Anda di halaman 1dari 25

PATOFSIOLOGI & ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

REUMATIK HEART DISEASE (RHD)


Dosen Mata Kuliah :

Ns. Oike Wulur, S.kep

Di Susun Oleh :

V-C Keperawatan

Kelompok 2

 HARDI USIA
 MIRAWATI GOBEL

STIKES MUHAMMADIYAH MANADO

Tahun Ajaran 2019


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyanyang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat- Nya yang telah melimpahkan rahmat dan
inayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang telah diberikan oleh
dosen kami menegenai PATOFSIOLOGI & ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN REUMATIK HEART DISEASE (RHD)
Makalah imi telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak dan berbagai macam referensi sehingga membantu memperlancar pembuatan makalah
kami. Untuk itu kami sampaikan banyak terimah kasih kepada berbagai macam pihak yang turut
membantu dan berkontribusi dalam pembuatan makalah kami.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun bahasanya. Oleh kerena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari dosen agar kami dari kelompok 2 dapat memperbaiki
makalh kami.

Manado, 21 oktober 2019

penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik.Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi
dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh
demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit
yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β
hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan
demam reumatik.
Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi
kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang
selaput jantung), bahkan kematian.Dengan penyakit jantung reumatik yang kronik, pada
pasien bisa terjadi stenosis katup (gangguan katup), pembesaran atrium (ruang jantung),
aritmia (gangguan irama jantung) dan gangguan fungsi ventrikel (ruang jantung).Penyakit
jantug reumatik masih menjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian katup
pada orang dewasa di Amerika Serikat.
RHD terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa
setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit
pada daerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan
gizinya kurang memadai.Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun
karena tingkat perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna.
Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata
3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang dirawat.Secara Nasional mortalitas akibat
RHD cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung
sebelum usia 40 tahun.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari Penyakit Jantung Rematik?
b. Apa etiologi dari Penyakit Jantung Rematik?
c. Bagaimana patofisiologi dari Penyakit Jantung Rematik?
d. Bagaimana manifestasi klinik dari Penyakit Jantung Rematik?
e. Bagaimana penatalaksanaan dari Penyakit Jantung Rematik?
f. Bagaimana pencaegahan dari Penyakit Jantung Rematik?
g. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Penyakit Jantung Rematik?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari Penyakit Jantung Rematik
b. Untuk mengetahui dari Penyakit Jantung Rematik
c. Untuk mengetahui dari Penyakit Jantung Rematik
d. Untuk mengetahui klinik dari Penyakit Jantung Rematik
e. Untuk mengetahui dari Penyakit Jantung Rematik
f. Untuk mengetahui dari Penyakit Jantung Rematik
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan Penyakit Jantung Rematik
BAB II

LANDASAN TEORI

A.      Definisi Pengertian

  Penyakit radang berulang akut yang terutama terjadi pada anak-anak usia 5-15 tahun yang
biasanya terjadi 1-5 minggu setelah infeksi streptococus (biasanya terjadi radang tenggorokan).
(Robbins dan Kumar, Buku Ajar Patologi edisi 4)
  Penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis rematik
akut yang berulang kali (Kapita Selekta jilid I edisi III).
  Kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik atau kelainan karditis reumatik (Taranta A
dan Markowits, 1981).

