Pengertian Masyarakat Menurut Definisi Para Ahli Ralp Linton dalam bukunya “The Study of Man” hal 91 mengemukakan bahwa Masyarakat adalah setiap kelompok Manusia yang telah cukup lama hidupdan bekerjasama, Sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan-batasan. Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan mengganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial degan batas-batas yang telah dirumuskan dengan jelas. J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam bukunya “Cultural Sociology” mendefinisikan Masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab musyarakah. Dalam bahasa Arab sendiri masyarakat disebut dengan sebutan mujtama`, yang menurut Ibn Manzur dalam Lisan al `Arab mengandung arti (1) pokok dari segala sesuatu, yakni tempat tumbuhnya keturunan, (2) kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda. Sedangkan musyarakah mengandung arti berserikat, bersekutu dan saling bekerjasama. Jadi dari kata musyarakah dan mujtama` sudah dapat ditarik definisi ataupun pengertian bahwa masyarakat adalah kumpulan dari orang banyak yang berbeda-beda tetapi menyatu dalam ikatan kerjasama, dan mematuhi peraturan yang disepakati bersama. Begitu pula menurut pendapat para ahli dibidannya bahwa pengertian atau definisi masyarakat pada dasarnya adalah sama yaitu sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama. Meski pada konteks nya berbeda-beda. Dari pengertian itu maka dapat kita bayangkan bagaimana anatomi dari masyarakat yang berbeda-beda. Dapat dijumpai misalnya ada; masyarakat desa, masyarakat kota, masyarakat Indonesia, masyarakat dunia, masyarakat Jawa, masyarakat Islam, masyarakat pendidikan, masyarakat politik dan sebagainya.Semua jenis masyarakat tersebut pastilah terdiri dari unsur- unsur yang berbeda-beda tetapi mereka menyatu dalam satu tatanan sebagai wujud dari kehendak bersama. Karena adanya dua atau beberapa kutub; yakni berasal dari unsur yang berbeda-beda tetapi bermaksud menyatu dalam satu tatanan, maka dari kutub pertama ke kutub ke dua ada proses yang membutuhkan waktu yang panjang. Masyarakat Indonesia misalnya, sudahkah mereka menyatu dalam kesatuan ? ternyata setengah abad merdeka belum cukup waktu untuk menyatukan sebuah masyarakat Indonesia meski sudah diwadahi dengan istilah Bhineka Tunggal Ika. Abad pertama kemerdekaan Indonesia nampaknya masyarakat Indonesia sebagai satu kesatuan masih merupakan nation in making, masih dalam proses menjadi. Hambatan dari proses itu adalah adanya rujukan dan kepentingan yang berbeda-beda. Demikian juga masyarakat Islam Indonesia, masyarakat OKI dan sebagainya. 2. Saat ini masalah toleransi menjadi tantangan besar bagi masyarakat Indonesia dan Dunia, a. Berikan contoh isu yang berkaitan dengan toleransi ! (min 150 kata) b. dan sebutkan apa penyebabnya/ akar permasalahannya ! (min 150 kata) c. dan cara menyelesaikan masalahnya ! (min 150 kata) Beragam kasus intoleransi berbasis agama di masyarakat disebut lembaga yang bergerak dalam hak asasi manusia, Setara Institute, marak karena pemerintah tidak sigap menanggulangi potensi konflik. Kesepakatan komunal menolak seseorang tinggal di daerah tertentu atas dasar agama, seperti yang terjadi terhadap seorang non-Muslim di Yogyakarta, dinilai bisa dicegah jika pemerintah konsisten mewujudkan asas kebhinekaan. Di sisi lain, pemerintah mengklaim memiliki prosedur pengawasan konflik sektarian, walau tak ada sanksi untuk pejabat yang lalai memelihara persatuan masyarakat. "Ada aturan untuk memastikan kehidupan bernegara berjalan baik. Kan juga ada forum kerukunan umat beragama," kata Syarmadani, Direktur Ketahanan Ekonomi, Sosial, Budaya Kementerian Dalam Negeri. "Tidak boleh ada pelarangan sepihak seperti di Bantul," kata Syarmadani. "Tapi sementara ini kami hanya bisa mengingatkan. Pendekatan kami tidak dalam konsep reward and punishment (penghargaan dan sanksi)," tuturnya saat dihubungi, Rabu (03/04). Perda Injil Manokwari, antara sejarah kekristenan dan 'nuansa intoleransi' Lagi, perusakan makam: Apakah ini tanda intoleransi? Bagaimana seorang kepala desa dari kelompok minoritas membangun kerukunan beragama
Warga Katolik di Bantul
Awal pekan ini terungkap kesepakatan antarwarga di Dusun Karet, Pleret, Bantul, Yogyakarta, untuk menolak penduduk non-Muslim tinggal di desa mereka. Kepala Dukuh Karet, Iswanto, mengaku mengetahui keberadaan aturan itu telah berlaku sejak tahun 2015. Belakangan ia membatalkan kesepakatan itu karena seorang warga bernama Slamet Jurniarto yang beragama Katolik mempersoalkannya. Slamet tak diizinkan warga Karet menetap di dusun itu karena tak memeluk Islam. "Peraturan yang dulu dibuat, karena permasalahan ini, sudah ditarik dan dibekukan mulai hari ini," kata Iswanto seperti dilaporkan wartawan di Yogyakarta, Furqon Ulya Himawan. "Karena melanggar undang-undang dasar, kami sepakat mencabut. Dulu aturan ini dibuat bersama-sama, sekitar 30 orang dari tokoh agama dan perwakilan warga," kata Iswanto. Adakah aparatur pemerintah yang tolak kebhinekaan? Keberagaman dan persatuan disebut pakar sebagai nilai dasar negara yang wajib diterjemahkan oleh seluruh pejabat pemerintah, tak terkecuali mereka yang berada di tingkat desa atau rukun tetangga. Menurut Halili, peneliti Setara Institute, lembaga yang bergiat di isu hak asasi manusia, pemerintah selama ini gagal memastikan pejabatnya menjalankan asas kebhinekaan tersebut. "Pemerintah harus memastikan, pejabat dari struktur paling atas sampai bawah, memiliki perspektif kebhinekaan yang kokoh," kata Halili. "Kesepakatan di Dusun Karet muncul sejak tiga tahun lalu, berarti aparat di dusun itu, termasuk babinsa, tidak peduli dengan kesepakatan segregatif," lanjutnya. Halili berkata, pendekatan meritokrasi dapat menjadi solusi abainya pejabat pemerintah terhadap isu intoleransi. "Perlu sanksi struktural bagi pejabat yang melakukan praktek intoleransi. Bisa mutasi atau hukuman lainnya. Jangan-jangan pejabat pemerintah tidak pernah saling berkoordinasi tentang kerukunan warga," katanya.
Pemukiman khusus agama tertentu menjamur'
Dalam catatan Setara Institute, kejadian di Bantul hanya satu dari berbagai fenomena segregasi di kalangan akar rumput. Di berbagai wilayah, terutama di Jawa, muncul perumahan yang eksklusif bagi kelompok penganut agama tertentu. Halili mengatakan fenomena ini hanya dapat dihentikan dengan kemauan politik pemerintah melawan perpecahan masyarakat. "Penguatan konservatisme agama memunculkan dampak sosial yang berkepanjangan. Semua kini dilabeli serba agamis. "Pemerintah harusnya responsif karena ini jelas mengancam persatuan masyarakat," kata Halili. Kementerian Dalam Negeri sendiri menyatakan setiap warga Indonesia berhak memilih domisili di daerah mana pun di dalam wilayah NKRI. Hak itu hanya dapat dibatasi hak khusus yang juga diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Bantul paling banyak peristiwa intoleransi'
Di Kabupaten Bantul, kasus intoleransi kebebasan beragama lebih sering terjadi dibanding dengan kabupaten lainnya di Provinsi DIY, sebut Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) DIY. Lembaga itu mencatat telah terjadi tujuh peristiwa intoleransi di Bantul sejak 2016-2018 dan bertambah menjadi delapan peristiwa dengan adanya penolakan terhadap Slamet Jurniarto. Berikut beberapa di antaranya: 19 Februari 2016, Ormas Front Jihad Islam (FJI) mendatangi Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Kotagede, Jagalan, Banguntapan, Bantul. Mereka meminta agar pondok pesantren ditutup. 7 Desember 2016, Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) mendatangi kantor humas dan admisi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta. Mereka memprotes poster iklan penerimaan mahasiswa baru UKDW yang menampilkan foto wanita berjilbab. Januari 2017, Sejumlah warga menolak Camat Pajangan Yulius Suharto di Kabupaten Bantul karena yang bersangkutan nonmuslim. Padahal, Bupati Bantul, Suharsono, sudah melantiknya. 12 Oktober 2017, Pembatalan Acara Kebaktian Nasional Reformasi 500 Tahun Gereja Tuhan oleh Stephen Thong Evangelistic International (STEMI) di Yogyakarta, karena ada penolakan dari ormas Islam dengan tuduhan kristenisasi. 28 Januari 2018, sejumlah ormas Islam menolak kegiatan bakti sosial Paroki Gereja Santo Paulus, Pringgolayan, Bantul, dalam acara memperingati 32 tahun berdirinya gereja. Alasan penolakan adalah upaya kristenisasi dan mereka meminta panitia gereja memindahkan kegiatan di gereja. 11 Februari 2018, Penyerangan umat dan pastor Gereja Santa Lidwina di Bedog, Sleman, Yogyakarta, oleh seorang pria. Pastor yang memimpin misa, dua orang umat yang sedang mengikuti misa terluka akibat sabetan pedang pelaku. 17 Desember 2018, Warga RT 53 RW 13, Purbayan, Kotagede, menolak pemasangan nisan salib di makam seorang warga bernama Albertus Slamet Sugihardi. Warga memotong bagian atas nisan salib. Warga juga menolak adanya doa bagi jenasah di pemakaman dan di rumah keluarga.