil blue yang akan menyebabkan pengendapan dan
pembentukkan badan inklusi. Setelah splenektomi, umumnya bentukkan ini makin
banyak di eritrosit. Pada beberapa kasus, penderita bisa tergantung transfusi sedangkan
sebagian besar kasus umumnya penderita bisa tumbuh normal tanpa transfusi.12
C. Karier Thalasemia α
Bisa berasal dari thalasemia α0 (-/αα) atau thalasemia (-α/-α). Biasanya asimptomatis,
didapatkan anemia mikrositik hipokrom ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang
bermakna. Hb elektroforesisn normal dan pasien hanya bisa didiagnosis dengan analisa
DNA. Pada masa neonatus, Hb Bart’s 5-10 % tapi tidak didapatkan HbH pada masa
dewasa dan kadang bisa didapatkan inklusi pada eritrosit karier thalasemia α.13
D. Karier Thalasemia α Silent
Bentuk heterozigot karier thalasemia α+ (–α/αα). Memiliki gambaran darah yang
abnormal tetapi dengan elektroforesis normal. Saat lahir 50% kasus memiliki Hb Bart’s
1-3%.5

Thalasemia Beta

Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit 
globin pada Hb A. Pada thalasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang lebih separuh dari
nilai normalnya. Pada thalasemia β homozigot, sintesis β globin dapat mencapai nol. Karena
adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau
bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan thalasemia β homozigot mengalami anemia berat.
Sebagai respon kompensasi, maka sintesis rantai γ menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin
pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak efektif dan
secara kuantitas tidak mencukupi.14

Pada thalasemia β homozigot, sintesis rantai α tidak mengalami perubahan dan tidak
mampu membentuk Hb tetramer. Ketidak-seimbangan sintesis dari rantai polipeptida ini
mengakibatkan kelebihan adanya rantai α bebas di dalam sel darah merah yang berinti dan
retikulosit. Rantai α bebas ini mudah teroksidasi. Mereka dapat beragregasi menjadi suatu inklusi
protein (haeinz bodys), menyebabkan kerusakan membran pada sel darah merah dan destruksi
dari sel darah merah imatur dalam sumsum tulang sehingga jumlah sel darah merah matur yang
diproduksi menjadi berkurang sehingga sel darah merah yang beredar menjadi kecil, terdistorsi,
dipenuhi oleh inklusi α globin, dan mengandung komplemen hemoglobin yang menurun dan
memberikan gambaran dari Anemia Cooley/anemia mikrositik hipokrom yaitu hipokromik,
mikrosisitk dan poikilositik.5

Sel darah merah yang sudah rusak tersebut akan dihancurkan oleh limpa, hepar, dan
sumsum tulang, menggambarkan komponen hemolitik dari penyakit ini. Sel darah merah yang
mengandung jumlah Hb F yang lebih tinggi mempunyai umur yang lebih panjang. Anemia yang
berat terjadi akibat adanya penurunan oksigen carrying capacity dari setiap eritrosit dan tendensi
dari sel darah merah matur (yang jumlahnya sedikit) mengalami hemolisa secara prematur.
Eritropoetin meningkat sebagai respon adanya anemia, sehingga sumsum-sumsum tulang dipacu
untuk memproduksi eritroid prekusor yang lebih banyak. Namun mekanisme kompensasi ini
tidak efektif karena adanya kematian yang prematur dari eritroblas. Hasilnya adalah suatu
ekspansi sumsum tulang yang masif yang memproduksi sel darah merah baru. Sumsum tulang
mengalami ekspansi secara masif, menginvasi bagian kortikal dari tulang, menghabiskan sumber
kalori yang sangat besar pada umur-umur yang kritis pada pertumbuhan dan perkembangan,
mengalihkan sumber-sumber biokimia yang vital dari tempat-tempat yang membutuhkannya dan
menempatkan suatu stress yang sangat besar pada jantung. Secara klinis terlihat sebagai kegalan
dari pertumbuhan dan perkembangan, kegagalan jantung high output, kerentanan terhadap
infeksi, deformitas dari tulang, fraktur patologis, dan kematian di usia muda tanpa adanya terapi
transfusi. Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah
termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.14