B.      Epidemiologi
Reumatik heart disease biasanya terjadi pada anak-anak usia 5-15 tahun dengan puncaknya
pada umur 8 tahun, dan kadang-kadang bisa dapat timbul pada usia 30 tahun yang biasanya
terjadi 1-5 minggu setelah infeksi streptococus (biasanya terjadi radang tenggorokan). Wanita
dan pria mempunyai kemungkinan sama untuk terserang. Frekuensi demam reumatik akut di
negara-negara maju dalam 100 tahun terakhir ini banyak sekali menurun, misalnya di Denmark,
terdapat kasus ini kira-kira 200 per 100.000 populasi pada tahun 1860, dan menurun sampai 10
per 100.000 populasi pada tahun 1960.
Di Srilangka pada tahun 1978 masih tercatat insidensi demam reumatik sebanyak 47 per
100.000 populasi, dan untuk umur 5-19 tahun tercatat 140 per 100.000 populasi. Penyakit
jantung rematik terbanyak terdapat pada sentra industri dengan populasi yang berlebih .Taranta
dan Markowitz (1981) melaporkan demam reumatik merupakan penyebab utama kelainan
jantung pada umur 5-30 tahun. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik merupakan
penyebab kematian utama dari kelainan jantung pada umur di bawah 45 tahun dan 25-40%
penyakit jantung disebabkan oleh penyakit jantung reumatik  untuk semua umur. Di Yogyakarta
pada dokumen medis RSUP Dr. Sardjito tahun 1993 di temukan 8,3% penderita RHD dari
seluruh penderita kelainan penyakit jantung.
C.ETIOLOGI
Penyakit jantung reumatik berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh
Streptococcus Beta Hemolyticus Grup A. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada
timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik kemungkinan terdapat pada faktor
individu itu sendiri.
a.      Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
b.      Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6
tahun.
c.       Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya penyakit jantung reumatik.
d.      Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus
beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katup jantung. Kemungkinan ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
D.      Patofisiologi terjadinya penyakit
Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam
reumatik, atau kelainan karditis reumatik. Penyakit ini disebabkan karena infeksi bakteri
streptokokus beta hemolitikus Grup A. Bakteri ini akan menginfeksi saluran pernapasan atas
yaitu tenggorokan yang nantinya akan menyebabkan peradangan dan infeksi pada tenggorokan
sehingga menyebabkan terjadinya faringitis dan tonsillitis. Akibat peradangan atau infeksi ini,
merangsang terbentuknya antibodi sehingga bereaksi dengan antigen streptokokus yang
mengakibatkan terjadinya reaksi antigen-antibodi. Akibat terjadinya reaksi imunologis ini
menyebabkan terjadinya demam reumatik. Demam reumatik bisa bersifat menetap dan
reversible. Reversible terjadi jika pasien dengan demam reumatik memilki sistem imun yang
baik sehingga dapat disembuhkan. Sebaliknya, bila sistem imun pasien ini menurun, maka
demam reumatik ini bisa berlanjut (berulang-ulang) dalam jangka waktu yang lama. Demam
reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa (sequele), sehingga dalam serum penderita terdapat
antibodi anti otot jantung. Antibody ini mengakibatkan terjadinya respon autoimun dimana
antibody ini dianggap sebagai antigen (antigen pada katup jantung) sehingga terjadi reaksi
perlawanan antara antibodi yang dihasilkan dalam tubuh dengan antigen streptokokus dan
antigen katup jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya peradangan pada katup jantung dan dapat
pula disertai dengan gejala –gejala seperti karditis (kriteria mayor dan kriteria minor). Bila
terdapat 2 kriteria mayor /1 kriteria mayor disertai dengan 2 kriteria minor akan mengakibatkan
terjadinya pnyakit jantung reumatik (RHD).
(Pohon masalah terlampir)
E.      Klasifikasi
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam
4 stadium.
a.      Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A.
Keluhannya :
  Demam
  Batuk
  Rasa sakit waktu menelan
  Muntah
  Diare
  Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat
b.      Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan
gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat
timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
c.       Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifestasi spesifik demam
reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
  Demam yang tinggi
  Lesu
  Anoreksia
  Lekas tersinggung
  Berat badan menurun
  Kelihatan pucat
  Epistaksis
  Athralgia
  Rasa sakit disekitar sendi
  Sakit perut
d.      Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung
/ penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup dan tidak menunjukkan gejala apa-
apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala
yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.

F.      Manifestasi klinis


Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria Jones yaitu:
a.   Kriteria mayor :
1)      Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar seperti
lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku (poliarthritis migrans).
2)      Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis).
3)      Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak terasa nyeri dan tidak terasa
gatal.
4)      Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki,  tidak nyeri tekan
dan dapat bebas digerakkan.
5)      Korea
Gerakkan yang tidak disengaja/gerakkan yang abnormal, sebagai manifestasi  peradangan pada
sistem syaraf pusat.
b.  Kriteria Minor :
1)      Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik
2)      Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi dan pasien kadang-kadang
sulit menggerakkan tungkainya
3)      Demam tidak lebih dari 390celcius
4)      Leukositosis
5)      Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
6)      C-Reaktif Protein (CRF) positif
7)      P-R interval memanjang
8)      Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
9)      Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan dua kriteria minor, atau dua kriteria minor
dan satu kriteria mayor.

