Anda di halaman 1dari 16

RISMAYANTI : P00320015092

DINA MARDIANA : P00320015062


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi
dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur
terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau
penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan osteomielitis eksogen. Osteomielitis akut
biasanya dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamur, dan mikro-organisme lain.
Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk abses local.
Abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian,
penyampaian sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati secara
segera dan agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi (Corwin, 2001).
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteomielitis ini maka
penulis membuat makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Osteomielitis.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah dalam
makalah ini adalah bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteomielitis.

3. Makalah ini disusun dengan tujuan :


1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan osteomyelitis.
2.      Untuk mengetahui penyebab osteomyelitis.
3.      Untuk mengetahui patofisiologi dari osteomyelitis
4.      Untuk mengetahui jenis-jenis dari osteomyelitis
5.      Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien yang mengalami osteomyelitis.
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang bagi klien dengan osteomyelitis.
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada klien yang mengalami osteomyelitis.
8.      Untuk mengetahui suhan keperawatan klien yang mengalami osteomyelitis.

4. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah studi literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di
sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer,
Suzanne C, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan
oleh bakteri, virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi
dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur
terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001).

B. INSIDEN
a. Morbiditas
Prevalensi keseluruhan adalah satu kasus per. 5000 anak. Prevalensi neonatus adalah
sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan anemia sel
sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi Osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar
16% (30-40% pada pasien dengan DM). Insidensi Osteomielitis vetebral adalah sekitar
2,4 kasus per 100.000 penduduk.
b. Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah , kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau keberadaan
kondisi medis yang mendasari.
c. Ras
Tidak ada peningkatan kejadian Osteomielitis di catat berdasarkan ras
d. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan masa kanak-kanak,
memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang dewasa.
e. Usia
Secara umum Osteomielitis memiliki distribusi usia bimodal. Osteomielitis akut
hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada anak. Trauma langsung dan fokus
Osteomielitis berdekatan lebih sering terjadi pada orang dewasa dan remaja dari pada
anak Osteomielitis vetebral lebih sering pada orang tua dari 45 tahun
f. Klasifikasi
Beberapa sistem klasifikasi telah di gunakan untuk mendiskripsikan Osteomielitis.
Sistem tradisional membagi infeksi tulang menurut durasi dari timbulnya gejala :
akut,subakut dan kronik. Osteomielitis akut di identifikasi dengan adanya onset
penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya berhubungan dengan proses
hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga dapat berkembang infeksi hematogen
akut khususnya setelah pemasangan prosthesa dan sebagainya. ( david, 1987).

C. ETIOLOGI

Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:


1.      Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus (70
%-80 %), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella,
Salmonella, dan Proteus.
2.      Virus
3.      Jamur
4.      Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free encyclopedia, 2000) yaitu:
1.   Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di
tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa membawa
suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada
orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat
penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.
2.   Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera
traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang
menembus tulang.
3.   Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada
jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu.
Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi
penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah
(misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan
demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik
adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada
jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat
menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri,
maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita
artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani pembedahan ortopedi,
mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.

D. KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS
osteomyelitis ada 2 yaitu :
 Osteomyelitis primer penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme
berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
 Osteomyelitis Sekunder terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat
dari bisul, luka, fraktur, dan sebagainya (Mansjoer, 2000).
Osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas 2 :
à Osteomyelitis akut
  Nyeri daerah lesi
  Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
  Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
  Pembengkakan lokal
  Kemerahan
  Suhu raba hangat
  Gangguan fungsi
  Lab = anemia, leukositosis
à Osteomyelitis kronis
  Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
  Gejala-gejala umum tidak ada
  Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
  Lab = LED meningkat

E. PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus,
Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi
penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama (akut fulminan – stadium 1) dan sering berhubungan dengan  penumpukan
hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi
pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan
penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas
medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk
abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan
mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi
pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup
pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

F. MANIFESTASI KLINIS

1.      Infeksi dibawa oleh darah


à Biasanya awitannya mendadak.
à Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam
tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).
2.      Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang
à Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
3.      Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung
à Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
4.      Osteomyelitis kronik
à Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi– anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi

6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik,
setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

H. PENATALAKSANAAN
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit
beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur
darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih
antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
a. farmakologi
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi
bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau
sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut
menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai
waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus
tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila
telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika
dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena
harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi
secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah.
Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat
mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan
kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang
permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari.
Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang  debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer
tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya
namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan
asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang
dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan
stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk
mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
b. Pembedahan
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat
menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan
operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai
saat pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu.
Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial
dan potensial terjadinya osteomielitis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
I. ASUHAN KEPERAWATAN
I). Pengkajian

1. Riwayat keperawatan

  Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam disertai nyeri,
pembengkakan.
            Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan
riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
            Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi
khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial
terjadinya infeksi.

2.      Pemeriksaan fisik


Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga
terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya
diatas 380, takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.

3.      Riwayat psikososial


Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi.
Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-
perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.

4.      Pemeriksaan diagnostic


Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50%
pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan
scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang.
II).   Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan osteomielitis adalah :
1)      Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2)      Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan
beban berat badan.
3) Risiko terhadap penyebaran infeksi: pembentukan abses tulang
4)      Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan.

3) Perencanaan dan Implemantasi


Sasaran pasien meliputi peredaan nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas
terapeutik, kontrol dan eradikasi infeksi dan pemahaman mengenai program pengobatan.

4) Intervensi Keperawatan
Peredaan Nyeri : Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai untuk mengurangi nyeri
dan spasme otot. Sendi di atas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian
sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri
kadang terasa nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan.
Peninggian dapat mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya Status
neurovaskuler ektremitas yang terkena harus terpantau. Teknik untuk mengurangi persepsi nyeri
dan analgesic yang diresepkan cukup berguna.
Perbaikan Mobilitas Fisik : Program pengobatan membatasi aktivitas. Tulang menjadi lemah
akibat proses infeksi dan harus dilindungi dengan alat imobilisasi dan penghindaran stress pada
tulang. Pasien harus memahami rasional pembatasan aktivitas. Tetapi partisipasi aktif dalam
kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat
secara umum.
Mengontrol Proses Infeksi : Perawat memantau respons pasien terhadap terapi antibiotika dan
melakukan observasi tempat pemasangan infus adanya bukti flebitis atau infiltrasi.
Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk meyakinkan adanya peredaran darah
yang memadai (penghisapan luka untuk mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk
memperbaiki aliran balik vena, menghindari tekanan pada daerah yang di-grafit), untuk
mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk memenuhi pembatasan beban berat
badan.
Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C dan
vitamin D dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangasang
penyembuhan.
Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah : Penanganan osteomielitis,
termasuk perawatan luka dan terapi antibiotika intravena, dapat dilakukan di rumah. Pasien harus
dalam keadaan stabil secara medis dan telah termotivasi serta keluarga mendukung. Lingkungan
rumah harus bersifat kondusif terhadap promosi kesehatan dan sesuai dengan program
pengobatan terapeutik.
Pasien dan keluarganya harus memahami benar protokol antibiotika. Selain itu,
penggantian balutan secara steril dan teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan pasien
sebelum pemulangan dari rumah sakit dan supervise serta dukungan yang memadai dari
perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah.
Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau
peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan obsevasi dan melaporkan
bila terjadi peningkatan suhu, keluar pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.

5) Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1.      Mengalami Peredaan Nyeri
         Melaporkan berkurangnya nyeri
         Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
         Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
2.      Peningkatan mobilitas fisik
         Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
         Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat
         Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
3.      Tidak adanya infeksi
         Memakai antibiotika sesuai resep
         Suhu badan normal
         Tidak ada pembengkakan
         Tidak ada pus
         Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
         Biakan darah negatif
4.      Mamatuhi rencana terapeutik
         Memakai antibiotika sesuai resep
         Melindungi tulang yang lemah
         Memperlihatkan perawatan luka yang benar
         Melaporkan bila ada masalah segera
         Makan diet seimbang dengan tinggi protein, vitamin C dan D
         Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
         Melaporkan peningkatan kekuatan
        Tidak melaporkan penigkatan suhu badan atau kekambuhan nyeri, pembengkakan,
atau gejala lain di tempat tersebut (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
BAB III
PENUTUP
1.   KESIMPULAN
         Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari
darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur
terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen).
         Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau
penyuntikan intramusculus dapat menyebabkan osteomielitis eksogen. Osteomielitis akut
biasanya dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamur, dan mikro-organisme lain.
         Osteomielitis adalah penyakit yang sulit diobati karena dapat terbentuk abses local. Abses
tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian,
penyampaian sel-sel imun dan antibiotic terbatas. Apabila infeksi tulang tidak diobati
secara segera dan agresif, nyeri hebat dan ketidak mampuan permanen dapat terjadi
(Corwin, 2001).

2.   SARAN
Penerapan asuhan keperawatan hendaknya lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.


Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Pamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai