Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri Reumatoid Artritis

1. Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat

individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap

sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan lainnya. Hal

tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi nyeri pada klien

(Asmadi, 2008).

Menurut Mahon (1994) dalam Potter dan Perry (2005), nyeri

merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang

disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat

bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik

dan mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual dan pada

fungsi ego seseorang individu (Potter dan Perry, 2005).

2. Tingkat Nyeri

Menurut (Ester, 2007), adapun tanda-tanda dari nyeri ringan, nyerii

sedang dan berat adalah:

a. Nyeri ringan (1-3)

1) Tekanan darah, nadi, pernafasan dalam batas normal

2) Memejamkan mata
3) Meringis

4) Kontrol lingkungan masih baik

b. Nyeri sedang (4-6)

1) Perubahan tanda-tanda vital

2) Meringis dan memggigit bibir bawah

3) Memegang atau mengusap bagian tubuh yang nyeri

4) Merintih

5) Berkeringat

6) Kontrol lingkungan berkurang

c. Nyeri berat (7-10)

1) Perubahan tanda-tanda vital

2) Menjerit kuat

3) Berkeringat sekali

4) Tampak pucat

5) Sangat gelisah

6) Tidak mampu mengontrol lingkungan

3. Faktor yang mempengaruhi Nyeri

Menurut Mubarak (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri yaitu:

1) Etnik dan nilai budaya

Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang

memengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai contoh,


individu dan budaya tertentu cenderung ekspresif dalam

mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru lebih

memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang

lain.

2) Tahap perkembangan

Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel

penting yang akan memengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri.

Dalam hal ini, anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan

nyeri yang mereka rasakan dibandingkan orang dewasa, dan kondisi ini

dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain,

prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut

atau kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak

berubah karena penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan menurun

karena perubahan fisiologis yang terjadi.

3) Lingkungan dan individu pendukung

Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,

pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat

memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang

terdekat menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi

nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian, tanpa keluarga

atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri


yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari

keluarga dari orang-orang terdekat.

4) Pengalaman nyeri sebelumnya

Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri

individu dan kepekaan terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami

nyeri atau menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat mengalami

nyeri cenderung merasa terancam dengan peristiwa nyeri yang akan

terjadi dibandingkan individu lain yang belum pernah mengalaminya.

Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri

sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap

penanganan nyeri saat ini.

5) Ansietas dan stress

Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi.

Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol

nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.

Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol

nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan

kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.


4. Pengkajian Karateristik Nyeri

Menurut Muttaqin (2008) pengkajian karakteristik nyeri terdiri dari :

a. Provoking Incident

Apakah ada yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri

berkurang apabila beristirahat , apakah nyeri bertambah apabila

beraktivitas. Faktor-faktor yang dapat meredakan nyeri (misalnya

gerakan, kurang gerakan pengerahan tangan, istirahat, obat-obat

bebasdan sebagainya) dan apa yang dipercaya dapat membantu

mengatasi nyeri.

b. Quality or Quantity of Pain

Seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.

Apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.

c. Region

Letak lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan cepat dan tepat oleh

klien, apakah rasa sakit menjalar, menyebar, dan pada bagian mana saja

yang sakit.

d. Severity (scale) of Pain

Ada beberapa instrument yang digunakan untuk mengukur skala

nyeri, diantaranya yang dikemukakan oleh AHCPR (Agency of Health

Care Policy & Research).

1) Deskripsi sederhana terdiri dari tidak nyeri, nyeri sedang, nyeri

berat, dan nyeri sangat berat.


2) Visual Analog Scale (VAS) digunakan garis 10 cm batas antara

daerah yang tidak sakit ke sebelah kiri dan sebelah batas yang

paling sakit.

Tidak Nyeri

Nyeri Hebat

3)Pain Numerical Rating Scale (PNRS) sama dengan VAS hanya diberi

skor 0-10 daerah yang paling sakit dan kemudian diberi skala

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jika klien mengerti dalam penggunaan skala dan dapat

menjawabnya serta gambaran-gambaran yang diungkapkan atau

ditunjukan padanya dapat diseleksi dengan hati–hati, maka setiap

instrument tersebut dapat menjadi valid dan dapat dipercaya (Potter

& Perry, 2005).

e. Time

Berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis), kapan,

apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.