G.      Pemeriksaan Fisik


      Keadaan Umum :
GCS :
-          Ciri tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
-          Tanda vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
      Head to toe :
-          Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
-          Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
-          Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva, pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa konjungtiva, warna mukosa sclera
-          Hidung :
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping hidung, secret
Dipalpasi : nyeri tekan pada hidung
-          Mulut :
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi
      Palpasi : nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi
-          Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
-          Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada, frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada / tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas
-          Payudara dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan , benjolan
-          Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen
Auskultasi : bising usus, bising vena, pergesekan hepar dan lien.
Perkusi : batas hepar,batas ginjal,batas lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan diperut
-          Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi rambut kelamin,warna rambut kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin
-          Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
-          Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
Bawah :
Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
H.      Pemeriksaan Diagnosis
  Pemeriksaan laboratorium darah
  Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung
  Elektrokardiogram menunjukkan aritmia
  Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi

I.      Penatalaksanaan Medis


Tujuan penatalaksanaan  medis adalah :
a.       Memberantas infeksi streptococcus
b.      Mencegah komplikasi karditis
c.       Mengurangi rasa sakit dan demam
a. Pemberantasan infeksi streptococcus :
Pemberian benzatin penisilin G dengan kriteria sebagai berikut :
  Usia < 20 tahun 1,2 juta unit tiap 4 minggu sampai usia 25 tahun
  Usia > 20 tahun  diberikan selama 5 tahun
  Jika kriteri 1 dan 2 sudah terlaksana namunmuncul kekambuhan lagi, maka akan mendapatkan
suntikan yang sama dengan dosis 1,2 juta unit tiap 4 minggu selama 5 tahun berikutnya. Jika
kasusnya berat, diberikan tiap 3 minggu.
b. Pencegahan komplikasi karditis :
  Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan sekunder menurut The
American Asosiation
  Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi beban kerja
jantung pada saat serangan akut demam reumatik
  Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04 – 0,06 mg/kg BB.
c. Mengurangi rasa sakit dan anti radang :
  Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat diberikan untuk
anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.
  Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap).
Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.      Pengkajian
a.   Informasi Umum Pasien
(1)      Identitas pasien dan penanggung
(2)      Riwayat penyakit keluarga
(3)      Satus kesehatan saat ini
(4)      Status kesehatan masa lalu
b.   Pola Fungsi Kesehatan (11 Pola Fungsional Gordon)
(1)Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
-    Cara pemeliharaan kesehatan dan persepsi keluarga pasien terhadap penyakit yang dialami
yang kurang tepat
(2)Pola Nutrisi/metabolic
-    Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makan, mual/muntah
-    Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan
-    Penurunan BB yang cepat atau progresif
-    Malnutrisi
-    Dapat menunjukan adanya bising usus hiperaktif
-    Penurunan BB: perawakan kurus, menurunnya lemah subkutan/masa otot.
-    Turgor kulit buruk.
-    Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal.
-    Edema (umum, dependen)
(3)Pola eliminasi
-    Penurunan berat badan
-    Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
-    Feses encer dengan/tanpa disertai mukus atau darah.
-    Nyeri tekan abdominal.
-    Lesi/abses rektal, perianal
-    Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine.
(4)Pola aktivitas dan latihan
-    Mudah lelah
-    Berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya
-    Progresi kelelahan/malaise
-    Perubahan kedalaman pernafasan
-    Bradipnea, dispnea, ortopnea, takipnea
-    Peningkatan diameter anterior posterior
-    Pernafasan cuping hidung
-    Fase ekspirasi memanjang
-    Pernafasan bibir mencucu
-    Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas
-    Pasien mengatakan tidak bisa ke kamar mandi sendiri dan memakai pakaian sendiri, pasien
mengatakan susah keramas dan menggosok gigi sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
-    Perubahan cara berjalan
-    Pergerakan gemetar
-    Keterbatasan melakukan keterampilan motorik kasar dan motorik halus
-    Keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan, ketidakstabilan postur,
pergerakan lambat, dan tidak terkoordinasi
(5)Pola tidur dan istirahat
-    Perubahan pola tidur
-    Sulit untuk memulai tidur akibat nyeri yang dirasakan
-    Sering terbangun dimalam hari
-    Tidur kurang dari 6 jam setiap harinya
-    Pasien tidak biasa tidur siang
-    Pasien mengeluh nyeri pada sekitar umbilical sampai ke area diafragma, sendi pergelangan
tangan, pergelangan kaki, lutut, sikut yang muncul bergantian, pasien tampak meringis akibat
nyeri, tampak lesu, dan tidak bergairah (nyeri dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri).
-    Mengekspresikan prilaku gelisah, waspada, iritabilitas, mendesah, merengek, menangis
-    Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
-    Perilaku berjaga – jaga melindungi area nyeri
-    Diaforesis
-    Perubahan tekanan darah, frekuensi jantung, dan frekuensi pernafasan
(6)Pola kognitif-perseptual
-    Pusing/pening, sakit kepala.
-    Pasien mengatakan tidak memahami mengenai pencegahan penyakitnya, perawatan dan
tindakan yang harus dilakukan
-    Pasien tampak bertanya pencegahan, perawatan dan pengobatannya.
(7)Pola persepsi diri/konsep diri
-    Ide paranoid
-    Ansietas yang berkembang bebas
-    Harapan yang tidak realistis
(8)Pola seksual dan reproduksi
-    Menurunnya libido untuk melakukan hubungan seks.
(9)Pola peran-hubungan
-    Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
-    Perubahan pada interaksi keluaga/orang terdekat
-    Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
(10)  Pola manajemen koping stress
-    Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal dukungan keluarga, hubungan dengan
orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distres spiritual
-    Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah,
kehilangan kontrol diri, dan depresi
-    Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri
-    Perilaku marah, postur tubuh mengelak, menangis, dan kontak mata yang kurang.
(11)  Pola keyakinan-nilai
-       Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah)
-       Mengungkapkan kurangnya motivasi
-       Mengungkapkan kekurangan harapan, cinta, makna hidup, tujuan hidup, ketenangan (mis.
Kedamaian)
-       Mengungkapkan marah kepada Tuhan, ketidakberdayaan, penderitaan
-       Ketidakmampuan berintrospeksi, mengalami pengalaman regiositas, berpartisipasi dalam
aktivitas keagamaan, berdoa
-       Meminta menemui pemimpin keagamaan
-      
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen menuju paru-


