Anda di halaman 1dari 4

BAB IX

ANALISA HUKUM TENTANG BPJS KESEHATAN INDONESIA,

PERANAN DAN TANTANGANNYA KEDEPAN

A. Latar Belakang, Tujuan, Peranan Dan Prinsipnya


BPJS lahir dilatar belakangi adanya keinginan negara untuk memberikan kepastian
jaminan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Adapun tujuan
dibentuknya BPJS adalah untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan,
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup layak bagi setiap peserta dan anggota keluarganya.
Peranan BPJS Kesehatan yaitu menyelenggarakan program jaminan kesehatan, sebagai
asuransai “universal health coverage” membuat seluruh warga masyarakat berpeluang
terlayani kebutuhan kesehatannya. Sedangkan peranan BPJS Ketenagakerjaan yaitu
menyelenggarakan jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari kerja, jaminan pension dan
jaminan kematian (Pasal 6 UU No.24/2011)
Prinsip Kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menggung
beban biaya jaminan sosial yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar
iuran sesuai dengan gaji, upah, atau penghasilannya. Prinsip nirlaba adalah prinsip
pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunanaan hasil pengembangan dana untuk
memberikan manfaat sebesar besarnya bagi seluruh peserta. Prinsip keterbukaan adalah
prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap,benar, dan jelas bagi setiap peserta.
Sedangkan prinsip kehati hatian adalah prinsip pengelolaan secara cermat, teliti, aman
dan tertib. Kemudian prinsip akuntabilitas adalah prinsip pelaksanaan program dan
pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip portabilitas
yaitu prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah
pekerjaan atau pindah tempat tinggal dalam wilayah Indonesia.
B. Beberapa Pengertian
BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
sosial. Sedangkan jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup layak.
Untuk menjaga tertib pengguna iuran dan bantuan iuran agar tidak dikorupsi, maka sesuai
pasal 37 UU No. 24/2011, menyatakan BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan
keuangan tahunan yang telah diaudit oleh oleh akuntan public kepada Presiden dengan
tembusan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) paling lambat 30 Juni tahun
berikutnya.

C. Transformasi BPJS
Dilihat dari aspek sejarahnya, terjadinya perubahan (transformasi) dari PT. Askes ke
BPJS kesehatan merupakan fase pertama. Adapun fase pertama mencakup (1).
Menyangkut status badan hukum, yang mana pada mulanya PT. Askes merupakan
sebuah perusahaan BUMN, sedangkan BPJS Kesehatan adalah badan hukum public yang
mengutamakan kepentingan umum (masyarakat). Awalnya berfokus pada pelayanan dan
menggapai keuntungan lalu berupah menjadi fokus pelayanan semata, (2). Kedudukan
institusi PT Askes berada dibawah Menteri Kesehatan sebaliknya BPJS Kesehatan berada
langsung dibawah Presiden, (3) Adanya perubahan mindset (pola pikir / cara pandang )
dari orientasi kepada kelembagaan semata, menjadi lebih menitik beratkan pada kepuasan
peserta BPJS Kesehatan dengan tetap memperhatikan kualitas kelembagaan sustain, (4).
Perubahan kedudukan peserta terjadi, dimana ketika dimasa PT Askes hanya mengelola
15 juta peserta, namun jadi ketika BPJS kesehatan,dengan peserta lebih kurang 200 juta
orang, bahkan sesuai Undang – Undang, orang asing pun berhak menikmati BPJS
kesehatan asal sudah lebih 6 bulan tinggal di Indonesia.

D. Utang Dan Anggaran Kesehatan Pasca BPJS


Jika dibandingkan dengan negara lain, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) dan pendapatan perkapita tahun 2016, Indonesia menjadi salah satu negara yang
rendah nilainya. Namun jika dilihat perbandingannya dengan PDB utang Indonesia masih
tetap terkendali, dimana rasio utang Indonesia terhadap PDB pada tahun 2016 tercatat
28%, Thailand 42%, Philipina 29%, Malaysia 56%, Vietnam 62%, Jepang 239%, dan AS
107%. Utang perkapita pada tahun yang sama, Indonesia 1004 dollar AS, Thailand 2460
dollar AS, Malaysia 5272 dollar AS. Dikaitkan dengan masalah utang, biaya kesehatan
dan masalah kemiskinan, kurang gizi dan kelebihan makanan (yang kaya) maka ada
paradox anatar kurang makan yang mengakibatkan kurang gizi dan makanan terlalu
banyak mengakibatkan obesitas dan diabetes.
Selain itu, menurut penelitian Irvan Raharjo, bahwa data menunjukkan kategori peserta
non PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) merupakan bagian terbesar dari peserta PBI
sebesar 106.956.525 jiwa per Januari 2017 dan juga memberikan kontribusi iuran
terbesar (89%) pertahun 2016. Di lain pihak rasio klaim yang dihasilkan oleh PBPU yaitu
beban jaminan kesehatan Rp. 16,67 triliun dibandingkan iuran Rp. 59,18 (281,5%) atau
menghasilkan deficit 10,75 triliun. Ini jauh lebih besar dibandingkan rasio klaim pada
non PBPU yaitu beban jaminan kesehatan Rp. 40,40 triliun dibandingkan pendapatan
iuran non PBPU Rp.48,10 triliun (83,9%) atau menghasilkan surplus sebesar 7,70 triliun
rupiah.

E. Cukai Rokok Untuk BPJS Kesehatan


Dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) tentang pemanfaatan cukai rokok
untuk menutup deficit anggaran BPJS Kesehatan, di satu sisi melegakan bagi BPJS
Kesehatan dan fasilitas kesehatan (faskes) untuk bisa beroperasi lagi. Namun disisi yang
lain jadi tamparan moral bagi praktisi kesehatan. Rokok yang selama ini divonis sebagai
zat berbahaya bagi kesehatan dan dapat mengancam nyawa justru saat ini berubah
menjadi pahlawan yakni penyelamat nyawa pasien karena ada bantuan untuk sustain
BPJS kesehatan tersebut (Bahrul Munir, 2018).
Perlu diketahui bahwa subsidi cukai bukanlah penyelesaian permanen atau solusi jangka
panjang. Adapun bakteri penyebab infeksi dalam keuangan BPJS kesehatan yang
teridentifikasi antara lain:
1. Ketidaksesuaian antara iuran BPJS yang dibutuhkan dan iuran premi yang dibayarkan
peserta BPJS. Ketidaksesuaian ini menyebabkan sering rugi dalam anggaran
keuangan BPJS.
2. Pola penyakit yang berubah dimana penyakit katastropik banyak diderita masyarakat
Indonesia saat ini seperti jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke.
3. Ketidakpatuhan peserta untuk membayar iuran setiap bulannya
(Badrul Munir, Media Indonesia, 29-9-2018)
Dari perspektif lain penggunaan cukai rokok dianggap positif seperti disinggung
diatas dengan penyelamatan beroperasinya BPJS kesehatan. Namun tidak
memungkinkannya melakukan penyesuaian resiko langsung dari iuran, alokasai pajak
ini menjadi bentuk penyesuaian resiko mereka yang merokok secara tidak langsung
memberi kontribusi iuran lebih besar daripada kelompok lainnya.

F. Problem Kesehatan Kritis Dan Mengatasi Defisit BPJS Kesehatan


G. Ternyata mood nya masi senggol bacok~~ enough for today then goodnight pals

Anda mungkin juga menyukai