Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FT.

PEDIATRI

FISIOTERAPI PADA CLUB FOOT

DISUSUN OLEH:

NURUL ANNISA K

(PO714241181058)

D.IV FISIOTERAPI TK. III B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES


MAKASSAR
JURUSAN FISIOTERAPI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Fisioterapi Pada Club Foot” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah FT. Pediatri. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Club Foot bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 15 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii
PENDAHULUAN...................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................................3
2.2 Pato-Anatomi...........................................................................................................3
2.3 Etiologi.....................................................................................................................9
2.4 Patofisiologi...........................................................................................................10
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................................................11
2.6 Anamnesis..............................................................................................................13
2.7 Diagnosa................................................................................................................13
2.8 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang..........................................................................14
2.9 Rencana Penatalaksanaan Fisioterapi.....................................................................15
2.10 Prognosis................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan............................................................................................................16
3.2 Saran......................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau club foot, atau kaki pekuk,
adalah kelainan kongenital yang umum ditemukan. Perkiraan insiden dari
kelainan ini adalah satu kasus per seribu kelahiran hidup. Pria terkena lebih
banyak dibandingkan dengan wanita, dengan rasio 2:1. Meskipun etiologinya
tidak diketahui, tetapi deformitas ini sering berhubungan dengan kondisi
neurologi, seperti artrogiposis dan mielodisplasia. Pola keturunannya adalah
multifaktorial, mengindikasikan kompleks genetik dan interaksi lingkungan.
(Sabiston DC.,1994).

Berdasarkan artikel Bayu Chandra Cahyono (2012) yang berjudul CTEV,


Congenital talipes equinovarus (CTEV) yang juga dikenal sebagai ‘club foot’
adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas inferior yang sering ditemui,
tetapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminologi “sindromik”
bila kasus ini ditemukan bersamaan dengan gambaran klinik lain sebagai suatu
bagian dari sindrom genetik. CTEV dapat timbul sendiri tanpa didampingi
gambaran klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV
sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular, seperti
spina bifida maupun atrofi muskular spinal.

Bentuk yang paling sering ditemui adalah CTEV idiopatik; pada bentuk ini,
ekstremitas superior dalam keadaan normal. Club foot ditemukan pada hieroglif
Mesir dan perawatannya dijelaskan oleh Hipokrates pada 400 SM dengan cara
memanipulasi kaki dengan lembut untuk kemudian dipasangi perban. Sampai saat
ini, perawatan modern juga masih mengandalkan manipulasi dan immobilisasi.
Manipulasi dan immobilisasi serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti
pemasangan gips adalah metode perawatan modern non-operatif. Cara imobilisasi

1
yang saat ini mungkin paling efektif adalah metode Ponseti; metode ini dapat
mengurangi perlunya operasi. Walaupun demikian, masih banyak kasus yang
membutuhkan terapi operatif.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa definisi club foot?
2. Bagaimana pato-anatomi pada club foot?
3. Bagaimana etiologi club foot?
4. Bagaimana patofisiologi club foot?
5. Bagiamana manifestasi klinik pada club foot?
6. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus club foot?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi club foot
2. Untuk mengetahui pato-anatomi pada club foot
3. Untuk mengetahui etiologi club foot
4. Untuk mengetahui patofisiologi club foot
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada club foot
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus club foot

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa disebut Clubfoot
merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas
umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum terjadi pada anak-
anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi
dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of
Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot),
menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya
berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino
(meng.kuda) dan varus (bengkok ke arah dalam/medial).

2.2 Pato-Anatomi
Seluruh kaki rotasi ke dalam terhadap talus. Rotasi ini primer terjadi pada:
talocalcaneus, talonaviculare dan calcaneocuboid. Rotasi juga terjadi pada sendi-
sendi lainnya, tetapi sedikit sekali dan tidak berarti.

1. Sendi talocruralis
Talus dalam posisi equinus serta cenderung menggulir (roll) kedepan dari
mortise. Malleolus fibularis letaknya (posisi) posterior.

Ada beberapa pendapat mengenai letak posterior malleolus lateral ini


 Karena rotasi kedalam daripada talus pada sendi kaki
3
 Karena torsi tibia keluar
 Karena syndesmosis tibia fibularis yang abnormal

Semua sependapat terjadinya rotasi kedalam daripada talocalcaneal dan


talonaviculare, naviculare berputar dan bergeser ke medial terhadap caput
tali. Tuberositas calcaneal bergeser (rotasi) keluar mendekati malleolus
lateralis.

Kenyataannya terjadinya pemendekan ligament dibagian medial


sehingga naviculare mendekati malleolus medialis dan dibagian pemendekan
ligamen-ligamen lateral calcaneus fibularis dan talofibularis yang
mengakibatkan fibula letak posterior.

2. Talus
Kelainan bentuk talus adalah karena terjepit (contriction encasement)
sehingga tidak bisa bergerak leluasa pada persendian ini mengakibatkan :
enchondral growth yang terbatas, talus lebih kecil, articular cartilage akan
mengalami artofis bila tidak bergerak. (Prinsip cartilage survival = fluid
motion, intermitten pressure)
Caput dan collum tali tumbuh kearah medial dan angulasi ke plantar
akibat tekanan dari pemendekan ligament. Keadaan ini,berjalan progresif dan
hanya bisa dihindari bila dilakukan "realignment', dimana hyaline cartilage
tidak akan mengalami artrofis. Realignment ini harus dilakukan sedini
mungkin, dipertahankan dan digerakkan dini agar bisa tumbuh normal.
Mengenai letak corpus talus dalam mortis ada perbedaan pendapat
menurut McKay : neutral Goldner menyatakan terjadi internal rotation,
sedangkan menurut Carrol yang dengan analisa komputer mendapatkan
external rotation.

3. Subtalar complex
4
Terdiri atas 3 persendian: talocalcaneal, talonavicular, calcaneocuboid.

4. Sendi talo calcaneal


Sendi ini terdiri dari 3 permukaan, yang penting adalah hubungan
calcaneus dengan talus, yang mengalami rotasi abnormal dalam 3 dimensi :
sagital, coronal, horizontal.
Rotasi horizontal calcaneus sekitar ligamen interosseous adalah sangat
significant. Interosseous ligament ini terdiri dari 3 ligament yang terpisah :
ligament posterior sendi talocancaneal navicular, ligament anterior subtalar
(posterior talocalcaneal joint) dan interosseous ligament (cervical ligament)
Karena calcaneus berputar horizontal ke medial pada sumbu ligament
interosseous, calcaneus akan bergeser dibawah caput dan collum tali didepan
dari ankle joint dan tuberositas calcaneus bergerak mendekati malleolus
fibularis dibelakang ankle joint.
Selain itu calcaneus posisinya varus dan equinus terhadap ankle (ini
ditulis dalam semua literatur, kecuali rotasi horizontal). Varus disebabkan
oleh rotasi coronal. Jadi terjadi kombinasi rotasi horizontal dan coronal,
bagian belakang daripada calcaneus diibaratkan sebagai pisang. Equinus
disebabkan oleh rotasi sagital. Apa yang terjadi akibat horizontal daripada
calcaneal terhadap talus?. Ligamen calcaneo fibularis yang normal arahnya
oblique, berubah menjadi vertikal, memendek, serta, menebal. Begitu pula
terjadi penebalan peroneal sheath dan ligamen tali fibularis posterior.

5. Sendi talo naviculare


Sendi ini berbentuk ball & socket; dalam keadaan normal navicular
(socket) bisa bergerak leluasa kesegala arah bersama-sama dengan gerakan
calcaneo cuboid dan talocalcaneal. Pada CTEV os naviculare bergeser kearah
medial dan plantar terhadap caput tali. Bila keadaan ini dipertahankan, sendi
5
tulang rawan yang mempunyai kontak satu dengan yang lainnya (talo
navicular) pertumbuhan daripada osteochondral akan menjurus ke medial dan
plantar (longitudinal growth) serta kelainan ini akan progresif. Istilah
naviculare mengalami luxasi/subluxasi terhadap caput tali adalah kurang
tepat. Namun demikian posisi naviculare ini perlu di "realign" agar arah
pertumbuhan talus menuju kearah yang normal, bila terlambat cartilage pada
bagian lateral akan mengalami atrofis. Tindakan "realign” ini bisa mengalami
kesulitan, akibat daripada pemendekan tendon tibialis posterior, deltoid
ligament (tibio-navicular) , calcaneonavicular ligament (spring ligament),
seluruh kapsul navicular, ligament talo navicular dorsalis, bifurcate ligament,
cubonavicular oblique ligament.

6. Sendi calcaneo-cuboid
Pada CTEV sendiri terjadi malposisi, cuboid bergeser ke medial
terhadap calcaneus dan dibawah tulang navicular ,dan cuneiform. Internal
rotation yang berkelanjutan mengakibatkan bifurcate ligament (calcaneo-
cuboid, calcaneo-navicular ligament), ligament plantaris longus, plantar calc-
cuboid ligament, navicular cuboid ligament, inferior external retanicular
(cruciate ligament), dorsal calcaneo-cubo ligament, cubonavicular ligament
pemendekan sehingga midfoot menjadi supinasi dan fore foot aduksi.
Namun demikian karena kedua elemen subtalar, talocalcaneus dan talo
navicular telah terkoreksi, sendi calcaneo cuboid terkoreksi dengan baik,
kecuali pada resisitant clubfoot.

7. Otot
Pada pemeriksaan ultramikroskop diketemukan otot yang
posteromedial : pemendekan akibat dari sedikit bertambahnya jaringan
fibrosis karena inervasi yang berkurang yang terjadi pada saat pertumbuhan
intrauterine atau law of fibrous tissue (Swynyard, Bleck) , Isaac dkk.
6
Handelsman dkk menemukan dengan pemeriksaan histo-kimiawi dan
mikroskop elektron dari otot yang dibiopsi terjadinya perubahan : struktur
otot dimana proporsi serat-serat otot tipe I lebih banyak dibandingkan tipe II
(normal otot skeletal serat otot tipe I : tipe II (1:1) - (1:2).
Keadaan in menunjukkan adanya defek neuromuscular junction atau
menunjukkan CTEV ada hubungannya dengan kelainan neuromusculer,
tetapi bagaimana hubungannya terhadap fungsi atau umur belum bisa
dijelaskan (Mellerowicz)
Adanya atrofi otot adalah merupakan tanda-tanda yang tetap pada
CTEV.Muskulus peroneus mengalami atrofis yang lebih banyak
dibandingkan otot-otot yang mempertahankan deformitas.
Secara mikrosokopis jumlah serat-serat otot tidak mengalami
perubahan. Atrofis ini disebabkan oleh karena ukuran tiap serat otot
mengecil. Pada pertumbuhan janin pada semester kedua, serat otot
mengalami pertambahan dalam ukuran (besar) dari masing-masing serat
jadi.ukuran jumlahnya. Serat otot peroneus lebih kecil dibandingkan serat
otot posteromedial yang mempertahankan deformitas oleh karena m.peroneus
tidak aktif.
8. Selubung tendon (tendon sheath)
Mengalami penebalan terutama tibialis posterior, peroneus, hallucis,
digitorum communis
9. Kapsul sendi :
Pemendekan dan menebal (contracted) pada ankle posterior, subtalar,
talonavicular, calcaneocuboid.

10. Ligament
Pemendekan dan perubahan calcaneo fibular, talofibular, deltoid,
plantar ligament balk longus dan brevis, spring ligament, bifurcate ligament.

7
11. Fascia

Penebalan pada permukaan dan fascia plantaris.

Konklusi patoanatomi dari hasil-hasil pemeriksaan diseksi, CT, operasi dan 3


dimentional computerized analysis pada severe clubfoot.

1. Apabila patella dletakkan ke ventral, malleolus lateralis terletak posterior


(jadi pendapat lama bahwa adanya internal tibial torsion adalah tidak benar)
2. Pada CTEV ada komponen cavus yang hanya bisa dikoreksi dengan release
fascia plantaris dan otot intrinsik yang memendek.
3. Ada dua kolum pada kaki yaitu medial dan lateral (Grant) pergeseran kolum
medial bagian distal kearah medial selalu diikuti oleh pergerseran bagian
distal daripada kolum lateral, yang berisi os cuboid ikut juga bergeser
kemedial, dimana secara klinis tampak sebagai deformitas aduksi
4. Bentuk cavus dan pergeseran kemedial dari cuboid menunjukkan adanya
kontraktur daripada ligament plantaris brevis dan longus dan spring ligament
5. Sumbu calcaneus dan talus pada posisi AP dan lateral : sejajar (paralel) atau
mendekati sejajar
6. Os calcis dalam posisi equinus
7. Os talus dalam posisi equinus
8. Triceps surae, tibialis posterior, flexor hallucis longus, flexor digitorum
longus semuanya memendek
9. Kapsui posterior dan ligament collateral daripada ankle memendek
10. Pemanjangan (z-plasty) tendo Achilles kemudian dengan dorsoflexi daripada
ankle tidak akan mengoreksi equinus karena kapsul posterior daripada ankle
dan subtalar joint belum dibebaskan. Release ini hares disertai pemotongan
struktur posterolateral : ligament calcaneo fibular posterior dan ligament
talofibular posterior.
11. Os naviculare mengalami subluksasi kemedial mendekati malleolus medialis