paru ditandai dengan perubahan kedalaman pernafasan, bradipnea, dispnea, ortopnea,
takipnea, peningkatan diameter anterior posterior, pernafasan cuping hidung, fase
ekspirasi memanjang, pernafasan bibir mencucu, dan penggunaan otot aksesorius untuk
bernafas.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat inflamasi ditandai dengan perubahan karakteristik kulit (warna,
elastisitas, kelembapan, kuku, sensasi suhu), perubahan tekanan darah di ekstremitas,
penurnan nadi, edema, warna tidak kembali ke tungkai saat tungka diturunkan, warna
kulit pucat saat elevasi, parestesia, dan penurunan nadi.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi miokardium atau perubahan
kontraktilitas jantung ditandai dengan aritmia, bradikardi, palpitasi, takikardia, edema,
keletihan, murmur, distensi vena jugularis, dispnea, penurunan nadi perifer, oliguria,
pengisian ulang kapiler memanjang, perubahan warna kulit, ortopnea, ansietas, dan
gelisah.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan pasien menyatakan merasa letih, lemah, ketidaknyamanan
setelah beraktivitas, dispnea setelah beraktivitas, respom tekanan darah dan frekuensi
jantung abnormal terhadap aktivitas, perubahan EKG yang mencerminkan aritmia atau
iskemia.
e. Pk Anemia
f. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penimbunan asam laktat pada
sendi, pergesekan daerah sekitar sendi dan peradangan pada daerah sendi) ditandai
dengan melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan prilaku gelisah, waspada,
iritabilitas, mendesah, merengek, menangis, perubahan posisi untuk menghindari nyeri,
perilaku berjaga – jaga melindungi area nyeri, diaforesis, perubahan tekanan darah,
frekuensi jantung, dan frekuensi pernafasan .
g. Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi penyakit
ditandai dengan kulit kemeraha, peningkatan suhu tubuh diatas normal, kejang,
takikardia, takipnea, dan kulit teraba hangat.
h. Keletihan berhubungan dengan penurnan energi akibat metabolisme basal terganggu
ditandai dengan ketidakmampuan mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat yang
biasanya, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas yang biasanya, peningkatan
keluhan fisik, peningkatan kebutuhan istirahat, kurang energy, letargi, lesu, lelah,
mengatakan kurang energi yang luar biasa dan tidak kunjung reda.
i. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot ditandai dengan
perubahan cara berjalan, pergerakan gemetar, keterbatasan melakukan keterampilan
motorik kasar dan motorik halus, keterbatasan rentang pergerakan sendi, tremor akibat
pergerakan, ketidakstabilan postur, pergerakan lambat, dan tidak terkoordinasi.
j. Risiko cedera berhubungan dengan disfungsi efektor (Korea Sydenham)
k. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit (eritema marginatum dan
nodul subkutan) ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, dan
invasi struktur tubuh.
l. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan gelisah,
khawatir, ketakutan, kesedihan yang mendalam, wajah tampak tegang, tremor,
peningkatan keringat, suara bergetar, letih, diare, nyeri abdomen, anoreksia, mulut
kering, peningkatan frekuensi pernafasan, sering berkemih, penurunan tekanan darah dan
denyut nadi.
m. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi ditandai
dengan pengungkapan masalah, ketidakakuratan mengikuti perintah, perilaku hiperbola,
dan perilaku tidak tepat (hysteria, agitasi, apatis)
C. Intervensi Keperawatan