Gambar 4:
Thalasemia Beta14
Epidemiologi

WHO meneliti kira-kira 5% penduduk dunia adalah carrier dari 300-400 ribu bayi
thalassemia yang baru lahir pertahunnya. Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-
10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya
di Indonesia. Salah satu RS di Jakarta, sampai dengan akhir tahun 2003 terdapat 1060 pasien
thalassemia mayor yang berobat jalan di Pusat Thalassemia Departemen Anak FKUI-RSCM
yang terdiri dari 52,5 % pasien thalassemia β homozigot, 46,2 % pasien thalassemia HbE, serta
thalassemia α 1,3%. Sekitar 70-80 pasien baru, datang tiap tahunnya. Fakta ini mendukung
thalasemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak dan menyerang hampir semua
golongan etnik dan terdapat di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia.15

Patofisiologi

Thalasemia merupakan salah satu bentuk kelainan genetik hemoglobin yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya sintesis satu rantai globin atau lebih, sehingga terjadi
ketidak seimbangan jumlah rantai globin yang terbentuk. Mutasi gen pada globin alfa akan
menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan
menyebabkan penyakit beta-thalassemia Secara genetik, gangguan pembentukan protein globin
dapat disebabkan karena kerusakan gen yang terdapat pada kromosom 11 atau 16 yang ditempati
lokus gen globin. Kerusakan pada salah satu kromosom homolog menimbulkan terjadinya
keadaan heterozigot, sedangkan kerusakan pada kedua kromosom homolog menimbulkan
keadaan homozigot (-/-).12

Pada thalassemia homozigot, sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.
Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis
rantai β akan menyebabkan kurangnya pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai
protein globin alfa dan beta disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita
penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa/carier.13

Penatalaksanaan
Pengobatan thalassemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari gangguan.
Seseorang pembawa atau yang memiliki sifat alfa atau beta talasemia cenderung ringan atau
tanpa gejala dan hanya membutuhkan sedikit atau tanpa pengobatan. Terdapat 3 (standar)
perawatan umum untuk thalassemia tingkat menengah atau berat, yaitu transfusi darah, terapi
besi dan chelation, serta menggunakan suplemen asam folat. Selain itu, terdapat perawatan
lainnya adalah dengan transplantasi sum-sum tulang belakang, pendonoran darah tali pusat, dan
HLA (Human Leukocyte Antigens).15,16

a. Transfusi darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi
utama bagi orang-orang yang menderita thalassemia sedang atau berat. Transfusi darah
dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin
normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara
rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita
beta thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara
rutin. Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooley’s Anemia) harus dilakukan secara
teratur (2 atau 4 minggu sekali).12
b. Terapi kelasi besi (Iron Chelation)
Hemoglobin dalam sel darah merah adalah zat besi yang kaya protein. Apabila
melakukan ransfusi darah secara teratur dapat mengakibatkan penumpukan zat besi
dalam darah. Kondisi ini dapat merusak hati, jantung, dan organ-organ lainnya. Untuk
mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi diperlukan untuk membuang kelebihan zat
besi dari tubuh. Terdapat dua obat-obatan yang digunakan dalam terapi khelasi besi,
yaitu:17
- Deferoxamine adalah obat cair yang diberikan melalui bawah kulit secara perlahan-
lahan dan biasanya dengan bantuan pompa kecil yang digunakan dalam kurun waktu
semalam. Terapi ini memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit. Efek
samping dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan
pendengaran.
- Deferasirox adalah pil yang dikonsumsi sekali sehari. Efek sampingnya adalah sakit
kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan (kelelahan).
c. Suplemen asam folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah
yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah
ataupun terapi khelasi besi.13
d. Transplantasi sumsum tulang belakang
Bone Marrow Transplantation (BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Sumsum tulang
belakang normal akan menggantikan sel-sel induk yang rusak. Sel-sel induk adalah sel-
sel di dalam sumsum tulang yang membuat sel-sel darah merah. Transplantasi sel induk
adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan talasemia. Namun, memiliki
kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat menemukan pasangan yang baik
antara donor dan resipiennya.6

e. Pendonoran darah tali pusat (Cord blood)


Cord blood adalah darah yang ada di dalam tali pusat dan plasenta. Seperti tulang
sumsum, itu adalah sumber kaya sel induk, bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh
manusia. Dibandingkan dengan pendonoran sumsum tulang, darah tali pusat non-invasif,
tidak nyeri, lebih murah dan relatif sederhana.16
f. HLA (Human Leukocyte Antigens)
Human Leukocyte Antigens (HLA) adalah protein yang terdapat pada sel di permukaan
tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita mengenali sel kita sendiri sebagai 'diri,' dan sel ‘asing'
sebagai lawan didasarkan pada protein HLA ditampilkan pada permukaan sel kita. Pada
transplantasi sum-sum tulang, HLA ini dapat mencegah terjadinya penolakan dari tubuh
serta Graft versus Host Disease (GVHD). HLA yang terbaik untuk mencegah penolakan
adalah melakukan donor secara genetik berhubungan dengan resipen (penerima).15

Prognosis

Silent carrier dan orang dengan turunan thalassemia alfa memiliki prognosis yang
sempurna. Individu dengan HbH disease memiliki prognosis hidup yang bervariasi, tetapi
secara keseluruhan cukup baik dan dapat hidup sampai dewasa. Akan tetapi beberapa
pasien memiliki beberapa komplikasi dan ada yang tidak memiliki komplikasi. Pasien
dengan HbH disease memiliki risiko untuk anemia berat dan harus melakukan transfuse
darah seumur hidup. Pada satu penelitian disebutkan bahwa subtype hemoglobin H
Constant Spring (HCS) berhubungan dengan anemia yang sangat berat dan dapat
mengancam jiwa. Pasien dengan HbH disease harus melakukan follow up. Jika anemia bisa
ditangani dengan baik dan penumpukan besi bisa dicegah dengan terapi kelasi besi, maka
individual dengan HbH disease bisa hidup dengan umur panjang dan sehat. Hidrops fetalis
pada thalassemia alfa mayor tidak dapat bertahan hidup dan membutuhkan identifikasi
dalam rahim dan transfusi in utero jika fetus dapat lahir dan bertahan hidup. Untuk
mengidentifikasi fetus dengan kondisi ini, harus dilakukan pemeriksaan genetic keluarga,
mengidentifikasi pasangan dengan risiko tinggi, dan fetus diperiksa in utero untuk
hilangnya rantai globin alfa.16

Individu dengan thalassemia beta minor biasanya memiliki anemia mikrositik yang
ringan dan bahkan sampai tidak menimbulkan gejala. Keadaan ini tidak menyebabkan
kematian dan gangguan yang berat. Prognosis pasien thalassemia mayor beta sangat
bergantung pada kemampuan pasien mengikuti program terapi jangka panjang, yaitu
program hypertransfusi dan kelasi besi seumur hidup. Penyebab utama kematian pada beta
thalassemia adalah anemia dan penumpukan besi. Pada anemia yang berat yang tidak
tertangani bisa menyebabkan gagal jantung, pembesaran eritroid intramedular yang
berhubungan dengan perubahan tulang seperti penipisan tulang kortikal. Pada jangka
panjang sel darah merah dapat menyebabkan hiperbilirubinemia dan membuat batu
empedu. Pada peningkatan kadar besu pada tubuh yang didapatkan dari transfuse seumur
hidup pada pasien akan menyebabkan penumpukan besi sekunder. Hal ini dapat
menyebabkan hemokromatosis dan akan terjadi disfungsi dari jantung, hati dan endokrin. 14

Pencegahan

Konseling genetik adalah proses komunikasi yang menangani masalah manusia berkaitan
dengan terdapatnya atau risiko dari kelainan genetik pada keluarga. Penilaian risiko genetik
bersifat kompleks dan sering melibatkan elemen-elemen ketidakpastian. Dalam konseling
terdapat edukasi genetik yang dapat bersifat konseling psikososial. Peran dari penasihat genetik
(genetik counselor) antara lain: 15,16

