Manajemen Pencegahan Penyakit Menular Dan Survey Data Penyakit Paa Wilayah Darurat Bencana
Manajemen Pencegahan Penyakit Menular Dan Survey Data Penyakit Paa Wilayah Darurat Bencana
Oleh :
Ikhwan
NIM 0801183348
3 IKM 8
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya penyakit menular timbul satu minggu setelah bencana terjadi
sebagai akibat banyaknya faktor risiko yang memungkinkan terjadinya penularan
pada saat dan atau pasca bencana baik di pengungsian maupun pada masyarakat.
Penyakit yang paling utama adalah campak, diare, dan ISPA tetapi malaria, tifoid
dan tipus juga banyak ditemukan di beberapa wilayah.
Penyakit menular dengan malnutrisi dianggap sebagai penyebab utama
kematian pada keadaan darurat bencana. Persediaan pangan yang tidak mencukupi
merupakan awal dari proses terjadinya penurunan derajat kesehatan gizi
seseorang. Oleh karenanya di dalam pencegahan penyakit menular pasca bencana
harus mempunyai suatu pemahaman permasalahan dan penyelesaian secara
menyeluruh. Cara berfikir dan bertindak tidak bisa lagi secara sektoral, harus
terkoordinir secara baik dengan lintas sektor dan lintas program sehingga dapat
dilaksanakan secara terarah dan terpadu supaya tidak terjadi tumpang tindih.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar manajemen penanggulangan bencana ?
2. Bagaimana permasalahan kesehatan pasca bencana ?
3. Bagaimana manajemen pencegahan penyakit menular pasca bencana ?
4. Bagaimana manajemen pencegahan penyakit menular spesifik pasca
bencana?
C. Tujuan
1. Menjelaskan konsep dasar manajemen penanggulangan bencana.
2. Menjelaskan permasalahan kesehatan pasca bencana.
3. Menjelaskan manajemen pencegahan penyakit menular pasca bencana.
4. Menjelaskan manajemen pencegahan penyakit menular spesifik pasca
bencana.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
1) Penyusunan rencana kontijensi
2) Simulasi/ gladi/ pelatihan siaga
3) Penyiapan dukungan sumber daya
4) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi
2. Tahap saat bencana dengan kegiatannya adalah tanggap darurat dan
pemulihan darurat yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan
mencegah kecacatan. Upaya yang dilakukan antara lain :
a. Penilaian cepat kesehatan (Rapid Health Assessment/ RHA)
b. Pertolongan pertama korban bencana alam dan evakuasi ke sarana
kesehatan
c. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan
d. Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan
3. Tahap pasca bencana dengan kegiatannya adalah rehabilitasi dan
rekonstruksi. Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan kondisi daerah
yang terkena bencana ke kondisi normal yang lebih baik. Rekonstruksi
bertujuan untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat
bencana secara lebih baik dan sempurna. Upaya yang dilakukan antara lain :
a. Perbaikan lingkungan dan sanitasi
b. Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan
c. Pemulihan psiko-sosial
Dalam Pedoman Penyusunan Rencana Penangulangan Bencana (BNPB: 2008)
secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan bencana
adalah sebagai berikut :
1. Pengenalan dan pengkajian bencana.
2. Pengenalan kerentanan.
3. Analisi kemungkinan dampak bencana.
4. Pilihan tindakan penanggulangan bencana.
5. Mekanisme penanggulangan dampak bencana.
6. Alokasi tugas dan peran instansi.
Dalam Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana,
tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana ditangani oleh Badan Nasional
3
Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat Pusat dan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) di tingkat Daerah.
1. Tingkat Pusat
Memiliki fungsi perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif
dan efisien; dan pengoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan
fungsi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
2. Tingkat Daerah
Mempunyai fungsi Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan
efisien dan pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu dan menyeluruh.
4
6. Keterbatasan air bersih baik secara kuantitas maupun kuantitas
7. Kesulitan makanan dan gangguan gizi
8. Ancaman kesehatan tertentu disebabkan ketiadaan immunitas (Cakupan
imunisasi yang rendah)
9. Kondisi pelayanan kesehatan yang terhenti karena rusaknya infrastruktur
Penyakit menular merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian besar,
mengingat potensi munculnya Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah penyakit
menular. Pada umumnya penyakit menular timbul satu minggu setelah bencana
terjadi sebagai akibat banyaknya faktor risiko yang memungkinkan terjadinya
penularan pada saat dan atau pasca bencana. Penyakit yang timbul sangat
tergantung dengan jenis bencananya.
5
6
D. Manajemen Pencegahan Penyakit Menular Pasca Bencana
Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM kesehatan yang
tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:
1. Tim Reaksi Cepat (TRC)
Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0–24 jam setelah
ada informasi kejadian bencana.
2. Tim Penilaian Cepat (Tim RHA)
Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan TRC atau menyusul
dalam waktu kurang dari 24 jam yang bertugas melakukan penilaian
dampak bencana dan mengidentifikasi kebutuhan bidang kesehatan
3. Tim Bantuan Kesehatan
Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Reaksi
Cepat dan Tim RHA kembali dengan laporan hasil kegiatan mereka di
lapangan.
Hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam manajemen pencegahan
penyakit pasca bencana antara lain :
Koordinasi kesehatan di lapangan tetap berada pada Kepala Dinas
Kesehatan setempat
Bantuan dari manapun, dibawah kendali operasional Kadinkes setempat,
kecuali dinyatakan sebagai bencana nasional (contoh di NAD pada th
2004).
