TYPOID
Disusun Oleh :
NIM :201801005
STIKES BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui
Hari :
Tanggal :
Pembimbing
1.1 DEFINISI
Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan
dengan gejala seperti demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna, dan
beberapa kasus yang tergolong berat menyebabkan adanya gangguan kesadaran (Akhsin, Z.
2010).
Demam tyfoidadalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri
Salmonellatyphi atau Salmonella paratyphi A, B dan C (widoyono,2011).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang mengenai sistem
retikulo-endotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan kandung empedu. Disebabkan terutama
oleh Salmonella enterica serovar typhi (S.typhi) dan menular melalui jalur fekal-oral
(Sidabutar S, 2011).
1.2 ETIOLOGI
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yaitu
Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri tersebut memasuki
tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009).
Menurut Ngastiyah (2012 : 237) Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih
ringan jika dibandingdengan penderita dewasa. Selama inkubasi mungkin di temukan gejala
prodomal perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
a. Minggu I
Dalam minggu pertama gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya,
yaitu demam, nyeri kepala, pusing, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidk enak
di perut, batuk. Pada pemeriksaan fisiknya hanya di dapatkan suhu badan meningkat.
b. Minggu II
Dalam minngu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardi relative,
lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali,
splenomegaly, meteroismus, gangguanmental berupa salmonella, stupor, koma,
delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia.
c. Minggu III
Dalam minggu ke tiga suhu badan berangsur angsur menurun dan normal kembali
pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
a. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap.
b. Bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).
c. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang
disertai tremor.
d. Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung.
e. Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.
f. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan
dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapadalam, yaitu apatis
sampai somnolen. Jarang terjadi stupor, koma atau gelisah.
1.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Demam Typoid Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia
yang baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal (usus bisa terjadi
iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah mengandung bakteri
(bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limpoid plaque menuju
limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darahsehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat
menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh
dengan demikian akan meningkat.sehingga beresiko kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi
tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti
ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsurangsur sembuh (Zulkoni.2011).
Salmonella typhidan Salmonella paratyphimasuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus dan 14 berkembang biak. Bila respon imunitas humoral
mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke
lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag
ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-
organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik, seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepaladan sakit perut (Sudoyo A.W., 2010).
1.5 PATHWAY
Minuman dan makanan
yang terkontaminasi
Mulut
Saluran pencernaan
Typhus Abdominalis
Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)
Hipertermia
1.6 KLASIFIKASI
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
· Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
· Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
· Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Pada orang normal, aglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10
sedangkan aglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160. 1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan
titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap ditemukan positif karena setiap waktu
semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H
1/800 dan O 1/400. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
1.9 PENCEGAHAN
Usaha yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah :
1). Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini dilakukan
vaksinasi, kini sudah ada vaksin tipes atau tifoid yang disuntikan atau diminum
dan dapat melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun.
2). Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene, sanitasi, personal hygiene.
3). Dari sisi lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan.
b. Pembuangan kotoran manusia yang higienis.
c. Pemberantasan lalat
d. Pengawasan terhadap masakan dirumah dan penyajian pada penjual makanan
(Akhsin Zulkoni, 2011)
BAB 2
KONSEP ASKEP
TYPHOID
2.1 PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan pekerjaan.
b. Riwayat keluhan utama
Keluhan yang dijelaskan oleh pasien pertama kali datang
c. Riwayat keluhan masa lalu
Keluhan yang pernah dialami sebelumnya.
d. Pengkajian fisik
Keadaan umum
Tingkah laku
BB dan TB
Pengkajian head to toe
e. Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, alergi, minum, dikaji riwayat
sebelum dan sesudah masuk RS
f. Eliminasi
Kebiasaaan BAB dan BAK, frekuensi ,warna, konsistensi sebelum dan sesudah
masuk RS
g. Istirahat tidur
Kebiasaan tidur, lama sebelum dan sesudah masuk RS
h. Personal hygine
Frekuensi mandi,gosok gigi, dan mencuci rambut
2.2 DIAGNOSA
2.3 INTERVENSI
2.4 Implementasi
Oleh tindakan untuk tujuan yang spesifik. Pelaksanaan implementasi
merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien
(Nursallam, 2017).
2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada
system kesehatan klien, tipe pernyataan evaluasi ada dua yaitu formatif dan surmatif.
Pernyataan formatif merefleksi observasi perawatan dan analisa terhadap klien
terhadap respon langsung dari intervensi keperawatan.Pernyataan surmatif adalah
merefleksi rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisa mengenai status kesehatan
klien terhadap waktu.Pernyataan ini menguraikan kemajuan terhadap pencapaian
kondisi yang dijelaskan dalam hasil yang diharapkan (Nursallam, 2017).
Daftar pustaka
Akhsin, Z. Parasitologi. 1. Yogyakarta: Nuha Medika. 2010.
Sidabutar S, Satari HI. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid pada Anak: Kloramfenikol atau
Seftriakson?. Sari Pediatri. 2010; 11 (6): 434-439.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC
Inawati. (2009). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi Khusus.
Hal 31-36.
Ngastiyah, 2012. Perawatan anak sakit.EdisiII. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Fitrianggraini, A., 2012.Evaluasi Pola Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak Penderita
Demam Tifoid
Nursalam. 2017. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. Salemba Medika
LEMBAR KONSUL
HARI/TANGGAL REVISI PARAF