Refrat Maya Dan Alma
Refrat Maya Dan Alma
Refrat Maya Dan Alma
Oleh :
Perseptor :
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan sebuah referat, yang diajukan
dengan judul “Perdarahan Hamil Muda” dalam rangka untuk memenuhi tugas
kepanitraan klinik RSUD. ACHMAD MOCHTAR Bukit Tinggi.
Penyusunan referat ini tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan dan
kesulitann, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Zeino Fridsto,Sp.OG
yang telah membimbing dan memberi arahan dalam penyusunan referat.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, sehingga dapat memperbaiki
referat yang dibuat oleh penulis. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak dan bernilai sebagai amal kebajikan dihadapan Allah SWT.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
berkembang sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Data WHO menyebutkan bahwa antara 2010-2014 terdapat 56 juta kasus aborsi
di dunia. Kejadian abortus ini di temukan lebih banyak di wilayah negara berkembang
di bandingkan negara maju. Setiap tahun sekitar 4,7-13,2% dari kasus kematian ibu di
kaitkan dengan aborsi yang tidak aman.2
2.3 ETIOLOGI
Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk mengosongkan
uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan
adalah keguguran (Miscarriage). Abortus spontan secara klinis dapat dibedakan antara
abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkompletus, abortus kompletus.5
1. Abortus imminens (threaned abortion)
Abortus imminens adalah perdarahan bercak yang menunjukkan
ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. pendarahan ini
berasal dari intra uteri sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu
dengan atau tanpa kontraksi, Dalam kondisi seperti ini kehamilan masih
mungkin berlanjut atau dipertahankan . Diagnosis abortus imminens
ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium
uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus
membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes
kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan
sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi
pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koreales ke dalam
desidua, pada saat implantasi ovum.
2. Abortus insipiens (inivitable)
Perdarahan intrauterin sebelum kehamilan lengkap <20 minggu dengan
dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran product of conception
(POC). Pada abortus ini mungkin terjadi pengeluaran sebagian atas
seluruh hasil konsepsi dengan cepat. Abortus dianggap inspiens jika ada
tanda-tanda berikut : penipisan serviks derajat sedang, dilatasi serviks >
3 cm, pecah selaput ketuban, perdarahan > 7 hari, kram menetap
meskipun sudah diberikan analgetik narkotik, dan tanda-tanda
penghentian kehamilan (misal, tidak ada mastalgia) .
3. Abortus inkompletus
Perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi
telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikalis. Apabila plasenta
(seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan
terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus.
Pada abortus yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian
masif sehingga menyebabkan hipovolemia berat .
4. Abortus kompletus
Proses abortus di mana keseluruhan hasil konsepsi telah keluar melalui
jalan lahir. Tanda dan gejalanya yaitu ditemukan perdarahan sedikit,
ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah mengecil. Penderita tidak
memerlukan pengobatan khusus.
2.5 DIAGNOSA
2.5.1 Anamnesis
Gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian
bawah terutama dibagian suprapubik yang menjalar ke punggung, bokong dan
perineum, pendarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi. Gejala ini terutamanya
khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertinggal di rahim. Selain itu, di
tanyakan adanya amenore pada masa reproduksi kurang dari 20 minggu dari HPHT.
Pendarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai jaringan hasil konsepsi. Bentuk
jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa jaringan yang lengkap seperti janin
atau seperti anggur. Riwayat penyakit seperti diabetes yang tidak terkontrol, tekanan
darah tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengkonsumsi alkohol
narkoba,dan riwayat infeksi traktus genitalis harus di perhatikan karena dapat
menambah curiga abortus akibat infeksi.6
2.8 TATALAKSANA
2.8.1 Tatalaksana Umum9
- Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-
tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
- Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan
sistol<90mmhg). jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok. jika tidak
terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk
dengan cepat.
- Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan
kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam
- Segera rujuk ibu ke rumah sakit.
- semua ibu yang emngalami abortus perlu mendapatkan dukungan emosianal dan
konseling kontrasepsi pasca abortus.
- Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.
2.8.2 Tatalaksana Abortus Insipiens9
- lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan resiko dan rasa tidak
nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi mengenai
kontrasepsi pasca keguguran.
- Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu lakukan evakuasi isi uterus. jika
evakuasi tidak dapat dilakukan segera, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat
diulang 15 menit kemudian bila perlu). dan rencanakan evakuasi segera.
- Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu
- Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa hasil
konsepsi dari dalam uterus
-Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau ringer
Laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk membantu pengeluaran hasil
konsepsi.
- Lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. bila kondisi
ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, pendarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. periksa kadar hemoglobin setelah 24
jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu diperbolehkan
pulang.
1.1.9 KOMPLIKASI
Berapa komplikasi dari abortus sebagi berikut:
Pendarahan
Pendarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena pendarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. perdarahan yang berlebihan sewaktu atau
sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal, perforasi uterus,
kehamilan serviks, dan juga koagulopati.10
Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus kriminalis.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera
dilakukan untuk menetukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukan
alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.10
Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena pendarahan(syok hemoragik) dan karena
infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis servikalis sewaktu
dilatasi juga boleh terjadi namun pasien sembuh dengan segera.10
Infeksi
Organisme-organisme yang paling sering bertangung jawab terhadap infeksi
paska abortus adalah E.coli, streptococus non hemolitikus, streptococci anaerob,
staphylococcus aureus, streptococcus hemolitikus, dan clostridium perfringens. Bakteri
lain yang kadang di jumpai adalah neisseria gonorrhoeae, pneumococcus dan
clostridium tetani.10
2.10 PROGNOSIS
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi abortus. Perbaikan
endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren mempunyai
prognosis yang baik sekitar >90%. Pada wanita abortus dengan etiologi yang tidak
diktahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80%. sekitar 77% angka
kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktifiktas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6
minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.10
Mola Hidatidosa.3,4,5,6
Molahidatidosa adalah suatu kehamilan abnormal, dimana vili yang normal digantikan
oleh gelembung-gelembung akibat degenerasi hidropik vili korealis disertai proliferasi sel-sel
trofoblas dalam berbagai derajat.
Bila tidak ditemukan embrio atau janin, disebut molahidatidosa komplit atau
molahidatidosa klasik, sedangkan bila ditemukan unsur janin atau plasenta normal disamping
gelembung-gelembung mola, disebut molahidatidosa parsialis. Walaupun jarang, kadang-
kadang ditemukan molahidatidosa pada kehamilan ganda dizigotik, dimana ditemukan
plasenta normal dengan janin dan sekelompok gelembung-gelembung mola.
Walaupun sebagian besar penderita mola hidatidosa dapat sembuh spontan, namun bila
diagnosis dan pengelolaannya terlambat, penderita dapat meninggal karena perdarahan,
infeksi maupun akibat tumor trofoblas gestasional pasca mola hidatidosa.
Ada kalanya pada sediaan abortus atau plasenta aterm, ditemukan beberapa bagian
yang mengalami degenerasi hidropik. Keadaan semacam ini tidak dimasukan ke dalam mola
hidatidosa, tetapi disebut sub molaire. Baru setelah diadakan penelitian sitogenik pada tahun
1970-an oleh antara lain Kajii, Vassilokos, Szulman dan lain-lain, dicapai kesepakatan bahwa
mola hidatidosa itu terdiri dari dua jenis :
Pada kebanyakan kasus, mola tidak berkembang menjadi keganasan, namun sekitar 2-
3 kasus per 1000 wanita, mola dapat berubah menjadi ganas dan disebut koriokarsinoma.
Kemungkinan terjadinya mola berulang berkisar 1 dari 1000 wanita.
Merupakan kehamilan abnormal tanpa embrio yang seluruh vili korialisnya mengalami
degenerasi hidropik yang menyerupai anggur hingga sama sekali tidak ditemukan unsur janin.
Secara mikroskopik tampak edema stroma vili tanpa vaskularisasi disertai hyperplasia dari
kedua lapisan trofoblas.
Kadang – kadang pembuahan terjadi oleh dua buah sperma 23 X dan 23 Y (dispermi)
sehingga terjadi 46 X atau 46 Y. Disini MHK bersifat heterozigot, tetapi tetap androngenetik
dan bisa terjadi, walaupun sangat jarang terjadi hamil kembar dizigotik yang terdiri dari satu
bayi normal dan satu lagi MHK.
