Anda di halaman 1dari 11

1

FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL YANG MEMPENGARUHI


AKUAKULTUR DAN HUBUNGANNYA TERHADAP LINGKUNGAN

Oleh
Kelompok 1
VENANSIUS ADUR (1813010018)
WILHELMUS A. LEVEN (1813010009)
KLAUDENSIUS JEMI (1813010040)
MARIA K. MBIKING (1813010026)
MARTINA DEMI (1813010017)

PRODI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang ” Faktor Eksternal Dan
Internal Yang Mempengaruhi Akuakultur Dan Hubungannya Terhadap Lingkungan”
ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan, kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Kupang, Januari 2021

Penulis.
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 4
1.2 Tujuan......................................................................................................... 4
BAB II PEMBHASAN
2.1 Limbah Nutrient Dari Sistem Budidaya .................................................... 5
2.2 Faktor Eksternal Dan Internal Yang Mempengaruhi Akuakultur.............. 7
2.3 Akibat Hipernutrifikasi Terhadap Lingkungan.......................................... 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 10
3.2 Saran........................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11
4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara kepulauaan yang mmiliki wilayah
yang paling luas di dunia. Luas perairan Indonesia tidak kurang dari 5,8 juta km²
dan memiliki sebanyak 17.480 pulau yang terdiri dari pulau besar dan pulau kecil
dengan panjang garis lebih kurang 95.186 km,yang merupakan garis pantai tropis
terpanjang di dunia setelah kanada. Indonesia merupakan bagian dari setiga
terumbu karang (coral traingle), wilayah pesisir dan lautan indonesia memiliki
keanekaragaman hayati tertinggi didunia.
Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan
wilayah pesisir. Pengaruh kegiatan perikanan budidaya terhadap ekosistem
perairan berasal dari buangan limbah budidaya, jika konsentrasinya melebihi
ambang batas dapat mencemari, meracuni biota dan lingkungan perairan.
Buangan limbah yang kaya nutrien dan bahan organik sebagai konsekuensi dari
masukan akuainput dalam budidaya dapat meningkatkan sedimentasi, siltasi,
hypoxia, hypernutrifikasi, perubahan produktifitas dan struktur komunitas bentik.
Menurunnya kualitas lingkungan akan menyebabkan patogen dan
plankton berbahaya (harmful plankton) seperti Dinoflagellata dan blue green algae
(BGA) berkembang dengan pesat. Limbah organik yang dihasilkan dalam
budidaya ikan akan mempengaruhi kualitas air lainnya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk mengetahui dampak dari
limbah nutrien bagi lingkungan dan juga bagi biota budidaya serta mengetahui
faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi akuakultur.
5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Limbah Nutrient Dari Sistem Buidaya
Nutrien merupakan unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk
metabolisme atau proses fisiologi organisme. Nutrien di perairan terdapat dalam
bentuk makro maupun mikro. Nutrien dalam bentuk makro terdiri dari C, H,
O,N ,S , P, K , Mg , Ca, Na , dan Cl, sedangkan yang termasuk dalam bentuk
mikro terdiri dari Fe, Co , Zu , B , Si , Mn , dan Cu. Nutrien yang paling
dibutuhkan oleh organisme adalah unsur karbon, nitrogen, dan fosfor. Namun,jika
konsentrasinya melebihi ambang batas dapat mencemari, meracuni biota dan
lingkungan perairan.
Buangan limbah yang kaya nutrien dan bahan organik dari sistem
budidaya dapat meningkatkan sedimentasi, perubahan produktifitas, siltasi,
hypoxia, dan hypernutrifikasi. Limbah yang masuk ke lingkungan perairan
budidaya apabila melampaui kapasitas asimilasi atau kemampuan daya
dukungnya berdampak terhadap berubahnya fungsi ekologis.
Menurunnya kualitas lingkungan akan menyebabkan patogen dan
plankton berbahaya (harmful plankton) seperti Dinoflagellata dan blue green algae
(BGA) berkembang dengan pesat. Limbah organik yang dihasilkan dalam
budidaya ikan akan mempengaruhi kualitas air lainnya. Suhu, pH, polutan,
salinitas, amoniak, hidrogen sulfida dan oksigen terlarut selain mempengaruhi
populasi patogen dalam kolam juga mempengaruhi ketahanan ikan terhadap
infeksi penyakit.
Pemberian pakan yang berlebihan menjadi awal kendala bagi
keberlajutan produksi Ikan atau udang karena dari kelebihan pakan (bahan
organik) itulah penurunan kualitas air sehingga badan air menjadi tidak/kurang
mendukung kehidupan biota budidaya , tapi justru kondusif bagi kehidupan mikro
organisme, termasuk penyakit pada biota budidaya.
Masalah lain yang timbul jika limbah dibuang langsung adalah
tersebarnya bibit penyakit atau patogen ke alam. Hal ini tentu mengancam
6

kesehatan biota liar di sungai, muara, atau laut. Terutama tambak yang mengalami
panen gagal dikarenakan terkena penyakit harus bijak dalam membuang
limbahnya tidak langsung, melainkan diolah terlebih dahulu agar meminimalisir
risiko tersebarnya penyakit. Pengolahan limbah meliputi 4 macam proses yaitu
kontrol, pengolahan, pembuangan, dan penggunaan kembali.
 Kontrol atau pengendalian
Kontrol atau pengedalian dalam pembuangan limbah bertujuan mencegah limbah
langsung dibuang ke alam. Limbah ini dikumpulkan pada satu tempat yaitu kolam
pengendapan. Pada proses ini juga dapat diterapkan proses sedimentasi atau
pengendapan partikel organik. Limbah padat dari proses sedimentasi ini lebih sulit
diuraikan sehingga memerlukan usaha lebih, alternatifnya sedimen ini digunakan
sebagai pupuk pertanian karena kaya akan unsur hara.
 Treatment atau pengolahan limbah
Treatment atau pengelolaan limbah dilakukan dengan mengurangi volume,
toksisitas, dan konsentrasi limbah agar sesuai baku mutu limbah atau agar dapat
bermanfaat untuk keperluan lain. Treatment ini dapat dilakukan sekaligus pada
proses pengendapan. Penggunaan tanaman biofilter dapat mempercepat proses
penguraian atau menurunkan konsentrasi N dan P yang banyak terkandung dalam
limbah hasil budidaya. Tanaman biofilter ini mampu meningkatkan penurunan
konsentrasi limbah 20%-45%. Dapat digunakan juga rumput laut yang dapat
menurunkan N dan P, kemudian penggunaan moluska (sejenis siput atau kerang)
untuk menurunkan partikel materi organik, serta ikan untuk menurunkan densitas
fitoplankton/alga menjadi materi organik. Alternatif lain yaitu dengan
menggunakan bakteri pengurai. Dapat juga digunakan bahan kimia, tetapi
jumlahnya harus disesuaikan agar tidak berlebihan.
 Pembuangan limbah,
Pembuangan limbah dilakukan ke area yang sudah ditentukan dan telah dipastikan
bahwa limbah telah melalui pengolahan dan memenuhi baku mutu limbah. Pada
area pembuangan ini juga dapat ditambahkan vegetasi berupa pohon mangrove.
Selain dapat menyerap unsur hara dari limbah budidaya, mangrove juga
7

bermanfaat dalam proteksi dan stabilitas pesisir dari pasang air laut maupun
bahaya erosi.
 Reuse atau penggunaan kembali, misalnya sedimen atau endapan limbah
dapat digunakan kembali untuk pupuk pertanian. Limbah berupa air juga dapat
digunakan kembali untuk budidaya tetapi harus dicek kualitasnya sama ketika
mengambil air dari laut atau sumur, atau jika masih dibawah standar dapat melalui
proses sterilisasi dari sumber patogen.

2.2 Faktor Eksternal dan Internal Yang Mempengaruhi Akukultur

Pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal.

 Faktor internal diantaranya adalah faktor keturunan, jenis kelamin, dan usia.
 Faktor eksternal merupakan faktor yang dapat dikontrol yang terdiri dari
faktor kualitas air dan pakan.

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan akuakultur


(Benedictus, 2013). Menurut Priyadi (2008), 60-80% biaya produksi pada kegiatan
akuakultur secara intensif besumber dari biaya pakan.
Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ikan yang memiliki
peranan besar dalam penentuan pertumbuhan dan profit. Fungsi pakan sebagai
sumber energi utama dan materi bagi kehidupan,pertumbuhan dan reproduksi ikan.
Pemberian pakan dalam jumlah berlebihan akan meningkatkan biaya produksi bila
mana ditinjau dari segi ekonomi, dan dari segi lingkungan mengakibatkan
menurunnya kualitas akibat pencemaran. Pencemaran lingkungan disebabkan oleh
pakan yang tidak termakan. Pakan yang dikonsumsi oleh ikan tidak semua digunakan
untuk pertumbuhan, sebagian besar digunakan untuk metabolisme basal dan sisanya
untuk aktivitas, pertumbuhan, dan reproduksi (Nurdin et al., 2011).
Jumlah pemberian pakan adalah kekerapan jumlah pakan yang diberikan
dalam sehari. Jumlah pemberian pakan tergantung pada ukuran badan ikan. Jumlah
pakan ikan yang tepat dapat memaksmalkan pemanfaatan pakan oleh ikan sehingga
8

diharapkan dapat mencapai pertumbuhan yang maksimal, menekan biaya operasional


dan mengurangi dampak menurunnya kualitas air.
2.3 Akibat Hipernutrifikasi Terhadap Lingkungan

Hipernutrifikasi merupakan peningkatan konsentrasi nutrien (N dan P) yang


merupakan hasil proses perombakan material organik dari limbah, selanjutnya
sebagai konsekuensi dari keadaan tersebut akan terjadi peningkatan pertumbuhan
fitoplankton dan produktifitas perairan atau eutrofikasi. Ledakan populasi (blooming)
dari salah satu atau beberapa jenis spesies dapat menimbulkan kerugian bagi
organisme perairan (Brown et al., 1987).

Pengembangan kegiatan budidaya pada kawasan pesisir diawali dengan


pembukaan lahan sampai berkembang pada skala intensif. Budidaya pada tingkat
yang lebih maju di tambak maupun di laut sangat bergantung kepada input pakan
sebagai sumber energi yang mencapai 60-70 % dari total biaya. Alokasi pakan
tersebut sekaligus merupakan sumber limbah utama bahan organik dan nutrien ke
lingkungan perairan. Menurut Barg (1992) limbah tersebut dapat menyebabkan
hipernutrifikasi yang diikuti oleh perubahan ekologi fitoplankton, peningkatan
sedimentasi, siltasi, hipoksia, perubahan produktivitas, dan struktur komunitas
bentos. Penurunan mutu lingkungan yang tidak terkendali dan diiringi oleh
berkembangnya organisme patogen, akan bermuara pada penurunan produksi tambak.

Keberadaan sistem budidaya ikan dengan menggunakan jaring apung


menyebabkan peningkatan nutrien, indeks diversitas plankton -meso/oligosaprobik)
dan spesies plankton yangberada pada kondisi tercemar ringan ( paling
mendominasi perairan serta memungkinkan dapat menimbulkan blooming di perairan
tersebut adalah Ceratium sp.
Pada danau air tawar dan sungai, phosphor biasanya ditemukan sebagai
nutrien pembatas pertumbuhan (the growth-limiting nutrient), sebab ditemukan dalam
jumlah relatif kecil untuk kebutuhan tumbuhan. Jika phosphor dan nitrogen terdapat
dalam jumlah melimpah di dalam air maka akan terjadi peledakan jumlah alga dan
9

tumbuhan air (eutrofikasi) yang kemudian akan mengalami kematian missal.


Selanjutnya bakteri pengurai akan menguraikannya dan menggunakan oksigen yang
menyebabkan konsentrasi oksigen turun drastis yang dapat menyebabkan kematian
ikan (Ryding and Rast, 1989).
Profil total phosphate di berbagai lokasi pengukuran Phosphor merupakan
faktor pembatas produktifitas primer di perairan tawar sebagaimana nitrogen di
perairan laut. Pada perairan tawar dan payau, pelepasan phosphor dari unit budidaya
dapat menyebabkan hipernutrifikasi yang dapat menimbulkan eutrofikasi. Sebagian
besar fosfat terlarut akan terdeposisi dan dan terjerap di sedimen dasar perairan.
Dalam suasana anaerob fosfat yang terjerap di sedimen secara perlahan-lahan (slow
releasing) akan dilepaskan kembali ke perairan menambah ketersedian fosfat terlarut.
Pemulihan kondisi perairan yang tercemar fosfat memerlukan waktu yang lama.
10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limbah Nutrien merupakan sisa-sisa unsur atau senyawa kimia yang
digunakan untuk metabolisme atau proses fisiologi organisme dan jika
keberaadaanya di perairan melebihi ambang batas maka akan memberikan
dampak yang buruk terhadap biota maupun lingkungan disekitar tempat
budidaya.
Pertumbuhan pada ikan dipengaruhi oleh faktor internal maupun
faktor eksternal.

 Faktor internal diantaranya adalah faktor keturunan, jenis kelamin, dan


usia.
 Faktor eksternal merupakan faktor yang dapat dikontrol yang terdiri dari
faktor kualitas air dan pakan.
Hipernutrifikasi merupakan peningkatan konsentrasi nutrien (N dan P)
yang merupakan hasil proses perombakan material organik dari limbah,
selanjutnya sebagai konsekuensi dari keadaan tersebut akan terjadi peningkatan
pertumbuhan fitoplankton dan produktifitas perairan atau eutrofikasi
3.2 Saran
Jika kita melakukan suatu usaha budidaa usahakan limbah hasil
budidaya diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan perairan agar
lingkungan tempat kita budidaya tetap terjaga dan usaha budidaya kitapun terus
berlanjut.
11

DAFTAR PUSTAKA

Brown, J.R, Gowen, R.J and McLucky, D.S. 1987. The effect of salmon farming on
the benthos Scottish Sea–Loh. J.Exp.Mar.Biol.Ecol. 109 : 39–51
Barg, U. C. 1992. Guidelines of the promotion of environmental management of
coastal aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 328 FAO, Rome.
Ryding, S.O dan W. Rast. 1989. The Control of Eutrophication of Lakes and
Reservoir. The Parthenon Publishing Group. New Jersey.

Anda mungkin juga menyukai