Hari
Tgl/ Diagnosa Tujuan /
No Intervensi Rasional
Wak keperawatan kriteria hasil
tu
1. - Ketidakefektifan Setelah Mandiri Mandiri
pola nafas tidak diberikan - Evaluasi frekuensi - Respon pasien
berhubungan askep selama pernapasan dan bervariasi. Kecepatan
dengan 2x24  jam kedalaman. Catat dan upaya mungkin
ketidakadekuatan diharapkan upaya pernapasan, meningkat karena
oksigen menuju pola nafas contoh adanya nyeri, takut, demam,
paru-paru efektif dispnea, penurunan volume
dengan penggunaan otot sirkulasi (kehilangan
kriteria bantu pernapasan, darah atau cairan),
hasil : pelebaran nasal. akumulasi secret,
    Pasien hipoksia atau distensi
tidak sesak gaster. Penekanan
nafas pernapasan
    Frekuensi (penurunan kecepatan)
pernapasan dapat terjadi dari
normal (16- penggunaan analgesic
24 kali berlebihan.
permenit) Pengenalan dini dan
pengobatan ventilasi
abnormal dapat
mencegah komplikasi.
- Auskultasi bunyi
napas ditujukan untuk
- Auskultasi bunyi mengetahui adanya
napas. Catat area bunyi napas tambahan.
yang menurun atau
tidak adanya bunyi
napas dan adanya
bunyi napas
tambahan, contoh
krekels atau ronki Kolaborasi
Kolaborasi -      Reekspansi paru
-    Bantu dalam dengan pelepasan
pemasangan akumulasi darah atau
kembali selang udara dari tekanan
dada atau negative pleural.
torakosentesis bila
diindikasikan
2. - Penurunan curah Setelah Mandiri Mandiri
jantung diberikan -    Kaji/pantau - Perbandingan dari
berhubungan askep selama tekanan darah. tekanan memberikan
dengan disfungsi 3x24 jam Ukur pada kedua gambaran yang lebih
miokardium diharapkan tangan /paha untuk lengkap tentang
curah jantung evaluasi awal. keterlibatan/bidang
normal. Gunakan ukuran masalah vaskular.
Dengan manset yang tepat Hipertensi berat
kriteria dan teknik yang diklarifikasikan pada
hasil : akurat. orang dewasa sebagai
    pasien peningkatan tekanan
tidak mudah diastolik sampai  130;
lelah hasil pengukuran
    Pasien diastolik diatas 130
tidak sesak dipertimbangkan
napas sebagai peningkatan
    Tekanan pertama, kemudian
darah normal maligna. Hipertensi
yaitu sistolik sistolik juga
(100- merupakan faktor
140)mmHg resiko yang ditentukan
dan diastolik untuk penyakit
(60- serebrovaskular dan
90)mmHg penyakit iskemi
    Nadi jantung bila tekanan
normal (60- diastolik 90 sampai
100 kali 115.
permenit) -  Denyutan karotis,
    Tidak ada jugularis, radialis, dan
sianosis femoralis mungkin
    Tidak ada teramati/ terpalpasi.
edema Denyut pada tungkai
mungkin menurun,
mencerminkan efek
dari vasokontriksi
(peningkatan SVR),
dan kongesti vena.
- Adanya pucat, dingin,
kulit lembab dan masa
-    Catat keberadaan, pengisian kapiler
kualitas denyutan lambat mungkin
sentral dan perifer. berkaitan dengan
vasokontriksi atau
mencerminkan
dekompensasi
/penurunan curah
jantung.
-    Amati warna - Dapat
kulit, kelembaban, mengindikasikan
suhu, dan masa gagal jantung,
pengisian kapiler. kerusakan ginjal atau
vaskular.
-Dapat menurunkan
rangsangan yang
menimbulkan stres,
membuat efek tenang,
sehingga akan
- Catat edema menurunkan TD.
umum/tertentu. - Dapat