Secara makroskopis MHK mempunyai gambaran yang khas, yaitu berbentuk kista atau
gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai 2-3cm, berdinding tipis,
kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan seperti cairan asites atau edema. Kalau ukurannya
kecil, tampak seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti serangkaian
buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK disebut juga kehamilan anggur. Tangkai
tersebut melekat pada endometerium. Umumnya seluruh endometerium dikenai, bila
tangkainya putus terjadilah perdarahan. Kadang-kadang gelembung-gelembung tersebut
diliputi oleh darah merah atau coklat tua yang sudah mengering. Sebelum ditemukan USG,
MHK dapat mencapai ukuran besar sekali dengan jumlah gelembung melebihi 2.000 cc.
Faktor Resiko
1. Faktor Umur : risiko MH paling rendah pada kelompok umur 20-35 tahun. risiko
MH naik pada kehamilan remaja < 20 tahun,Naik sangat tinggi pada kehamilan
remaja < 15 tahun, kira-kira 20 x lebih besar. tinggi pada umur > 40 tahun,naikan
sangat menyolok pada umur = 45 tahun
2. Faktor Riwayat Kehamilan MH Sebelumnya : Wanita MH sebelumnya, punya
risiko lebih besar naiknya kejadian MH berikutnya
3. Faktor Kehamilan Ganda : mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya MH
4. Faktor Graviditas : Risiko kejadian MH makin naik,dengan meningkatnya
graviditas. (kontroversial)
5. Faktor Kebangsaan / Etnik : wanita kulit hitam meningkat,dibanding wanita
lainnya. Euroasian turun dua kali lipat dibanding wanita Cina, India atau
Malaysia.
6. Faktor Genetika : frekuensi Balance Tranlocation, wanita dengan MH komplit
lebih banyak dibandingkan dengan yang didapatkan pada populasi normal
7. Faktor Makanan dan Minuman : angka kejadian MH tinggi diantara wanita
miskin, diet yang kurang protein, kelainan genetik pada kromosom.(kontroversi)
8. Faktor Sosial Ekonomi : resiko MH tinggi pada sosial ekonomi rendah
(kontroversi)
9. Faktor Lain : Faktor hubungan keluarga/consanguinity, Faktor merokok, Faktor
toksoplasmosis.
Etiologi
Etiologi penyakit trofoblas sampai saat ini belum juga diketahui dengan pasti. Namun
ada beberapa teori yang mencoba menerangkan terjadinya penyakit trofoblas yaitu teori
desidua, teori telur, teori infeksi dan teori hipofungsi ovarium.
1. Teori desidua
Menurut teori ini terjadinya molahidatidosa ialah akibat perubahan-perubahan degeneratif
sel-sel trofoblas dan stroma vili korialis. Dasar teori ini adalah selalu ditemukan desidual
endometritis, pada binatang percobaan dapat terjadi molahidatidosa bila pembuluh darah
uterus dirusak sehingga terjadi gangguan sirkulasi pada desidua.
2. Teori telur
Menurut teori ini molahidatidosa dapat terjadi bila terdapat kelainan pada telur, baik
sebelum diovulasikan maupun setelah dibuahi.
3. Teori infeksi
Bagshawe, melaporkan bahwa ada sarjana yang dapat mengisolasi sejenis virus pada
molahidatidosa. Virus ini kemudian ditransplantasikan pada selaput korioalantoin mudigah
ayam, ternyata kemudian terjadi perubahan-perubahan khas menyerupai molahidatidosa,
baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Selain itu molahidatidosa diduga
disebabkan oleh toksoplasmosis, teori ini dikemukakan oleh Bleier. Teori ini didasarkan
pada penemuan toksoplasmosis Gondii dalam jumlah besar pada darah penderita
molahidatidosa.
Teori ini dikemukakan oleh Hasegawa, berdasarkan penelitian beberapa orang ahli yaitu
Courrier dan Gros yang melakukan kastrasi pada seekor kucing, 15–17 hari setelah
pembuahan. Ternyata kemudian pada plasentanya ditemukan perubahan-perubahan yang
menyerupai molahidatidosa. Karzafina melaporkan bahwa 60% penderita molahidatidosa
yang ditelitinya berumur 18–21 tahun, disertai oleh hipofungsi ovarium. Smalbreak
melaporkan bahwa dari hasil penelitiannya ditemukan angka kejadian molahidatidosa yang
tinggi pada perempuan muda, dimana fungsi seksualnya masih imatur. Menurut Hasegawa
molahidatidosa diduga disebabkan oleh teori defisiensi estrogen, yang didukung oleh data-
data penelitian yang melaporkan bahwa 60% penderita molahidatidosa berumur 18–21
tahun dan disertai hipofungsi ovarium. Serta insidens molahidatidosa yang tinggi pada
perempuan muda dan pada perempuan tua dimana fungsi ovarium telah menurun.
4. Faktor lain
Selain teori-teori tersebut di atas, masih ada beberapa teori lain yang menghubungkan
dengan faktor-faktor yang diduga mempunyai peranan dalam etiologi penyakit trofoblas.
Faktor-faktor tersebut ialah faktor malnutrisi, faktor golongan darah dan faktor sitogenetik.
A. Faktor nutrisi
Penelitian-penelitian awal yang dilakukan pada tahun 1960 di Meksiko dan Filipina
menggambarkan bahwa frekuensi penyakit trofoblas gestasional yang terjadi
diantara kelompok sosial rendah di negara-negara berkembang dapat dijelaskan
dengan keadaan malnutrisi dan terutama rendahnya asupan protein.
C. Faktor sitogenetik
Patogenesis
Banyak teori yang telah dilontarkan tentang patogenesis MHK ini, antara lain teori hertig
dan teori park.
Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan trofoblas yang
abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun neoplasi. Bentuk yang abnormal ini disertai
pula dengan fungsi yang abnormal. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya
menyebabkan kematian embrio.
Teori yang sekarang dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik umumnya
kehamilan MHK terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak
berfungsi, dibuahi oleh sperma yang mengandung haploid 23 X, terjadilah hasil konsepsi
dengan kromosom 23 X, yang kemudian mengadakan duplikasi menjadi 46 XX. Jadi umumnya
MHK bersifat homozigot, wanita dan berasal dari bapak (androgenetik). Jadi tidak ada unsur
ibu sehingga disebut Diploid Androgenetik
Ovum 46 XX
Kosong endoreduplikasi
23 X
Homozigot
23 X
Ovum
Kosong 46 XX
23 X
Heterozigot
23 X
46 XY
Ovum
Kosong
46 YY
23 Y
Nonviable
Seperti diketahui, kehamilan yang sempurna harus terdiri dari unsur ibu yang akan
membentuk bagian embrional (anak) dan unsur ayah yang diperlukan untuk membentuk
bagian ekstraembrional (plasenta, air ketuban, dll) secara seimbang. Karena tidak ada unsur
ibu, pada MHK tidak ada bagian embrional (janin). Yang ada hanya bagian ekstraembrional
yang paologis berupa vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik seperti anggur.
Mengapa ada ovum kosong? Hal ini bisa terjadi karena gangguan pada proses meosis,
yang seharusnya diploid 46 XX pecah menjadi 2 haploid 23 X, terjadi peristiwa yang disebut
nondysjunction, dimana hasil pemecahannya adalah 0 dan 46 XX. Pada MHK ovum inilah yang
dibuahi. Gangguan proses meosis ini, antara lain terjadi pada kelainan struktural kromosom,
berupa balance translocation.
MHK dapat terjadi pula akibat pembuahan ovum kosong oleh 2 sperma sekaligus
(dispermi). Bisa oleh dua haploid 23X, atau satu haploid 23 X dan atu haploid 23Y. Akibatnya
bisa terjadi 46 XX atau 46 XY, karena pada pembuahan dengan dispermi tidak terjadi
endoreduplikasi. Kromosom 46 XX hasil reduplikasi dan 46 XX hasil pembuahan dispermi,
walaupun tampak sama, namun sesungguhnya berbeda, karena yang pertama berasal dari
satu sperma (homozigot) sedangkan yang kedua berasal dari dua sperma (heterozigot). Ada
yang menganggap bahwa 46XX heterozigot mempunyai potensi keganasan lebih besar.