5. Mekanisme terjadinya Nyeri Reumatoid Artritis

Nyeri Reumatoid Artritis disebabkan oleh terjadinya proses

imunologik pada sinovial (Harry,2008). Tahap pertama adanya stimulus

antigen kemudian terbentuk antibodi imunoglobin membentuk komplek

imun dengan antigen sehingga menghasilkan reaksi inflamasi. Inflamasi

akan terlihat di persendian sebagai sinovitis. Inflamasi merupakan proses

primer dan degenerasi merupakan proses sekunder.Prostaglandin bertindak

sebagai modifier inflamasi prostaglandin memecah kolagen sehingga dapat

merangsang timbulnya nyeri melalui proses edema, proliferasi membaran

sinovial, pembentukan pannus, penghancuran kartilago dan erosi tulang

(Brunner & Suddarth, 2001). Harry (2008) menyatakan bahwa nyeri pada

penyakit RA dapat terjadi akibat:

a) Rangsangan pada nociceptors di dalam komponen perangkat

biomekanik, misalnya perangsangan nociceptors pada otot, sendi, tendon

dan ligamen. Nyeri jenis ini berhubungan dengan konsep nyeri sistem

sensorik, sebagai smekanisme pertahanan tubuh terhadap situasi yang

membahayakan atau terjadinya kerusakan. Oleh karena adanya nyeri ini,

maka bagian yang terserang akan diistirahatkan/imobilisasi, untuk

mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.

b) Penekanan saraf atau serabut saraf (radiks).

c) Perubahan postur yang menyebabkan fungsi untuk mengatur kontraksi

otot tidak sempurna.


d) Mekanisme psikosomatik.

B. Defenisi Artritis Reumatoid

1. Pengertian Artritis Reumatoid

Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit inflamasi kronis

sistematik yang ditandai dengan pembengkakan dan nyeri sendi, serta

destruksi membran sinovial persendian. Artritis reumatoid dapat

mengakibatkan terjadinya disabilitas berat serta mortalitas dini (Kapita

Selekta, 2014).

Rheumatoid Artritis (RA) merupakan penyakit Inflamasi non-

bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai

sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris (Chairuddin, 2003 dalam

Nurarif, 2015).

2. Klasifikasi RA

Menurut Misnadiarly (2007) ada beberapa jenis rematik yaitu:

a. Rematik Sendi (Artikuler)

Rematik yang menyerang sendi dikenal dengan nama rematik

sendi (reumatik artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang

paling sering ditemukan yaitu:


b. Reumatoid Artritis (RA)

Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan

menahun yang tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi

dan berbagai organ di luar persendian. Peradangan kronis dipersendian

menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena. Peradangan sendi

biasanya mengenai beberapa persendian sekaligus. Peradangan terjadi

akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta pembentukan

pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di

sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya

simetris (terjadi pada kedua sisi).

Penyebab RA belum diketahui dengan pasti. Ada yang

mengatakan karena mikroplasma, virus dan sebagainya. Namun

semuanya belum terbukti. Berbagai faktor termasuk kecenderungan

genetik, bisa mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa kasus

RA telah ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat,

seperti tiba-tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu-satunya

anak yang disayangi, hancurnya perusahaan yang dimiliknya dan

sebagainya. Peradangan kronis membran sinovial mengalami

pembesaran (hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran

darah yang menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan respon

peradangan pun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian dilapisi

oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar


keseluruh sendi sehingga semakin merangsang peradangan dan

pembentukan jaringan parut. Proses ini secara perlahan akan merusak

sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).

c. Osteoatritis (OA)

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan

penyebab yang belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan

biologis, morfologis dan keluaran klinis yang sama. Proses

penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi (kartilago) dan

akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk tulang subkondrial,

ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar

persendian (periartikular).

Pada stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan yang

ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur dan ulserasi yang dalam pada

permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti.

Ada beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan dengan

penyakit ini, yaitu : usia lebih dari 40 tahun, jenis kelamin wanita lebih

sering, suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit metabolik,

cedera sendi, pekerjaan dan olah raga, kelainan pertumbuhan serta

kepadatan tulang.

d. Artritis Gout

Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah

(hiperurisemia). Artritis gout merupakan jenis penyakit yang


pengobatannya mudah dan efektif. Namun bila diabaikan, gout juga

dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini timbul akibat kristal

monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini

menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik

gout akut.

Pada penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum

diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan dengan kombinasi faktor

genetik dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan

metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam

urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam

urat dari tubuh.

Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena

meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi

makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu

senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel)

dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein.

