Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH METODE PENELITIAN KUANTITATIF

PARADIGMA

Dosen Pengampu : Nopita Sari, M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Intan Millenia Qadarsih (11811022)
Sri Nurchotimah (11811034)

KELAS/SEMESTER : C/04 (Empat)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya serta menganugerahkan tetesan ilmu, kesehatan, dan kekuatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah metode penelitian kuantitatif ini
dengan judul “paradigma”. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan
kepada nabi besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia
dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh pengetahuan dan teknologi
seperti yang saat ini kita rasakan.
Dalam makalah ini, kami mengalami beberapa kesulitan dalam
mendapatkan sumber-sumber materi penunjang yang dapat menunjang
terselesainya makalah ini. Akan tetapi hal itu bukanlah penghalang bagi kami
untuk menyelesaikan makalah ini, justru bagi kami itu adalah tantangan yang
harus bisa dituntaskan dengan cepat dan tepat. Tak lupa ucapan terima kasih kami
sampaikan kepada ibu Nopita Sari, M.Pd. selaku dosen pengampu dalam
penyusunan makalah ini.
Demikian ini, kami sadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan para pembaca dapat
memberikan saran atau kritik yang bersifat membangun sebagai perbaikannya dari
makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalammu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pontianak, 16 April 2021


Penulis

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah....................................................................... 2
C. Tujuan Makalah........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian paradigma.................................................................. 3
B. Ruang lingkup paradigma penelitian........................................... 4
C. Macam-macam paradigma penelitian.......................................... 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 14
B. Saran............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

ii
2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian paradigma?
2. Apa ruang lingkup paradigma penelitian?
3. Apa macam-macam paradigma penelitian?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian paradigma.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup paradigma penelitian.
3. Untuk mengetahui macam-macam paradigma penelitian.
4.
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paradigma
Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti
yang berisi bagaimana cara pandang (world views) peneliti melihat realita,
bagaimana mempelajari fenomena, cara‐cara yang digunakan dalam
penelitian dan cara‐cara yang digunakan dalam menginterpretasikan
temuan. Dalam konteks desain penelitian, pemilihan paradigma penelitian
menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan
memberi pedoman seluruh proses penelitian. Paradigma penelitian
menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat
diterimanya.
Paradigma adalah cara mendasar untuk melakukan persepsi,
berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara
khusus tentang realitas. Bogdan & Biklen menyatakan bahwa paradigma
adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi, konsep, atau proposisi
yang berhubungan secara logis, yang mengarahkan cara berpikir dan
penelitian.1 Sedangkan Baker mendefinisikan paradigma sebagai
seperangkat aturan yang (1) membangun atau mendefinisikan batas-batas;
dan (2) menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batas-
batasitu agar berhasil.2
Cohenn & Manion membatasi paradigma sebagai tujuan atau motif
filsofis pelaksanaan suatu penelitian. Berdasarkan definisi diatas, dapat
kita tarik benag merahnya bahwa paradigma ialah suatu konsep, metode
dan kaidah-kaidah aturan-aturan yang dijadikan suatu kerangka kerja
pelaksanaan dalam sebuah penelitian.3 Oleh karena itu, penulis
menyimpulkan bahwa paradigma adalah acuan yang menjadi dasar bagi

1
Mackenzie dan Knipe, “Research dilemmas: Paradigms, Methods and Methodology.”
(Issues In Educational Research, 16(2), 2006), hlm. 193-205.
2
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), hlm. 49.
3
Mackenzie dan Knipe, op cit., hlm. 193-205.
5

setiap peneliti untuk mengungkapkan fakta – fakta melalui kegiatan


penelitian yang dilakukannya. Pemilihan paradigma dalam riset memiliki
implikasi terhadap pemilihan metodologi dan metode pengumpulan dan
analisis data.
B. Pengertian Paradigma Penelitian

C. Macam-macam Paradigma Penelitian


Paradigma penelitian adalah pola pikir atau cara pandang (aliran/mazhab)
mengenai keseluruhan proses, format dan hasil penelitian. Ragamnya
diantaranya adalah:
1. Paradigma Positivis
Paradigma Positivisme merupakan aliran filsafat yang dinisbahkan/
bersumber dari pemikiran Auguste Comte seorang filosof yang lahir di
Montpellier Perancis pada tahun 1798, ia seorang yang sangat miskin,
hidupnya banyak mengandalkan sumbangan dari murid dan teman-
temannya antara lain filosof Inggris John Stuart Mill (juga seorang ahli
ekonomi), ia meninggal pada tahun 1857.
Pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan
dalam tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive
(Kursus filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem
politik positif). Pandangan paradigma ini didasarkan pada hukum-
hukum dan prosedur-prosedur yang baku; ilmu dianggap bersifat
deduktif,berjalan dari hal yang umum dan bersifat abstrak menuju
yang konkit dan bersifat sepesifik; ilmu dianggap nomotetik, yaitu
didasarkan pada hukum-hukum yang kausal yang universal dan
melibatkan sejumlah variable.Paradigma positivitis pada akhirnya
melahirkan pendekatan kuantitatif.4
Paradigma postpositivisme berpendapat bahwa peneliti tidak bisa
mendapatkan fakta dari suatu kenyataan apabila si peneliti membuat

Muslim, Varian-Varian Paradigma, Pendekatan, Metode, Dan Jenis Penelitian Dalam


4

Ilmu Komunikasi (Wahana, Vol. 1, No. 10, ISSN 0853-5876, 2015), hlm. 78.
6

jarak (distance) dengan kenyataan yang ada. Hubungan peneliti dengan


realitas harus bersifat interaktif. Oleh karena itu perlu menggunakan
prinsip trianggulasi, yaitu penggunaan bermacam – macam
metode,sumber data dan data. Postpositivisme memiliki ciri-ciri
reduksionistis, logis, empiris berorientasi sebab dan akibat, dan
deterministis berdasarkan pada teori a priori. Pendekatan ini sering
digunakan oleh para peneliti yang telah terlatih dalam riset kuantitatif.5
2. Paradigma Interpretif
Pendekatan interpretif berangkat dari upaya untuk mencari
penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang
didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti.
Pendekatan interpretatif diadopsi dari orientasi praktis. Secara umum
pendekatan interpretatif merupakan sebuah sistem sosial yang
memaknai perilaku secara detail langsung mengobservasi.6
Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu yang unik dan memiliki
konteks dan makna yang khusus sebagai esensi dalam memahami
makna sosial. Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak
kaku) yang melekat pada sistem makna dalam pendekatan interpretatif.
Fakta-fakta tidaklah imparsial, objektif dan netral. Fakta merupakan
tindakan yang spesifik dan kontekstual yang beragantung pada
pemaknaan sebagian orang dalam situasi sosial. Interpretif menyatakan
situasi sosial mengandung ambiguisitas yang besar. Perilaku dan
pernyataan dapat memiliki makna yang banyak dan dapat
dinterpretasikan dengan berbagai cara.7
Paradigma ini menekankan pada ilmu bukanlah didasarkan pada
hukum dan prosedur yang baku; setiap gejala atau peristiwa bisa jadi
memiliki makna yang berbeda; ilmu bersifat induktif, berjalan dari

5
Juliana Batubara, Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
dalam Konseling (UIN Imam Bonjol Padang, Jurnal Fokus Konseling , Volume 3, No. 2, 2017),
hlm 103.
6
LW Newman, Social Research Methods Qualitative and Quantitative (Approaches
Boston: Allyn And Bacon, 2000), hlm. 68.
7
Newman, op cit., hlm. 72.
7

yang sepesifik menuju ke yang umum dan abstrak. Ilmu bersifat


idiografis, artinya ilmu mengungkap realitas melalui simbol-simbol
dalam bentuk deskriptif. Pendekatan interpretif pada akhirnya
melahirkan pendekatan kualitatif.
Tujuan dari constructivism adalah untuk bersandar sebanyak
mungkin pada pandangan dari para partisipan tentang situasi tertentu.
Sering kali makna-makna subjektif ini dinegosiasi secara sosial dan
historis. Dengan kata lain ragam realitas dibangun melalui interaksi
dalam kehidupan sosial dan melalui normanorma historis dan kultural
yang berlaku dalam kehidupan individu tersebut. Peneliti menciptakan
secara induktif mengembangkan teori atau pola makna. 8
3. Paradigma Kritis
Paradigma kritis lahir tidak lepas dari Institut penelitian sosial di
Frankfurt (Institut für Sozialforschung) didirikan pada tahun 1923 oleh
seorang kapitalis yang bernama Herman Weil, seorang pedagang
grosir gandum, yang pada akhir hayat “mencoba untuk cuci dosa” mau
melakukan sesuatu untuk mengurangi penderitaan di dunia (termasuk
dalam skala mikro: penderitaan sosial dari kerakusan kapitalisme).
Paradigma kritis adalah anak cabang pemikiran marxis dan sekaligus
cabang marxisme yang paling jauh meninggalkan Karl Marx
(Frankfurter Schule). Cara dan ciri pemikiran aliran Frankfurt disebut
ciri teori kritik masyarakat “eine Kritische Theorie der Gesselschaft”.
Paradigma ini mau mencoba memperbaharui dan merekonstruksi teori
yang membebaskan manusia dari manipulasi teknokrasi modern.
Beberapa tokoh Teori Kritis angkatan pertama adalah Max
Horkheimer, Theodor Wiesengrund Adorno (musikus, ahli sastra,
psikolog dan filsuf), Friedrich Pollock (ekonom), Erich Fromm (ahli
psikoanalisa Freud), Karl Wittfogel (sinolog), Leo Lowenthal
(sosiolog), Walter Benjamin (kritikus sastra), Herbert Marcuse (murid
Heidegger yang mencoba menggabungkan fenomenologi dan

8
Juliana Batubara, op cit., hlm 104.
8

marxisme, yang juga selanjutnya Marcuse menjadi “nabi” gerakan


New Left di Amerika). Ciri khas paradigma Kritis adalah bahwa
paradigma ini berbeda dengan pemikiran filsafat dan sosiologi
tradisional. Pendekatan paradigma kritis tidak bersifat kontemplatif
atau spektulatif murni.
Teori Kritis pada titik tertentu memandang dirinya sebagai pewaris
ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Teori
Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan,
merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa ingin
membongkar ideologi-ideologi yang sudah ada. pandangan paradigma
ini menekankan pada ilmu bukanlah didasarkan pada hukum dan
prosedur yang baku, tetapi untuk membongkar ideologi-ideologi yang
sudah ada dalam pembebasan manusia dari segala belenggu
penghisapan dan penindasan.9
Critical–Ideological memandang bahwa kenyataan itu sangat
berhubungan dengan pengamat yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain serta nilai– nilai yang dianut oleh pengamat tersebut turut
mempengaruhi fakta dari kenyataan tersebut. Paradigma critical–
ideological ini sama dengan paradigma postpositivisme yang menilai
realitas secara kritis. Para peneliti critical–ideological perlu menyadari
kekuatan mereka terlibat dalam dialog dan menggunakan teori untuk
menafsirkan atau menjelaskan aksi sosial.
Dalam praktik penelitian, critical– ideological dapat ditelusuri
melalui berbagai bentuk konfigurasi metodologi yang dianutnya.
Seorang peneliti yang menganut paradigma ini dapat merancang
misalnya studi etnografi yang akan mengubah cara berpikir
masyarakat, mendorong masyarakat untuk berinteraksi, membentuk
jaringan, menjadi aktivis, dan membentuk berbagai kelompok

9
Muslim, Varian-Varian Paradigma, Pendekatan, Metode, Dan Jenis Penelitian Dalam
Ilmu Komunikasi (Wahana, Vol. 1, No. 10, ISSN 0853-5876, 2015), hlm. 79.
9

berorientasi aksi, dan membantu individu untuk mempelajari kondisi


kehidupan mereka sendiri10

10
Juliana Batubara, op cit., hlm 104.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
Demikian makalah ini kami sampaikan, namun kami sadar makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
konstruktif dan inovatif sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, serta menambah keilmuan kita semua.
Aamiin.

14
DAFTAR PUSTAKA

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Newman, LW. 2000. Social Research Methods Qualitative and Quantitative


Approaches. Boston: Allyn And Bacon.

Muslim. 2015. Varian-Varian Paradigma, Pendekatan, Metode, Dan Jenis


Penelitian Dalam Ilmu Komunikasi. Wahana, Vol. 1, No. 10, ISSN 0853-
5876.

Batubara, Juliana. 2017. Paradigma Penelitian Kualitatif dan Filsafat Ilmu


Pengetahuan dalam Konseling. UIN Imam Bonjol Padang, Jurnal Fokus
Konseling , Volume 3, No. 2.

Mackenzie, N, dan Knipe, S. 2006. “Research dilemmas: Paradigms, Methods


and Methodology.” Issues In Educational Research, 16(2), 193-205.
Http://www.iier.org.au/iier16/mackenzie.html Diunduh pada 16 April
2021

15

Anda mungkin juga menyukai