Pembuahan dispermi dengan dua haploid 23 Y (46 YY) dianggap tidak pernah bisa terjadi
(nonviable)
Patologi Anatomi
1. Makroskopik
2. Mikroskopik
Menurut Hasegawa kedua jenis sel trofoblas berproliferasi secara abnormal. Akan
tetapi proliferasi sel-sel sitotrofoblas biasanya tidak sehebat proliferasi sel-sel
sinsisiotrofoblas. Proliferasi sel-sel sinsisiotrofoblas tergantung pada lokasi vili
korialis, makin dekat ke desidua basalis proliferasi makin hebat, dan tergantung
nutrisi di antara sel-sel sinsisiotrofoblas itu sendiri. Proliferasi dikatakan makin
hebat bila ditemukan sel-sel yang bermitosis. Kadang-kadang ditemukan
molahidatidosa yang tidak disertai proliferasi abnormal sel-sel trofoblas. Oleh
Marchand dan Hasegawa keadaan ini disebut sebagai molahidatidosa sekunder,
untuk membedakan dengan molahidatidosa primer yaitu molahidatidosa yang
mempunyai ketiga gambaran histologik yang khas. Pada molahidatidosa sekunder
jarang terjadi perdarahan dan uterus sering lebih kecil dari seharusnya.
Ada 2 teori yang dapat menerangkan terjadinya vili korialis menjadi hidrofik, yaitu
teori degeneratif yang diajukan oleh Hertig dan Edmons dan teori neoplastik yang
diajukan oleh Park. Gambaran mikroskopik vili korialis tampak udema dan
berdegenerasi miksomatosa. Kadang-kadang masih terlihat sisa-sisa sel stroma
yang melekat pada dinding vili korialis. Besar-kecilnya vili korialis tergantung dari
derajat hidrofik vili korialis tersebut.
c). Pembuluh darah di dalam stroma vili korialis sangat sedikit sampai tidak ada sama
sekali.
Menurut Hasegawa, jumlah pembuluh darah dalam vili korialis tergantung dari
derajat hidrofik stroma vili korialis tersebut. Makin banyak vili korialis
mengandung cairan, makin sedikit mengandung pembuluh darah, sedangkan
menurut Stolte, tidak adanya pembuluh darah, memang merupakan kelainan
utama dalam pembentukan gelembung pada molahidatidosa. 2,10,15,43,44
Gambaran Klinis
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran uterus lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran uterus yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala mola
yaitu :
Perdarahan timbul mulai kehamilan 8 minggu, berwarna merah segar karena berasal
dari jaringan mola yang lepas dari dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan
darah yang tersimpan dalam kavum uterus yang kemudian akan mencair dan keluar
berwarna merah ungu akibat proses oksidasi. Perdarahan biasanya intermitten, sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian, oleh karena itu
umumnya pasien mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.
Perdarahan uterus abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat
merupakan gejala yang paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara
minggu keenam dan kedelapan setelah amenore. Sekret berdarah yang bkontinyu atau
intermitten dapat berkaitan dengan keluarnya vesikel-vesikel yang menyerupai buah
anggur.
2. Hiperemesis gravidarum
yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat. Keluhan hiperemesis terdapat
pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan keluhan mual
muntah terdapat pada mola hidatidosa dengan tinggi fundus uteri lebih dari 24
minggu.
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein ±15% kasus. Umumnya kista ini segera
menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus dimana kista
lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Kista lutein dapat menimbulkan gejala
abdominal akut karena torsi atau pecah. Kista berisi cairan serosanguineous dan
strukturnya multilokulare. Bila uterusnya besar, maka kista ini sukar diraba namun dapat
diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi. Kista menjadi normal dalam waktu 2-4 bulan
setelah dievakuasi. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar
untuk mendapatkan degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa
kista.
Lebih dari separuh penderita mola hidatidosa memiliki uterus yang lebih besar dari usia
kehamilannya. Bila uterus diraba, akan terasa lembek karena miometrium teregang oleh
gelembung-gelembung mola dan bekuan darah.
7. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, tidak teraba bagian janin
(balottement), kecuali pada mola parsial
9. Emboli paru.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya
pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke paru-
paru tanpa memberikan gejala apa-apa tetapi pada mola kadang-kadang jumlah sel
trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang
bisa menyebabkan kematian.
10. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang
merupakan diagnosa pasti.
11. Mola hidatidosa parsial biasanya ditemukan pada saat evaluasi pasien yang didiagnosis
sebagai abortus inkomplit atau missed abortion.
12. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan keluhan obstetri,
seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi kordis, perdarahan
intrakranial, perdarahan gastrointestinal, dan hemoptoe.
Pemicu tirotoksikosis pada mola hidatidosa adalah tingginya kadar hCG. Tirotoksikosis
merupakan salah satu penyebab kematian penderita mola. Kariadi menemukan bahwa kadar
ß-hCG serum (RIA) > 300.000 ml pada penderita mola sebelum jaringan molanya dievakuasi.
Hal ini merupakan faktor risiko yang sangat bermakna untuk terjadinya tirotoksikosis.
Hipertiroid dapat diketahui secara klinis terutama bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan T3
dan T4, yaitu dengan menggunakan Indeks Wayne. Tirotoksikosis merupakan salah satu
penyebab kematian penderita mola. Kariadi menemukan bahwa kadar ß-hCG serum (RIA) >
300.000 ml pada penderita mola sebelum jaringan molanya dievakuasi. Hal ini merupakan
faktor risiko yang sangat bermakna untuk terjadinya tirotoksikosis. Hipertiroid dapat diketahui
secara klinis terutama bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan T3 dan T4, yaitu dengan
menggunakan Indeks Wayne.
Untuk membantu masalah ini Sri Hartini Kariadi (1992) mengajukan rumus fungsi
diskriminan diagnosa tirotoksikosis pada mola hidatidosa sebagai berikut:
Bila D< 0 atau kalau D hasilnya negatif, berapapun nilai angkanya menunjukkan
tirotoksikosis. Derajat ketepatannya 87,5%
2. D = +3552928 – 0,4749675 FU + 0,003115562 Nadi + 0,01638073 Khol
Khol = Kholesterol darah dalam mg%
Bila D< 0 atau kalau hasilnya negatif, berapapun nilai angkanya, menunjukkan
tirotoksikosis. Derajat ketepatan 90,63%
Dasar Diagnosis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan klinis
Periksa dalam vagina : uterus membesar, bagian bawah uterus lembut dan tipis,
serviks terbuka dapat diketemukan gelembung MH, perdarahan, sering disertai
adanya Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO). Pemeriksaan dengan sonde uterus
(Acosta Sison) : MH hanya ada gelembung-gelembung yang lunak tanpa kulit
ketuban sonde uterus mudah masuk sampai 10 cm tanpa adanya tahanan
3. Pemeriksaan radiologi
Foto Abdomen MH tidak tampak kerangka janin. Dilakukan setelah umur kehamilan 16
minggu. Amniografi/histerografi cairan kontras lewat transabdominal / transkutaneus
atau transervikal kedalam rongga uterus, akan menghasilkan amniogram atau
histerogram yang khas pada kasus MH, yang disebut sebagai sarang tawon/typical
honeycomb pattern/honeycomb
4. USG
Janin : MH KOMPLIT tidak didapatkan janin, MH PARSIAL Plasenta yang besar dan
luas, kantong amnion kosong atau terisi janin. Janin masih hidup dengan
gangguan pertumbuhan & kelainan kongenital, atau sudah mati
Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO), biasanya besar, multilokuler, dan sering
bilateral.
5.Pemeriksaan
HCG (HUMAN
CHORIONIC GONADOTROPIN)
kadar HCG yang tetap tinggi & naik cepat setelah hari ke 100 (dihitung sejak
gestasi / hari pertama haid terakhir )
6. Patologi anatomi
Tes Acosta Sicon yaitu menggunakan sonde uterus untuk membedakan mola
hidatidosa dengan kehamilan normal. Prinsipnya bila pada kehamilan normal
dala kavum uteri terdapat janin yang dilindungi oleh selaput ketuban,
sedangkan pada mola hidatidosa hanya terdapat gelembung-gelembung yang
lunak tanpa selaput ketuban. Bila kita memasukkan sonde melalui kanalis
servikalis secara perlahan-lahan dan sonde dapat masuk lebih dari 10 cm ke
tengah-tengah kavum uteri tanpa tahanan, maka diagnosis mola hidatidosa
hampir dapat dipastikan. Pada kehamilan normal, sonde akan tertahan oleh
ketuban. Syarat melakukan sondase ini adalah uterus harus lebih besar dari
kehamilan 20 minggu. Sonde dapat juga masuk ke kavum uteri tanpa tahanan
pada kematian janin dalam uterus, dimana tonus jaringan telah sedemikian
lembeknya sehingga tidak mampu memberikan tahanan lagi. Pada mola
hidatidosa, sonde dapat berputar 360 derajat tanpa tahanan, sedangkan pada
kehamilan normal sonde akan tertahan.
Diagnosis banding
Diagnosis banding uterus yang ukurannya lebih besar dari pada umur kehamilan :
hidramnion, kehamilan multipel,dan uterus hamil disertai adanya mioma uteri.
Diagnosis banding perdarahan uterus dan nyeri perut pada trimester I atau
trimester II kehamilan : abortus mengancam & abortus incompletus
Diagnosa banding pemeriksaan USG : Missed abortion, Massa dirongga panggul, Massa
plasenta yang besar pada kehamilan ganda, Kematian janin dalam rahi
Terapi
Terdiri dari 4 tahap, yaitu :
2. Evakuasi jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up
BAB 3
KESIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
1. Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
berkembang sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan dengan batasan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
2. Penyebab abortus bervariasi, dapat berasal dari faktor ibu (seperti kelainan
anatomis uterus, penyakit endokrin, infeksi,dll), faktor janin (kelainan
genetik/kromosom) dan faktor ayah (kelainan sperma).
3. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan dan abortus provokatus,
sedangkan berdasarkan klinisnya dapat diklasifikasikan menjadi: Abortus
imminens, insipiens, inkomplit, komplit, dan missed abortion.
4. Diagnosis abortus ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
5. Tatalaksana abortus terdiri dari tatalaksana umum untuk mengatasi kegawat
daruratan dan tatalaksana khusus sesuai jenis abortus.
6. Komplikasi abortus berupa pendarahan, infeksi, perforasi hingga syok
7. Prognosis abortus tergantung dari penanganan etiologinya.
DEFINISI
ETIOLOGI
KLASIFIKASI
PATOFISIOLOGI
Sujiyatini dkk (2009) menyebutkan terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang
telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan
embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba.
Ada kemungkinan akibat dari hal ini :
a) Kemungkinan “tuba abortion”, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung
distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan
ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak
begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
b) Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari
distensi berlebihan tuba.
c) Faktor abortus ke dalam lumen tuba. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila
berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan
terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai
menimbulkan syok dan kematian.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,
sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehmilan, derajat
perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat
unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya
di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat
menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke
dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun
perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas
bahwa darah bukan satu- satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum
peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang
bervariasi.
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin
terjadi sebelum haid berikutnya.
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang penting
pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal
dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua,
dan dapat intermiten atau terus menerus.
PROGNOSIS
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral.
Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami
keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu
lagi pada tuba yang lain .
KOMPLIKASI
a. Pada pengobatan konservatif, yaitu jika ruptur tuba telah lama berlangsung (4-6
minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bledding). Ini merupakan indikasi operasi.
b.Infeksi
d.Sterlitas
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. USG : Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri, Adanya kantung
di luar uterus
DIAGNOSIS BANDING
BAB III
PENATALAKSANAAN
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi
baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
bedah.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel
yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan
hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam
regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari
ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek
negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.
Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam
massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik
paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.