Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ANALISA KOMPUTASI FLUIDA

Tentang :
“Aplikasi Navier-Stokes pada Turbulens.”

Disusun Oleh :
ROHULLAH SABRAN NEHRU ADAM
17010136
TEKNIK PENERBANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI KEDIRGANTARAAN


PROGRAM STUDI TEKNIK PENERBANGAN 2017/2018
Jl. Protokol halim perdanakusuma 13610, Telp (021) 8009249/8093475, Email :
www.universitassuryadarma.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi
maha bijaksana yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami,
sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah Ilmiah kami yang berjudul “Aplikasi
Navier-Stokes pada Turbulens” ini. Makalah Ilmiah ini kami buat dengan sepenuh
kemampuan yang saya miliki.

Makalah Ilmiah ini dibuat oleh seluruh saya sendiri menyelesaikan makalah
ini selama 1 minggu dan saya berharap Makalah Ilmiah ini dapat dipertimbangkan
dengan baik oleh para pembimbing dan juga semoga paper ini bisa berguna dengan
baik sesuai dengan fungsinya.

Penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan pada semua pihak yang


telah membantu sehingga tersusunnya makalah ini,semoga menjadi amal kebaikan
dan mendapatkan pahala setinggi-tingginya dari Allah SWT.Amin.

Jakarta, 30 Desember 2020

Rohullah Sabran Nehru Adam

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.3 Batasan Masalah.................................................................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................................................. 2
1.5 Sistematika Penelitian.......................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................................ 4
2.1 Turbulensi .............................................................................................................................. 4
2.1.1 Hukum Kekekalan Massa ................................................................................................. 5
2.1.2 ............................................................................................................................................. 6
2.2 Teori Medan Gauge ............................................................................................................. 7
2.2.1 Teori Medan Gauge Abelian ............................................................................................ 8
2.3 Teori Medan Gauge Non-Abelian ....................................................................................... 9
2.4 Persamaan Navier-Stokes dari Teori Medan Gauge ...................................................... 10
2.5 Diagram feynman ............................................................................................................... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................... 16
3.2 Bahan dan Alat ................................................................................................................... 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 18
BAB V PENUTUP .................................................................................................... 26
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................................... 26
5.2 Saran ................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan fisika yang sangat cepat,


membuat beberapa rahasia alam terpecahkan. Turbulensi adalah
satu fenomena yang sangat menarik karena sangat sulit dipe-
cahkan meskipun gejala ini sudah lama disadari. Sedangkan teori
gauge baru saja muncul untuk mencoba menjelaskan semua
dasar interaksi di alam Pemodelan turbulensi dalam teori gauge
merupakan suatu hal yang benar-benar baru se- hingga usaha
untuk menjelaskan masalah yang sulit terpecahkan (turbulensi)
menjadi sangat menarik.

Dinamika fluida dapat digambarkan oleh persamaan


Navier-stokes yang diturunkan dari hukum Newton kedua.
Sebelumnya dibebera- pa tulisan untuk mengetahui dinamika yang
ter- jadi dengan menghitung hamiltonian dari sis- tem dengan
menggunakan prinsip aksi terke- cil. Di tulisan lain juga
menghubungkan persamaan Navier-stokes dengan persamaan
maxwell, tetapi tidak begitu jelas karena menggambarkan dua hal
yang berbeda. se- lanjutnya dinamika fluida diformulasikan dalam
bentuk lagrangian yang didapat dari persamaan gerak sistem.

Untuk mengetahui dinamika fluida di- lakukan pendekatan


yang berbeda dengan sebelumnya, yaitu dengan menggunakan
re- lativistik lagrangian bosonik. Hal ini dapat dilakukan karena
persamaan Navier-stokes yang menggambarkan dinamika fluida
dapat dibangun berdasarkan relativistik lagrangian bosonik. Untuk
mengetahui interaksi yang terjadi pada suatu titik dengan
menghitung amplitudo kuadrat dari lagrangian tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk mengaplikasikan persamaan Navier- Stokes


kedalam kasus Turbulensi kita harus ter- lebih dahulu mengetahui

1
observable dari per- samaan gerak tersebut. Observable yang di-
dapat adalah amplitudo kuadrat dari vertek 4 point.

Pada teori gauge interaksi 4 point adalah in- teraksi antar


gluon. Fenomena Turbulensi di- pandang sebagai interaksi 4
fluida.

Amplitudo kuadrat 4 poin telah berhasil didapatkan.


Masalah yang dihadapi adalah arti fisis dari amplitudo kuadrat
tersebut pada kasus turbulensi, jika medan yang bekerja adalah
medan gravitasi, viskositas dan tekanan. Kita menggunakan
medan-medan tersebut karena mereka yang paling bertanggung
jawab dalam kasus ini.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini bersifat teoritik. Kerangka dasar teoritik


yang digunakan adalah teori Medan Boson yang invarian
terhadap local gauge transformations yang merepsentasikan
dinamika fluida dari persamaan Navier-stokes [8]. Berdasarkan
teori ini Dinamika fluida dapat digambarkan dalam bentuk
lagrangian bosonik, kemudian dapat dicari Amplitudo kuadrat
yang menggambarkan inrerksi yang terjadi pada suatu titik dari
empat fluida.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan Lagrangian


Navier-Stokes didalam fenomena Turbulensi.

