Anda di halaman 1dari 6

Nama : Adzkia Nizza Saufa

Utusan : Pontianak

Senyum itu sedekah


Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarahkatuh

Setiap hari berlatih dengan tekun


Untuk mengikuti pentas kreasi islam
Bagaimana mungkin umat islam bisa rukun
Menjawab salam saja belum tersenyum

Aufa ulangi sekali lagi ya salamnya tapi jawabnya sambil tersenyum yaa.
Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarahkatuh
Hamdan Wa Syukran Lillah Sholatan Wa Salaman ‘ Ala Rosulilah Lā haula wa lā quwwata illā
billāh Amma Ba’ad.
Yang terhormat Dewan juri, Hadirin dan hadirat yang berbahagia Serta teman-teman
seperjuangan yang saya banggakan.
perkenalkan saya Adzkia Nizza Saufa. Pada kesempatan kali ini saya akan berpidato dengan
judul  Senyum itu sedekah.

Hadirinn...wal hadirat..
Senyum itu indah dan memperindah wajah loh, karena wajah yang tersenyum
mencerminkan perasaan yang tenang. Senyum itu ibadah yang paling mudah dilakukan, tetapi
mampu menyempurnakan kemuliaan akhlak. Senyum adalah kecantikan yang lahir dari hati dan
jiwa, anugerah yang bisa menenangkan perasaan, menyejukkan dan menentramkan hati yang
gelisah. Senyuman merupakan kosmetika wajah yang paling tulus dan berharga, tidak perlu
dibeli dan bisa dipakai setiap saat, tidak menimbulkan iritasi dan menghambat penuaan dini
secara alami. Dengan tersenyum, kita bisa menyenangkan orang lain, sedekah termurah yang
penuh berkah. Menumbuhkan semangat dan memancarkan ketulusan hati. Karena itu, awali
semua aktivitas kita dengan senyuman dan doa. Bismillah.
Mengapa kita harus tersenyum teman-teman?

Senyum merupakan tanda awal ketulusan hati yang lebih berharga dari sebuah hadiah.
Tersenyum bisa menghadirkan energi positif bagi diri sendiri dan orang lain. Tentu saja senyum
yang dimaksud ialah senyum yang wajar, bukan senyum yang dibuat-buat. Senyum tulus yang
lahir dari kelapangan dan kebersihan hati dan keikhlasan jiwa. Menjadi bukti kemurnian
persahabatan dan tanda ketulusan cinta. Membuat wajah kita terlihat berseri dan kecantikan
alamiah kita terpancar secara maksimal. Wajah cantik tanpa senyuman, tidak sedap dipandang
mata. Riasan wajah yang mahal dan apik tampak biasa tanpa senyuman. Senyuman bisa
mengubah penderitaan menjadi kegembiraan, menciptakan suasana nyaman bagi diri sendiri dan
orang lain.

Begitu berartinya sebuah senyuman dalam kehidupan hingga Rasulullah SAW bersabda:

ٌ‫ص َدقَة‬ َ َ‫تَبَ ُّس ُمكَ فِي َوجْ ِه أَ ِخيكَ ل‬


َ ‫ك‬
“Senyummu di depan saudaramu, adalah sedekah bagimu”( H.R. Tirmidzi no. 1956)
Hadits ini mengajarkan kita betapa hal kecil yang sering kita nggap sepele dan kita abaikan
ternyata memiliki nilai yang berharga dalam pandangan agama.
Mungkin kita sering berpikir bahwa sedekah itu berkaitan erat dengan harta benda seperti
pemberian uang, pakaian, atau apa pun yang bisa langsung dinikmati penerima dalam bentuk
materi. Tapi padahal jika kita tidak punya uang, cukup dengan tersenyum sudah termasuk
sedekah kok.
Oleh karena itu sebagai kesimpulannya kita harus selalu tersenyum sebagai bentuk
sedekah yang paling mudah, agar semua orang ikut merasakan kebahagiaan dengan senyuman
manis kita. Nah karena aufa masih kecil dan belum punya uang jadi aufa mau sedekah senyum
aja nih sama penonton, tapi semuanya harus ikutin aufa dan berikan senyuman yang paling indah
yaa. Satu...dua...tigaa cissss. Sekian yang dapat aufa sampaikan mohon maaf atas segala
kesalahan.
Summasalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Nama : Raden Malika Rasha
Utusan : Pontianak

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarahkatuh


Hamdan Wa Syukran Lillah Sholatan Wa Salaman ‘ Ala Rosulilah Lā haula wa lā quwwata illā
billāh Amma Ba’ad.
Yang terhormat Dewan juri, Hadirin dan hadirat yang berbahagia Serta teman-teman
seperjuangan yang saya banggakan.
perkenalkan nama saya Raden Ajeng Malika Rasga . Pada kesempatan lomba kali ini saya akan
berkisah tentang Wafatnya Rasulullah SAW.
Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut Ada sebuah kisah tentang cinta
yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu,
walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan kutbah, “Wahai umatku, kita semua ada
dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya.Maka taati dan bertakwalah kepada-
Nya.Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai
sunnahku,bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga
bersama-sama aku.” Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang
tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca,Umar dadanya naik turun menahan
nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-
dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita
semua,”keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan
tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap
Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau
mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari
kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya,Rasulullah sedang
terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang
menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk,“Maafkanlah,ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang
membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu,Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan
pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut
sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit
dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di
hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar
menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah
lega,matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya
Jibril lagi.
“Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku
kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:
‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata
Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan
muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik,kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya
Allah,dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.
“Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar
seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku,peliharalah shalat dan peliharalah orang
orang lemah di antaramu.”
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan
tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang
mulaibkebiruan.
“Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku,umatku,umatku” Dan, berakhirlah hidup manusia
mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli
‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi.
Dari kisah tersebut memberikan pembelajaran untuk kita Betapa cintanya Rasulullah
kepada kita, padahal Rasulullah belum sempat bertemu dengan kita ummatnya, namun di detik-
detik kepergiannya pun masih mengingat kita. Masyaa Allah.
Demikian yang dapat saya sampaikan mohon maaf atas segala kesalahan.
Summasallamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Nama : Syafira
Utusan : Pontianak

Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini


(Taufik Ismail)

Tidak ada pilihan lain


Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
Duli Tuanku ?

Tidak ada lagi pilihan lain


Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.

Anda mungkin juga menyukai