Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS

IKTERUS NEONATORUM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Pembimbing:
dr. Azizah Retno, Sp.A

Oleh :
Rokhayati
30101407315

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama : Rokhayati
Judul : Ikterus Neonatorum
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. Azizah Retno, Sp. A

Semarang, Agustus 2020


Pembimbing,

(dr. Azizah Retno, Sp. A)


CATATAN MEDIK ORIENTASI MASALAH

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama pasien : By. Ny. N
Usia : 7 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kudu RT 01 RW 04, Genuk

Nama ayah : Tn. F


Usia : 29 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta

Nama ibu : Ny. N


Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Ruang perawatan : Peristi
Tanggal dirawat : 30 Juli 2020

B. DATA DASAR
Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 3 Agustus 2020 dengan Ibu pasien di ruang
Peristi dan didukung dengan catatan medis.

Keluhan utama : Bayi tampak kuning


Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang bayi laki-laki usia 7 hari dengan penampakan kulit badan kuning sejak usia 5
hari. Warna kuning muncul pada seluruh tubuh hingga tangan dan kaki. Demam (-),
muntah (-), BAB cair (-), ASI ekslusif (+), frekuensi meminum ASI baik, ASI keluar
masih sedikit, BAB (+), BAK (+) >4x/hari, BAB warna putih (-). Bayi lahir dari ibu
G1P1A0, usia kehamilan 39 minggu lahir secara SC di RSI Sultan Agung Semarang atas
indikasi letak sungsang. BBL 2750 gram, placenta lahir spontan lengkap, tidak ada lilitan
tali pusat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien lahir SC di RSISA. Kemudian hari ke-5 bayi kuning, mengalami
peningkatan bilirubin dan di diagnosa hiperbilirubinemia.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat ibu menderita penyakit hepatitis HbSAg (-).

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak pertama. Ibu merupakan seorang ibu rumah tangga dan ayah
bekerja sebagai wiraswasta. Pengobatan pasien ditanggung BPJS non PBI kelas I.
Kesan : Ekonomi cukup

C. DATA KHUSUS
Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Ibu memeriksakan kandungannya ke bidan secara teratur sejak usia kehamilan 2
bulan. Mulai usia kehamilan 2 bulan hingga usia kehamilan hingga lahir dilakukan 1 kali
tiap bulan dan ke dokter spesialis kandungan 1 kali mendekati kelahiran. Selama hamil
ibu mendapatkan suntikan TT 2 kali. Riwayat trauma saat lahir disangkal, riwayat darah
tinggi disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter ataupun minum jamu disangkal.
Riwayat penyakit selama kehamilan seperti hepatitis disangkal.
Kesan: riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Pasien merupakan
anak laki-laki yang lahir dari ibu G1P1A0, hamil 39 minggu, lahir secara SC di RSISA atas
indikasi letak sungsang, kulit ketuban berwarna jernih keputihan, dengan berat badan
lahir 2750 gram panjang badan 47 cm, lingkar kepala 34 cm dan lingkar dada 33 cm,
LILA 9 cm. Saat lahir, bayi menangis kuat, tonus otot baik, pernafasan teratur, HR >100,
dengan warna merah jambu. APGAR Score 9-9-10, retraksi dada (-), bising (-) dan nafas
cuping hidung (-), meconium (-), sianosis (-).
Kesan : Kehamilan aterm
Kesan : imunisasi sesuai usia
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
- Berat badan lahir : 2750 gram
- Berat badan saat ini : 2600 gram
- Panjang badan : 47 cm
- Lingkar kepala : 34 cm
- Lingkar dada : 33 cm
- Lingkar lengan : 9 cm
Pertumbuhan : sesuai masa kehamilan
Perkembangan : sesuai umur gestasi
Total Skor Ballard Dubowitz : 36
Kesan : bayi sesuai masa kehamilan

Riwayat Imunisasi
No Jenis Imunisasi Jumlah Dasar
1. BCG 0x -
2. Polio 0x -
3. Hepatitis B 0x -
4. DPT 0x -
5. Campak 0x -
Kesan: Imunisasi dasar lengkap belum diberikan

Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien sedang tidak memakai alat kontrasepsi.

D. PEMERIKSAAN FISIK (3 Agustus 2020)


a) Keadaan Umum : gerak aktif, tidak menangis, bayi terlihat kuning di dada dan
perut
b) Tanda Vital
 Tekanan darah : - mmHg
 HR : 142 x/menit
 Suhu : 36,80C
 RR : 42 x/menit
c) Refleks primitive
Refleks rooting : (+)
Refleks sucking : (+)
Refleks moro : (+)
Refleks palmar grasp : (+)
Refleks plantar grasp : (+)
d) Status Generalis
 Kepala : Normocephali (2 sampai -2 SD), ukuran lingkar kepala 34 cm, ubun-ubun
besar tidak menonjol dan tidak tegang, caput suksadenum (-), hematoma
(-), fontanela datar, sutura datar.
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+), isokor
(± 2mm)
 Telinga : discharge (-/-) kartilago tebal daun telinga kaku
 Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
 Mulut : Sianosis (-), trismus (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)

THORAX : Simetris, tampak kuning, retraksi dinding dada (-)


 Paru-paru
- Inspeksi : Hemithorax dextra dan sinistra simetris inspirasi dan ekspirasi,
retraksi (-)
- Palpasi : Areola mamae teraba, papilla mamae (+/+)
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
 Jantung
- Inspeksi : Pulsasi iktus kordis tampak
- Palpasi : Iktus cordis teraba
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : Bunyi jantung I II regular, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
- Inspeksi : Cembung, nafas perut (+), insersi tali pusat di tengah, tampak
kuning
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani di seluruh abdomen
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba

VERTEBRA
 Spina bifida (-), meningokel (-)

GENITALIA
 Jenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan

ANOREKTAL
 Anus (+) dalam batas normal

EKSTREMITAS
Superior Inferior
Jari Lengkap +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”
Ikterik +/+ +/+

KULIT
 Lanugo (-), sianotik (-), pucat (-), ikterik (+) pada seluruh tubuh hingga tangan
dan kaki, sklerema (-)

Kesan : Ikterus Kramer V

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
30 Juli 2020 Nilai Normal
Bilirubin Total 20,54 mg/dl (H) < 12,0 mg/dl
Bilirubin Direk 0,47 mg/dl (H) 0 – 0,2 mg/dl
Bilirubin Indirek 20,07 mg/dl (H) 0 – 0,75 mg/dl
Kesan : Hiperbilirubinemia

F. Assessment
- Hiperbilirubinemia (Ikterus Neonatorum Kramer V)
- Neonatus cukup bulan
- Neonatal infection

G. INITIAL PLANS

Assesment 1 : Ikterus Neonatorum

DD :
1. Infeksi
2. Peningkatan sirkulasi enterohepatik (breastfeeding jaundice)
3. Peningkatan produksi bilirubin, yang disebabkan oleh:
- Masa hidup eritrosit yang lebih singkat
- Peningkatan eritropoiesis inefektif
4. Gangguan uptake dan konjugasi oleh hepar
Ip..Dx :S:-
O : Kadar bilirubin serum, Darah lengkap, Coombs test
Ip.Tx :
 Minum ASI (Pemberian ASI yang lebih sering tiap 2 jam sekali)
 Fototerapi selama 72 jam dan setiap 3 jam istirahat.
 Infus 2A 1/4N 10 tpm
 Bile acid sequestrans
- Sequest S 2 dd 1/5 sachet
- Vitamin K S 1 dd 1
 Antibiotik : Injeksi Cefepime 2 x 100 mg
Ip. Mx :
 Keadaan umum
 Tanda-tanda vital (nadi, HR, suhu)
 Reflek hisap
 Tonus otot
 Observasi Ikterik
Ip. Ex :
 Setelah pulang, setiap pagi bayi dijemur secara rutin kurang lebih 30 menit untuk
mencegah bayi kuning
 Mengikuti imunisasi sesuai jadwal
 Pemantauan tumbuh kembang
 Menjelaskan pentingnya ASI eksklusif
 Menjelaskan pemberian ASI yang benar dan cara menyusui yang benar
Assestment 2 : Neonatus Cukup Bulan

DD : - Kurang bulan
- Lebih bulan

Ip. Dx :
 S: -
 O: The new ballard score

Ip. Tx : -
Ip. Mx :
- Observasi TTV (evaluasi suhu, RR, BJA)
- Evaluasi BB bayi

Ip. Ex : Menjaga bayi tetap hangat

Assesment 3 : Neonatal Infection

DD :
- Dari anak : infeksi pada tali pusar
- Dari ibu : PEB, KPD, lekorea
Ip..Dx :S:-
O : hitung darah lengkap, platelet, kultur urin
Ip.Tx :
• Minum ASI (pemberian ASI, yang lebih sering : 10-12 kali / hari)
• Antibiotik : Injeksi Cefepime 2 x 125 mg
• Paracetamol 10 mg/KgBB/kali
Ip. Mx :
 Keadaan umum
 Tanda-tanda vital (nadi, HR, suhu)
Ip. Ex :
 Mengikuti imunisasi sesuai jadwal
 Pemantauan tumbuh kembang
 Menjelaskan pentingnya ASI eksklusif
 Menjelaskan pemberian ASI yang benar dan cara menyusui yang benar

PERJALANAN PERAWATAN

Waktu Hari ke-1 perawatan Hari ke-2 perawatan Hari ke-3 perawatan
Tanggal 30 Juli 2020 31 Juli 2020 1 Agustus 2020
Keluhan Pasien tidur terus, tampak Menangis (+), Reflex sucking Menangis (+), Reflex sucking
kuning (+), Aktif, BAB (+), BAK(+), (+), Aktif, BAB(+), BAK(+),
Ikterik (+) Ikterik (+)
Keadaan Tampak tenang Menangis terus Tampak tenang
Umum
TTV :
Nadi 144x/mnt isi cukup 138x/mnt isi cukup 144x/mnt isi cukup
RR 44x/mnt 46x/mnt 42x/mnt
Suhu 36,8C (axilla) 36.9C (axilla) 36,7C (axilla)
Assesment Hiperbillirubinemia Hiperbilirubinemia Hiperbilirubinemia
Terapi Fototerapi 3 x 24 jam Fototerapi 3 x 24 jam Fototerapi 3 x 24 jam
Infus 2A 1/4N 10 tpm Infus 2A 1/4N 6 tpm Infus 2A 1/4N 10 tpm
Inj. Cefotaxime 2 x100 mg Inj. Cefotaxime 2x75 mg Inj. Cefotaxime 2 x100 mg
PO PO PO
Sequest 2x 1/5 sachet Enfamil HMF 2 x 1 sachet Sequest 2x 1/5 sachet
Sequest 2x 1/5 sachet
Zalf
Miconazole 2 x 1 mg

Waktu Hari ke-4 perawatan Hari ke-5 perawatan


Tanggal 2 Agustus 2020 3 Agustus 2020
Keluhan Menangis (+), Reflex sucking Menangis (+), Reflex sucking (+),
(+), Aktif, BAB (+), BAK (+), Aktif, BAB (+), BAK (+), Ikterik
Ikterik (+) (+)
Keadaan Umum Tampak tenang Tampak tenang

TTV :
Nadi 136x/mnt isi cukup 140x/mnt isi cukup
RR 46x/mnt 40x/mnt
Suhu 36C (axilla) 36.9C (axilla)
Assesment Hiperbillirubinemia Hiperbilirubinemia
Terapi Fototerapi 3 x 24 jam Fototerapi 3 x 24 jam
Infus 2A 1/4N 10 tpm Infus 2A 1/4N 10 tpm
Inj. Cefotaxime 2 x100 mg Inj. Cefotaxime 2 x100 mg
PO PO
Sequest 2x 1/5 sachet Sequest 2x 1/5 sachet

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
tidak dikendalikan (Mansjoer, 2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan
terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excess Physiological
Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological
Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut
Normogram Bhutani (Etika et al, 2006).