8
12. Os talus : collum tali mengalami deviasi kemedial dan plantar. Corpus tali
dalam ankle mortise mengalami rotasi external
13. Os calcis : mengalami rotasi ke medial
14. Forefoot : terjadi adduksi dan supinasi

2.3 Etiologi
Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi
banyak teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :

 Faktor mekanik intra uteri


Adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates.
Dikatakan bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinoqvarus karena
kompresi eksternal uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakan
bahwa adanya oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari
luar karena keterbatasan gerak fetus.
 Defek neuromuscular
Beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu dikarenakan adanya
defek neuromuscular, tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak
ditemukan adanya kelainan histologis dan elektromiografik.
 Defek plasma sel primer
Irani dan Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan
CTEV dan 14 kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari
talus selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior kearah medial dan plantar.
Mereka mengemukakan hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari
plasma sel primer.
 Perkembangan fetus yang terhambat
 Herediter

9
Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya factor poligenik
mempermudah fetus terpapar factor-faktor eksternal (infeksi rubella,
penggunaan thalidomide)
 Hipotesis vascular

Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur


kasus-kasus CTEV. Didapatkan adanya bloking vascular setinggi sinus
tarsalis. Pada bayi dengan CTEV didapatkan adanya muscle wasting pada
bagian ipsilateral, dimana hal ini kemungkinan dikarenakan berkurangnya
perfusi arteri tibialis anterior selama masa perkembangan.

2.4 Patofisiologi
Beberapa teori yang mendukung pathogenesis terjadinya CTEV, antara lain :
 Terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular
 Kurangnya jaringan kartilagenosa talus
 Factor neurogenic
Telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot
peroneus pada pasien CTEV . Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan
inervasi intrauterine karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini
didukung dengan adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida
 Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan
ligament.
Pada penelitian postmortem, ponsetti menemukan adanya jaringan
kolagen yang sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligament dan
struktur tendon (kecuali achiles). Sebaliknya, tendon achiles terbuat dari
jaringan kolagen yang sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimmy dkk,
menemukan adanya myoblast pada fasia medialis menggunakan mikroskop
electron. Mereka mengemukakan hipotesa bahwa hal inilah yang
menyebabkan kontraktur medial.

10
 Anomali pada insersi tendon
Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya
anomaly pada insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh peneliti lain.
Hal ini dikarenakan adanya distorsi pada posisi anatomis CTEV yang
membuat tampak terlihat adanya kelainan pada insersi tendon.
 Variasi iklim
Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan
insiden epidemiologi kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi
yang serupa pada insiden kasus poliomyelitis di komunitas. CTEV dikatakan
merupakan keadaan sequele dari prenatal poliolike condition. Teori ini
didukung oleh adanya perubahan motor neuron pada spinal cord anerior bayi
tersebut.

2.5 Manifestasi Klinis


1) Tidak adanya kelainan congenital lain
2) Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan
3) Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif
memendek.
4) Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau
cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus.
Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang
dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis,
betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.
5) Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan
dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki
yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan
postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah
dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas.
Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan

11
menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit
equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan
terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan
kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat
penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya.
6) Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior
tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar
dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus
medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari
normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.
7) Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis
anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-
otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal
kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae
mempunyai kekuatan yang normal.
8) Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina
bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa
untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi.

2.6 Anamnesis
1. Anamnesis umum
Nama : Imran
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 16 bulan
Agama : Islam

12
BB Masuk : 10kg
Alamat : Daya, Paccerakkang

2. Anamnesis khusus
Keluhan yang dialami kaki sebelah kanan pengkor, orang tuanya
mengaku hal ini sudah dialami sejak lahir, bengkok hanya dibagian tungkai
bawah, dan saat ini sudah bisa berjalan.

2.7 Diagnosa
Penegakan Diagnosa
- Keterbatasan gerak pada plantar fleksi dan dorsal flexi pada ankle
- Keterbatasan gerak pada inversi dan eversi ankle
- Endorotasi pada ankle

Struktur tubuh dan fungsi


- Terjadi deformitas tulang pada ankle
- Kontraktur pada otot ankle

Partisipasi restriksi
- Aktivitas sehari-hari terjadi gangguan (ADL terganggu)
- Tidak mampu berdiri dan berjalan
- Penderita kesulitan dalam berdiri dengan tegak yang menopang ankle

Diagnosa berdasarkan ICF


Gangguan sewaktu berdiri dan berjalan karena deformitas pada ankle yang
menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu.

2.8 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik

13
The Pirani Scoring System yaitu melakukan identifikasi tingkat keparahan
dan perkembangan kasus CTEV selama koreksi dilakukan dengan 6 metode
sebagai berikut:
1. Hindfoot and Midfoot = harus di koreksi
2. Midfoot dibedakan menjadi tonjolan posterior (posterior Crease) = harus
dilakukan pemeriksaan
3. Kekosongan tumit atau Emptiness of the heel (EH)= harus dilakukan palpasi
untuk mengetahui kekosongan pada tumit
4. Derajat dorsi fleksi atau degree of dorso flexi (DF) = diukur derajat
kelengkungan ankle
5. Midfoot dibedakan menjadi 2 kelengkungan yaitu
- Batas lateral atau Curvature of lateral border (CLB) dengan tonjolan
sisi medial crease (MC)= diukur dengan goniometri
- Kepala lateral talus (uncovering of the lateral head of the talus (LHT)
= diukur dengan alat ukur goniometri
6. Curvature of talus border of the foot (CLB) = Batas tepi batas talus diukur
kelengkungan dengan goniometri

Jadi kesimpulan tes pemeriksaan fisik: Batas lateral kaki normal adalah lurus,
batas kaki yang tampak melengkung pada ankle menandakan terdapat
kontraktur medial sehingga harus dilakukan operasi bedah ankle jika
memungkinkan oleh dokter spesialis bedah tulang yaitu dokter ortopedi

b. Pemeriksaan penunjang
- CT Scan
- Rontgen

2.9 Rencana Penatalaksanaan Fisioterapi


a. Tujuan

14
Penderita bisa berdiri dengan posisi kaki normal
Pasien bisa berjalan tanpa keluhan nyeri
b. Prinsip terapi
Mencegah deformitas pada ankle
Membantu ROM pada ankle
Menambah kekuatan otot pada tungkai
c. Edukasi
Mencegah gerakan inversi dan merubah gerakan ankle ke arah eversi
Memposisikan ankle pada posisi yang benar
Memberi tahanan pada ankle supaya penderita selalu dalam posisi yang
benar

2.10 Prognosis
o Gejala akan membaik apabila ditangani dengan benar dengan operasi
bedah reposisi ankle yang dilakukan oleh dokter ortopedi. Setelah itu
dilanjutkan dengan program Fisioterapi untuk mencegah kontraktur dan
deformitas yang berulang dan kesembuhan yang didapat adalah 98%.
o Gejala akan memburuk jika metode secara konvensional tetap dilanjutkan
dan metode operatif tidak dilakukan mengingat angka prognosis untuk
gejala terbatasnya gerakan ankle tidak selama menjadi baik apabila
deformitas masih dipertahankan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Congenital Talipes Equino Varus adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke
dalam garis tungkai dan kaki mengalami plantar fleksi. Keadaan ini disertai dengan

15
meningginya tepi dalam kaki (supinasi) dan pergeseran bagian anterior kaki sehingga
terletak di medial aksis vertikal tungkai (adduksi). Dengan jenis kaki seperti ini arkus
lebih tinggi (cavus) dan kaki dalam keadaan equinus (plantar flexi). Congenital Talipes
Equino Varus adalah suatu kondisi di mana kaki pada posisi Plantar flexi talocranialis
karena m. Tibialis anterior lemah, Inversi ankle karena m. Peroneus longus, brevis dan
tertius lemah, Adduksi subtalar dan midtarsal.

3.2 Saran
Makalah ini semoga berguna bagi pembaca dan untuk para mahasiswa bisa
dijadikan referensi untuk lebih menyempurnakan isi dari makalah ini. Saran
penulis kepada pembaca yaitu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan pembuatan makalah selanjutnya.
Terima kasih

DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather. (2015). Nanda international Inc. diagnosis keperawatan :
Definisi dan klasifikasi 2015-2017. Ed. 10. Jakarta. EGC
Rantina, Mahyumi. dkk. 2020 Buku Panduan Simulasi dan Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Anak usia 0-6 Tahun. Tasikmalaya: Edu Publisher.
16
Wong. D. L. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong. Jakarta. EGC 

17

Anda mungkin juga menyukai