mengindikasikan
gagal jantung,
kerusakan ginjal atau
-    Anjurkan teknik vaskuler.
relaksasi, panduan -  Dapat menurunkan
imajinasi, aktivitas rangsangan yang
pengalihan. menimbulakan stres,
membuat efek tenang,
-    Pantau respon sehingga akan
terhadap obat menurunkan TD.
untuk mengontrol -  Respon terhadap
tekanan darah. terapi obat “steppen”
(yang terdiri atas
neureting, inhibitor
simpatis dan
vasodilator)
tergantung pada
individu dan efek
sinergis obat. Karena
efek samping tersebut,
maka penting untuk
menggunakan obat
dalam jumlah paling
Kolaborasi sedikit dan dosis
-    Berikan paling rendah
pembatasan cairan Kolaborasi
dan diet natrium - Pembatasan ini dapat
sesuai indikasi menangani retensi
cairan dengan respon
hipertensif, dengan
demikian menurunkan
beban gagal jantung.
3. - Gangguan perfusi Setelah Mandiri Mandiri
jaringan diberikan -  Selidiki - Perfusi serebral secara
berhubungan askep selama perubahan tiba-tiba langsung sehubungan
dengan gangguan 3x24  jam atau gangguan dengan curah jantung
aliran darah diharapkan mental kontinyu, dan juga dipengaruhi
sekunder akibat tidak ada contoh: cemas, oleh elektrolit atau
inflamasi gangguan bingung, letargi, variasi asam basa,
perfusi pingsan. hipoksia, atau emboli
jaringan sistemik.
dengan -  Lihat pucat, - Vasokontriksi sistemik
kriteria sianosis, belang, diakibatkan oleh
hasil : kulit dingin atau penurunan curah
     Pasien lembab. Catat jantung mungkin
tidak merasa kekuatan nadi dibuktikan oleh
nyeri perifer. penurunan perfusi
     Tidak ada kulit dan penurunan
sianosis nadi.
     Pasien -  Kaji tanda edema. - Indikator trombosis
tidak pucat -  Pantau vena dalam.
     Tidak ada pernapasan, catat - Pompa jantung gagal
edema kerja pernapasan. dapat mencetuskan
distress pernapasan.
Namun dispnea tiba-
tiba atau berlanjut
menunjukkkan
Kolaborasi komplikasi
- Pantau data tromboemboli paru.
laboratorium, Kolaborasi
contoh: GDA, - Indikator  perfusi atau
BUN, creatinin, fungsi organ.
dan elektrolit.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor
yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum

B. Saran
Dalam menerapkan asuhan keperawatan klien dengan jantung rematik diperlukan pengkajian,
konsep teori oleh seorang perawat informasi atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien
dengan jantung rematik selain itu pengobatan terbaik untuk jantung rematik adalah pencegahan
dan pengobatan dini terhadap penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman, T Heather (Ed). 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Hidayat, A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Markum, AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Robbins dan Kumar. 2003. Buku Ajar Patologi. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Jakarta: EGC.
Sarwono, W. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suriadi dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Suryanah. 2000.  Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Wong, DL. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai