Gambaran Umum Lingkungan hidup merupakan salah satu elemen kehidupan yang paling penting bagi kehidupan manusia. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia sangatlah bergantung pada lingkungan hidup sekitarnya, bahkan dari satu pohon saja bisa mempunyai banyak arti bagi kehidupan manusia. Di dalam satu pohon, manusia bisa mendapatkan banyak manfaat seperti oksigen, buah- buahan, bahkan kayu dari pohon tersebut bisa dimanfaatkan untuk menjadi barang-barang rumah tangga. Kebutuhan yang disebutkan terakhir yang bisa menjadi bahaya bagi kehidupan banyak manusia. Harus diakui pemanfaatan dari kayu memang sangatlah berguna bagi banyak manusia, karena bisa dibentuk menjadi alat- alat rumah tangga, kertas, pensil dan sebagainya. Namun, karena untuk memenuhi kebutuhan tersebut jugalah yang menyebabkan manusia menjadi serakah. Demi mendapatkan keuntungan yang besar, banyak manusia yang tidak peduli akan dampaknya dari penebangan liar. Sehingga banyak pohon yang ditebang namun tidak adanya kontrol yang baik dari segi jumlah yang ditebang maupun pembudidayaannya. Paradigma yang menempatkan lingkungan sebagai obyek eksploitasi telah membawa kerusakan lingkungan yang fatal dan berujung kepada berbagai bencana alam yang sangat merugikan.Negara kita juga tidak lepas dari masalah kerusakan lingkungan yang begitu besar dan masif. Berdasarkan hasil peta paduserasi TGHK – RTRWP pada tahun 1999 misalnya, dari luas kawasan hutan alam diduga sekitar 120.353.104 ha, diperkirakan sudah terjadi degradasi hingga mencapai 50 juta ha (Haeruman, 2003). Hasil penafsiran citra satelit pun menguatkan bukti kerusakan itu. Laju perusakan hutan alam tahun 1985 - 1997 tercatat 1,6 juta ha per tahun, tahun 1997 - 2000 tercatat 2,8 juta ha per tahun, tahun 2000 - 2003 laju kerusakan semakin tidak terkendali (Purnama, 2003). Akibat hilangnya hutan alam seluas 50 juta ha itu, Indonesia diperkirakan sudah mengalami kerugian sebesar Rp 30.000 Triliun. Bahkan pada tahun 2008 lalu saja diperkirakan kawasan lahan negara yang terdegradasi bertambah luas sebesar 77,8 juta ha. Menurut Kepala Seksi Hubungan Masyarakat dan Informasi Perum Perhutani Unit 1 Jateng, Dadang Ishardianto, ia menyatakan “kerugian material akibat penebangan pohon memang tidak seberapa namun kerugian secara ekologis sebenarnya sangat besar, beliau menambahkan setiap pohon terutama yang berukuran besar memiliki nilai ekologis yang relatif tinggi karena mampu menampung air dua kali lipat ketimbang luas tajuk dan perakarannya”. Sehingga saat musim hujan, apabila satu pohon saja bisa menampung air yang sangat besar dan mencegah potensi banjir, bisa dibayangkan bagaimana efek dari banyaknya pohon terhadap mencegah potensi banjir yang sering melanda di negara ini. Korupsi di sektor lingkungan hidup akan menyebabkan kerugian ekologis yang bersifat jangka panjang. Kerugian ini mungkin tidak terasa sekarang, namun bisa dibayangkan apabila lingkungan hidup di bumi ini terutama di negara kita semakin rusak, tentu saja akan banyak kerugian yang diderita oleh manusia secara keseluruhan, bisa saja alam rusak, bencana alam terjadi, manusia kehabisan sumber daya alam, efek rumah kaca dan kerugian-kerugian itu akan berdampak jauh lebih besar dibandingkan kerugian ekonomis yang diderita. Permasalahan yang terjadi, masyarakat kita kurang peduli akan kerugian ekologis ini, seringkali pelaku-pelaku usaha yang menyebabkan kerusakan lingkungan hanya terfokus mengenai ganti rugi terhadap penduduk setempat. Memang benar ganti rugi itu perlu, bahkan itu kewajiban mereka, namun ganti kerugian oleh para pelaku usaha jangan hanya sebatas ganti rugi materi kepada manusia, namun juga kepada alam. Alam yang rusak tidak bisa diperbaiki hanya dengan semalam, perlu waktu berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin saja kerusakan tersebut tidak akan bisa diperbaiki. Oleh karena itu, sudah seharusnya para pelaku perusak lingkungan juga menyadari pentingnya dampak kerugian ekologis yang terjadi. Sehingga ke depannya bentuk pertanggungjawaban para pelaku perusak lingkungan tidak hanya sebatas ganti rugi saja melainkan juga adanya upaya perbaikan terhadap lingkungan yang rusak. Penyalahgunaan Wewenang Penyimpangan dalam pengelolaan sumber daya alam pada umumnya mencakup penyalahgunaan pemberian dan pelaksanaan ijin, penyalahgunaan pelaksanaan kontrak, penyalahgunaan wewenang. Kejahatan korupsi sekarang ini meliputi berbagai sektor penyelengaaraan negara, salah satunya adalah sektor lingkungan hidup. Kejahatan korupsi di lingkungan hidup sebenarnya bisa berdampak lebih buruk daripada kejahatan korupsi di sektor lainnya. Menurut Chandra Hamzah, kerugian dalam kejahatan korupsi biasa hanya dihitung berdasarkan kerugian yang ada di APBN, sedangkan di kejahatan korupsi lingkungan hidup, kerugian yang diderita tidak hanya sebatas kerugian negara di dalam perhitungan APBN saja, namun melibatkan juga kerugian ekologis. Contoh Kasus Penyimpangan 1. Penebangan dan perdagangan liar (illegal logging) oleh perusahaan pemegang HPH menimbulkan kerugian finansial negara dan dampak sosial serta kerusakan sumber daya hutan dan lahan sehingga akhirnya berdampak terhadap ketidakseimbangan dan kerusakan ekosistem dalam tatanan daerah aliran sungai. 2. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang diperhitungkan lebih kecil dari sebenarnya dengan memanipulasi jenis kayu yang ditebang dari hutan negara, dengan melaporkan jenis kayu yang tarifnya lebih kecil dibanding dengan jenis kayu yang sebenarnya ditebang. Namun petugas pemeriksa berwenang berkolusi dengan membiarkan hal tersebut terjadi. Akibatnya instansi berwenang tidak dapat memonitor keragaman jenis kayu yang ada pada areal hutan negara. 3. Volume produksi yang dilaporkan lebih kedl dari jumlah sebenarnya karena sebagian hasil produksi dipergunakan sendiri oleh perusahaan untuk bahan bakar pembangkit listrik. 4. Perusahaan Kontrak Pengusahaan Penambangan Batu Bara (PKP2B) mengurangkan biaya pengangkutan yang tidak wajar atas hasil penjualan bagian pemerintah sehingga menimbulkan kerugian bagi pemerintah akibat diperoleh hasil penjualan batu bara yang rendah. Dampak Dari Korupsi Terhadap Lingkungan Hidup Dampak korupsi terhadap lingkungan diantaranya menurunnya kualitas lingkungan. Akibat yang dihasilkan oleh perusakan alam ini sangat merugikan khususnya bagi kualitas lingkungan itu sendiri. Dari kasus ilegal logging saja disinyalir kerugian negara yang terjadi sampai 30-42 triliun rupiah per tahun. 1. Menurunnya Kualitas Lingkungan Akibat yang dihasilkan oleh perusakan ala mini sangat merugikan khususnya bagi kualitas lingkungan. Contohnya, kerusakan lingkungan yang dibuat oleh manusia dan menyebabkan bencara, seperti banjir, banjir bandang, kerusakan tanah, kekeringan, kelangkaan air, dan menurunnya kualitas air dan udara, tingginya pencemaran di perairan sungai dan laut, sehingga sangat bercaun, dan sebagainya. 2. Menurunnya Kualitas Hidup Kerusakan hutan hujan tropis akan mengurangi persediaan oksigen bukan hanya untuk wilayah tersebut namun juga oksigen untuk bumi secara kesleuruhan. Berkurangnya kualitas udara tentunya juga akan berakibat pada menurunnya kualitas kesehatan manusia yang menghirupnya. Kerusakan yang terjadi di perairan, seperti pencemaran sungai dan laut, juga mengakibatkan menurunnya kualitas hidup manusia. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan 1. Untuk kasus illegal logging a. Pelaksanaan pengawasan di hutan (lokasi penebangan dan penampungan hasil tebangan yang masih berada di hutan) harus diperketat untuk menghindari penebangan kayu tanpa izin; b. Adanya sanksi (tidak diberikan ijin) bagi pemegang HPH yang dalam penyusunan RKT tidak berdasarkan pelaksanaan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (cruising 100%); c. Administrasi atas seluruh kegiatan yang berkaitan dengan hasil hutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku; d. Pengawasan atas kegiatan administrasi dan tata usaha hasil hutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Untuk kasus manipulasi perizinan a. Dalam ijin HPH ditetapkan dengan tegas potensi hutan menurut jenis- jenis kayu yang ada dalam area HPH ; b. Pemerintahan setempat harus menetapkan tarif PSDH menurut potensi jenis-jenis kayu yang ada dalam areal hutan yang dimilikinya ; c. Besarnya tarif PSDH harus mengacu pada tarif yang ditetapkan Menteri Kehutanan untuk mencegah penyamarataan pembayaran tarif bagi penebangan jenis pohon yang berbeda khususnya pohon yang dilarang; d. Pemerintahan setempat harus menetapkan sanksi administrasi dan keuangan yang tegas dalam hal terjadinya manipulasi jenis kayu yang ditebang dari areal HPH. 3. Untuk kasus pelaporan tidak sesuai a. Dalam Kontrak Pengusahaan Penambangan Batubara (KP2B) ditetapkan dengan jelas bahwa bagian pemerintah diserahkan secara in kind atas seluruh produksi batubara yang dihasilkan ; b. Dalam kontrak ditetapkan sanksi administrasi dan keuangan yang dikenakan terhadap kontraktor dalam hal terdapat manipulasi perhitungan volume produksi. c. Dalam kontrak (PKP2B) harus secara jelas diatur bagian pemerintah dan ditentukan biaya-biaya yang dapat dikurangkan ; d. Adanya pengawasan yang intensif oleh instansi yang berwenang khususnya atas biaya yang mengurangi hasil penjualan batu bara bagian pemerintah e. Dalam kontrak ditetapkan sanksi administrasi dan keuangan yang dikenakan terhadap perusahaan (PKP2B) dalam hal terdapat manipulasi perhitungan biaya pengangkutan. Daftar Pustaka Ali Karimulloh, 2017. Dampak Korupsi Terhadap Pelestarian Lingkungan https://prezi.com/9ueym7hpj4hb/dampak-korupsi-terhadap-pelestarian- lingkungan/ diakses tanggal 14 Agustus 2020 BPKP, 2002. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam. Tim Pengkajian SPKN, Republik Indonesia. Chaerudin, Syafudin, dkk., 2012. Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi Pranadji, T. 2005. Pemikiran ke Arah Pengembangan Nilai-nilai Sosial Budaya Bangsa. Jurnal Sosiologi Indonesia, (7):44-58, 2005. Pranadji, T., 2017. Keserakahan, Kemiskinan, dan Kerusakan Lingkungan. Analisis Kebijakan Pertanian, 3(4), pp.313-325. Pusat Edukasi Antikorupsi, 2017. Dampak Korupsi Terhadap Lingkungan https://aclc.kpk.go.id/materi/bahaya-dan-dampak- korupsi/infografis/dampak-korupsi-terhadap-kerusakan-lingkungan diakses tanggal 13 Agustus 2020
Purnama, B. M. 2003. Data perubahan penutupan lahan berhutan menjadi
lahan tidak berhutan (Deforestasi). Badan Planologi Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta Haeruman, H. 2003. Pengelolaan hutan bersama masyarakat di HTI. Makalah Diskusi PHBM Fakultas Kehutanan IPB tanggal 29 Januari 2003. Bogor.