Gambar 1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram
Bhutani
Sumber:http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/otherguidelines/neonataljaundice/bhut
anis-nomogram

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih (Sukadi, 2008). Pada orang
dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl (>17µmol/L) sedangkan
pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl (86µmol/L) (Etika et al,
2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit,
sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
B. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
1. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena
ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
d. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
e. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
2. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-
tandanya sebagai berikut :
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5%
pada neonatus kurang bulan.
c. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
(Arief ZR, 2009. hlm. 29)

C. METABOLISME BILIRUBIN
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan
bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa
zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin tak terkonjugasi
atau bilirubin IX α. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya
mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik
seperti plasenta dan sawar darah otak. Selain itu juga bersifat non-polar (bereaksi
indirek).3,4
Metabolisme bilirubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium janin
dimana plasenta menjadi tempat utama eliminasi bilirubin yang larut lemak, ke stadium
dewasa dimana bentuk bilirubin yang terkonjugasi yang larut air diekskresikan dari sel
hati ke dalam sistem biliaris dan kemudian ke dalam saluran pencernaan.3
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke
hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi
persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya
ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat
adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk.
Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui
ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus
ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya didekonjugasikan oleh enzim B-
glukoronidase di usus menjadi bentuk yang tidak terkonjugasi. Selanjutnya diuraikan oleh
bakteri usus menjadi sterkobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam
usus, sebagian bentuk yang tak terkonjugasi tersebut diabsorpsi kembali oleh mukosa
usus dan terbentuklah proses absorpsi entero-hepatik.3

D. PATOFISIOLOGI
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung
dalam 3 fase, yaitu pre-hepatik, intrahepatik, post-hepatik, masih relevan. Pentahapan
yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu
fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier.
Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin
tersebut.7,8
1. Fase Pre-hepatik
Fase prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan
oleh hal-hal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah).7
a. Pembentukan Bilirubin
Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/kg BB terbentuk setiap
harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang oleh sel-sel
retikuloendotelial, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari protein heme lainnya
yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel
darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
b. Transport plasma
Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya
dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membrane
gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
2. Fase Intra-hepatik
Fase intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang
mengganggu proses pembuangan bilirubin.7,8
a. Liver uptake
Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun
tidak termasuk pengambilan albumin.
b. Konjugasi.
Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan
asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida bilirubin konjugasi /
bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut
dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul
amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin
harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan
oleh system bilier. Proses ini dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam
glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi /
bilirubin direk.
3. Fase Post-hepatik
Fase post-hepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh
batu empedu atau tumor.7,8
a. Ekskresi bilirubin.
Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di
dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan
mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat.
Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah
kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat
mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau
kolestasis intrahepatik.
Gangguan metabolism bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat
mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik,
penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi
mekanik ekstrahepatik).

E. ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolysis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar).
Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting
dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan
di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (Hassan et al.2005)

F. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-
kira 6 mg/dl (Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek
pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuningkehijauan
atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2007).

G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c. Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d. Riwayat inkompatibilitas darah
e. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa (Etika et
al, 2006).

2. Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian
ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika
et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah
dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau
kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan
dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer et al, 2007).

Tabel 1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer


Sumber: Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi ш Media Aesculapius
FK UI.2007:504
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat
dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut (Etika et al, 2006).

3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-
bayi yang tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap
dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar (Etika et al, 2006).

Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya:

Tabel 2.2 Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya


G. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan icterus
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
2. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun
sesudah terapi tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
4. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik
dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
 Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
 Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
 Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
 Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct positif
(Hassan et al, 2005).
6. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan competitor inhibitif
terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan secara
rutin.
7. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena (500-
1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level
bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum
diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel
retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah merah yang
dilapisi oleh antibody (Cloherty et al, 2008).

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit. Dalam perawatan
bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan sebagai berikut:
1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena
cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

H. KOMPLIKASI
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi
tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu, kejang tonus
otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.

Anda mungkin juga menyukai