1. Mengumpulkan dan mendokumentasikan riwayat keluarga yang lengkap.


2. Mengedukasi pasien tentang prinsip genetika umum yang berhubungan dengan risiko
penyakit, untuk mereka sendiri maupun yang lain dalam keluarga mereka.
3. Menilai dan meningkatkan kemampuan pasien untuk menerima informasi genetik yang
disampaikan
4. Mendiskusikan bagaimana faktor nongenetik dapat berhubungan dengan ekspresi dari
penyakit
5. Mengarahkan dalam memilih tes genetika untuk perseorangan dan keluarga.
6. Memastikan bahwa pasien mengetahui indikasi, proses, risiko, keuntungan, dan keterbatasan
dari berbagai pilihan tes genetika.
7. Mengarahkan pasien, keluarga, dokter rujukan dalam interpretasi dari hasil tes.
8. Merujuk pasien dan anggota keluarga at-risk yang lain untuk layanan medik dan bantuan
lain, bila diperlukan.

Kompleksitas dari konseling genetik dan luasnya bidan penyakit genetika telah menbuat
perkembangan dari kilinik multidisipliner yang terspesialisasi dirancang untuk menyediakan
layanan bantuan dan medis untuk mereka yang berisiko dan anggota keluarga mereka. Beberapa
klinik spesialis telah berkembang dengan baik pada disiplin kanker dan penyakit
neurodegeneratif dan sekarang sedang berkembang pada area seperti kardiologi. Tim
multidisipliner sering terdiri dari dokter genetik medik, dokter spesialis, penasehat genetik,
perawat, psikolog, pekerja sosial, dan ahli etika biomedik yang bekerja bersama untuk
menentukan diagnosis, tata laksana, dan pengujian yang sulit.8

Kesimpulan

Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Thalassemia


ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara.
Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada hemoglobin
individu yaitu Thalassemia-α dan thalassemia-β, yang nantinya akan dibagi lagi menjadi
beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat ringannya gejala.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pada pemeriksaan penunjang dengan
USG menunjukan gambaran adanya hydrops fetalis sehingga janin yang berada di dalam
kandungan di duga mengalami Thalasemia alfa mayor, apabila jika kedua orang tua memiliki
thalassemia alfa minor.

Daftar Pustaka
1. Oehadian A. Pendekatan klinis dan diagnosis anemia. Cermin Dunia Kedokteran. 2012;
39(6).h.407-12.
2. Sudoyo AW, Setiati S, Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 6.
Jakarta: Interna Publishing; 2015:h.191-6, 2631.
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007. 84-5.
4. Priantono D, Tanto C, Sjakti HA. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius;
2014:h.49-52.
5. Sudiono H, Iskandar I, Edward H, Halim SL, Santo R. Penuntun patologi klinik
hematologi. Jakarta: SinarSurya MegahPerkasa; 2014. h.9-12, 05-8.
6. Kiswari R. Hematologi dan transfusi. Jakarta: Erlangga; 2014. h. 187-91.
7. Schick P, Emeritus. Hemolytic anemia. Medscape. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/201066-overview#a2, Sep 22 2017.
8. Manuaba IBG, Manuaba C, Manuaba IBGF. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007. 86-9.
9. Hamdan AH. Pediatric hydrops fetalis. Medscape. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/974571-overview, Sep 21 2017
10. Gratias Tom Mundakel. Down syndrome. Medscape. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/943216-overview, Sep 23 2017
11. Maala S Daniel. Turner syndrome. Medscape. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/949681-overview, Sep 24 2017
12. Yunanda Y. Thalasemia. USU. Available from URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/2063/08E00848.pdf?sequence=1,
Sep 22 2017.
13. Cheerva AC. Alpha thalassemia. Medscape. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/955496-overview, Sep 23 2017.
14. Galanello R, Origa R. Beta thalassemia. Orphanet Journal of Rare Disease. 2010;
5(11).h.1-15.
15. Mardante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial Edisi ke-6. Singapore: Saunder Elsevier; 2014.h. 597-8, 601-05, 611-15
16. Cunningham GF. Obstetri Williams ed 23 vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2013. 182-6.
17. Safitri R, Ernawaty J, Karim D. Hubungan kepatuhan transfuse dan konsumsi kelasi besi
terhadap pertumbuhan anak dengan thalassemia. JOM. 2015; 2(2).h.1474-76.

Anda mungkin juga menyukai