Produksi asam urat meningkat juga bisa karena penyakit darah.

e. Rematik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)

Merupakan golongan penyakit rematik yang mengenai

jaringan lunak di luar sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut

juga rematik luar sendi (ekstra artikuler rheumatism).


3. Etiologi

Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori

yang dikemukakan mengenai penyebab rheumatoid artritis, yaitu:

a. Infeksi Streptokokus hemolitikus dan Streptokokus non-hemolitikus

b. Endokrin

c. Autoimun

d. Metabolik

e. Faktor genetik serta factor pemicu lingkungan.

Pada saat ini, rheumatoid artritis diduga disebabkan oleh factor

autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II,

factor injeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organism

mikroplasma atau group difterioid yang menghasilkan antigen kolagen

tipe II dari tulang rawan sendi penderita (Nurarif, 2015).

4. Manifestasi Klinis

Pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok.

Kelompok 1 adalah AR klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan

sebagian besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula

reumatoid sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong

kea rah kerusakan sendi progresif.

Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi kriteria dari

American Rheumatologic Association untuk AR karena mereka

mempunyai radang sinivitis yang terus-menerus dan simetris, sering


melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari. Kelompok 3,

sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan

panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada

pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan

adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan

sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat

sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan

menggunakan prednisone dosis rendah atau agens antiinflamasi dan

memiliki prognosis yang baik. ( Stanley, 2007)

5. Patofisiologi

Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologi persendian

diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi

penyakit reumatik. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap

sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing

orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang

dapat digerakkan.

Pada sendi sinovial yang normal, Kartilago artikuler

membungkus ujung tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang

licin serta ulet untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam

kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang.

Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber)


dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas

dalam arah yang tepat.

Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena

inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Meskipun

memiliki keanekaragaman mulai dari kelainan yang terbatas pada satu

sendi hingga kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan

multisistem yang sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi

dan degenerasi dalam derajat tertentu yang bisa terjadi sekaligus.

Inflamasi akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit

reumatikin flamatori. inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi

yang terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan

pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari

respons imun.

Sebaiknya, pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses

inflamasi yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta

menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya

untuk terlihat pada penyakit yang lanjut. Sinovitis dapat berhubungan

dengan pelepasan proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago

artikuler yang mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi

dapat pula terlibat.

Pemahaman tentang proses ini dan bagaimana proses ini saling

berhubungan merupakan kunci untuk mencapai penegakan diagnosis,


penatalaksanaan penyakit dan intervensi keperawatan yang akurat bagi

penderita penyakit reumatik. (Brunner & Suddarth, 2013).

C. Tingkat Kemandirian Lansia Dalam Aktivitas Kehidupan Sehari-hari

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan

pribadi yang masih aktif. Seseorang lansia yang menolak untuk melakukan

fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fumgsi, meskipun dianggap

mampu. Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana individu

mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa bergantung

dengan orang lain (Maryam, 2008).

Kemandirian bagi lansia juga dapat dilihat dari kualitas hidup.

Kualitas hidup lansia dapat dinilai dari kemampuan melakukan activity of

dailiy living. Menurut Setiadi (2000), Activity of daily Living (ADL) ada 2

yaitu, ADL standar dan ADL instrumental. ADL standar meliputi

kemampuan merawat diri seperti makan, berpakaian, BAB/BAK, dan mandi.

Sedangkan ADL instrumental meliputi aktivitas yang kompleks seperti

memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan menggunakan uang.

Menurut Agung (2006), Activity of Daily Living adalah pengukuran

terhadap aktivitas yang dilakukan rutin oleh manusia setiap hari. Aktivitas

tersebut antara lain: memasak, berbelanja, merawat/mengurus rumah,

mencuci, mengatur keuangan, minum obat dan memanfaatkan sarana

transportasi. Skala ADL terdiri atas skala ADL dasar atau Basic Activity of
Daily Living (BADLs), Instrumental or Intermediate Activity of Daily Living

(IADLs), dan Advanced Activity of Daily Living (AADLs). Skala ADL dasar

mengkaji kemampuan dasar seseorang untuk merawat dirinya sendiri (self

care), dan hanya mewakili rentang (range) yang sempit dari kinerja

(performance). Skala ADL dasar ini sangat bermanfaat dalam

menggambarkan status fungsional dasar dan menentukan target yang ingin

dicapai untuk pasien–pasien dengan derajat gangguan fungsional yang

tinggi, terutama pada pusat–pusat rehabilitasi. Terdapat sejumlah alat atau

instrument ukur yang telah teruji validitasnya untuk mengukur ADL dasar

salah satunya adalah indeks ADL Katz. Tujuannya adalah untuk

mengidentifikasi defisit status fungsional dasar dan mencoba memperoleh

cara mengatasi dan memperbaiki status fungsional dasar tersebut. Skor ADL

dasar dari setiap pasien lansia harus diikuti dan dipantau secara

berkala/periodik untuk melihat apakah terjadi perburukan atau perbaikan.

2. Tingkat Kemandirian

a. Tingkat Kemandirian

Menurut pendapat Lovinger di kutip oleh Yuliana (2009) tingkat

kemandirian adalah sebagai berikut:


1) Tingkat impulsive dan melindungi

Adalah sikap cepat bertindak secara tiba-tiba menurut

gerak hati dan mencari keadaan yang mengamankan diri. Ciri-ciri

tingkatan pertama ini adalah:

a) Peduli kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari

interaksinya dengan orang lain.

b) Mengikuti aturan oportunistik (orang yang suka memanfaatkan

orang lain) dan hedonistic (orang yang suka hidupnya untuk

senang-senang tanpa tujuan yang jelas).

c) Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berfikir tertentu.

d) Cenderung melihat kehidupan sebagai zero sum game.

e) Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta

lingkungannya.

2) Tingkat komformistik

Ciri tingkatan kedua ini adalah:

a) Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.

b) Cenderung berpikir stereotif (anggapan) dan klise (tidak

nyata).

c) Peduli akan komformitas (orang yang hati-hati dalam

mengambil keputusan) terhadap aturan eksternal.

d) Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh

pujian.
e) Menyamarkan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya

intropeksi.

f) Perbedaan kelompok di dasarkan atas ciri-ciri eksternal.

g) Takut tidak diterima kelompok.

h) Tidak sensitive terhadap ke individu.

Merasakan berdosa jika melanggar aturan.

3) Tingkat sadar diri

Adalah merasa tahu dan ingat pada keadaan diri

sebenarnya ciri–ciri tingkat ketiga adalah:

a) Mampu berfikir alternative dan memikirkan cara hidup.

b) Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.

c) Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.

d) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.

e) Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.

4) Tingkat seksama(conscientious)

Seksama berarti cermat, teliti. Ciri-ciri tingkatan ke empat

ini adalah:

a) Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.

b) Mampu melihat dari berbagai pembuatan pilihan dan pelaku

tindakan.

c) Mampu melihat keragaman emosi, motif dan perpistik diri

sendiri maupun orang lain.


d) Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan

penilaian diri.

e) Peduli akan hubungan mutualistik (hubungan saling

menguntungkan).

f) Memiliki tujuan jangka panjang.

g) Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.

h) Berfikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

5) Tingkat induvidualistik

Adalah keadaan atau sifat-sifat khusus sebagai induvidu

dari semua ciri-ciri dimiliki seseorang yang membedakan dari orang

lain. Ciri-ciri tingkat kelima adalah:

a) Peningkatan kesadaran individualistik. Kesadaran akan konflik

emosional antara kemandirian dengan ketergantungan.

b) Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.

c) Mengenal eksistensi perbadaan individual.

d) Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam

kehidupan.

e) Mampu membedakan kehidupan internal dengan eksternal

dirinya.

6) Tingkat mandiri

Adalah suatu sikap mampu berdiri sendiri. Ciri-ciri tingkat

ke enam ini adalah:


a) Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.

b) Cenderung bersikap realistik dalam objektif tarhadap diri sendiri

maupun orang lain.

c) Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.

d) Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.

e) Toleran terhadap ambigiutas (keadaan yang sama atau mirip

seseorang).

f) Peduli terhadap pemenuhan diri.

g) Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.

h) Respon positif terhadap kemandirian orang lain.

3. Faktor- Fakor yang Mempengaruhi Kemandirian Pada Lanjut Usia

a. Kondisi Kesehatan

Lanjut usia yang memiliki tingkat kemandirian tertinggi adalah

mereka yang secara fisik dan psikis memiliki kesehatan yang cukup

prima. Prosentase yang paling tinggi adalah mereka yang mempunyai

kesehatan baik (Hurlock, 2005). Orang lanjut usia dengan kondisi

kesehatan baik dapat melakukan aktivitas apa saja sedangkan yang

memiliki kondisi kesehatan sedang cenderung memilih aktivitas yang

memerlukan sedikit kegiatan fisik. Untuk mengerjakan beberapa

aktivitas fisik dan psikis yang berat mereka memerlukan pertolongan

dari orang lain. Dampak dari menurunnya kondisi kesehatan seseorang

secara bertahap dalam ketidakmampuan secara fisik mereka hanya


tertarik pada kegiatan yang memerlukan sedikit tenaga dan kegiatan

fisik (Hurlock,2006).

b. Kondisi Ekonomi

Lanjut usia yang mandiri berada pada kondisi ekonomi sedang

karena mereka dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi yang

mereka alami sekarang. Minsalnya perubahan gaya hidup. Setelah

pensiun pendapatan mereka akan berkurang karena tidak produktif

seperti dulu lagi maka mereka dengan terpaksa harus menghentikan atau

mengurangi kegiatan yang dianggap menghamburkan uang. Dan

sebagian mereka mencari pekerjaan lain seperti pekerjaan jasa.

Pekerjaan jasa yang mereka lakukan minsalnya mengurus surat-surat,

menyampaikan undangan orang yang punya hajatan. Walaupun upah

yang mereka terima sedikit, tetapi mereka puas yang luar biasa. Karena

ternyata dirinya masih berguna bagi orang lain. Lanjut usia yang tidak

mandiri juga berada pada ekonomi sedang. Untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya mereka tidak bekerja, tetapi mendapat bantuan dari anak-anak

atau keluarga. Bantuan tersebut berupa uang atau kebutuhan-kebutuhan

lain seperti makan, pakaian, kesehatan atau kebutuhan untuk acara sosial

(Hurlock, 2005).

c. Kondisi Sosial

Kondisi penting yang menunjang kebahagiaan bagi orang lanjut

usia adalah menikmati kegiatan sosial yang dilakukan dengan kerabat


keluarga dan teman-teman. Hubungan sosila antara orang lanjut usia

dengan anak yang telah dewasa adalah menyangkut keeratan hubungan

mereka dan tanggung jawab anak terhadap orang tua yang menyebabkan

lanjut usia menjadi mandiri. Tanggung jawab anak yang telah dewasa

baik yang telah berumah tangga maupun yang belum, atau yang tinggal

satu rumah, tidak tinggal satu rumah tetapi berdekatan tempat tinggal

atau yang tinggal berjauhan (tinggal di luar kota) masih memilki

kewajiban bertanggung jawab terhadap kebutuhan hidup orang lanjut

usia seperti kebutuhan sandang, pangan, kesehatan dan sosial. Hal ini

merupakam kewajiban anak untuk menyantuni orang tua mereka

sebagai tanda terimakasih atas jerih payah orang tua yang telah

membesarkannya. Anak –anak lanjut usia juga bersikap adil dan

berperikemanusiaan dan merawat dan mendampingi orang tua yang

sudah lanjut usia (Hurlock, 2005).

4. Penilaian Activity Of Daily Living (ADL)

Menurut Maryam (2008) dengan menggunakan indeks kemandirian

Katz untuk ADL yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau

bergantung dari klien dalam hal makan, mandi, toileting, kontinen

(BAB/BAK), berpindah ke kamar mandi dan berpakaian. Penilaian dalam

melakukan activity of daily living sebagai berikut:


a. Mandi

1) Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung

atau ekstremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.

2) Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan

masuk dan keluar dari kamar mandi, sertatidak mandi sendiri.

b. Berpakaian

1) Mandiri : mengambil baju dari lemari, memakai pakaian,

melepaskan pakaian, mengancing/mengikat pakaian.

2) Bergantung : tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian

c. Toileting

1) Mandiri : masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian

membersihkan genitalia sendiri.

2) Bergantung : menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan

menggunakan pispot.

d. Berpindah

1) Mandiri : berpindah dari tempat tidur, bangkit dari kursi sendri.

2) Bergantung : bantuan dalam naik dan turun dari tempat tidur atau

kursi, tidak melakukan sesuatu atau perpindahan.

e. Kontinen

1) Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri

2) Bergantung : inkontinesia persial atau total yaitu menggunakan

kateter dan pispot, enema dan pembalut/pampers.


f. Makanan

1) Mandiri : mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.

2) Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring

dan menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makanan

parenteral atau melalui naso Gastrointestinal Tube (NGT).