1.5 Sistematika Penelitian


BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika
penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

2
Bab ini berisikan teori yang berupa pengertian dan definisi
yang diambil dari kutipan buku yang berkaitan dengan
penyusunan laporan makalah serta beberapa literature review
yang berhubungan dengan penelitian.

BAB III METODOLOGI

Bab ini berisi waktu dan tempat penelitian, lalu prosedur


penelitian berupa flowchart

BAB IV RANCANGAN SISTEM DAN IMPLEMENTASI


Bab ini menjelaskan Hasil dan Pembahasan berisikan
gambaran dan sejarah singkat Perguruan Tinggi Raharja, struktur
organisasi, permasalahan yang dihadapi, alternatif pemecahan
masalah, analisa proses, UML (Unified Modelling Language)
sistem yang berjalan, serta elisitasi tahap I, elisitasi tahap II,
elisitasi tahap III, dan final draft elisitasi.

BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan
analisa dan optimalisasi sistem berdasarkan yang telah diuraikan
pada bab-bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Turbulensi

Mekanika fluida adalah cabang dari ilmu fisi- ka yang


mempelajari tentang aliran fluida yang bergerak maupun
yang diam dan mempela- jari tentang peralatan maupun
aplikasi yang berhubungan dengan fluida. Mekanika fluida
terbagi menjadi 2 bagian yaitu Statika fluida yang
mempelajari fluida dalam keadaan diam dan dinamika fluida
yang mempelajari fluida bergerak. Pada penulisan skripsi ini
kita hanya mengunakan Dinamika fluida dalam kasus tur-
bulensi. Turbulensi disini memiliki sifat-sifat viscous
(kekentalannya tidak bisa diabaikan) dan rotasional yaitu
alirannya berolak.

Jean Leonard Marie Poiseuille dan Gotthilf Heinrich


Ludwig Hagen adalah orang yang per- tama menulis tentang
aliran fluida. Mereka membahas mengenai masalah aliran
darah di- dalam pembuluh darah. Mereka menulis tan- pa
melibatkan pengaruh viskositas. Claude Louis Marie Navier
dan Sir George Gabriel Stokes merumuskan persamaan yang
melibatkan viskositas dan persamaan tersebut dinamakan
persamaan Navier-Stokes. Persamaan ini sangat sulit
sehingga hanya bisa menjelaskan fenomene yang sederhana,
contohnya adalah laminar. Per- samaan Bernoulli berhasil
diturunkan dari per- samaan ini. Persamaan Bernoulli berlaku
untuk fluida yang memiliki kecepatan relatif rendah. Garis
arus fluida belum pecah pada kecepatan ini. Apabila
kecepatan fluida ditambah maka garis arus fluida akan pecah
dan berolak.

4
Pecahnya garis arus dan timbulnya arus ed- di dikenal
sebagai fenomena turbulensi. Kapan terjadinya arus laminar
dan turbulensi belum bisa terpecahkan sampai Osborne
Reynolds memperkenalkan bilangan reynolds. Bilangan
Reynold ini berbanding lurus dengan kecepatan, massa jenis
fluida dan diameter pipa yang dilalui fluida serta berbanding
terbalik dengan viskosi- tas. Batas antara laminar dan
turbulensi bila- ngan reynoldnya 2300 (lihat[4]). Jika bilangan
reynold lebih besar dari 2300 maka kemungki- nan terbesar
dari aliran fluida adalah turbulen- si. Transisi aliran laminar
dan turbulen dapat dilihat pada asap rokok. Pada saat asap
rokok mulai mengepul aliran itu adalah laminar. Pa- da saat
asap rokok itu bergerak mulai menjauh aliran tersebut adalah
turbulen.

2.1.1 Hukum Kekekalan Massa

Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa flu- ida


tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimus- nahkan. Jika kita
menggangu fluida tersebut maka massa awal akan selalu
∫ ∫ ∫ (V)
sama dengan mas- sa akhirnya. Misalkan ada volume
fluida yang dilingkupi oleh permukaanH S . Massa fluida dalam
volume (V) adalah ρdV . massa flu- ida yang mengalir
melalui permukaan tertutup adalah ρdS.Hukum kekekalan
massa menya- takan bahwa fluks fluida yang keluar dari per-
mukaan tertutup S akan sama dengan hilangnya massa fluida
per waktu pada Volume (V). Per- nyataan ini dapat ditulis
sebagai:
I ∫

(ρ˙v) · dS = − ρdV (1) ∂t

5
Mengguanan Teorema Gauss diruas kiri dan ruas kanan:
∫ ∫

Ȯ · (ρ˙v)dV = − ρdV ∂t


∂ρ
[ + Ȯ · (ρ˙v)]dV =∂t 0 (2)

Dari kalkulus kita bisa mendapatkan hasilnya se- bagai berikut:

∂ρ
+ ˙ (ρ˙v) = 0 (3) O

∂t

Persamaan ini dikenal sebagai persamaan kontinuitas.

2.1.2 Hukum Kekekalan Momentum


Untuk partikel titik dengan massa (m), maka hukun
Newton ke-2 menjadi: m d~x dt2 = F~ . dimana ~x adalah posisi
partikel titik. Percepatan menjadi d~x dt2 → D~v Dt dengan D Dt
= ∂ ∂t + ~v.O~ Gaya fundamental dalam fluida adalah gradien
stress yang ditulis: Fi = − ∂ ∂xk Πik (4) dimana tensor stress Πik
diberikan oleh: Πik = P δik − σik (5) dimana P adal ah tekanan
dan σik adalah tensor viskositas. Tensor ini bisa diturunkan dari
persamaan transport Bolzmann. Tensor viskositas dapat ditulis
sebagai [4]: σij = µ( ∂Ui ∂xk + ∂Uk ∂xi − 2 3 δij ∂Ul ∂xl )+νδik ∂Ul
∂xl (6) dimana µ dan ν adalah koefisien dinamika dan
kinematika viskositas. Masukan pers. (6) , pers. (5), pers. (4)
kedalam hukum Newton ke-2, didapatkan: ρ( ∂~v ∂t +(~v.O~
)~v) = −O~ P +µO~ 2 ~v+(ν+ 1 3 µ)O~ (O~ ·~v) (7) Persamaan
ini disebut persamaan Navier-Stokes yang membangun
dinamikafluida.

6
2.2 Teori Medan Gauge
Teori gauge adalah teori medan yang didasari oleh
prinsip gauge yaitu suatu teori harus invariant terhadap
transformasi lokal gauge. Sebagai contoh, misalkan medan
komplek skalar φ(x) dalam ruang-waktu Minkowski. Kerapatan
Lagrange medan ini dengan potensial V dapat ditulis [7]: L(φ,
∂µφ) = (∂ µφ ? )(∂µφ) − V (φ ?φ) (8) jika kita ambil transformasi:
φ → φ 0 ≡ e −iθφ (9) dimana θ adalah konstanta real.
Pembuktian bahwa kerapatan Lagrange invarian terhadap
transformasi ini sangat mudah . Transformasi e −iθ dikenal
sebagai transformasi gauge global. Dengan menggunakan
teorema Noether’s kita akan mendapatkan rapat arus (sebagai
contoh [8]): J µ = φ∂µφ ? − φ ? ∂ µφ (10) dan hukum kekekalan
arus ∂µJ µ = 0 (11) Bagaimana dengan transformasi gauge
lokal? Transformasi gauge lokal dapat ditulis[7]: φ → φ 0 ≡ e
−iθ(x)φ (12) dengan transformasi ini , kerapatan Lagrange (8)
menjadi: L(φ, ∂µφ) → L0 = (∂ µφ ? )(∂µφ) − V (φ ?φ) +(∂ µφ ?
)(∂µφ) (∂µθ∂µ θ + ∂µθ − ∂ µ θ) (13) yang tidak invarian terhadap
transformasi gauge lokal . Untuk membuat kerapatan Lagrange
invarian terhadap transformasi gauge lokal , kita harus menganti
∂ µ dengan transformasi yang cocok dengan bentuk φ. Untuk
melakukannya, pertama kita perkenalkan medan vektor Aµ(x)
yang biasanya disebut ’medan gauge’ dengan transformasi
sebagai berikut [7]: A µ → A0 ≡ Aµ + ∂ µ θ , Kita definisikan
deravatif kovariant D µ ≡ ∂ µ + iA µ (15) dengan transformasi
gauge lokal, derivatif kovariant akan ditransform : Dµφ → (∂ µ +
i(A µ + ∂ µ ))e −iθφ = e −iθ∂ µφ −ie−iθφ∂µ θ + ie−iθA µφ +
ie−iθφ∂µ θ = e −iθ(∂ µ + iA µ )φ = e −iθD µφ (16) Dµφ ? → e
iθDµφ ? (17) Hal ini menunjukan bahwa derivatif kovariant akan
ditransformasi kedalam bentuk yang sama dengan φ. Jika kita

7
mengganti ∂ µ dengan Dµ, kerapatan Lagrange menjadi : L(φ, D
µφ) = (Dµφ ? )(D µφ) − V (φ ?φ) (18) telah dibuktikan bahwa
kerapatan Lagrange diatas invariant terhadap transformasi
gauge lokal. Sekarang kita punya teori medan gauge yang
invariant terhadap transformasi gauge lokal.

2.2.1 Teori Medan Gauge Abelian


Dengan menggunakan persamaan EulerLagrange kita
akan mendapatkan persamaan gerak yang biasanya dijelaskan
dengan persamaan diferensial parsial. Jika kita menambahkan
fungsi Lagrange baru (lihat [9]) : L = − 1 4 F µνFµν (19) F µν = ∂
µA ν − ∂ νA µ (20) maka fungsi Lagrange total menjadi: LA =
(Dµφ ? )(D µφ)−V (φ ?φ)− 1 4 F µνFµν (21) persamaan ini
adalah fungsi Lagrange (kerapatan) untuk sistem dinamika yang
invariant terhadap transformasi gauge lokal. Transformasi
gauge lokal juga bisa ditulis sebagai φ 0 = e −igθ(x)φ dimana g
adalah bilangan real. Teori gauge ini juga dikenal sebagai teori
gauge abelian yang berhubungan dengan bentuk g sebagai
aljabar komutatif . Dengan g maka Aµ akan ditransformasi
sebagai: A µ → A0 ≡ Aµ + g∂µ θ dengan transformasi ini maka
tensor strenge pers.(20) akan ditransformasi sebagai: F µν → F
0µν = ∂ µ (A ν + ig∂ν θ) −∂ ν (A µ + ig∂µ ) = ∂ µA ν − ∂ νA µ +
ig∂µ ∂ ν θ − ig∂ν ∂ µ θ = ∂ µA ν − ∂ νA µ = F µν (23) Kerapatan
Lagrange pers.(19) masih invariant terhadap transformasi gauge
lokal. Hubungan antara Dµ dan Fµν diberikan oleh: [Dµ, Dν] =
DµDν − DνDµ = (∂µ + iAµ)(∂ν + iAν) −(∂ν + iAν)(∂µ + iAµ) =
i∂µAν − i∂νAµ + i 2AµAν −i 2AνAµ = i(∂µAν − ∂νAµ) + i 2 [Aµ,
Aν] = iFµν (24) Hubungan ini bisa didapatkan dengan relasi
komutatif [Aµ, Aν] = 0. Hubungan ini bisa digunakan untuk
membuktikan fungsi Lagrange invariant terhadap transformasi
gauge lokal atau tidak.

8
2.3 Teori Medan Gauge Non-Abelian
Kita akan memperluas aljabar ke aljabar non komutatif
(non abelian). Hal ini bisa digunakan untuk menjelaskan sistem
medan (medan materi) yang secara umum mengandung medan
multi-komponen. Transformasi Gauge NonAbelian dapat ditulis
sebagai [10]: U = e iTaθ(x) (25) dimana T 0 a s adalah matrix
generator yang dimiliki Group Lie dan memenuhi hubungan
komutatif [Ta, Tb] = ifabcTc. fabc adalah faktor struktur. Aljabar
yang mendasarr hubungan ini disebut sebagai Aljabar Lie [9].
Untuk mendapatkan medan Non-Abelian yang invariant
terhadap Transformasi Gauge lokal, kita harus menemukan
hubungan yang mirip dengan pers.(24). Untuk melakukannya,
kita perkenalkan (dimana g adalah konstanta kopling gauge)
[10]:

Dµ ≡ ∂µ + igTaA a µ (26)

maka hubungan komutatif untuk Dµ adalah: [Dµ, Dν] = DµDν −


DνDµ

= (∂µ + igTaA a µ )(∂ν + igTaA a ν ) −(∂ν + igTaA a ν )(∂µ +


igTaA a µ ) = igTa(∂µA a ν − i∂νA a µ +i 2 g 2T 2 a (A a µA a ν −
Aa νA a µ ) = igTa(∂µA a ν − ∂νA a µ ) + ig[A a µ , A a ν ] =
igTaF a µν (27)

Dengan menggunakan elemen yang berhubungan dengan


Aljabar Lie, sehingga F a µν = ∂ µA a ν − ∂νA a µ + ig[A a µ , A a
ν ] (28)

atau F a µν = ∂ µA a ν − ∂νA a µ − gf abcA b µ , A c ν (29) maka


hubungan komutatif untuk derivatif kovariant adalah: [Dµ, Dν] =
igFa µν (30)

9
dimana F a µν diberikan oleh pers.(28) atau pers.(29). Dengan
kondisi ini maka kerpatan Lagrange menjadi: L = − 1 4 F aµνF a
µν (31)

yang invariant terhadap transformasi gauge lokal. Teori ini


dikenal sebagai teori Gauge NonAbelian atau teori medan
Yang-Mills. sebagai contoh lihat [10]: LNA = iψγµ
(∂µψ)−mψψψ+gJaµA a µ− 1 4 F a µνF aµν (32)

Dalam kasus n = 3 dikenal sebagai Kuantum Kromodinamik


(QCD). Teori ini untuk menjelaskan interaksi kuat pada hadron.
Lagrange teori Gauge Non-Abelian mengandung medan yang
berinteraksi dengan medan itu sendiri Aa µ melalui suku gf
abcAb µAc nu dalam F a µν. Lihat[10]. Dimensi dari massa [m] =
1,[Aµ] = 1,dan [ψ] = 3/2.

2.4 Persamaan Navier-Stokes dari Teori Medan Gauge


Dalam ruang-waktu Minkowski, diagonal metrix tensor
memiliki elemen g 00 = 1, g 11 = g 22 = g 33 = −1. Sekarang
kita definisikan sebuah medan Aµ dalam suku skalar dan
potensial vektor, yaitu:

Aµ = (Ao, A~) = (Φ, −~v) (33)

dimana Φ = d 2 ~v2+V , dengan V adalah potensial dari gaya-


gaya konservatif. kondisi untuk gaya konservatif F~ adalah H
d~r · F~ = 0 dengan solusi F = O~ φ. maksudnya adalah
potensial V harus mengandung derivatif ruang spasial. Kita
definisikan Tensor Strenge sebagai:

Fµν ≡ ∂µAν − ∂νAµ (34)

10
Sekarang kita mengkonstruksi Lagrange untuk sistem fluida.
fluida dapat dipandang sebagai gauge boson yang mirip dengan
teori gauge U(1). Lagrange untuk fluida dapat ditulis sebagai:

LNS = − 1 4 FµνF µν + gJµA µ (35)

dimana Jµ arus vektor-empat. untuk mendapatkan persamaan


geraknya kita menggunakan persamaan Euler-Lagrange,yaitu:

∂ ν ∂LNS ∂(∂ νAµ) − ∂LNS ∂Aµ = 0 (36)

Suku ke-2 nya adalah:

∂LNS ∂Aµ = gJµ (37)

Untuk menghitung suku pertama EulerLagrange, kita menulis


Lagrange secara eksplisit dalam suku Aµ yaitu:

LNS = − 1 4 (gλα)(gβσ)[(∂ αA σ − ∂ σA α ) (∂ λA β − ∂ βA λ )] +
gJµA µ (38)

subtitusikan suku pertama kedalam per.(36)

kita mendapatkan:

∂LNS ∂(∂ νAµ) = − 1 4 (gλα)(gβσ) ∂ ∂(∂ νAµ) [(∂ αA σ − ∂


σA α )(∂ λA β − ∂ βA λ )]

= − 1 4 (gλα)(gβσ)[∂ (∂ αAσ ) ∂(∂ νAµ) F λβ − ∂(∂


σAα) ∂(∂ νAµ) F λβ + F ασ ∂(∂ λAβ ) ∂(∂ νAµ) −Fασ
∂(∂ βAλ ) ∂(∂ νAµ) ]

= − 1 4 (gλα)(gβσ)[δ α ν δ σ µF λβ − δ σ ν δ α µF
λβ +δ λ ν δ β µF ασ − δ β ν δ λ µF ασ] (39)

11
hubungankan dengan simetri gµν dan anti simetri Fµν, keempat
suku sama, mengunakan indeks µ dan ν kita akan
mendapatkan:

∂LNS ∂(∂ νAµ) = − 1 4 [F νµ − (−Fνµ) +F νµ − (F νµ)]

= − 1 4 (4F νµ) = Fµν (40)

maka persamaan Euler-Lagrange menjadi:

∂ νFµν − gJµ = 0 ∂ ν (∂µAν − ∂νAµ) − gJµ

= 0 ∂ ν (∂µAν − ∂ ν ∂νAµ) − gJµ = 0 (41)

Sekarang, integralkan terhadap x ν kita mendapatkan:

∂µAν − ∂νAµ = g I dxνJµ (42)

Untuk ν = µ kita mendapatkan hubungan trivial. hubungan non-


trivial didapatkan jika ν 6= µ. kita dapatkan:

∂0Ai − ∂iA0 = −g I dx0Ji = g I dxiJ0 (43)

dengan Ai = −~v, Ao = Φ, ∂o = ∂ ∂t , dan ∂i = O~ kita


mendapatkan: − ∂~v ∂t − O~ Φ = −g ~ J˜ (44)

dimana J˜ i ≡ H dx0Ji = − H dxiJ0.

Dengan potensial skalar yang diberikan oleh Φ = 1 2 ~v2 + V ,


kita dapatkan,

− ∂~v ∂t − 1 2 O~ |~v| 2 − O~ V = −g ~ J˜ (45)

dengan identitas vektor 1 2O~ |~v| 2 = (~v · O~ )~v + ~v × (O~ ×


~v), kita dapatkan, ∂~v ∂t + (~v · O~ )~v = −O~ V − ~v × ~ω − g
~ J , ˜ (46)

12
dimana ~ω ≡ O~ × ~v adalah vortisiti. Hasil ini menghasilkan
persamaan umum NS dengan gaya-gaya konservatif(O~ V ).
Potensial berhubungan dengan gaya-gaya konservatif, yaitu:

V1(r) = P ρ : tekanan (47)

V2(r) = Gm r : gravitasi (48) V3(r) = (ν + η)(O~ · ~v) : viskositas


(49) P, ρ, G, ν + η menunjukan tekanan, massa jenis, konstanta
gravitasi dan viskositas. Kita perhatikan potensial dari
viskositas. Gaya viskositas secara umum O~ Vviscosity = ηO~ ¡
O~ · ~v¢ + ν ¡ O~ 2~v¢ +ν ¡ O~ × ~ω ¢ dengan mengunakan
identitas O~ ×~ω = O~ (O~ ·~v)−O~ 2~v. Ini akan menghasilkan
fluida kompresible dan non-kompresible, pada turbulensi ~ω
tidak sama dengan nol. Dalam Lagrange, g adalah konstanta
kopling yang sangat kecil (g << 1).Dengan kenyataan ini kita
bisa menggunakan cara teori medan gangguan untuk
membentuk perhitungan dalam dinamika fluida dimulai dari
Lagrange pers.(35). untuk sistem multi fluida kita bisa
menggunakan Lagrange dibawah ini: LNS = − 1 4 F a µνF aµν +
gJ a µ A aµ (50) Persamaan ini mirip dengan teori gauge
nonAbelian.Dimana a = 1 menunjukan fluida tunggal (lihat[3])

2.5 Diagram feynman


untuk sistem fluida Didalam dinamika fluida yang
dibangun oleh persamaan NS kita hanya tertarik pada gaya
yang dimediasikan bukan transisi keadaam awal ke keadaan
akhir seperti di fisika partikel. Dengan alasan ini kita hanya
memerlukan suku boson dalam lagrangian total. Kita
mendapatkan:

LNS = − 1 4 F a µνF aµν (51)

13
Dari persamaan diatas kita bisa mendapatkan suku kuadrat
sebagai propagator medan fluida (lihat [5]), − i k 2 · g µν + (ζ −
1)k µk ν k 2 ¸ δ ab (52) s

edangkan verteknya −g 2 [f abef cde(g µρg νλ − g µλg νρ) +f


adef bce(g µνg ρλ − g µρg νλ) +f acef bde(g µλg νρ − g µνg ρλ]
(53)

dengan jelas, pers. (52) dan (53) menyediakan aturan Feynman


untuk semua interaksi yang mungkin seperti pada gambar 1.

2.5.1 Sistem Multi Fluida Dibagian ini, kita kan menjelaskan


dinamika sistem multi fluida menggunakan lagrangian NS.

Gambar 1: Diagram Feynman untuk interaksi 4 point.

Menggunakan interaksi yang mungkin yang didapatkan di


bagian yang lalu, kita bisa memodelkan turbulemsi dalam
interaksi ini. Maksudnya, kita menggunakan metode yamg
digunakan secara luas di fisika partikel elementer. Kita bisa
menulis medan dalam suku vektor polarisasi sebagai berikut,

Aµ = ²µe −ik·x dengan ²µ = µ d 2 |~v| 2 − V, −~v¶ (54)

14
dimana k adalah momentum 4. Hukum kekekalan momentum
masih berlaku, yaitu

Σki = 0 . (55)

Penguraian ini menghasilkan hubungan saling melengkapi untuk


vektor polarisasi sebagai berikut (lihat [6]),

X λ ² λ† µ ² λ ν = µ −gµν + kµkν M2 ¶ õ d 2 |~v| 2 − V ¶2 − |~v|


2 ! (56)

lihat apendiks Polarisasi Vektor

Dengan memasukan potensial gravitasi, tekanan dan


viskositas ke persamaan A.2 dihasilkan beberapa plot energi
turbulensi terhadap beberapa besaran fisis. Kita menggunakan
sudut θ = 1/4πrad, sudut α = 3/2πrad, kecepatan v1 = v2 = v3 =
v4 = 0.007meter/s, massa jenis ρ = 1000Kg/m2 , tekanan P =
101000N/m2 , viskositas air pada suhu 1000Cη = 0.003P oise,
gradien kecepatan ∇ · ~ ~υ = 5/s, ketinggian 1m.

15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini
dilaksanakan sejak tanggal dikeluarkannya dalam kurun
waktu kurang lebih 1 (satu) minggu, yang meliputi
penyajian dalam bentuk skripsi dan proses bimbingan
berlangsung.
2. Tempat Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di
Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma

3.2 Bahan dan Alat

Data atau jurnal mengenai Navier - Stokes

16
3.3 Prosedur Penelitian

Mulai

Pengumpulan Data

Persiapan Data

Mengolah data

makalah

Selesai

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Arti Fisis Amplitudo Kuadrat Dinamika Fluida dijelaskan


oleh persamaan diferensial nonlinear yang dikenal
sebagai persamaan Navier-Stokes. Solusi yang tepat dari
persamaan ini hanya bisa didapatkan untuk kasus yang
sangat sederhana. Untuk situasi yang komplek solusinya
belum bisa didapatkan. Terlebih lagi jika kasus yang
dipecahkan adalah fenomena turbulensi, meskipun
fenomena ini sering ditemukan dalam kehidupan
seharihari. Dalam turbulensi, alirannya dicirikan dengan
arus eddi yang perubahannya sangat sulit diprediksi ,lihat
[11]. Turbulensi dipengaruhi oleh medan-medan seperti
tekanan, gravitasi dan juga viskositas. Proses turbulensi
dalam dinamika fluida dianggap sebagai interaksi antar 8
gluon pada interaksi kuat. Tiap gluon berinteraksi dengan
dirinya sendiri. Dengan menghitung amplitudo kuadrat
dari Lagrange interaksi ini maka kita perlu mendefiniskan
amlitudo kuadrat tersebut. Pada teori gauge amplitudo
kuadrat didefinisikan sebagai observable yang
menunjukan kecenderungan suatu partikel untuk
berinteraksi. Pada Turbulensi amplitudo kuadrat adalah
energi turbulensi suatu fluida. Energi turbulensi ini secara
klasik dipengaruhi oleh besaran seperti tekanan,
ketinggian, kekentalan, massa jenis fluida dan kecepatan
masing-masing fluida yang berinteraksi. Plot grafik antara
Energi turbulensi dengan besaran-besaran fisis cukup
bervariasi.
B. Hubungan antara Amplitudo Kuadrat dengan Beberapa
Besaran Fisis Telah diterangkan diatas bahwa energi

18
turbulensi dipengaruhi oleh kecepatan, ketinggian,
tekanan, kekentalan fluida dan massa jenis fluida. Pada
bagian ini kita akan menjelaskan hubungan antara
besaran fisis yang telah disebutkan diatas dengan energi
turbulensi. Untuk interaksi 4 point kita menggunakan 4
kecepatan dan gradien kecepatan fluida yang berbeda.
1. Amplitudo Kuadrat dengan θ (sudut antara elemen
fluida 1 dan 2) serta α (sudut antara elemen fluida 1 dan
3) Suhu, tekanan, viskositas, ketinggian dan massa jenis
adalah besaran makroskopis. Pada penelitian ini kita juga
menggunakan kecepatan

Gambar 2: Energi turbulensi terhadap sudut θ.

Gambar 3: Energi turbulensi terhadap sudut α.


dan sudut antara momentum 1 dan 2 (θ) serta sudut
antara momentum 1 dan 3 (α) sebagai besaran
mikroskopis. Seperti yang dilihat pada gambar 2 dan 3,

19
energi turbulensi berfluktuasi terhadap ke dua sudut
tersebut. Tumbukan keempat elemen fluida tersebut
mencapai puncaknya pada sudut-sudut tertentu. Sudut
inipun mempengaruhi hubungan kecepatan dengan
energi turbulensi.

2. Energi Turbulensi dengan kecepatan Peningkatan


kecepatan elemen-elemen fluida membuat energi
turbulensi semakin meningkat. Pada grafik didapat
keempat elemen fluida memiliki kemiringan yang hampir
sama.(lihat gambar 4). Elemen-elemen fluida
kecepatannya bisa ditambah dengan menaikan suhu dan
tekanan. Bilangan Reynold meningkat jika kecepatan
ditambah. Peningkatan kecepatan ini membuat suatu
fluida lebih cenderung menjadi aliran turbulensi. Pada
saat fluida menjadi turbulensi peningkatan kecepatan
dimanfaatkan untuk meningkatkan energi. Hubungan
grafik ini juga dipengaruhi oleh sudut antara momentum 1
dan 2 (θ) serta sudut antara momentum 1 dan 3 (α). Jika
θ dinaikan sedikit-sedikit sampai sudut 1/2φ sedangkan α
dan besaran lain tetap maka pada grafik akan semakin
curam.

Gambar 4: Energi turbulensi terhadap kecepatan.

20
Gambar 5: Energi turbulensi dengan viskositas.

3. Energi Turbulensi dengan viskositas Bilangan Reynold


berbanding terbalik dengan viskositas fluida. Hal ini
memberikan informasi bahwa semakin encer fluida
mengakibatkan kecenderungan suatu fluida menjadi
aliran turbulensi meningkat. Pada grafik 5 didapat suatu
hubungan yang berbanding lurus antara energi turbulensi
dengan kekentalan. Semakin encer fluida maka energi
turbulensinya semakin kecil. Untuk gradien kecepatan
yang sama peningkatan viskositas akan meningkatkan
juga gaya viskositas. Peningktan gaya meningkatkan
energi kinetik. Sebagai contoh, antara air panas dengan
suhu 1000C dengan air biasa dengan suhu 200C yang
memiliki viskositas berturutturut 2.8 × 10−4N.s/m2 dan
0.001N.s/m2 . Air dengan suhu 1000C energi
turbulensinya lebih besar jika dibandingkan dengan suhu
200C. Air yang dipanaskan menambah energi kinetik dari
partikel-partikel yang menyusun elemen fluida sehingga
massa jenis fluida akan berkurang. Berkurangnya massa
jenis ini mengurangi partikel-partikel yang bergesekan
sehingga energi kinetik fluida bertambah. Perlu diingat
bahwa amplitudo kuadrat adalah energi turbulensi.

21
Gambar 6: Energi turbulensi terhadap tekanan.
4. Energi Turbulensi dengan tekanan Energi turbulensi
meningkat jika tekanan dinaikan. Pada grafik 6 hubungan
energi turbulensi dengan tekanan adalah parabolik. Perlu
diperhatikan bahwa tekanan dalam hal ini adalah tekanan
internal fluida yang diakibatkan oleh elemen fluida
sebelum berinteraksi dengan elemen lain. Kenaikan
tekanan bisa diakibatkan oleh peningkatan suhu pada
volume tetap atau penurunan volume pada suhu tetap.
Kenaikan tekanan membuat partikel-partikel yang
menyusun fluida semakin bergetar dan semakin
menjauh. Ekspansi partikel ini membuat massa jenis
fluida berkurang. Gaya tekanan berbanding terbalik
dengan massa jenis. Telah dijelaskan diatas bahwa
semakin kecil massa jenis energi turbulensinya semakin
besar.Getaran-getaran ini memberikan kontribusi energi.
Perpindahan fluida bisa juga diakibatkan oleh perbedaan
tekanan antara kedua titik. Semakin besar perbedaan
tekanan ini gaya fluida yang dihasilkan akan semakin
besar. Perbedaan tekanan pada kasus ini antara antara
titik pusat interaksi dengan keempat elemen fluida. 5.
Energi Turbulensi dengan ketinggian Pada interaksi satu
titik energi turbulensi tidak dipengaruhi oleh ketinggian,

22
hal ini disebabkan karena titik interaksi fluida yang kita
amati memiliki perbedaan ketinggian yang sama,
meskipun gravitasi memiliki kontribusi yang besar pada
proses turbulensi lihat gambar 7. Pertambahan
ketinggian tidak meningkatkan energi turbulensi. Kita
dapat menghitung energi turbulensi di darat dan di udara
dengan besar yang sama, jika diambil asumsi besaran
lain sama di kedua tempat tersebut.

Gambar 7: Enegi turbulensi terhadap ketinggian.

Gambar 8: Enegi turbulensi terhadap massa jenis.

6. Energi Turbulensi dengan Massa Jenis Massa jenis


fluida berbanding lurus dengan bilangan reynold. Ini
artinya semakin besar massa jenis kecenderungan fluida
untuk menjadi turbulensi semakin meningkat. Oli dan air
massa jenisnya berbeda. Massa jenis air lebih besar

23
daripada oli. Untuk besaran lain yang (kecepatan ,
diameter, viskositas) dianggap konstanta dan besarnya
sama maka air memiliki kecenderungan yang lebih tinggi
untuk menjadi turbulensi dibandingkan dengan oli. Pada
grafik antara energi turbulensi dengan massa jenis
didapatkan grafik yang menurun hampir mirip
eksponensial lihat gambar 8. Hal ini sesuai dengan logika
kita, karena fluida yang memiliki massa jenis yang tinggi
memiliki jumlah partikel yang lebih banyak dalam satuan
volume. Jumlah partikel yang bergesekan mempengaruhi
energi turbulensi. Massa jenis dipengaruhi juga oleh
tekanan dan suhu. Semakin tinggi tekanan dan suhu
membuat massa jenis fluida semakin rendah.

Gambar 9: Energi turbulensi terhadap gradien kecepatan.

7. Energi Turbulensi dengan Gradien kecepatan Gradien


kecepatan dikenal sebagai kemiringan kecepatan yang
diakibatkan oleh pemberian gaya yang berbeda-beda
untuk setiap lapisan fluida. Gradien kecepatan
meningkatkan energi turbulensi. Telah diketahui dari
mekanika klasik bahwa Energi adalah kemampuan untuk
melakukan usaha. Sedangkan usaha itu sendiri adalah
komponen gaya dikalikan dengan perpindahan yang

24
sejajar dengan komponen gaya tersebut. Untuk keempat
elemen fluida memiliki kemiringan yang sama (lihat
gambar 9). Artinya jika kita meningkatkan gradien
kecepatan salah satu elemen fluida dan ketiga
percepatan elemen fluida yang lain tetap maka energi
turbulensi akan meningkat. Peningkatan percepatan
keempat elemen fluida dengan besar yang sama
meningkatkan juga energi turbulensi. Gradien kecepatan
yang kecil diakibatkan oleh besarnya gesekan antara
lapisan fluida yang bergerak dengan lapisan fluida yang
diam. Jika gesekan ini kita kurangi dengan meningkatkan
suhu atau tekanan maka energi turbulensi akan
meningkat.

25
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada pembahasan diatas telah dijelaskan bahwa


amplitdo kuadrat memiliki arti fisis sebagai energi
turbulensi.Energi turbulensi ini dipengaruhi oleh besaran-
besaran fisika. Energi turbulensi akan semakin meningkat jika
massa jenis fluida, tekanan, kecepatan dan gradien kecepatan
ditingkatkan. Sebaliknya energi turbulensi akan berkurang jika
ketinggian dan viskositas dinaikan.
Penelitian saat ini difokuskan pada usaha mengkaji
aspek teoritik dari pendekatan baru penghitungan besaran fisis
pada fluida memakai teori medan. Penghitungan untuk kondisi
sebenarnya secara prinsip bisa dilakukan dengan membagi satu
luas bidang penghitungan dalam bentuk kisi, kemudian
perhitungan yang sama seperti diatas dilakukan untuk seluruh
titik dengan pemakaian parameter secara dinamis. Parameter
dinamis diperoleh dari hasil penghitungan dari titik terdekat.

5.2 Saran

Penelitian ini hanya menjelaskan fenomena fisika untuk


satu sampel titik. Jika kita ingin mendapatkan hasil yang
menyerupai sebenarnya di alam, kita harus menghitung secara
keseluruhan dari semua titik-titik fluida yang berinteraksi dengan
nilai besaran fisis yang berbedabeda.

26
DAFTAR PUSTAKA

[1] K.E.Saputro, Thesis:Large Applications Of Fluids Dynamics


Based On Gauge Field Theory Approach,UI, Jakarta (2005)
[2] A.Sulaiman, Thesis:Construction Of Navier-Stokes Equation
Using Gauge Field Theory Approach,UI, Jakarta (2005)
[3] A.Sulaiman and L.T.Handoko, Gauge Field Theory approach
to construct the NavierStokes equation, Acta Physica Pol. A
(2005) in press. (2005)
[4] Robert W. Fox, Introduction to Fluids Mechanics, John Willey
and Son. Canada (1992)
[5] Aitchison,Ian JR and Hey,Anthony JG Gauge Theories in
Particle Physics,Institute Of Physics Publishing, Bristol and
Philadelphia (1995)
[6] Halzen,Francis amd Martin, Alan D Quarks and Lepton:An
Inductory Course in Modern Particle Physics,JOHN WILLey and
SONS, New York . (1996)
[7] K. Huang, Quarks, Leptons and Gauge Fields, Worlds
Sceintific, Singapore (1992)
[8] L. Ryder, Quantum Field Theory, second ed, Cambridge
University Press, Cambridge (1998).
[9] L. Faddev and A. Slanov, Gauge Field, second ed, Addison
Wesley, New York (1991).
[10] T. Muta, Foundation of Quantum Chromodynamics, Worlds
Sceintific, Singapore (2000).
[11] M.C. Gregg, J. Geophys. Res 92 (1987) 5249

27

Anda mungkin juga menyukai