Anda di halaman 1dari 23

1

MINI RISET

“PEMBENTUKAN RASA HORMAT DAN PATUH KEPADA ORANG TUA MELALUI


KEARIFAN LOKAL SUNGKEMAN DI JERUJU, SUNGAI BELIUNG, PONTIANAK”

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Wahab, M.Ag

OLEH

INTAN MILLENIA QADARSIH (11811022)

PAI 5/C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK

2020/1442
1

Pembentukan Rasa Hormat dan Patuh Kepada Orang Tua Melalui Kearifan Lokal
Sungkeman di Jeruju, Sungai beliung, Pontianak
INTAN MILLENIA QADARSIH
11811022
Institut Agama Islam Negeri Pontianak

ABSTRACT
Penelitian ini berangkat dari problem. Bagaimana Kearifan Lokal serta pembentukan rasa
hormat kepada orang tua di jeruju, Sungai Beliubg, Pontianak. Peneitian ini bertujuan untuk
membentuk rasa hormat kepada orang tua melalui Kearifan Lokal Sungkeman di Jeruju, Sungai
beliung, Pontianak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian etnografi. Adapun tahap-
tahapannya yaitu metode pengumpulan data (observasi, interview, dokumenter), seleksi data,
analisis data dan laporan penelitian. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa masyarakat jeruju,
Sungai Beliung, Pontianak masih sangat menjaga dan melestarikan kearifan lokal di tengah
masyarakat modern yang sudah tidak lagi menganggap tradisi beserta tabu-tabuan di dalamnya
sebagai suatu yang sakral. Dalam tradisi sungkeman juga terdapat pengetahuan, pemahaman dan
penjagaan serta menuntut seluruh elemen masyarakat untuk menjaga dan saling menghormati
kehidupan sesama manusia khususnya kepada orang tua.
Kata Kunci: Kearifan lokal, sungkeman, pembentukan rasa hormat dan patuh, pengembangan
materi PAI

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung di
sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang
(Arkam, 2006). Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk
pendidikan formal dan non formal, dan informal di sekolah, dan di luar sekolah, yang
berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbanagan kemampuan-
kemampuan individu, agar di kemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.
Di Indonesia dikenal beberapa lembaga pendidikan formal dari SD, SMP/MTs,
SMU/SMK dan Perguruan Tinggi. Karena proses pendidikan adalah proses yang
2

berkesinambungan, yang mana setiap tingkatan mempunyai peran yang sama penting bagi
proses pendidikan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasional, maka Sekolah
Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah sebagai bagian sekolah dasar
mempunyai peran yang penting dalam memberikan dasar-dasar untuk pengembangan
pengetahuan berikutnya, sehingga dengan upaya perbaikan dan pengembangan sistem
pembelajaran di sekolah menengah pertama dan ataudi MTs diharapkan akan mempunyai out
put yang berkualitas (Anonim, 2006).
Sekolah sebagai suatu institusi atau lembaga pendidikan merupakan sarana untuk
melaksanakan pelayanan belajar dan proses pendidikan (Sagala, 2007). Sekolah bukan hanya
dijadikan sebagai tempat berkumpul antara guru dan peserta didik, melainkan suatu sistem
yang sangat kompleks dan dinamis. Sebagai sebuah organisasi, sekolah merupakan suatu
sistem terbuka. Sekolah tidak mengisolasi diri dan lingkungannya karena mempunyai
hubungan dengan lingkungan internal maupun eksternal sekolah.
Tujuan utama sekolah adalah menjalankan proses belajar mengajar, evaluasi
kemajuan hasil belajar peserta didik, dan meluluskan peserta didik yang berkualitas
memenuhi standar yang dipersyaratkan (Sagala, 2007). Sekolah harus dapat dikelola dan
diberdayakan yaitu memberikan layanan belajar yang pada akhirnya mengeluarkan mutu
lulusan sekolah yang kompetitif. Diharapkan sekolah dapat mengoptimalkan seluruh
sumberdaya yang ada secara efektif dalam pencapaian tujuan dan efisien dalam penggunaan
sumberdaya.
Dewasa ini peran sekolah dihadapkan pada tantangan yang sangat besar dan
kompleks, akibat pengaruh negatif dari era globalisasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang mempengaruhi kepribadian dan akhlak pelajar sebagai generasi muda penerus
bangsa (Shoofanudin, 2010). Derasnya arus informasi media massa (baik cetak maupun
elektronik) yang masuk kenegara kita tanpa adanya seleksi seperti sekarang ini
sangatberpengaruh dalam mengubah pola pikir, sikap dan tindakan generasi muda. Dalam
keadaan seperti ini bagi pelajar yang tidak memiliki ketahanan moral sangatlah mudah
mengadopsi perilaku dan moralitas yang datang dari berbagai media masa tersebut. Di jaman
sekarang media masa telah menjadi pola tersendiri dan menjadi panutan perilaku bagi
sebagian kalangan. Padahal nilai-nilai yang ditawarkan media masa tidak seluruhnya baik
malah seringkali kebablasan dan jauh dari nilai agama.
3

Sejalan dengan masalah tersebut, maka pembinaan akhlak bagi para remaja sangat
urgent untuk dilakukan dan tidak dapat dipandang ringan, mengingat secara psikologis usia
remaja adalah usia yang berada dalam goncangan dan mudah terpengaruh sebagai akibat dari
keadaan dirinya yang masih belum memiliki bekal pengetahuan, mental, dan pengalaman
yang cukup. Pembinaan akhlak tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pemberian
pendidikan agama kepada anak melalui jalur pendidikan formal. Lembaga-lembaga
pendidikan agama seperti madrasah berperan dalam pembentukan kepribadian siswa secara
lebih intens dilakukan melalui pendidikan agama. Diharapkan, pendidikan agama mampu
membentengi siswa dari berbagai pengaruh negatif lingkungan, sekaligus dapat menjadi agen
sosial (social agent) menuju masyarakat yang lebih berperadaban (civil society) (Anonim,
2006).
Namun demikian, belakangan masyarakat mulai mempertanyakan efektivitas
penyelenggaraan pendidikan agama dalam konteks pembentukan perilaku siswa. Fenomena
dalam masyarakat memperlihatkan bahwa secaraumum hasil pembelajaran pendidikan
Agama Islam (PAI) di sekolah dewasa ini belum memuaskan banyak pihak, dan bahkan
dinilai gagal. Pendidikan agama Islam dinilai masih terkesan berorientasi pada pengajaran
agama yang bersifat kognitif dan hafalan, kurang berorientasi pada aspek pengamalan ajaran
agama. Pendidikan Agama Islam di sekolah dewasa ini belum memuaskan banyak pihak, dan
bahkan dinilai gagal.
Pendidikan agama Islam dinilai masih terkesan berorientasi pada pengajaran agama
yang bersifat kognitif dan hafalan, kurang berorientasi pada aspek pengamalan ajaran agama.
Diantara indikator yang sering dikemukakan, bahwa dalam kehidupan masyarakat, masih
dijumpai banyak kasus tindakan masyarakat yang bertentangan dengan ajaran agama.
Salah satu kegagalan dan kelemahan Pendidikan Agama Islam karena dalam praktik
pendidikannya, hanya memperhatikan aspek kognitif semata dan mengabaikan aspek afektif
dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama.
Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal inti dari
pendidikan agama adalah pendidikan moral.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu adanya pembelajaran yang tidak saja
menekankan aspek pengetahuan (kognitif), tetapi yang lebih penting adalah mengaitkan
4

pembelajaran dengan kearifan lokal sekitar, agar pembelajaran lebih bermakna dan
bervariasi. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup materi pendidikan
agama islam menengah Al-Qur’an Hadits dengan pokok bahasan hidup menjadi berkah
dengan menghormati dan mematuhi orang tua akan dikaitan dengan kearifan lokal
sungkeman di sungai beliung, Pontianak.
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan beragam tradisi dan budaya yang
memengaruhi berbagai segi kehidupan termasuk dalam hal upacara perkawinan. (Aziz,
2017). Upacara perkawinan dalam konteks budaya merupakan salah satu tradisi berupa ritual
dengan berbagai macam fungsinya. (Barker, 2001).
Pontianak merupakan kota dengan beraneka ragam suku, adat dan budaya yang
bernaung di dalamnya. Salah satu keanekaragaman tersebut ialah adat dan budaya Melayu.
Melayu merupakan suku atau adat yang paling besar dan paling mendominasi di antara suku-
suku lainnya di Pontianak.
Dari banyaknya kebudayaan Melayu, salah satu budaya Melayu yang hingga saat ini
masih teraplikasikan adalah fenomena sungkeman, walaupun tradisi sungkeman ini berasal
dari Jawa namun masyarakat sekitar Pontianak khususnya daerah sungai beliung juga turut
melestarikan prosesi ini ketika pernikahan, dikutip dari Ellissa R. Sinaga (2011), sungkeman
memiliki pengertian sebuah sikap hormat dalam posisi berjongkok atau menundukkan kepala
dan menghaturkan sembah, maaf, doa, maupun restu kepada orang tua atau orang yang
dituakan. (Sinaga, 2011). Sungkeman sebagai bentuk rasa hormat kepada orangtua, menurut
Dyah N. Khafifah (2013) juga memiliki manfaat memberikan ketenangan kepada pelaku dan
keterkaitan batin dengan orangtua nya.
Sungkeman dalam prosesi adat pernikahan di Pontianak merupakan suatu bentuk
prosesi yang sakral dimana mempelai pengantin lelaki dan perempuan meminta ijin dan restu
kepada orang tua. Dalam prosesi tidak hanya sekedar sungkem, namun prosesi ini perlu
dilakukan secara runtut. Biasanya, dalam prosesi sungkeman akan ada pemandu acara yang
akan memandu bagaimana sungkemantersebut berlangsung, sehingga dapat membantu dalam
proses sungkeman dan keluarga pengantin maupun pengantin pun tidak akan mengalami
kebingungan acara sungkeman tersebut.
Dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam dari budaya
sungkeman yang merupakan salah satu budaya di Pontianak sungai beliung, yang
5

dari budaya dan kebiasaaan tersebut akan membentuk norma-norma perilaku kepribadian
seorang pelakunya, khususnya di masyarakat Pontianak.

B. Metode
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian kualitatif dan penelitian ini
penulis menggunakan metode yang dapat digunakan untuk mencapai sasaran yang dituju
sehingga penelitian ini bisa benar-benar representatif dan objektif (Afifuddin, 2009).
Karya ilmiah pada umumnya merupakan hasil penyelidikan secara ilmiah untuk
menemukan, menggambarkan, dan menyajikan kebenaran. (Margono, 1997).
Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam penelitian. Adapun
pengertian metode-metode penelitian adalah sebagai alat untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan tertentu dan untuk menyeleaikan masalah ilmu atau pun praktis (Britha,
2001).
Adapun metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode etnography, yang
mana peneliti secara langsung ikut menjadi bagian dalam pelaksanaan budaya untuk
mengumpulkan data untuk mengetahui atau melihat tradisi yang ada pada masa kini. Inti
dari etnografi adalah upaya untuk memperhatikan makna-makna tindakan dari kejadian
yang menimpa orang yang ingin kita pahami (Spradley, 2006).
Berkaitan dengan permasalahan yang ingin diteliti yaitu Pembentukan Rasa
Hormat Kepada Orang Tua Melalui Kearifan Lokal Sungkeman di Jeruju, Sungai
beliung, Pontianak maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah sebgai berikut :
a. Jenis Sumber Data
1) Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari
individu atau perorangan seperti hasil wawancara, obervasi, dan dokumentasi
yang dilakukan oleh peneliti (Umar, 2003). Wawancara dilakukan dengan Bapak
Uray Edi (Ketua RT) dan masyarakat jeruju yaitu ibu Fatimah.
2) Data Sekunder
6

Data Sekunder merupakan data yang berupa literatur-literatur atau buku-buku


yang relevan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis mengambil
dokumen-dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian.
b. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diteliti.
Observasi yang dilakukan penulis disini adalah partisipatoris, dimana penulis
harus siap membaur dengan masyarakat. Sasaran penelitian ini ketika
berlangsungnya upacara sakral Sungkeman pernikahan di masyarakat jeruju,
sungai beliung, Pontianak. Dalam hal ini penulis mengikuti jalannya Tradisi
Sungkeman berlangsung.
2) Interview atau Wawancara
Interview merupakan salah satu cara pengambilan data yang dilakukan melalui
kegiatan komunikasi lisan dalam bentuk struktur. Interview yang terstruktur
merupakan bentuk interview yang sudah diarahkan oleh sejumlah daftar
pertanyaan secara ketat. Narasumber dalam penelitian ini diambil secara
Purposive. Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah
untuk mendapatkan informasi di mana sang pewawancara melontarkan
pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai. (Maryaeni,
2005). Yaitu proses tanya jawab dengan beberapa orang yang mengetahui tentang
Tradisi Sungkeman.
3) Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan transkip, buku, prasasti dan sebagainya (Arikunto, 1996). Metode
penelitian yang digunakan dalam mini riset ini adalah metode dokumentasi
tertulis maupun tidak tertulis. Metode dokumentasi tertulis yang digunakan
sebagai acuan adalah buku catatan tradisi yang ada di tangan tetua adat dan
metode dokumen tidak tertulis yang digunakan sebagai acuan adalah foto-foto
saat berlangsungnya upacara sakral.
7

c. Metode Analisis
Data Setelah data terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap data
yang didapatkan. Analisis itu sendiri berarti menguraikan data sehingga data itu pada
gilirannya dapat ditarik pengertian dan kesimpulan. Metode analisis berarti
mengadakan interpretasi terhadap data-data yang telah tersusun dan terseleksi. Untuk
dapat menganalisis data kualitatif menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu
suatu cara pengambilan kesimpulan yang berdasarkan atas fenomena-fenomena dan
fakta untuk memahami unsur-unsur suatu pengetahuan yang menyeluruh,
mendeskripsikannya dalam suatu kesimpulannya (Kuntowijoyo, 1995). Pada tahap ini
peneliti melakukan penafsiran dan analisis data yang telah diperoleh dari hasil
pengamatan dan wawancara dari narasumber.

C. Kajian Pustaka
1. Penelitian Yang Relevan
Peneliti melakukan penelitian terdahulu dengan membaca beberapa hasil penelitian dan
skripsi yang berhubungan dengan tema penelitian yang akan dibahas, sebagai berikut:
a. Kemanten Jadur Studi Etnografi tentang Kemanten Jadur (Makna Simbol dalam
Prosesi Perkawinan di Kelurahan Lumpur, Kecamatan Gresik, Kabupaten Grseik),
tahun 2013 yang ditulis oleh Achmad Zubair Abdul Qudus, dengan menggunakan
teori fenomenologi dan juga teori hermeneutik, untuk menjelaskan secara sistematis
dan juga penulisan ilmiah dari prosesi kemanten jadur. Maka dapat disimpulkan
bahwa kemanten jadur merupakan suatu bagian dari prosesi perkawinan yang
mengandung unsur sinkritis Hindu Islam, yang kemudian dari unsur tersebut
munculah bentuk simbolik pada prosesi upacara perkawinan (ijab qabul, wayon,
sungkem, arak-arakan, dan temu manten). Karena, dalam acara tersebut memiliki
kandungan makna yang harus di pelajari terutama bagi pengantin laki-laki. Maknanya
antara lain: 1) Kemanten Jadur merupakan bagian dari prosesi pernikahan di daerah
Lumpur, yang memiliki makna-makna berkehidupan rumah tangga agar menjadi
pengantin yang bahagia di dunia sebagai pengantin laki-laki diharapkan selalu
berpedoman pada ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan apa yang ada pada saat
prosesi sungkem, arak-arakan, dan temu manten; 2) Sungkem merupakan makna dari
8

tawadu’ terhadap orang tua; 3) Arak-arakan merupakan makna dari pelajaran


pengantin laki-laki dalam lika-liku perjalanan yang dihadapi oleh pengantin laki-laki
sebagai kepala keluarga; 4) Temu manten merupakan makna dari kebahagiaan,
kesiapan, dan pengakuan dari orang tua pengantin perempuan hingga warga
masyarakat dan keluarga yang menyaksikan (Qudus, 2013).
b. Penelitian yang ditulis oleh Frisca Octaviana (2014) dengan judul Implemantasi
Makna Simbolik Prosesi Pernikahan Adat Jawa Tengah Pada Pasangan Suami Istri.
Membahas tentang mengimplementasikan makna simbolik prosesi pernikahan
Budaya Jawa yang penuh dengan simbol sehingga dikatakan Budaya Jawa adalah
budaya simbolis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, dalam psikologi proses
perilaku ditunjukan melalui tiga tahapan pemahaman (kognitif), perasaan senang atau
tidak menjalankan prosesi adat (afektif), menerapkan atau tidak menerapkan
(konatif). Prosesi yang diimplementasikan dalam rumah tangga seperti halnya temu
(bucalan gantal,wijik sekar setaman, ngidak tigan, sinduran), kacar kucur,
sungkeman, pangkon timbang, dhahar saklimah. Individu yang menjalankan
implementasi tersebut memperlihatkan keharmonisan rumah tangga yang berjalan
hingga kurun waktu lebih dari dua puluh lima tahun lamanya, dengan alasan
pernikahan adat Budaya Jawa Tengah adalah budaya yang baik untuk dilakukan dan
diimplementasikan dalam rumah tangga. Sedangkan individu yang tidak
mengimplementasikan makna simbolik pernikahan Budaya Jawa terlihat dari
ketidakpahaman terhadap makna simbolik dan menganggap prosesi simbolik sebagai
hal yang ribet dan beralasan masih banyak cara membangun rumah tangga tidak
hanya menggunakan Budaya Jawa (Octaviana, 2014).
c. Penelitian yang ditulis oleh Deli Nirmala (2006) dengan judul Interpersonal Meaning
In Javanese “Sungkem” Ritual Discousre. Penelitian tersebut meneliti tentang nilai-
nilai budaya dan sosial yang terkandung dalam wacana ritual “sungkem” dalam
upacara ”temu temanten” Jawa yang terefleksikan dalam tuturan (Nirmala, 2006).
Setelah peneliti memperhatikan dan meninjau tulisan tulisan diatas ada beberapa
keterkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan namun belum ada pembahasan secara
khusus dan terdapat perbedaan baik dari tempat dan metode pelaksanaannya yang
mengkaji lengkap. Oleh karena itu peneliti akan mengupas secara tuntas dengan harapan
9

dapat mengembangkan wawasan berpikir, dan menghayati secara penuh tentang


’’Pembentukan Rasa Hormat dan Patuh Kepada Orang Tua Melalui Kearifan Lokal
Sungkeman di Jeruju, Sungai beliung, Pontianak”.
2. Kajian Teori
a. Pengertian Hormat dan Patuh
Banyak kisah nyata tentang kesuksesan orang dikarenakan perilaku hormat dan
taat kepada orang tua. Sebaliknya, tidak sedikit juga kisah nyata tentang kegagalan
dan kesengsaraan orang dikarenakan perilaku durhaka kepada orang tua. Sebagai
seorang muslim tentu kita tidak ada yang menginginkan untuk gagal dan sengsara di
dunia terlebih lagi di akhirat. Kita selalu menginginkan kebahagiaan di dunia dan
akhirat sebagaimana do’a kita setiap hari. Kita harus menghormati, menaati dan
berbakti kepada orang tua. Orang tua tentu bukan hanya orang yang melahirkan kita
tetapi juga orang yang mendidik kita, guruguru kita, dan orang yang anaknya kita
nikahi, mertua kita kelak ketika sudah menikah.
Hormat berarti menghargai, takzim, khidmat dan sopan serta sapa kepada orang
lain, baik orang tua, guru sesama anggota keluarga. Dalam konteks pendidikan, baik
Sapa maupun Base merupakan bentuk komunikasi antara orang dalam tatanan sosial
masyarakat Sambas itu sebenarnya termasuk dalam konteks pendidikan bahasa sopan.
(Sauri, 2006). 
Dalam etimologi Alquran, istilahnya sopan bisa diidentikkan dengan karakter,
karena dalam bahasa arab itu berarti ciptaan, atau apa yang diciptakan, berasal dari
manusia yang berhubungan dengan tingkah laku. Perbedaan antara kesopanan dan
karakter bias dilihat dari sumber dan akibatnya. Sumber karakter adalah
Tuhan. Sedangkan sopan santun berasal dari komunitas / budaya. Di istilah dampak
keduanya bisa dibedakan, sifatnya dianggap baik di mata publik dan juga
Tuhan. Sementara kesopanan dianggap baik di mata masyarakat, tapi tidak selalu baik
di sisi Tuhan. Namun demikian, mengingat Dalam Islam, nilai-nilai budaya lokal bisa
tercipta bahkan diadopsi oleh agama sebagai nilai-nilai yang baik menurut agama.
(Journal & Scientific, 2015).
10

Dalam hubungan dengan orang tua, perilaku hormat ditujukan dengan berbakti
kepada orang tua. Berbakti merupakan kewajiban anak kepada orang tua. Berbakti
Kepada orang tua merupakan salah satu amal saleh yang mulia (Akhi Arumar, 2018).
Orang tua adalah ayah dan ibu kandung dari anak. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KKBI) orang tua artinya ayah dan ibu. Sedangkan dalam bahasa Arab
sering disebut Al Walid (Ilya, 2014). Islam mengatur hubungan antara orang tua
terhadap anak, termasuk tata cara pergaulannya antara orang tua dan anak masing-
masing memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam Islam. Diantara kewajiban
orang tua terhadap anak adalah merawat dan mendidik dengan sebaik-baiknya sesuai
syariat Islam. Proses pendidikan di lingkungan keluarga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan spiritual Oleh karena itu orang tua harus memberikan
pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Dalam agama Islam, kedua orang tua memiliki kedudukan yang tinggi. Setiap
anak diwajibkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua (Birrul Walidain). Birrul
Walidain juga diartikan sebagai berbakti kepada kedua orang tua. Perilaku
menghormati dan mematuhi nasihat-nasihatnya termasuk BirrulWalidain. Seorang
anak wajib menghormati dan mematuhi semua nasihat orang tuanya selama keduanya
tidak memerintahkan kemaksiatan atau kemusyrikan. Bahkan seorang anak tetap
harus menghormati kedua orang tuanya meskipun orang tuanya kafir.
Hormat Kepada Guru, guru adalah pendidik atau pengajar pada pendidikan
formal. Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik dan mentransfer
ilmu pengetahuan agar murid-muridnya dapat menjadi lebih baik. Menghormati dan
mematuhi perintah para guru adalah wajib selama perintah tersebut tidak
bertentangan dengan agama. (Ilya, 2014).
Guru berjasa besar dalam mendidik dan mengajar kita sejak usia dini. Berkat jasa
guru kita bisa membaca, menghitung, menyanyi, dan menguasai berbagai ilmu
pengetahuan. Mereka tak kenal lelah dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya.
Tidak hanya itu, guru juga menjadi teladan dalam menanamkan akhlak mulia bagi
murid-muridnya. Guru selalu memberikan motivasi, arahan dan nasihat kepada
murid-muridnya Harapannya agar semua muridnya menjadi orang sukses. Tanpa
bimbingan dan didikannya kita tidak akan bisa membedakan antara yang benar dan
11

salah mana yang halal dan haram Jasa guru tidak bisa di beli dengan materi. Berkat
jasa gurulah  kita menjadi orang berilmu. Dengan bekal ilmu kita bisa menjalani
kehidupan dengan tenang dan terarah. inilah kebaikan-kebaikan seorang guru kepada
murid-muridnya.
b. Dalil Tentang Hormat dan Patuh Kepada Orang Tua
Pentingnya hormat dan patuh kepada orang tua, termasuk guru sangatlah
ditekankan dalam Islam. Banyak sekali ayat di dalam al-Qur’an yang menyatakan
bahwa segenap mukmin harus berbuat baik dan menghormati orang tua. Selain
menyeru untuk beribadah kepada Allah Swt. semata dan tidak menyekutukan-Nya
dengan apa pun, al-Qur’an juga menegaskan kepada umat Islam untuk hormat dan
patuh kepada kedua orang tuanya.
Muslim yang baik tentu memiliki kewajiban untuk berbakti kepada orang tua,
baik ibu maupun ayah. Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak
untuk berbakti dan taat kepada ibu dan ayah. Taat dan berbakti kepada kedua orang
tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji. Sebagaimana yang telah dijelaskan
bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada umat manusia untuk menghormati orang
tua. Dalil-dalil tentang perintah Allah Swt. tersebut antara lain pada Surah Al-Isra':
‫ا أُفٍّ َوال‬QQ‫لْ لَهُ َم‬QQُ‫ا فَال تَق‬QQ‫ ُدهُ َما أَوْ ِكالهُ َم‬Q‫ َر أَ َح‬Qَ‫ك ْال ِكب‬
َ ‫ َد‬Q‫ك أَال تَ ْعبُدُوا إِال إِيَّاهُ َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن إِحْ َسانًا إِ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِع ْن‬ َ َ‫َوق‬
َ ُّ‫ضى َرب‬
( ‫ص ِغيرًا‬ ُّ ‫اخفِضْ لَهُ َما َجنَا َح‬
َ ‫الذ ِّل ِمنَ الرَّحْ َم ِة َوقُلْ َربِّي ارْ َح ْمهُ َما َك َما َربَّيَانِي‬ ْ ‫) َو‬23( ‫تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُلْ لَهُ َما قَوْ ال َك ِري ًما‬
(24
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik (QS. al-Isrā’[17]: 23 ).
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah,”Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku pada waktu kecil (QS. al-Isrā’ [17]: 24)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk
menyembah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Kandungan ayat ini juga
12

menunjukkan betapa kaum muslimin memiliki kedudukan yang sangat tinggi


dibanding dengan kaum yang mempersekutukan Allah subḥānahū wa taʻālā. Ayat ini
juga menjelaskan tentang iḥsān (bakti) kepada orang tua yang diperintahkan agama
Islam adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai
dengan adat kebiasaan masyarakat, sehingga mereka merasa senang terhadap kita,
serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan
kita (sebagai anak). Masih banyak lagi dalil dan hadits tentang mematuhi dan
menghormati orang tua diantaranya QS.Luqman:13-17, Al-Baqarah:83, dan hadits-
hadits lainnya. (Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014).
c. Perilaku Orang yang Menghormati dan Mematuhi Orang Tua
Sebelum kalian menerapkan perilaku menghormati dan mematuhi orang tua
sebagai implementasi QS. al-Isrā’ [17]: 23-24, terlebih dahulu kalian harus
membiasakan membaca Al-Qur’an setiap hari.
Sikap dan perilaku yang dapat diterapkan sebagai penghayatan dan pengamalan
QS.al-Isrā’ [17]: 23-24 sebagai berikut.
1) Selalu beribadah kepada Allah subḥānahū wa taʻālā dan tidak menyekutukanNya.
2) Membiasakan berbuat baik (iḥsān) kepada kedua orang tua.
3) Membiasakan untuk tidak berkata-kata buruk kepada kedua orang tua.
4) Selalu bersikap baik dan berlaku sopan santun kepada kedua orang tua dengan
rasa penuh hormat dan memuliakannya.
5) Selalu mendoakan orang tua sebagai ungkapan terima kasih seorang anak
(Djamah, 2004).
d. Hikmah Mematuhi dan Menghormati Orang Tua
Kita telah membahas arti pentingnya mematuhi dan menghormati orang tua,
Adapun hikmah yang bisa diambil dari berbakti kepada kedua orang tua, antara lain
seperti berikut.
1) Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amalan yang paling utama.
2) Apabila kedua orang tua kita ridha atas apa yang kita perbuat, Allah Swt. pun
ridha.
3) Berbakti kepada orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami,
yaitu dengan cara bertawasul dengan amal saleh tersebut.
13

4) Berbakti kepada kedua kedua orang tua akan diluaskan rezeki dan dipanjangkan
umur.
5) Berbakti kepada kedua orang tua dapat memasukkan kita ke jannah (surga) oleh
Allah Swt. (Kementerian Agama, 2015).
Dari Kajian teori diatas timbullah pertanyaan “Bagaimana Makna dan hukum
Berbakti Kepada Orang Tua Berbasis Kearifan Lokal Sungkeman Masyarakat Jeruju,
Sungai Beliung, Pontianak?”.
Sebelum membahas pengembangan materi, maka harus diketahui terlebih dahulu
apakah yang dimaksud dengan kearifan lokal sungkeman.

D. Hasil dan Pembahasan


1. Hasil
Pontianak merupakan kota dengan beraneka ragam suku, adat dan budaya yang
bernaung di dalamnya. Salah satu keanekaragaman tersebut ialah adat dan budaya
Melayu. Melayu merupakan suku atau adat yang paling besar dan paling mendominasi di
antara suku-suku lainnya di Pontianak.
Dari banyaknya kebudayaan Melayu, salah satu budaya Melayu yang hingga saat
ini masih teraplikasikan adalah fenomena sungkeman. Awal sungkem telah dilakukan
anak-anak Jawa kepada orang yang lebih tua, sebagai bentuk penghormatan kepada orang
yang lebih tua atau dituakan. (Endraswara, 2010). Sementara para ulama yang ingin agar
tujuan puasa Ramadan tercapai, memantik budaya saling memaafkan secara massal,
dengan harapan dosa-dosa dan kesalahan yang mungkin dilakukan antar manusia, dapat
terhapus dan berguguran. Ide tersebut kemudian dijalankan secara kolektif, hingga
menjadi sebuah kebudayaan di masyarakat Nusantara, seiring berkembangnya islam ke
segala penjuru waktu itu. Begitu pula pada masyarakat sekitar Pontianak khususnya
daerah sungai beliung juga turut melestarikan prosesi ini ketika pernikahan dan hari
lebaran, dikutip dari Ellissa R. Sinaga (2011), sungkeman memiliki pengertian sebuah
sikap hormat dalam posisi berjongkok atau menundukkan kepala dan menghaturkan
sembah, maaf, doa, maupun restu kepada orang tua atau orang yang dituakan.
(Bratawidjaja, 1990). Sungkeman sebagai bentuk rasa hormat kepada orangtua, menurut
14

Dyah N. Khafifah (2013) juga memiliki manfaat memberikan ketenangan kepada pelaku
dan keterkaitan batin dengan orangtua nya.
Tradisi Sungkeman ini biasanya ditemui pada acara-acara tertentu, sementara
masyarakat di daerah jeruju, sungai beliung melakukan tradisi ini pada saat sungkeman
dalam prosesi pernikahan dan sungkeman saat hari raya besar umat islam (idul fitri dan
idul adha).
Sungkeman dalam prosesi adat pernikahan di Pontianak merupakan suatu bentuk
prosesi yang sakral dimana mempelai pengantin lelaki dan perempuan meminta ijin dan
restu kepada orang tua. Dalam prosesi tidak hanya sekedar sungkem, namun prosesi ini
perlu dilakukan secara runtut. Terdapat banyak perbedaan tentang tata cara sungkeman
pernikahan ini, ada yang dilakukan sebelum prosesi akad nikah dan ada juga yang
dilakukan setelah akad nikah. Sedangkan masyarakat di jeruju, sungai beliung
mengabadikan momen ini pada saat telah selesai prosesi akad nikah, dimana akan ada
pemandu acara yang akan memandu bagaimana sungkeman tersebut berlangsung melalui
dubbing suara dari pemandu acara, sementara kedua mempelai pengantin bersujud atau
bersimpuh, membungkukkan badan, dilanjutkan dengan mencium tangan sebagai bentuk
penghormatan satu persatu dengan orang tuanya yang dimulai dari ibu, ayah, ibu mertua
dan terakhir kepada ayah mertua sehingga dapat membantu dalam proses sungkeman dan
keluarga pengantin maupun pengantin pun tidak akan mengalami kebingungan acara
sungkeman tersebut.
Sedangkan sungkeman saat hari lebaran, biasanya masyarakat jeruju, sungai
beliung melakukannya pada lebaran pertama, orang tua, ibu, ayah atau orang- orang yang
dituakan duduk sejajar diatas kursi yang lebih tinggi, sementara yang muda seperti anak-
anak, cucu, keponakan, satu persatu menghampiri orang tua, bersimpuh dan
mengucapkan maaf. Dan sembari berkata tersebut kita bersujud taklim kepada orang tua,
serta mencium tangannya. Biasanya, kalimat tersebut akan dijawab dengan permohonan
maaf kembali dan disambung dengan doa dari kerabat yang dituakan dan di amini oleh
yang sungkem.
Menurut Alwasilah bahwa kearifan lokal dalam etno-peda-perspektif gogic adalah
sumber inovasi dan keterampilan yang dapat diberdayakan untuk kesejahteraan sosial
karena memiliki etno filosofi- phies. (Wahab, 2017). Dalam tradisi sungkeman yang sarat
15

nilai luhur ini terdapat nilai-nilai karakter sosio-kultural serta psikologis yang harus tetap
dilestarikan oleh generasi masa kini.
Pertama, sebagai sembah bakti Saat sungkem, orangtua duduk di sebuah kursi
lantas kita duduk bersimpuh menundukkan kepala seraya menyalaminya. Begitu pula
sungkem Hal ini sebagai tanda bakti anak kepada orangtua. Sebagai anak kita harus
hormat kepada orangtua yang telah bersusah payah membesarkan kita.
Kedua, tanda kita lemah tanpa orangtua Dalam makna bahasa Jawa
Kua/Tengahan sungkem diartikan wungkuk diibaratkan posisi berdirinya padi ketika
tengah berbuah. Dalam filosofisnya diartikan sebagai seorang yang semakin tinggi
ilmunya akan semakin rendah pula hatinya. Tanpa lantaran orangtua kita tak mungkin
lahir dan bisa menikmati keindahan dunia ini. Oleh karena itu, dalam sungkem kita
merendahkan diri dengan duduk bersimpuh di lantai dan menundukkan diri mencium
tangan bahkan kaki orangtua. Di sinilah wujud penggambaran diri yang lemah. Setinggi
apapun jabatan dan pendidikan kita, karena didikan merekalah kita tumbuh menjadi
pribadi yang kuat.
Ketiga, kesuksesan anak ada pada doa orangtua Dalam prosesi sungkem biasanya
kita memohon doa atas apa yang akan kita lakukan, misalnya sungkeman dalam tradisi
pernikahan. Kedua mempelai memohon doa restu dalam melangkah membangun
mahligai rumah tangga yang penuh keharmonisan. Selain momen tersebut, seringkali
tradisi sungkeman juga dipakai di keseharian masyarakat dalam memohon doa kepada
orangtua. Misalnya, saat hendak melaksanakan suatu hajat besar.
Keempat, tanda permohonan maaf Gestur menundukkan kepala disertai mencium
telapak tangan bahkan mencium kaki menggambarkan perilaku superlatif ditambah
dengan permohonan maaf. Tradisi lokal inilah yang jadi sumber kekuatan kesantunan
masyarakat Nusantara. Dimaksudkan saat kita sebelum memohon doa, supaya hati yang
dimohonkan doa telah lapang akan keluputan yang telah diperbuat. Sehingga mereka
akan ikhlas lahir batin dan dengan penuh ketulusan dalam mendoakan hajat kita.
Kelima, aura positif sebagai dampak psikologis Dalam prosesi sungkem orang
yang lebih tua biasanya mengusap kepala si penyungkem. Sehingga tumbuhlah stimulus
aura positif melalui sentuhan usapan di kepala anak. Sehingga kekuatan doa akan lebih
mengakar dan penyemangat bagi anak.
16

2. Pembahasan
a. Makna Berbakti Kepada Orang Tua Berbasis Kearifan Lokal Sungkeman
Berbakti kepada kedua orang tua adalah kepatuhan yang sudah menjadi keharusan
bagi setiaap orang. Kepatuhan tersebut dapat diwujudkan dengan kearifan lokal
sungkeaman.
Makna berbakti kepada orang tua berbasis kearifan lokal sungkeman yang
pertama yaitu, melalui sungkeman setiap orang diwajibkan untuk memperlakukan
kedua orang tuannya dengan hormat. Karena seorang anak bukanlah apa-apa tanpa
kehadiran kedua orang tua.
Kedua, sungkeman mengajak seseorang untuk berbuat kebaikan, sadar dan
disiplin serta menghilangkan sikap ego di dalam diri. Terlihat dari bagaikan caranya
seseorang melakukan sungkeman, yaitu merendahkan tubuhnya dan dengan tulus
“menyembah” orang yang telah berjasa dalam hidupnya.
Makna berbakti kepada orang tua yang ketiga yaitu sebagai wujud ucapan terima
kasih. Dalam cara inilah, prosesi sungkeman sebagai wujud rasa terima kasih dari
anak kepada orang tuanya yang telah berjasa melahirkan dan membesarkannya. Serta
sebagai awal bagi anak untuk meminta izin dan doa restu kedua orang tua sebelum
memasuki kehidupan berumah tangga.
Makna berbakti kepada orang tua yang ketiga yaitu sebagai sebagai wujud rasa
sesal dan permintaan maaf. Setiap manusia pasti memiliki kesalahan, bahkan dalam
hubungan terdekat sekalipun seperti anak dan orang tua, hal masih tersebut sering
terjadi.
Hubungan yang telah rusak akan terobati sakit hatinya serta rasa percaya pun akan
pulih kembali lewat ritual sungkeman ini. Karena sungkeman juga memiliki makna
sebagai rasa sesal dan perwujudan permintaan maaf.
b. Hukum Berbakti Kepada Orang Tua Berbasis Kearifan Lokal Sungkeman Masyarakat
Jeruju Sungai Beliung
Berbakti kepada orang tua ini hukumnya fardhu (wajib) ain bagi setiap Muslim,
meskipun seandainya kedua orang tuanya adalah non muslim. Setiap muslim wajib
mentaati setiap perintah dari keduanya selama perintah tersebut tidak bertentangan
dengan perintah Allah. Namun jika dikaitkan dengan kearifan lokal sungkeman pada
17

masyarakat jeruju, sungai beliung apakah ada perbedaan hukumnya? ika sungkem
diartikan sebagai sujud, lalu bagaimana Islam memandang tradisi ini?
Dalam hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah Saw bersabda: “Seandainya aku
boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka akan aku perintahkan
seorang istri sujud kepada suaminya”.
Hadis di atas menunjukkan pengandaian sujud seorang istri kepada suaminya.
Namun, itu hanya pengandaian karena sujud kepada manusia tidak diperbolehkan.
Meskipun redaksi yang digunakan adalah sujud, makna yang kita ambil dari hadis ini
adalah makna konotatif (majas) bukan denotatif (hakikat).  Yakni seorang istri harus
selalu taat kepada suaminya.
Jika kita perhatikan makna tekstual, hadis ini mengandung larangan bersujud
kepada manusia, karena sujud yang dimaksud adalah sujud sebagai penghambaan.
Sedangkan sujud untuk penghambaan merupakan hal yang dilarang. Perumpaan sujud
menunjukkan betapa besarnya ketaatan yang harus ada pada diri istri kepada suami.
Namun, beberapa ayat Al-Qur’an justru menunjukkan kebolehan bersujud kepada
manusia. Allah Swt berfirman :

َ‫يس أَبَى َوا ْستَ ْكبَ َر َو َكانَ ِمنَ ْال َكافِ ِرين‬
َ ِ‫َوإِ ْذ قُ ْلنَا لِ ْل َماَل ئِ َك ِة ا ْس ُج ُدوا آِل َد َم فَ َس َج ُدوا إِاَّل إِ ْبل‬
“Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat “Bersujudlah kamu
kepada Adam! Maka mereka semua pun bersujud, kecuali Iblis. Dia enggan dan
menyombongkan diri, dan dia termasuk dalam golongan orang-orang kafir”. (Al-
Baqoroh 34)
Ibnu Katsir mengatakan bahwa arti kata sujud pada ayat tersebut adalah sujud
penghormatan untuk Adam.
Sujud kepada Adam di sini pun merupakan ibadah karena menunjukkan ketaatan
dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Dengan bersujud kepada Adam, berarti
Malaikat taat dan melaksanakan perintah Allah Swt. Sedangkan Iblis dikatakan kafir
dan dikeluarkan dari surga karena tidak menaati perintah Allah Swt.
Saudara-saudara Nabi Yusuf dan orang tuanya juga pernah bersujud kepada Nabi
Yusuf As, Allah Swt berfirman:

ِ ْ‫َو َرفَ َع أَبَ َو ْي ِه َعلَى ْال َعر‬


‫ش َوخَ رُّ وا لَهُ ُس َّجدًا‬
18

“Dan ia (Yusuf) menaikkan kedua orangtuanya ke atas singgasana. Lalu mereka


semua merendahkan diri dan bersujud kepadanya (Yusuf)”. (QS. Yusuf: 100)
Makna sujud kepada Yusuf pada ayat ini juga bukan sebagai penghambaan,
melainkan penghormatan. Abu Hatim mengatakan bahwa penghormatan orang
terdahulu dilakukan dengan bersujud.
Kita tidak bisa menyamakan sujud kepada Allah Swt dengan sungkem. Karena
tradisi sungkem di Indonesia bukan dimaksudkan sebagai penghambaan, melainkan
wujud ketaatan dan penghormatan seorang anak kepada orangtua.
Sujud untuk beribadah dalam praktiknya pun berbeda dengan tata cara sungkem.
Sujud harus disertai dengan niat penghambaan dan juga dilaksanakan dengan syarat-
syarat tertentu, yakni posisi dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua telapak
jari harus menempel ke tempat sujud.
Sedangkan cara sungkem masyarakat jeruju, sungai beliung yaitu menundukkan
kepala dan duduk dengan posisi orangtua berada lebih tinggi darinya. Lalu anak
mencium tangan orangtua sambil mengucapkan kata-kata maaf dan sebagainya.
Oleh karena itu, sungkem dan sujud (seperti dalam shalat) tidak bisa disamakan.
Karena keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Sungkem bukan lah sebuah
simbol penghambaan. Berbeda dengan sujud pada saat shalat. Hal itu malah harus
diniatkan sebagai penghambaan kita kepada Allah Swt.

E. Simpulan
1. Awal sungkem telah dilakukan anak-anak Jawa kepada orang yang lebih tua, sebagai
bentuk penghormatan kepada orang yang lebih tua atau dituakan.
2. Begitu pula pada masyarakat sekitar Pontianak khususnya daerah sungai beliung juga
turut melestarikan prosesi ini ketika pernikahan dan hari lebaran, dikutip dari Ellissa R.
Sinaga (2011), sungkeman memiliki pengertian sebuah sikap hormat dalam posisi
berjongkok atau menundukkan kepala dan menghaturkan sembah, maaf, doa, maupun
restu kepada orang tua atau orang yang dituakan.
3. Sungkeman sebagai bentuk rasa hormat kepada orangtua, menurut Dyah N. Khafifah
(2013) juga memiliki manfaat memberikan ketenangan kepada pelaku dan keterkaitan
batin dengan orangtua nya.
19

4. Tradisi Sungkeman ini biasanya ditemui pada acara-acara tertentu, sementara masyarakat
di daerah jeruju, sungai beliung melakukan tradisi ini pada saat sungkeman dalam prosesi
pernikahan dan sungkeman saat hari raya besar umat islam (idul fitri dan idul adha).
5. Sungkeman dalam prosesi adat pernikahan di Pontianak merupakan suatu bentuk prosesi
yang sakral dimana mempelai pengantin lelaki dan perempuan meminta ijin dan restu
kepada orang tua.
6. Terdapat banyak perbedaan tentang tata cara sungkeman pernikahan ini, ada yang
dilakukan sebelum prosesi akad nikah dan ada juga yang dilakukan setelah akad nikah.
7. Sedangkan masyarakat di jeruju, sungai beliung mengabadikan momen ini pada saat telah
selesai prosesi akad nikah, dimana akan ada pemandu acara yang akan memandu
bagaimana sungkeman tersebut berlangsung melalui dubbing suara dari pemandu acara,
sementara kedua mempelai pengantin bersujud atau bersimpuh, membungkukkan badan,
dilanjutkan dengan mencium tangan sebagai bentuk penghormatan satu persatu dengan
orang tuanya yang dimulai dari ibu, ayah, ibu mertua dan terakhir kepada ayah mertua
sehingga dapat membantu dalam proses sungkeman dan keluarga pengantin maupun
pengantin pun tidak akan mengalami kebingungan acara sungkeman tersebut.
8. Sedangkan sungkeman saat hari lebaran, biasanya masyarakat jeruju, sungai beliung
melakukannya pada lebaran pertama, orang tua, ibu, ayah atau orang- orang yang
dituakan duduk sejajar diatas kursi yang lebih tinggi, sementara yang muda seperti anak-
anak, cucu, keponakan, satu persatu menghampiri orang tua, bersimpuh dan
mengucapkan maaf. Biasanya, kalimat tersebut akan dijawab dengan permohonan maaf
kembali dan disambung dengan doa dari kerabat yang dituakan dan di amini oleh yang
sungkem.
9. Berbakti kepada kedua orang tua adalah kepatuhan yang sudah menjadi keharusan bagi
setiaap orang. Makna berbakti kepada orang tua berbasis kearifan lokal sungkeman yang
pertama yaitu, melalui sungkeman setiap orang diwajibkan untuk memperlakukan kedua
orang tuannya dengan hormat.
10. Dalam cara inilah, prosesi sungkeman sebagai wujud rasa terima kasih dari anak kepada
orang tuanya yang telah berjasa melahirkan dan membesarkannya.
11. Makna berbakti kepada orang tua yang ketiga yaitu sebagai sebagai wujud rasa sesal dan
permintaan maaf.
20

12. Hukum Berbakti Kepada Orang Tua Berbasis Kearifan Lokal Sungkeman Masyarakat
Jeruju Sungai Beliung Berbakti kepada orang tua ini hukumnya fardhu (wajib) ain bagi
setiap Muslim, meskipun seandainya kedua orang tuanya adalah non muslim. Jika kita
perhatikan makna tekstual, hadis ini mengandung larangan bersujud kepada manusia,
karena sujud yang dimaksud adalah sujud sebagai penghambaan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin. (2009). Metodologi penelitian Kualitatif. Pustaka Setia.


Anonim. (2006). Sistem Pendidikan Nasional. Fokus Media.
Arikunto, S. (1996). Penelitian Pendekatan Praktek Prosedur. PT Renika Cipta.
Aziz, S. (2017). Tradisi Pernikahan Adat Jawa Keraton Membentuk Keluarga Sakinah. IBDA` :
Jurnal Kajian Islam Dan Budaya, 15(1), 22–41. https://doi.org/10.24090/ibda.v15i1.724
Barker. (2001). Cultural Studies Teori dan Praktik. PT. Bentang Pustaka.
Bratawidjaja. (1990). Upacara Perkawinan Adat Sunda. Pustaka Sinar Harapan.
Britha, M. (2001). Metode Penelitian: Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan. yayasan
obor indonesia.
Djamah, S. B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga sebuah Perspektif
PAI. Pt, Rhineka Cipta.
Endraswara, S. (2010). Etika Hidup Orang Jawa. Narasi.
Ilya, H. A. & S. (2014). Akidah Akhlak Untuk MTS. Ladunni Press.
Journal, I., & Scientific, O. F. (2015). Sapa And Base Communication Of Sambas Society A
Case Of Malay-Madurese Post-Conflict 1999-2014. Sapa And Base Communication Of
Sambas Society A Case Of Malay-Madurese Post-Conflict 1999-2014, 4(2), 253–256.
Kementerian Agama. (2015). Al-Qur’an Hadits. Kementerian Agama.
Kementerian Agama Republik Indonesia. (2014). Buku Siswa Akidah Akhlak: Pendekatan
Saintifik kurikulum 2013. Kementerian Agama.
Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. yayasan benteng budaya.
Margono, S. (1997). Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta.
Maryaeni. (2005). Metode Penelitian Kebudayaan. PT Bumi Aksara.
Nirmala, D. (2006). Interpersonal Meaning In Javanese “Sungkem” Ritual Discousre. Sabda
Jurnal Kajian Kebudayaan, 2.
Octaviana, F. (2014). Implemantasi Makna Simbolik Prosesi Pernikahan Adat Jawa Tengah
Pada Pasangan Suami Istri. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Qudus, A. (2013). Kemanten Jadur. Studi Etnografi Tentang Makna Simbolik dalam Prosesi
Perkawinan di Kelurahan Lumpur, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik). Jurnal
NtroUnairDotNet, 2.
22

Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. CV. ALFABET.


Sauri, S. (2006). Pendidikan Berbahas Santun. PT. Ganesindo.
Shoofanudin, D. (2010). Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Proses Pembinaan
Akhlak Siswa SMP Muhammadiyah 8 Surakarta. UNM.
Spradley, J. (2006). Metode Etnografi (2nd ed.). Tiara Wacana.
Umar, H. (2003). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. PT Jaya Grafindo Persada.
Wahab, W. (2017). Islamic Values of Social Relation in Besaprah Tradition of Sambas Society:
The Case of Post-Conflict Malay-Madura in 1999-2017. Walisongo: Jurnal Penelitian
Sosial Keagamaan, 25(2), 383. https://doi.org/10.21580/ws.25.2.1339

Anda mungkin juga menyukai