Koordinasi di sektor kesehatan sangat diperlukan, banyak kelompok
keahlian / spesialis
7
Koordinator kesehatan dapat bekerjasama dengan koordinator sektor lain
untuk membahas isue-isue bersama
Ruang lingkup pencegahan penyakit menular saat bencana adalah
pengendalian penyakit, pengendalian vektor, imunisasi, air bersih dan sanitasi
dasar, dan surveilans.
1. Pengendalian penyakit
Pengendalian penyakit dilaksanakan dengan pengamatan penyakit
(surveilans), promotif, preventif dan pelayanan kesehatan (penanganan
kasus) yang dilakukan di lokasi bencana termasuk di pengungsian. Baik
yang dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan yang masih ada maupun
di pos kesehatan yang didirikan dalam rangka penanggulangan bencana.
Tujuan pengendalian penyakit pada saat bencana adalah mencegah
kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular potensi wabah, seperti
penyakit diare, ISPA, malaria, DBD, penyakit‐penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (P3DI), keracunan dan mencegah
penyakit‐penyakit yang spesifik lokal.
2. Pengendalian vektor
Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam pengawasan dan
pengendalian vektor yaitu :
a. Pembuangan sampah atau sisa makanan dengan baik
b. Jika diperlukan maka bisa menggunakan insektisida
c. Tetap menjaga kebersihan individu selama berada di lokasi
pengungsian
d. Penyediaan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) dan pembuangan
sampah yang baik
e. Kebiasaan penanganan makanan secara higienis
3. Imunisasi
Dalam situasi bencana/di lokasi pengungsian, upaya imunisasi harus
dipersiapkan dalam mengantisipasi terjadinya KLB PD3I terutama
campak. Sebelumnya perlu dilakukan penilaian cepat akan dampak
bencana terhadap kesehatan masyarakat di lokasi bencana (terutama para
8
pengungsi, lingkungan, sarana imunisasi, dan SDM) dan data cakupan
imunisasi serta epidemiologi penyakit sebelum bencana dalam 3 tahun
terakhir untuk menentukan kebutuhan upaya imunisasi dalam rangka
pencegahan KLB PD3I.
4. Air bersih dan sanitasi dasar
Ketersediaan air bersih yang memadai oleh pengungsi digunakan
untuk memelihara kesehatannya karena tanpa adanya air bersih sangat
berpengaruh terhadap kebersihan dan meningkatkan risiko terjadinya
penularan penyakit seperti diare, typhus, scabies dan penyakit lainnya.
Standar minimum kebutuhan air bersih pengungsian pada awal
kejadian bencana adalah 5 liter/orang/hari yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan minimal seperti memasak, makan dan minum.
Selanjutnya ditingkkatkan sampai sekurang-kurangnya 15 – 20
liter/orang/hari yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minum,
masak, mandi dan mencuci.
5. Surveilans
Pada tahapan pasca bencana surveilans lebih terfokus pada upaya
pemeliharaana atau rehabilitasi sosial beserta dampak seperti junlah
penyakit, faktor risiko yang berhubungan dengan status kesehatan antara
lain kualitas kesehatan lingkungan, akses pelayanan kesehatan, dan
permasalahan psiko-sosial lain sebagai data dasar perencanaan untuk
mengembangkan strategi pencegahan ke depan.
Surveilans penyakit dan faktor risiko pada umumnya merupakan
suatu upaya untuk menyediakan informasi kebutuhan pelayanan kesehatan
di lokasi bencana dan pengungsian sebagai bahan tindakan kesehatan
segera. Secara khusus, upaya tersebut ditujukan untuk:
a. menyediakan informasi kematian dan kesakitan penyakit potensial
wabah yang terjadi di daerah bencana;
b. mengidentifikasikan sedini mungkin kemungkinan terjadinya
peningkatan jumlah penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB/wabah;
9
c. mengidentifikasikan kelompok risiko tinggi terhadap suatu penyakit
tertentu;
d. mengidentifikasikan daerah risiko tinggi terhadap penyakit tertentu
dan mengidentifikasi status gizi buruk dan sanitasi lingkungan.
Prinsip utama tahapan pasca bencana adalah rehabilitasi dan rekonstruksi.
Waktunya tergantung dari tahapan tanggap darurat dan selama bencana.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep dasar manajemen penanggulangan bencana meliputi tahapan pra
bencana, saat bencana dan pasca bencana dimana setiap tahapan
mempunyai kegiatan dan tujuan tersendiri.
2. Permasalahan kesehatan pasca bencana antara lain morbiditas baik
penyakit infeksi maupun non infeksi dimana penyakit yang timbul sangat
bergantung dengan jenis bencananya.
3. Manajemen pencegahan penyakit menular spesifik pasca bencana meliputi
upaya kuratif (penanganan kasus), surveilans penyakit menular potensial
wabah dan identifikasi faktor risiko di lokasi bencana.
4. Manajemen pencegahan penyakit menular pasca bencana, lebih ditekankan
pada surveilans yang lebih terfokus pada upaya pemeliharaan atau
rehabilitasi sosial beserta dampak seperti jumlah penyakit, faktor risiko
yang berhubungan dengan status kesehatan antara lain kualitas kesehatan
lingkungan, akses pelayanan kesehatan, dan permasalahan psiko-sosial.
B. Saran
1. Bagi pemerintah
Pemerintah dapat menganilisis tindakan pasca bencana yang tidak berjalan
dengan baik supaya dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan
yang diinginkan dan menentukan indikator keberhasilan dari tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi dalam penanggulanan bencana
yang terjadi agar meminimalisir masalah yang ditimbulkan setelah
bencana.
11
DAFTAR PUSTAKA