Adapun penilaian hasil dari pelaksanaan activity of daily living

seperti tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 2.1 pembacaan hasil penilaian activity of daily living

Nilai Penilaian Kriteria


6 Mandiri total Mandiri dalam mandi, berpakaian, pergi ke
toilet, berpindah, kontinen dan makan.
5 Tergantung paling ringan Mandiri pada semua fungsi diatas, kecuali salah
satu dari fungsi atas.
4 Tergantung ringan Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali,
mandi dan satu fungsi lainnya.
3 Tergantung sedang Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali
mandi, berpakaian, pergi ke toilet, dan satu
fungsi lainnya.
2 Tergantung berat Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali
mandi, berpakaian, pergi ke toilet, dan satu
fungsi lainnya.
1 Tergantung paling berat Mandiri pada semua fungsi di atas, kecuali
mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah
dan satu fungsi lainnya.
0 Tergantung total Tergantung pada 6 fungsi di atas.
Sumber: Katz S, 1970 dalam Agung (2006)

D. Lansia
1. Defenisi Lansia

Menua (menjadi tua) adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusai. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan

kehidupan. (Nugroho, 2008). Sedangkan menurut (Darmojo & Hadi, 1994

dalam Nugroho 2008) Menua adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri

dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang

diderita.

2. Batasan Usia Lanjut

Menurut organisasi kesehatan dunia WHO ada empat batasan

mengenai umur yakni Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun), Lanjut

usia (elderly) (60-74 tahun), Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun), Usia sangat

tua (very old) (di atas 90 tahun) dan dapat disimpulkan bahwa yang disebut

lanjut usia adalah orang yang telah berumur 60-65 tahun ke atas (Nugroho,

2008).

3. Perubahan pada Lansia


Menurut Nugroho (dalam Afriyanti, 2009: 18) menjelaskan bahwa

perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya adalah sebagai

berikut:

a) Perubahan fisik, yakni seperti perubahan sel, sistem pernafasan, sistem

pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem

respirasi, sistem pencernaan, sistem endokrin, sistem integument, dan

muskuloskeletal.

b) Perubahan mental, yakni dipengaruhi oleh beberapa faktor berawal dari

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, dan

lingkungan. Biasanya lansia akan menunjukkan perubahan mental pada

memori dimana kenangan jangka panjang lebih dominan dibandingkan

kenangan jangka pendek. Intelegensi akan menurun dengan

bertambahnya usia seseorang. Beberapa perubahan seperti perkataan

verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan keterampilan serta

perubahan daya imajinasi.

c) Perubahan psikososial, yakni seperti pensiun maka lansia akan

mengalami berbagai kehilangan yaitu kehilangan finansial, kehilangan

status, kehilangan teman atau relasi, dan kehilangan pekerjaan,

merasakan atau sadar akan kematian, kehilangan pasangan, berpisah

dari anak dan cucu, perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah

perawatan dan penyakit kronis dan ketidakmampuan.

4. Perubahan Fisiologis Sistem Muskuloskletal pada Lanjut Usia


a. Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh.

b. Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi.

c. Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutrama vertebra, pergelangan

dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang

tersebut.

d. Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak.

e. Kifosis.

f. Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.

g. Gangguan gaya berjalan.

h. Kekakuan jaringan penghubung.

i. Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya

berkurang).

j. Persendian membesar dan menjadi kaku.

k. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.

l. Atrofi serabut otot, serabut otot mrngecil sehingga gerakan menjadi

lamban , otot kram dan menjadi tremor (perubahan pada otot cukup

rumit dan sulit dipahami).

m. Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh

lemak, kolagen, dan jaringan parut).

n. Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.

o. Otot polos tidak begitu berpengaruh.

(Nugroho,2008)
Bagan 2.1 Kerangka Teori

Lansia adalah orang Perubahan pada Lansia


yang telah berumur 60-
65 tahun ke atas 1. Perubahan Fisik
(Nugroho, 2008) 2. Perubahan mental
3. Perubahan
psikososial
Perubahan fisik

 Saraf
 Kardiovaskuler
 Pernafasan
 Indra
 Integument
 Muskuloskeletal

Perubahan musculoskeletal
(sendi)
Kemandirian lansia dalam
melakukan ADL (Activity Daily
Living)
Kondisi kesehatan
 Mandi
Nyeri Reumatoid Artritis  Berpakaian
 Makan
 Toileting
 Berpindah
Kondisi ekonomi
 Kontinen

Kondisi sosial

Teori (Nugroho, 2008), (Maryam, 2008) dan (Hurlock, 2006)

Anda mungkin juga menyukai